HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL DAN SUBYEK PENILAI KINERJA AUDITOR TERHADAP PENERIMAAN DYSFUNCTIONAL AUDIT BEHAVIOR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian yang menjelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas, mewujudkan pemerintahan yang good governance, dan menciptakan

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. (Weningtyas dkk. 2006:2). Kasus Enron merupakan salah satu bukti kegagalan. pihak mengalami kerugian materi dalam jumlah besar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan hasil audit memiliki posisi yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang

BAB II LANDASAN TEORI. Standar Auditing (PSAP No. 01; 2011) dan Kode Etik Akuntan Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini

BAB III METODE PENELITIAN. (KAP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah yang telah terdaftar

ANALISIS DYSFUNCTIONAL AUDIT BEHAVIOR: SEBUAH PENDEKATAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang. (Husnan, 2000). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan dari masyarakat atas laporan keuangan yang di audit oleh akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh perusahaan untuk menyajikan suatu

ANALISIS PENERIMAAN AUDITOR ATAS DYSFUNCTIONAL AUDIT BEHAVIOR : SEBUAH PENDEKATAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia memberikan dampak bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit. Apabila laporan keuangan suatu perusahaan

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh derajad S-2 Magister Sains Akuntansi. Diajukan oleh : Nama : Provita Wijayanti NIM : C4C005146

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terlebih dahulu menghubungi bagian HRD melalui telepon untuk menanyakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Keyword : dysfunctional audit behavior, locus of control, organizational commitment, performance, turnover intention

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya Kantor Akuntan

ANALISIS PENERIMAAN AUDITOR ATAS DYSFUNCTIONAL AUDIT BEHAVIOR : SEBUAH PENDEKATAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja pada

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat mengharuskan perusahaan

BAB 5 PENUTUP 5.1. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Lokus kendali eksternal berpengaruh positif

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit (Silaban, 2009). Pendapat auditor mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta di Indonesia. Auditor di instansi

ABSTRAK. Kata Kunci : komitmen organiasi, gaya kepemimpinan demokratis, etika profesi, pengalaman auditor pada kinerja auditor

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jasa audit di Indonesia pun meningkat. Faktor-faktor yang menjadi

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Ceacilia Sri Mindarti Elen Puspitasari Universitas Stikubank Semarang. Abstract

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. sistematik mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan

Kata kunci: tekanan anggaran waktu, locus of control, sifat Machiavellian, pelatihan auditor, perilaku disfungsional auditor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper

BAB V KESIMPULAN. Universitas Indonesia. T Pengaruh faktor..., Oktina Nugraheni, FE UI, 2009.

BABI PENDAHULUAN. Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada. umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Meilinda Hariani, Ahmad Adri Binus University, Jln. Kepa Duri No. 92, Jakarta Barat 11510, ,

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya transparansi laporan keuangan terutama bagi perusahaan publik sangat

BAB III METODA PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. dalam mencapai maksudnya. Dalam penelitian ini, metode menjadi alat bantu

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi dari pihak yang melakukan audit (Weningtyas et al., 2006).

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT

DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume..., Nomor..., Tahun 2012, Halaman...

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia. Dalam

Oleh: Meilinda Hariani, Ahmad Adri Binus University, Jln. Kepa Duri No. 92, Jakarta Barat Abstract

BAB IV METODE PENELITIAN. mencapai tujuan penelitian. Pembahasan diawali dengan menjelaskan rancangan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Abstrak. Kata Kunci : Profesionalisme, Komitmen organisasi, Locus of Control Internal, Etika profesi dan Kinerja.

PERILAKU TUNA FUNGSI AUDITOR: PENGUJIAN ATAS KARAKTERISTIK PERSONAL DAN PENILAI KINERJA AUDITOR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seluruh karyawan yang menggunakan sistem ERP di PT Angkasa Pura II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. responden dan data penelitian, uji instrumen penelitian, analisis data, pengujian

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola sektor publik, karena dengan audit dapat dilakukan penilaian obyektif

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002). A Statement Of Basic Auditing Concepts

Accounting Analysis Journal

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREMATURE SIGN-OFF DENGAN TURNOVER INTENTION SEBAGAI VARIABEL INTERVENING: Suatu tinjauan dari Goal Setting Theory

BAB V. Kesimpulan dan Saran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran

Taufik Qurrahman, Susfayetti, Andi Mirdah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi

