Oleh Barandi Sapta Widartono

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Apakah yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. distribusi pendapatan di desa dan kota, di mana terjadi peningkatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

PENDAHULUAN Latar Belakang

5.1 Kondisi dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

Tujuan Penyediaan Prasarana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rencana kerja (Renja) 2014

Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

KEBIJAKAN NASIONAL PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA KAWASAN INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012;

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

PENDAHULUAN Latar belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PRASARANA SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU)

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Terwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral.

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa faktor penyebab pertumbuhannya adalah memiliki fasilitas kota

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Permasalahan Mendasar Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

Transkripsi:

1 Oleh Barandi Sapta Widartono

2

3 Keterpaduan Infrastruktur dan Permukiman oleh: Barandi Sapta Widartono, S.Si M.Si. Pendahuluan Di Indonesia laju pertumbuhan penduduk perkotaan sekitar 4,4 persen per tahun, proyeksi penduduk pada tahun 2025 sekitar 60 persen penduduk Indonesia atau 167 juta orang akan berada di wilayah perkotaan, ini menunjukkan perbandingan antara penduduk desa dan kota semakin tidak berimbang. Padahal permasalahan kependudukan juga dapat menjadi indikator permasalahan perkotaan yang lain, seperti kemiskinan, pengangguran, densifikasi permukiman, dan sebagainya. Semakin terpusatnya kegiatan perekonomian dan pusat-pusat aktifitas lainnya di wilayah perkotaan, menyebabkan urbanisasi menjadi kebutuhan bagi kotayang tak terhindarkanmenjadikan pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat meningkat. Tentu saja dengan pertambahan penduduk ini, kebutuhan penduduk harus tercukupi agar tidak terjadinya permasalahan perkotaan yang semakin besar. Hal ini sudah banyak terlihat hampir di seluruh kota-kota besar dan menengah di Indonesia, pembangunan infrastruktur sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan permukimannya. Menyoroti infrastruktur perkotaan dan permukiman kota yang menjadi permasalahan utama pertumbuhan penduduk di perkotaan tentunya tidak akan lepas dari upaya pemerintah dalam menyediakan infrstruktur dan permukiman sebagai tuntutan kepentingan penduduk yang hidup di wilayah perkotaan. Kebutuhan perumahan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit atau rata-rata mencapai 1,2 juta unit pertahun. Demikian pula dengan infrastruktur yang harus disediakan dan memenuhi proporsi jumlah penduduk yang ada, aktifitas yang harus dijalankan di wilayah perkotaan yang semakin kompleks, serta berbagai kepentingan lain dalam penyelenggaraan aktifitas perekonomian dan kepentingan-kepentingan lain adalah bagian yang tak terpisahkan dalam masalah perkotaan. Hal ini semakin diperumit dengan penghasilan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, seperti perumahan, transportasi, dan fasilitas lainnya, tidak semua

4 masyarakat mampu secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya secara layak, dengan tekanan ekonomi, tanggungan keluarga, dan sebagainya, tentu saja ini menjadi sesuatu yang harus dipikirkan oleh semua pihak. Padahal hal ini bagai suatu perlombaan antara penyediaan infrastruktur dan perumahan di satu sisi dengan masyarakat kota yang tentu saja tidak semua berada pada batas mampu untuk memenuji hajat hidup-nya seperti tempat tinggal. Ada beberapa permasalahan lain terkait dengan Masyarakat berpenghasilan Rendah (MbR), seperti: (1) Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan; (2) Meningkatnya luasan kawasan kumuh; (3) Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman; (4) Meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah; (5) Terjadinya kesenjangan dalam pembiayaan perumahan; (6) Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan; serta (7) Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya salah sasaran. Permasalahan ini memang terkait satu sama lain, dengan suatu perencanaan dan analisa yang tepat diharapkan dapat memecahkan kebuntuan yang terjadi. Masalah pada poin kedua berupa peningkatan luasan kawasan kumuh, merupakan fakta yang akan terjadi jika kemampuan daya beli masyarakat dan sulitnya memperoleh perumahan yang layak tidak terpenuhi oleh masyarakat ini, apalagi dipersulit dengan masalah birokrasi yang tidak berpihak pada mereka. Sasaran Jangka Panjang Infrastruktur dan Permukiman Dalam jangka panjang, pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien. Pemenuhan perumahan akan selalu diiringi dengan pemenuhan akan prasarana dan sarana pendukungnya, dan penyelengaraannya juga berorientasi pada pembangunan perumahan yang berkelanjutan. Memadai dan layak artinya memenuhi semua persyaratan perumahan yang sehat, aman, dan berbagai kriteria permukiman yang telah menjadi standar secara umum. Terjangkau oleh masyarakat, artinya mampu dipenuhi oelh masyarakat sesuai dengan penghasilan dan tanggungan yang dimiliki oleh masyarakat. Terbentuknya Permukiman Kumuh

