BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Sedangkan penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut: 1) Permodalan (capital). Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan), permodalan serta kemampuan permodalan bank dalam mengcover aset bermasalah. b. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. 1
2) Kualitas aset (asset quality). Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). b. Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 1) Manajemen (management). Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko. b. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. 2) Rentabilitas (earning). Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi bank. b. Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional. 3) Likuiditas (liqudity). Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi komponen-komponen sebagai berikut: a. Rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan. 2
b. Kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/alma), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan. 4) Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk). Penilaian terhadap sensitivitas risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kemampuan modal bank dalam mengcover potensi kerugian akibat fluktuasi suku bunga dan nilai tukar. b. Kecukupan penerapan manajemen risiko. 2.1.2 Profitabilitas Tujuan utama yang ingin dicapai oleh perbankan adalah memperoleh laba secara maksimal guna memenuhi segala biaya aktivitas operasional bank tersebut. Laba tersebut dapat digunakan untuk mensejahterakan pemilik, karyawan, meningkatkan mutu produk dan melakukan ekspansi. Manajemen perbankan dalam praktiknya dituntut untuk mampu memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya besarnya keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan berarti asal untung (Kasmir, 2012:196). Untuk mengukur tingkat keuntungan bank, digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan suatu bank dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas menajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan oleh penjualan dan pendapatan investasi. Intinya penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir, 2012:196). Penjualan dalam perbankan adalah 3
pendapatan bunga yang diperoleh bank dari operasional bank tersebut. Rasio profitabilitas dapat diukur menggunakan : 1) Return On Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan bank yang bersangkutan (Riyadi, 2006:156). 2) Return On Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba setelah pajak dengan modal inti bank (Riyadi, 2006:155). 3) Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan (Riyadi, 2006:159). Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut. Hasil pengukran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efisien atau tidak (Kasmir, 2012:196). Penting bagi bank untuk menjaga profitabilitasnya tetap stabil bahkan meningkat untuk memenuhi kewajiban 4
kepada pemegang saham, meningkatkan daya tarik investor dalam menanamkan modal, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan kelebihan dana yang dimiliki pada bank (Agustiningrum, 2013). Penelitian ini menggunakan ROA sebagai proksi untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba. Alasan dipilihnya ROA sebagai proksi dari profitabilitas karena PT. BPR Pasarraya Kuta sebagai tempat penelitian merupakan bank yang belum go public sehingga pertumbuhan asset yang lebih penting, berbeda dengan bank yang go public perolehan laba tidak hanya difokuskan pada pertumbuhan asset bank tetapi juga pada pembagian deviden. 2.1.3 Risiko Kredit Risiko yang terkait dengan kredit adalah kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman yang disalurkan oleh bank baik sebagian maupun seluruhnya karena suatu sebab, seperti kenakalan debitur yang sengaja tidak mengangsur pokok atau tidak melunasi pinjaman walaupun sebenarnya debitur mampu mengangsurnya (Sudirman, 2013:48). Risiko tersebut mengurangi kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya atau berdampak pada risiko likuiditas. Dampak lebih lanjut dari risiko kredit adalah risiko kerugian dimana bank tidak mendapatkan bunga dari kredit yang disalurkan kepada masyarakat, dimana bunga kredit tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh bank ketika menyalurkan kredit. Bank yang terkena risiko kredit ditandai oleh kredit non performing loan sehingga memburuknya kas masuk (cash flow) bank (Sudirman, 2013:192). Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi 5
kewajibannya untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya (Idroes, 2011:23). Risiko kredit berdasarkan beberapa kategori menurut tingkat pengembaliannya atau tingkat kolektibilitasnya yaitu (Sudirman, 2013:48-49): 1) Kolektibilitas kredit untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikelompokkan menjadi: (1) Kredit berkualitas lancar atau kredit lancar atau kredit kolektibilitas 1 (2) Kredit berkualitas non lancar, dibedakan menjadi: a. Kredit kurang lancar atau kredit kolektibilitas 2 b. Kredit diragukan atau kredit kolektbilitas 3 c. Kredit macet atau kredit kolektibilitas 4. 2) Kolektibilitas kredit untuk Bank Umum dikelompokkan menjadi: (1) Kredit berkualitas lancar atau disebut kredit lancar atau kredit kolektibilitas 1 (2) Kredit berkualitas non lancar dibedakan menjadi: a. Kredit dalam pengawasan khusus atau kredit kolektibilitas 2 b. Kredit kurang lancar atau kredit kolektibilitas 3 c. Kredit yang diragukan atau kredit kolektibilitas 4 d. Kredit yang macet atau kredit kolektibilitas 5 Pengklasifikasian kredit ke dalam kredit non lancar adalah suatu bentuk kehati-hatian suatu bank dari kemungkinan kerugian bank yang diakibatkan oleh kredit sehingga dapat ditentukan jumlah pembentukan penyisihan aktiva 6