ABSTRAK. Kata kunci: mahasiswa akuntansi, mahasiswi akuntansi, profesi akuntan

BAB I PENDAHULUAN. kepuasan hidup karena sebagian besar waktu manusia dihabiskan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PROSEDUR PENGHENTIAN AUDIT PREMATUR (Studi Pada Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta dan Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. akan dipengaruhi oleh lingkungan tempat bekerja, baik dari atasan, bawahan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik

BAB IV ANALISIS DATA

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu. judgment atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di KAP berlokasi di Surakarta dan

BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Variabel penelitian dan Hipotesis Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner berisi tentang persepsi

LOCUS OF CONTROL, TIME BUDGET PRESSURE DAN PENYIMPANGAN PERILAKU DALAM AUDIT. Nadirsyah. Intan Maulida Zuhra ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL: MENGUJI KEEFEKTIVAN PENERIMAAN SISTEM INFORMASI TERPADU (SISTER) DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi (SNI ). Dengan

KUESIONER PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Zalora Indonesia merupakan bagian dari Zalora group yang didirikan pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

Transkripsi:

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL DAN SUBYEK PENILAI KINERJA AUDITOR TERHADAP PENERIMAAN DYSFUNCTIONAL AUDIT BEHAVIOR 1. PENDAHULUAN Munculnya kasus fraud pada perusahaan, seperti kasus Enron (2001) diketahui terjadi perilaku moral hazard diantaranya adalah manipulasi laporan keuangan dimana KAP Arthur Anderson 1 menjadi auditor dan diduga ikut andil dalam manipulasi tersebut. Selanjutnya kasus Worldcom (1998) di USA, yaitu terjadinya masalah fundamental ekonomi berupa besarnya kapasitas telekomunikasi, sementara di USA mengalami resesi ekonomi, sehingga Worldcom menggunakan sumber pendanaan dari luar atau berhutang. Kasus Kimia Farma, (2001) terdapat rekayasa dimana laba bersih dinilai terlalu besar. Bank Century (2003 sekarang) dan terakhir kasus penggelapan dana nasabah oleh Relationship Manager di Citibank Indonesia (2010) serta ditutupnya beberapa Kantor Akuntan Publik di 1 KAP Arthur Anderson berdiri sejak 1913. Enron dan Anderson dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk menghancurkan dokumen bukti keuangan yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron. 1

Indonesia menjadi suatu persoalan besar bagi profesi akuntan publik dan menjadi tantangan berat untuk memperbaiki citra profesi audit. Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu akuntan publik seharusnya dapat mendeteksi dan mencegah lebih dini agar tidak terjadi fraud. Auditor bertugas melakukan pemeriksaan untuk dapat mengetahui apakah laporan keuangan organisasi telah disusun wajar sesuai dengan SAK yang berlaku dan memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut. Ada kalanya opini audit kurang mendapatkan respon yang positif dikarenakan adanya kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku oleh seorang auditor dalam proses audit (Donelly et. al., 2003). Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang auditor dalam bentuk manipulasi, kecurangan ataupun penyimpangan terhadap standar audit dikenal sebagai perilaku disfungsional auditor. Kasus suap yang dilakukan oleh Kepala Bidang Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bekasi dan Inspektur Wilayah Kota Bekasi, yang juga menjabat Kepala Bawasda Kota Bekasi terhadap Kepala 2

Auditoriat BPK Jawa Barat III (2010) dengan tujuan supaya hasil audit terhadap laporan keuangan dinyatakan wajar tanpa pengecualian sebagai salah satu contoh perilaku disfungsional auditor. Perilaku disfungsional ini dapat mempengaruhi kualitas audit, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku yang mempunyai pengaruh langsung diantaranya adalah premature sign off atau penghentian prosedur audit secara dini, pemerolehan bukti yang kurang, pemrosesan yang kurang akurat, dan kesalahan dari tahapan-tahapan audit (Donelly et. al., 2003; Maryanti, 2005). Sementara perilaku yang mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kualitas audit adalah underreporting of time (Donelly et. al., 2003; Lightner et. al., 1982; Maryanti, 2005). Sementara itu khusus dalam penelitian ini penerimaan perilaku disfungsional auditor ditunjukkan melalui perilaku premature sign-off, tidak melaporkan secara tepat waktu dan perubahan atau penggantian prosedur audit. Perilaku-perilaku tersebut berpengaruh negatif terhadap profesi auditor (Donelly et. al., 2003). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Public Oversight Board (2000) yang menyatakan 85% bentuk penyimpangan yang terjadi adalah penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur dan kira-kira 12,2% bentuk penyimpangan yang terjadi adalah melaporkan waktu audit dengan total 3

waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya. Selebihnya bentuk penyimpangan yang terjadi adalah bukti-bukti yang dikumpulkan kurang mencukupi dan mengganti prosedur audit yang telah ditetapkan pada waktu pemeriksaan di lapangan. Penurunan kualitas audit selanjutnya akan berdampak pada ketidakpuasan pengguna jasa audit terhadap keabsahan serta keyakinan akan kebenaran informasi yang terkandung dalam laporan keuangan auditan. Hal ini akan menyebabkan terkikisnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesi audit. Penelitian yang dilakukan oleh Donnelly et. al., (2003) menyebutkan bahwa penyebab para auditor melakukan penyimpangan tersebut adalah karakteristik personal yang berupa lokus kendali eksternal (external locus of control), keinginan untuk berhenti bekerja (turnover intention), dan tingkat kinerja pribadi karyawan (self rate employee performance) yang dimiliki oleh para auditor. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara external locus of control dan turnover intention dengan tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit serta adanya hubungan negatif antara self rate employee performance dengan tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit. Sementara itu karakteristik personal memiliki hubungan tidak langsung dengan tingkat 4

penerimaan perilaku disfungsional auditor berupa komitmen organisasi. Berbagai penelitian tentang perilaku disfungsional belum mengkaji peran dari subyek penilai kinerja sebagai faktor yang berhubungan dengan perilaku tersebut, di luar dari faktor karakteristik personal. Lingkungan kerja yang menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif. Dalam interaksi sehari-hari, antara atasan dan bawahan muncul berbagai asumsi dan harapan yang seringkali berbeda, pada akhirnya perbedaanperbedaan ini akan berpengaruh pada tingkat kinerja dan menjadi menarik untuk diteliti dalam lingkup profesi auditor eksternal. Subyek penilai kinerja auditor merupakan faktor yang penting dalam hubungannya dengan perilaku disfungsional auditor. Dengan menambahkan variabel subyek penilai kinerja auditor sebagai faktor yang juga memiliki hubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional auditor, diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang variasi penyebab dari penerimaan perilaku auditor yang menyimpang dalam penugasan. Secara singkat, dalam penelitian ini dikembangkan model yang mengidentikkan karakteristik personal auditor yang diukur dengan locus of control, turnover intention, tingkat kinerja pribadi karyawan, dan komitmen organisasi serta subyek penilai kinerja merupakan 5

faktor yang memiliki hubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional auditor. 2. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta kode etik akuntan. Dalam kenyataan di lapangan, auditor banyak melakukan penyimpangan terhadap standar audit dan kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari adanya karakteristik personal auditor disamping adanya kemungkinan lainnya. Dampak negatif dari perilaku ini adalah peluang terjadinya kualitas audit secara negatif yaitu keakuratan dan reliabilitas. Penyimpangan yang dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai sebuah perilaku disfungsional dalam audit. Dysfunctional audit behavior merupakan suatu bentuk reaksi terhadap lingkungan atau semisal sistem pengendalian (Otley dan Pierce, 1995; Lightner et. al., 1983; Alderman dan Deitrick, 1982 dalam Donelly et. al., 2003). Sistem pengendalian yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya konflik dan mengarah pada perilaku disfungsional. 6

Donelly et. al., (2003) menyatakan bahwa sikap auditor yang menerima perilaku disfungsional merupakan indikator perilaku disfungsional aktual. Dilihat dari aspek adanya penerimaan perilaku disfungsional oleh auditor, maka diperlukan sebuah teori yang dapat memperkuat dan mendukung alasan para auditor menerima penyimpangan perilaku ini. Adapun dalam bidang psikologi dikenal sebuah teori yang berkaitan dengan intensi dan kontrol dari sikap serta perilaku seseorang yaitu Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein pada tahun 1988 dan 1991 dimana minat dan perilaku seseorang (behavioral intention) dipengaruhi oleh attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Sumber : Ajzen, I. 2006 Gambar 1. Kerangka Theory of Planned Behavior (TPB) 7