5 Banyak faktor yang menyebabkan terbentuknya Permukiman Kumuh seperti (1) pertumbuhan dan kepadatan penduduk yang tinggi, (2) pendapatan rendah dan terbatasnya mata pencaharian dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), (3) tempat tinggal dan ketersediaan lahan sehingga terbentuknya bangunan semi permanen, (4) infrastruktur permukiman yang tidak / kurang memadai, (5) kawasan yang tidak terencana, (6) pengawasan terhadap aturan yang lemah, sehingga permkiman kumuh terbentuk. Terbentuknya permukiman kumuh ini melibatkan peran pemerintah yang cukup besar, dan selanjutnya menjadi persoalan pemerintah itu sendiri sekaligus menjadi persoalan masyarakat secara luas. Padahal seringkali permukiman kumuh ini dipersalahkan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan bukannya pemerintah semata. Jika dicermati poin-poin pada paragraf diatas, peran pemerintah sebenarnya juga cukup besar pula dan justru punya peran sentral. Walaupun tidak dipungkiri subyek dari persoalan tersebut adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi di satu sisi keberadaan mereka dalam pembangunan perekonomian kota cukup besar. Dan karena peran yang besar inilah yang menjadi daya tarik mereka untuk bekerja dan bertempat tinggal khususnya di kota. Infrastruktur Permukiman Infrastruktur permukiman merupakan elemen dasar dari suatu kota, bangunan utama dari suatu kegiatan atau bangunan penunjang kegiatan. Infrastruktur permukiman dapat berupa saluran pembuangan, transportasi, listrik, telekomunikasi, energi, air bersih, kualitas tempat tinggal, Selain itu infrastruktur dapat ditinjau dari dua matra yaitu prasarana fisik dan pelayanan.grigg (1988) menyatakan Those physical facilities that are sometimes called public works, maka pengertian ini dapat dikembangan sebagaimana terminology menurut American Public Works Association(APWA) menyatakan bahwa public works are the physical structures and facilities that are developed or acquired by the public agencies to house governmental functions and provide water, power, waste disposal, transportation, and similar services to facilitate the achievement of common social and economic objectives. (Hudson, et al.,1997). Penanganan yang Ideal Perencanaan dibangun dan didasari atas data yang akurat agar menghasilkan penataaan ruang yang ideal. Potensi sumberdaya yang ada pada suatu wilayah tergantung pada aktifitas yang berkembang pada wilayah tersebut sehingga perencanaan pun dapat memenuhi semua potensi yang ada dan sesuai dengan kepentingan pada wilayah tersebut baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.di satu

6 sisi pembangunan akan dibatasi oleh kemampuan yang ada, sehingga prioritas akan menjadi suatu hal yang wajib dipertimbangkan. Demikian pula dengan prioritas penanganan infrastruktur harus memahami secara baik kebutuhan infrastruktur dan dapat mengalokasikan dana pembangunan secara tepat agar tidak terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan terhadap waktunya.penertiban administrasi juga merupakan hal penting lainnya karena bila tidak ada kontrol dari lembaga maka perencanaan tidak akan berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Perbedaan antara perencanaan dan kondisi aktual yang terjadi dapat mengganggu proses perencanaan selanjutnya karena tidak sesuai lagi dengan koridor perencanaan ke depan dan ini berarti pembangunan wilayah tidak akan seideal rencananya. Penanganan kawasan kumuh tentu saja akan dihadapi oleh beberapa pertanyaan penting yang harus diselesaikan terutama yang berhubungan dengan pencegahan (preventif), pengaturan (management), dan perencanaan (planning), ketiga hal ini saling terkait satu dengan lainnya. Pencegahanbaik dilakukan bila suatu hal sudah dapat diprediksi atau punya berbagai skenario macam kemungkinan kejadian ke depan dengan memperhatikan hal-hal yang mungkin terjadi. Pengaturan/pengelolaandan temasuk diantaranya memonitor perkembangan yang terjadi, selayaknya menjadi perhatian yang penting dari pengambil kebijakan karena menyangkut tugas pokok dan fungsi dari pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Banyak kasus yang berlarut-larut karena kurangnya pengawasan mengakibatkan terjadinya masalah yang semakin menumpuk dan sulit diuraikan karena sudah menyangkut permasahan lain yang semakin runyam. Efisiensi dapat dilakukan dengan koordinasi yang lebih baik dan jelas. Tindakan yang tegas dan dengan dasar yang kuat sesungguhnya dapat dipahami secara baik dan juga kearifan yang berpihak pada masyarakat. Perencanaan yang matang dengan informasi yang akurat, akan menuntun pada perencanaan yang tepat sasaran. Pemahaman yang baik terhadap kondisi berjalan dan didukung oleh informasi yang benar, akan memberikan proyeksi perkembangan suatu wilayah secara baik pula. Hal ini berarti akan memberikan input yang baik bagi kegiatan perencanaan. Perencanaan inilah yang selayaknya dikawal dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada suatu wilayah, dan diawasi secara ketat. Keterpaduan membutuhkan kondisi yang seimbang Perencanaan yang sesuai dengan koridor akan menghasilkan pembangunan yang selaras dengan kenyataan yang terjadi pada perkembangan suatu wilayah, perubahan yang terjadi hanya memungkinkan bila memang terjadi perubahan secara global dan menyangkut dengan proses kejadian yang revolusioner.