produktif. Risiko kredit dapat diukur dengan menggunakan rasio non performing loan. 2.1.4 Non Performing Loan (NPL) Non performing loan adalah suatu rasio yang menunjukkan tingkat kelancaran kredit yang disalurkan oleh bank karena rasio ini menggunakan penilaian kredit dengan kolektibilitas 3 sampai dengan kolektibilitas 5. Riyadi (2006:160) mengatakan rasio non performing loan adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas 3 sampai 5 dibandingkan dengan total kredit yang diberikan oleh bank. Jika NPL suatu bank terus meningkat maka akan mempengaruhi permodalan bank karena bank harus menyediakan dana untuk memenuhi PPAP yang terbentuk (Pauzi, 2010). Semakin besar tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tersebut tidak profesional dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah dengan tingginya NPL yang dihadapi bank (Riyadi, 2006:161). 2.1.5 Rasio Likuiditas Likuiditas adalah suatu kemampuan bank dalam membayar kewajibankewajiban jangka pendeknya. Sedangkan rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya, apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo. Dengan kata lain, rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, 7
baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun di dalam perusahaan (Kasmir, 2012:129). Rasio likuiditas dapat diukur menggunakan loan to deosit ratio (LDR). LDR adalah perbandingan antara total kredit yang telah diberikan oleh bank dengan total dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan (Riyadi, 2006:165). LDR menyatakan kemampuan suatu bank untuk membayar kembali dana milik nasabah yang tertanam dalam bank tersebut dengan mengandalkan kredit yang disalurkan sebagai sumber likuiditasnya (Pauzi, 2010). 2.1.6 Permodalan Bank Modal bank sebagai cadangan atau back up dana jika bank mengalami kesulitan. Semakin banyak modal bank, pertumbuhan bank akan semakin baik walaupun modal bank sudah melebihi aturan sebagaimana telah ditetapkan oleh bank sentral. Modal bank dapat berupa modal inti, yaitu modal yang disetor oleh pemilik bank, laba tahun berjalan, laba ditahan, cadangan umum atau cadangan tujuan, dan modal pelengkap seperti agio saham, revaluasi aktiva, dan goodwill (Sudirman, 2013:91). Modal juga berfungsi untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi (Idroes, 2011:68). Tingkat kecukupan modal bagi perbankan diproksikan dengan rasio capital adequacy ratio (CAR). CAR memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko, yang dibiayai dari modal sendiri (Sianturi, 8
2012). Pada aspek permodalan ini yang dinilai adalah permodalan yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perbandingan rasio tersebut adalah perbandingan modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) (Martono, 2002:88). Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.15/12/PBI/2013, permodalan minimum yang harus dimiliki oleh suatu bank adalah 8%. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Profitabilitas Pengalokasian dana adalah menjual kembali dana yang telah dihimpun dari masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pengalokasian dana dapat berbentuk pinjaman (kredit) atau dengan membeli berbagai aset yang dipandang dapat menguntungkan bank untuk menghindari adanya idle fund (Kasmir, 2012:84). Namun dalam prakteknya terkadang bank harus menghadapi risiko dari pengalokasian dana tersebut yang dapat disebabkan oleh kurang diterapkan prinsip kehati-hatian ataupun yang disebabkan oleh kenakalan debitur yang secara sengaja tidak membayarkan kembali kredit yang telah diterimanya. Risiko yang terkait dengan kredit adalah kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman yang disalurkan oleh bank baik sebagian maupun seluruhnya karena suatu sebab, seperti kenakalan debitur yang sengaja tidak mengangsur pokok atau tidak melunasi pinjaman walaupun sebenarnya debitur mampu mengangsurnya (Sudirman, 2013:48). 9
Rasio non performing loan adalah perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas 3 sampai 5 dibandingkan dengan total kredit yang diberikan oleh bank (Riyadi, 2006:160). Semakin besar tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tersebut tidak profesional dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah dengan tingginya NPL yang dihadapi bank (Riyadi, 2006:161). Penelitian yang dilakukan oleh Kolapo et al. (2012) serta Alper dan Adem (2011) menunjukkan hasil bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas. Artinya bahwa semakin rendah tingkat NPL maka semakin tinggi profitabilitas yang diperoleh bank. Hal ini terjadi karena bank tidak mengalami risiko kredit dan permodalan bank tidak terganggu karena tidak perlu menyediakan banyak dana untuk memenuhi PPAP. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis mengenai hubungan NPL terhadap Profitabilitas adalah: H1 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas. 2.2.2 Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas Kewajiban keuangan bank yang harus dibayar dalam jangka pendek disebut hutang lancar yang terdiri dari tabungan, deposito yang jatuh tempo dan sejenisnya. Namun sebagian besar dana yang telah dihimpun oleh bank tersebut 10