Behavioral Beliefs, Normative Beliefs dan Control Beliefs masing-masing memiliki korelasi hubungan yang pada akhirnya berpengaruh pada terbentuknya Attitude toward the behavior, Subjective norm dan Perceived behavioral control. Ketiga hal tersebut yang membentuk intensi dan berpengaruh pula pada perilaku seseorang. Attitude toward the behavior merupakan sikap yang mendukung atau menolak yang didorong oleh ketertarikan atau keyakinan seseorang atas hasil yang diharapkan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, attitude toward the behavior berhubungan dengan locus of control yaitu ketika keberhasilan seseorang ditentukan dari faktor internal atau eksternal. Keyakinan inilah yang akhirnya mendorong seseorang berperilaku menerima atau menolak perilaku disfungsional auditor. Subjective norm adalah persepsi tekanan sosial untuk menggunakan atau tidak menggunakan perilaku. Subjective norm didapatkan dari normative beliefs, yaitu persepsi perilaku yang diharapkan dari referensi seseorang atau kelompok yang penting seperti keluarga dan teman. Ketika auditor menerima perilaku disfungsional auditor maka persepsi tekanan sosial yang akan muncul adalah adanya pelanggaran prinsip serta kode etik akuntan publik yang memang dibuat untuk membatasi sikap 8

dan perilaku auditor dalam pelaksanaan tugasnya agar profesionalitasnya selalu terjaga. Perceived behavioral control adalah persepsi seseorang tentang kemampuan orang tersebut untuk melaksanakan perilaku yang diberikan. Perceived behavioral control didapatkan dari control beliefs, yaitu persepsi keberadaan faktor yang dapat memfasilitasi atau menghalangi kinerja sebuah perilaku. Perceived behavioral control muncul ketika perilaku seseorang bukan lagi dikendalikan oleh diri sendiri dan juga oleh norma yang berlaku, namun juga oleh faktor lain diluar itu. Subyek penilai kinerja auditor dalam hal ini menjadi salah satu contoh faktor lain diluar kendali individu yang pada akhirnya memiliki hubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional auditor. Selain berhubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam audit, semua komponen dalam Theory of Planned Behavior (TPB) juga berkaitan dengan karakteristik personal. Hal ini terbukti dari penelitian Ajzen (2005) yang mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control ke dalam tiga kategori, yaitu : faktor personal, faktor sosial dan faktor informasi. Faktor personal disini jelas mencakup karakteristik personal yang dapat dipakai untuk menjelaskan sikap dan perilaku auditor secara umum. 9

2.2. Karakteristik Personal Karakteristik personal merupakan faktorfaktor yang secara unik berhubungan dengan individual atau ciri yang membedakan seseorang dengan orang lain (Gibson et.al.,1995; Robbins, 2001; Kreitner dan Kinicki, 2000 dalam Silaban Adanan, 2009). Karakteristik personal meliputi kepribadian, gender, kebangsaan dan hasil-hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan sumber daya manusia seperti komitmen organisasional serta komitmen profesional (Ford dan Richardson, 1994 dalam Silaban Adanan, 2009). Pada penelitian ini karakteristik personal auditor yang dikaji adalah locus of control, tingkat kinerja pribadi karyawan, turnover intention, dan komitmen organisasi. 2.2.1 Hubungan antara karakteristik personal dengan penerimaan perilaku disfungsional auditor a. Locus of Control dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor Beu dan Buckley (2001) dengan mengutip Rotter (1996), menyatakan bahwa locus of control adalah tingkat keyakinan seseorang akan hasil, tergantung pada karakter atau perilaku orang tersebut. Locus of control individu digolongkan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Individu dengan locus of control internal memiliki kemampuan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang timbul 10

dari lingkungan (Brownell, 1978; Robberts et. al., 1997; Pasewark dan Stawser, 1996 dalam Irwandi, 2002) dan berusaha memecahkan permasalahan dengan keyakinan mereka yang tinggi. Sebaliknya individu dengan locus of control eksternal lebih mudah merasa terancam dan tidak berdaya serta strategi yang dipilih dalam menyelesaikan sebuah permasalahan cenderung bersifat reaktif (Ardiansah, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara locus of control eksternal dengan keinginan untuk melakukan ketidak jujuran atau manipulasi untuk mencapai tujuan pribadinya (Gable dan Dangello, 1994; Coiner, 1985; Solar dan Bruehl, 1971). Dalam konteks audit, manipulasi atau ketidakjujuran pada akhirnya akan menimbulkan perilaku disfungsional auditor. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan kualitas audit yang dapat dilihat sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh individu untuk bertahan dalam lingkungan kerja audit. Hal ini menghasilkan dugaan bahwa semakin tinggi locus of control eksternal individu, semakin besar tingkat penerimaan perilaku disfungsional dalam audit. H1 : Terdapat hubungan positif antara locus of control eksternal dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit 11

b. Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor Kinerja merupakan hasil dari perilaku anggota organisasi, dimana tujuan aktual yang dicapai adalah dengan adanya perilaku. Kinerja adalah hasil usaha sendiri dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Lee dalam Kartika dan Profita (2007) menyebutkan bahwa orang akan menyukai pekerjaan jika mereka termotivasi untuk pekerjaan tersebut, dan secara psikologi bahwa pekerjaan yang dilakukan berarti, ada rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan pengetahuan mereka tentang hasil kerja, sehingga hasil pekerjaan akan meningkatkan motivasi, kepuasan dan kinerja. Gable dan Dangello (1994) dalam Donelly et.al., (2003) menjabarkan penyimpangan perilaku terjadi dalam situasi dimana individu melihat diri mereka kurang memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan atau diharapkan melalui usaha mereka sendiri. Sementara Solar dan Bruehl (1971) dalam Donelly et. al., (2003) menyatakan bahwa individu yang tingkat kinerjanya dibawah standar memiliki kemungkinan yang lebih besar terlibat perilaku disfungsional karena menganggap dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam organisasi melalui usaha sendiri. Oleh karena itu, auditor yang memiliki 12

persepsi yang rendah terhadap tingkat kinerja mereka akan menunjukkan tingkat penerimaan perilaku disfungsional yang lebih tinggi. H2 : Terdapat hubungan negatif antara tingkat kinerja pribadi karyawan dan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit, dengan kondisi adanya locus of control dan komitmen organisasi c. Turnover Intention dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor Turnover Intention terkait dengan keinginan untuk berhenti atau berpindah bekerja. Memiliki keinginan untuk berhenti atau berpindah bekerja dapat membuat seseorang menjadi kurang peduli terhadap apa yang dilakukan dalam organisasi tempat bekerja. Sikap ini dapat mengakibatkan kinerja yang buruk bagi karyawan tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku. Individu yang bermaksud untuk meninggalkan organisasi kurang memperhatikan pengaruh balik potensial dari perilaku disfungsional terhadap promosi dan penilaian kinerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh McEuoy dan Casao, (1987) dalam Maryanti (2003) menemukan bukti bahwa tingkat turnover paling rendah terjadi diantara karyawan yang berkinerja baik. 13

Malone dan Roberts (1996) dalam Donelly et.al., (2003) menyatakan bahwa auditor yang memiliki keinginan untuk meninggalkan perusahaan lebih dapat terlibat dalam perilaku disfungsional karena menurunnya rasa takut akan kemungkinan jatuhnya sanksi apabila perilaku tersebut terdeteksi. Lebih lanjut, individu yang berniat meninggalkan perusahaan dapat dianggap tidak begitu peduli dengan dampak perilaku disfungsional terhadap penilaian kinerja dan promosi. Jadi, auditor yang memiliki keinginan yang tinggi untuk berhenti bekerja dari perusahaan akan lebih menerima perilaku disfungsional. H3 : Terdapat hubungan positif antara turnover intention dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit, dengan kondisi adanya tingkat kinerja pribadi karyawan, locus of control, dan komitmen organisasi 2.2.2 Hubungan Subyek Penilai Kinerja dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor Penilaian kinerja merupakan suatu sistem untuk melakukan evaluasi terhadap karyawan yang dilakukan oleh subyek penilai kinerja. Adapun subyek penilai kinerja memiliki beberapa variasi, diantaranya adalah penilaian kinerja hanya oleh atasan kepada bawahan atau mekanisme penilaian kinerja yang dilakukan oleh semua unsur karyawan, 14

baik atasan, bawahan, rekan sekerja dan termasuk diri sendiri sebagai penilai. Subyek penilai kinerja dari berbagai unsur ini diharapkan lebih efektif untuk dapat melakukan penilaian secara obyektif, dibandingkan dengan penilaian kinerja pada umumnya dimana masih memungkinkan adanya subyektifitas yang dilakukan oleh seorang atasan kepada bawahan ataupun sebaliknya. Dalam konteks audit, mekanisme penilaian kinerja auditor pada umumnya dilakukan secara top down oleh partners dan supervisor terhadap senior dan atau junior staff. Akan tetapi dimungkinkan juga bahwa penilaian kinerja dilakukan secara bottom up yaitu level staf melakukan penilaian terhadap supervisor dan partners, disamping dimungkinkan pula dilakukan penilaian secara horisontal atau dilakukan oleh rekan sekerja. Melalui subyek penilai kinerja yang bervariasi inilah yang disinyalir dapat menimbulkan perilaku disfungsional, terutama jika ditemukan adanya penilaian kinerja yang kurang atau bahkan tidak fair dari subyek penilai kinerja, seperti menggunakan faktor kedekatan dan like/dislike. Akibatnya auditor yang merasa kurang dekat dengan atasan atau rekan sekerja dan merasa kurang disukai akan cenderung lebih menerima perilaku disfungsional. Penilaian kinerja merupakan suatu sistem formal dan terstrukur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan 15

pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah karyawan tersebut dapat berkinerja sama atau bahkan lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat (Schuler dan Jackson, 1996:3). Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan komunikasi dua arah yaitu antara pengirim pesan sebagai subyek penilai dan penerima pesan sebagai obyek penilaian, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari seseorang atau sekelompok orang dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada. H4 : Terdapat hubungan negatif antara subyek penilai kinerja dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit 2.2.3 Hubungan Antar Karakteristik Personal di Luar Hubungan dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor a. Locus of Control dan Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan 16