7 Keterpaduan dalam infrastruktur dan permukiman membutuhka kondisi yang seimbang antara kecepatan pertumbuhan penduduk, aktifitas perkotaan yang membutuhkan sumberdaya manusisa yang lebih besar mengakibatkan adanya urbanisasi. Pertumbuhan yang cepat akan menuntut realisasi infrastruktur yang cepat pula, walau tetap memperhatikan kemampuan masyarakat dalam memenuhinya. Kecepatan ini tergantung oleh banyak hal diantaranya adalah perkembangan wilayah dan kebijakan pengelolanya. Hal ini merupakan permasalahan yang muncul pertama, baru diikuti dengan perkembangan infrastruktur permukiman yang lebih bersfat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk tersebut. Proyeksi yang tidak tepat akan menghasilkan pertumbuhan infrastruktur yang tidak seimbang, tergantung dari perencanaan yang disusun berdasarkan proyeksi kebuttuhan tempat tinggal. Penyediaan infrastruktur dapat lebih lambat atau terlalu cepat yang dapat berakibat pada timbulnya permukiman kumuh atau kemubadziran infrastruktur. Umumnya yang terjadi adalah lambatnya infrastruktur yang dipenuhi karena terkait dengan masalah lambatnya evaluasi dan ketersediaan anggaran. Kebutuhan tempat tinggal Tak terhindarkan?akibat urbanisasi Seberapa cepat Batas optimal Infrastruktur permukiman Terlalu lambat Terlalu cepat Kekumuhan permukiamn Kemubadziran infrastruktur Gambar 1. Keterpaduan antara kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur permukiman yang dibutuhkan agar terhindar dari ketidakseimbangan laju kebutuhan tempat tinggal. Model dalam Infrastruktur Permukiman dan Kebutuhan Tempat Tinggal Model merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu gambaran kondisi yang ada dengan memanfaatkan berbagai meda yang mampu menjelaskan kejadian sesuai dengan kebutuhan informasi yang akan dihasilkan. Model untuk infrastruktur permukiman dan kebutuhan tempat tinggal dapat

8 diterapkan dengan memanfaatkan berbagai teknik yang diantaranya cukup pesat berkembang dewasa ini yaitu Sistem Infomasi Geografi (SIG) yang dapat melakukan input data berupa infomasi spasial yang memiliki kelebihan dalam beberapa hal selain basis data yang bersifat tabuler juga dikembangkan yang memiliki lokasi dan bersifat spasial seperti luas, panjang, keliling, ketinggian dan sebagainya. Input data berupa data statistik dan spasial dapat memenuhi deskripsi dan identifikasi infrastruktur maupun informasi demografi dan ketenagakerjaan, sebagai suatu hal yang memberikan gambaran awal tentang infrastruktur permukiman maupun informasi awal kebutuhan tempat tinggal penduduk masyarakat pada berbagai golongan. Selanjutnya dikembangkan dalam identifikasi penilaian kebutuhan melalui Housing Needs Assesment (HNA). Mengkomparasikan antara kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur melalui teknik komparasi dapat dilakukan untuk menilai laju pertumbuhan infrastruktur pemukiman terhadap kebutuhan tempat tinggalnya. Hingga akhirnya dapat diketahui prioritas penanganan pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan melakukan analisis terhadap prioritas maupun kuantitas dan kualitasnya. Identifikasi infrastruktur Identifikasi kebutuhan tempat tinggal HNA Menilai keseimbangan antara infrastruktur dan kebutuhan tempat tinggal Prioritas Penanganan pembangunan infrastruktur yang terpadu Input Data statistik Spasial Input Parameter HNA Penilaian Spasial Komparasi Penentuan Potensi Kumuh Analisa Prioritas Kualitas dan Kuantitas Gambar 2. Langkah-langkah dalam pemodelan Keterpaduan kebutuhan tempat tinggal dan infrastruktur permukiman

9 Kesimpulan dan Saran Ketidakseimbangan dalam pembangunan infrastruktur dan kebutuhan tempat tingal dapat mengakibatkan terbentuknya dan atau peningkatan permukiman kumuh bila infratruktur tidak dapat mengimbangi kecepatan kebutuhan tempat tinggal, dan atau sebaliknya kemubadziran atau pembangunan perumahan yang sia-sia bila infrastruktur dibangun melebihi kebutuhan tempat tinggal. Perlu penyusunan algoritma indeks optimal keseimbangan antara infrastruktur dan kebutuhan perumahan dimanasebaiknya menggunakan suatu metode perhitungan semisal Housing Needs Assesment dan tingkat kebutuhan kebutuhan infrastruktur. Mengingat pengembangan basis data dan informasi saat ini juga mengarah pada penyediaan data spasial yang terbukti dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi maka hal ini dapat dilanjutkan dengan menyusun Spatial Decision Support System (SDSS), yang juga mempertimbangkan informasi secara spasial dan analisis spasial. Daftar Pustaka Grigg, Neil. Infrastructure Engineering and Management. John Wiley and Sons, 1988. Hudson, Ronald W., Haas, Ralph and Waheed Uddin. Infrastructure Management. McGraw-Hill, 1997.