disalurkan dalam bentuk kredit yang berjangka waktu tertentu maka hal ini akan mempengaruhi tingkat likuiditas bank. Oleh karena itu, hubungan antara kredit dengan dana merupakan hal yang penting untuk mendukung tingkat likuiditas bank yang tinggi (Sudirman, 2013:158). LDR adalah perbandingan antara total kredit yang telah diberikan oleh bank dengan total dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan (Riyadi, 2006:165). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 15/7/PBI/201 standar LDR yaitu 78% - 92%. Jika angka rasio LDR berada dibawah 78% maka dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak dapat menyalurkan kembali dengan baik seluruh dana yang telah dihimpun. Jika rasio LDR bank mencapai lebih dari 92% maka total kredit yang disalurkan oleh bank tersebut telah melebihi dana yang dihimpun. Rasio LDR yang berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat dengan asumsi bahwa bank tersebut dapat menyalurkan kreditnya secara efektif (Ponco, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Purwana (2009) menjelaskan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas pada bank domestik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Puspitasari (2009) yang menjelaskan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan pada profitabilitas yang berarti bahwa semakin tinggi kredit yang disalurkan dari dana pihak ketiga yang telah dihimpun, maka keuntungan yang diperoleh dari pendapatan bunga kredit tersebut juga 11
semakin besar, sehingga bank memiliki kekuatan yang besar pula untuk membayar kewajibannya kepada masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis mengenai hubungan LDR terhadap Profitabilitas adalah: H2 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profitabilitas. 2.2.3 Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Profitabilitas Capital adequacy ratio adalah rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam membiayai seluruh aktiva bank yang mengandung risiko dengan modal yang dimilikinya. Semakin tinggi CAR mengindikasikan semakin besar modal yang dimiliki oleh bank, sehingga bank dapat membuat portofolio kreditnya dengan lebih baik. Bank yang memiliki modal yang besar dapat menyalurkan kredit dengan berbagai jenis sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi bank tersebut. Bank yang memiliki modal yang cukup besar dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar pula. Hal ini berarti semakin kecil risiko yang ada pada bank tersebut akan memberikan keuntungan yang besar bagi bank (Agustiningrum, 2013). Bank yang memiliki modal yang tinggi akan mencapai keuntungan yang tinggi karena bank tersebut lebih cermat dalam memilih sumber pembiayaan (Al-Qudah dan Mahmoud, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Astohar (2009) menjelaskan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini berarti semakin tinggi CAR maka semakin tinggi pula profitabilitas yang diperoleh oleh bank 12
tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ogbi (2013) dan Anggreni dan Sadha (2014) juga menemukan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis mengenai hubungan CAR terhadap profitabilitas adalah: H3 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. 2.2.4 Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) Risiko kredit terjadi jika counterparty (pihak lain dalam transaksi bisnis kita) tidak bisa memenuhi kewajibannya (wanprestasi) (Hanafi, 2012:165). Penilaian risiko kredit didasarkan pada rasio Non Performing Loan. Non Performing Loan adalah suatu rasio yang menunjukkan tingkat kelancaran kredit yang disalurkan oleh bank karena rasio ini menggunakan penilaian kredit dengan kolektibilitas 3 sampai dengan kolektibilitas 5. Besarnya risiko kredit selain dapat menurunkan profitabilitas juga dapat mempengaruhi variabel kesehatan perbankan lainnya, yaitu capital. Capital adalah kemampuan suatu bank menyediakan modal untuk pengembangan aktivitas dan mengendalikan risiko yang dihadapi (Maheswari, 2014). Rasio non performing loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap modal bank. Hal ini disebabkan semakin besar risiko kredit yang ditanggung oleh bank maka bank harus meningkatkan pembentukan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva 13
Produktif (PPAP). Hal ini menyebabkan modal yang dimiliki oleh bank akan berkurang karena pembentukan PPAP tersebut. Atici dan Guner (2013) menemukan hasil bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap CAR. Pastory dan Marobhe (2013) juga menemukan hasil yang sama yaitu NPL berpengaruh negatif terhadap CAR. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis mengenai hubungan Non Performing Loan (NPL) terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah: H4 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). 2.2.5 Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Capital Adequacy Ratio LDR adalah perbandingan antara total kredit yang telah diberikan oleh bank dengan total dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan (Riyadi, 2006:165). LDR berfungsi sebagai faktor penentu besar kecilnya giro wajib minimum (GWM) serta indikator intermediasi bank. Rasio antara 78% - 92% ialah kisaran bank yang sehat dari sisi LDR. Semakin besar loan to deposit ratio berarti kredit yang disalurkan oleh bank tersebut meningkat. Kredit yang meningkat akan memberikan peningkatan pada pendapatan bunga yang diperoleh bank, sehingga laba bank akan meningkat. Meningkatnya laba bank tersebut akan berpengaruh pada permodalan bank yang selanjutnya juga akan meningkatkan CAR bank tersebut. 14
Penelitian yang dilakukan oleh Shitawati (2006) dan Abusharba et al. (2013) menjelaskan bahwa LDR berpengaruh positif signifikan terhadap capital adequacy ratio. Bank yang mampu mengelola kreditnya dengan baik akan terhindar dari masalah likuiditas, sehingga dapat meningkatkan modal yang dimilikinya dari pendapatan bunga kredit tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis mengenai hubungan Loan To Deposit Ratio (LDR) terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah: H5 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). 15