Perbedaan antara locus of control eksternal dan internal memudahkan untuk memasukkan dalam tipe posisi tertentu, sehingga hubungan antara locus of control dan kinerja tergantung pada tugas yang diberikan. Spector (1982) dalam Donelly et.al., (2003) menyatakan bahwa locus of control internal lebih cocok untuk pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan teknik yang tinggi, sedangkan locus of control eksternal lebih cocok untuk pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. Hyatt dan Parwitt (2001) dalam Donelly et.al., (2003) menemukan bukti bahwa locus of control internal diasosiasikan dengan peningkatan kinerja. Lingkungan pekerjaan audit memerlukan karakteristik profesional dan teknis maka locus of control internal memberikan kinerja yang lebih tinggi. Semakin luas subyek penilai kinerja, semakin kecil penerimaan perilaku disfungsional auditor. b. Locus of Control dan Turnover Intention Hasil penelitian Andrisani dan Nestle (1976); Organ dan Greene (1974); Harvey (1971) dalam Donelly et.al., (2003) menyatakan tentang keinginan untuk berhenti bekerja yang dimiliki oleh individu dengan locus of control internal, lebih rendah dibandingkan dengan dengan individu yang memiliki locus of control eksternal. Secara spesifik, locus of control eksternal dianggap memperlihatkan tingkat yang lebih tinggi dalam keinginan untuk berhenti 17

bekerja atau mencari alternatif pekerjaan lain dan belum terwujud dalam bentuk perilaku nyata. c. Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan dan Turnover Intention McEvoy dan Cascio (1987) dalam Donelly et.al., (2003) menyatakan bahwa turnover paling rendah ditemukan pada karyawan yang berkinerja sangat bagus. Auditor yang memiliki kinerja yang tinggi akan dipromosikan, sementara bagi yang tidak mampu mencapai standar kerja minimum akhirnya akan dikeluarkan dari perusahaan. Berdasarkan temuan ini, diharapkan bahwa kinerja karyawan akan berbanding terbalik dengan keinginan untuk berhenti bekerja. d. Komitmen Organisasi dan Locus of Control Penelitian yang dilakukan oleh Luthans et.al., (1987); Kinicki dan Vecchio (1994) telah menemukan adanya pengaruh locus of control terhadap komitmen organisasi. Ketika individu dengan locus of control internal bergabung dengan perusahaan, kecenderungannya adalah memiliki komitmen yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan locus of control eksternal. Hal ini disebabkan individu dengan locus of control internal memiliki anggapan mereka akan berhasil apabila mereka loyal terhadap organisasi dan mau bekerja keras serta memiliki 18

komitmen yang tinggi dalam mencapai hasil yang diinginkan. e. Komitmen Organisasi dan Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan Mowdey et.al., (1974) mengatakan bahwa karyawan yang berkomitmen tinggi memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang kurang memiliki komitmen. Sementara Ferris (1981) dalam Donelly et.al., (2003) menemukan bahwa kinerja profesional akuntan junior berhubungan dengan tingkat komitmen mereka pada organisasi. Nouri dan Parker (1998) dalam Donelly et.al., (2003) menemukan komitmen pada organisasi berdampak secara positif pada kinerja. Dalam penelitian terbaru, karyawan dengan komitmen yang lebih besar diharapkan memberikan kinerja yang lebih baik. f. Komitmen Organisasi dan Turnover Intention Mowdey et.al., (1982) dalam Donelly et.al., (2003) memprediksikan dan menemukan bahwa perilaku individu yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi memiliki dampak keinginan berhenti bekerja lebih rendah. Mathieu dan Zajac (1990) dalam Donelly et.al., (2003) menggambarkan bahwa komitmen pada organisasi berhubungan positif 19

dengan kehadiran dan berhubungan negatif dengan keterlambatan dan pergantian karyawan. Komitmen Organisasi merupakan alat prediksi yang sangat baik untuk beberapa perilaku penting, diantaranya adalah perputaran karyawan, kesetiaan karyawan kepada nilai organisasi dan keinginan untuk melakukan pekerjaan ekstra (untuk melakukan pekerjaan melebihi apa yang seharusnya dikerjakan). Robbins (2003) dalam Petronila dan Irawati (2006) mengartikan komitmen organisasi adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Sementara Robbins dan Coulter (1996) dalam Petronila dan Irawati (2006) mengartikan komitmen pada organisasi adalah orientasi seseorang karyawan terhadap kesetiaannya, identifikasinya, dan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diatas, diperoleh sebuah gambaran model teoritis yang menggambarkan hubungan antar variabel adalah sebagai berikut : 20

Gambar 2. Model Penelitian 3. METODE PENELITIAN Sumber data penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Semarang dan Surakarta. Cuplikan sampel dipilih dengan menggunakan metode convenience sampling, Pada penelitian ini terdapat 25 indikator, maka jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah sebanyak 125. Data yang digunakan adalah data primer berupa data demografi responden, karakteristik personal, mekanisme penilaian kinerja, dan penerimaan perilaku disfungsional auditor. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden. 21

Tabel 1. Variabel, Definisi dan Indikator Empiris Variabel Definisi Indikator Empiris Pengukuran Locus of control eksternal Skala likert dengan skor 1 7 Komitmen organisasi Individu dengan locus of control eksternal lebih mudah merasa terancam dan tidak berdaya serta strategi yang dipilih dalam menyelesaikan sebuah permasalahan cenderung bersifat reaktif (Ardiansah, 2003) Orientasi seseorang karyawan terhadap kesetiaannya, identifikasinya, dan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Robbins dan Coulters (1996) dalam Petronila dan Irawati (2006). Keberhasilan dalam pekerjaan dilihat dari: 1. Keberuntungan 2. Usaha dari diri sendiri 1. Kepedulian terhadap organisasi 2. Kebanggaan terhadap organisasi 3. Dedikasi terhadap organisasi 4. Kesesuaian dengan nilai-nilai organisasi Skala likert dengan skor 1-7 22

Tabel 1. Variabel, Definisi dan Indikator Empiris (lanjutan) Variabel Tingkat kinerja pribadi karyawan Definisi Hasil usaha sendiri dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, tingkat kinerja pribadi di bawah rata-rata atau di atas rata-rata. Kartika, Indri & Profita Wijayanti (2006). Turnover Intention Keinginan untuk berhenti atau berpindah bekerja. Robbins dalam Petronila dan Irawati (2006). Indikator Empiris Pengukuran 1. Perencanaan Skala likert (menentukan dengan skor tujuan, 1 7 kebijakan) 2. Investigasi (inventarisasi, pengenalan dan pengumpulan informasi) 3. Koordinasi (berinteraksi dan bertukar informasi dgn pihak lain) 4. Pengawasan (perintah pimpinan maupun supervisi bawahan) 5. Kepegawaian (promosi, rotasi, mutasi) 6. Perwakilan (mewakili kepentingan organisasi secara umum) 1. Bekerja sampai Skala likert pensiun dengan skor 2. Bekerja paling 1 7 tidak 2 tahun lagi 3. Bekerja paling tidak 5 tahun lagi 23

Tabel 1. Variabel, Definisi dan Indikator Empiris (lanjutan) Variabel Subyek Penilai Kinerja Definisi Suatu sistem untuk melakukan penilaian terhadap karyawan. Penerimaan perilaku disfungsion al Penerimaan perilaku disfungsional merupakan suatu bentuk reaksi terhadap lingkungan atau semisal sistem pengendalian (Otley dan Pierce, 1995; Lightner et. al., 1983; Alderman dan Deitrick, 1982 dalam Donelly et. al., 2003). 24 Indikator Empiris 1. Penilaian kinerja hanya oleh atasan 2. Penilaian kinerja hanya oleh bawahan 3. Penilaian kinerja oleh atasan dan bawahan, 4. Penilaian kinerja oleh atasan dan teman sekerja 5. Penilaian kinerja oleh atasan, bawahan, dan teman sekerja 6. Penilaian kinerja oleh diri sendiri, atasan, bawahan, dan teman sekerja 1. Pengunduran diri 2. Perubahan/pengg antian prosedur audit 3. Ketidaktepatan memberikan laporan audit Pengukuran Skala likert dengan skor 1 7 Skala likert dengan skor 1-7

Teknik, alat, dan langkah analisis Data mengenai demografi responden digunakan untuk menganalisa deskriptif dari responden. Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS18.00. Sementara untuk melakukan pengujian hubungan antar variabel menggunakan Structural Equation Model (SEM) dari paket software statistic LISREL 8.8. 4. PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Responden dan Uji Klasik Indikator Kuesioner yang telah disebarkan berjumlah 150 kuesioner dengan jumlah 132 kuesioner kembali dan 129 kuesioner yang dapat diolah. Untuk mengetahui karakteristik dari sampel, berikut ini akan disajikan statistik deskriptif dari responden. 25

Tabel 2. Demografi Responden Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 94 73% Perempuan 35 27% Umur Responden 20 s.d 30 tahun 77 60% 30 s.d 40 tahun 23 18% > 40 tahun 29 22% Jenjang Pendidikan D3 46 36% S1 70 54% S2 9 7% S3 4 3% Jurusan Akuntansi 93 72% Non Akuntansi 36 28% Posisi terakhir dalam pekerjaan Junior Staf 55 43% Senior Staf 61 47% Supervisor 12 9% Manajer 1 1% 26

Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Cron. Alpha Mean Std. Dev. Min Max Locus of Control 0.861 75.90 14.215 40 119 Komitmen Organisasi 0.861 37.69 9.959 9 61 Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan 0.889 28.16 9.222 7 48 Turnover Intention 0.728 11.49 3.790 3 21 Subyek Penilai Kinerja 0.911 26.23 8.075 6 41 Penerimaan Perilaku Disfungsional 0.901 60.08 14.960 14 92 Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas dari setiap konstruk yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS 18.0. Uji validitas menggunakan Corrected Item to Total Correlation. Data dikatakan valid jika nilai koefisien corrected item total correlation > 0.30. Sementara uji reliabilitas dengan menggunakan Cronbach s Alpha, dimana data dikatakan reliabel jika koefisien bernilai minimal 0,60 atau lebih. Berdasarkan pernyataan diatas, dasar pengambilan keputusan uji validitas dan reliabilitas dapat disimpulkan sebagai berikut : Locus of Control Terdapat 13 (tiga belas) pertanyaan indikator yang valid dan 5 (lima) pertanyaan indikator yang tidak valid, namun reliabilitas dari kuesioner masih terjaga. (Lampiran 3) 27

Komitmen Organisasi Terdapat 8 (delapan) pertanyaan indikator yang valid dan 1 (satu) pertanyaan indikator yang tidak valid, namun reliabilitas dari kuesioner masih terjaga. (Lampiran 3) Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan Dari 7 (tujuh) pertanyaan indikator semuanya valid dan reliabel. (Lampiran 3) Turnover Intention Ketiga pertanyaan indikator valid dan reliabilitas kuesioner tetap terjaga. (Lampiran 3) Subyek Penilai Kinerja Dari 6 (enam) pertanyaan indikator semuanya valid dan reliabilitas tetap terjaga. (Lampiran 3) Penerimaan Perilaku Disfungsional Auditor Terdapat 14 (empat belas) item pertanyaan indicator yang kesemuanya valid dan reliabilitas kuesioner tetap terjaga. (Lampiran 3) 28

Pengujian Kecocokan Model Model yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood. Metode ini merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk analisis data dengan menggunakan metode SEM dengan program Lisrel 8.8. Untuk pengujian selanjutnya sesuai dengan Joreskog dan Sorbom (1996), model yang harus diuji dan dianalisis terlebih dahulu adalah model pengukuran. Setelah model pengukuran diuji selanjutnya dilakukan analisis dan pengujian model struktural. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah model pengukuran yang telah diuji dan dianalisis dapat menjelaskan model struktural. Tahapan ini ditujukan untuk mengevaluasi tingkat kecocokan antara data dengan model, model pengukuran serta signifikasi koefisien dari model struktural dengan menggunakan SEM dengan aplikasi LISREL 8.8. Hasil perhitungan pengujian kecocokan keseluruhan model dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : 29

Tabel 4. Uji Kecocokan Model Keseluruhan Kriteria Hasil Estimasi Model Indikator Tingkat Kecocokan RMSEA 0,00* <0,05 NFI 0,19 >0,90 NNFI 0,55 >0,90 CFI 0,57 >0,90 IFI 0,62 >0,90 RFI 0,15 >0,90 RMR 0,079 < 0.05 GFI dan AGFI GFI = 0,71 AGFI = 0,69 GFI >0,90 (good fit); 0,90 < GFI >0,80 (marginal fit) AGFI =0 1 Ket : *signifikan Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Memperhatikan nilai root-mean-square error of approximation (RMSEA) yaitu 0,00 maka kesimpulannya adalah model SEM layak untuk digunakan. 2. Nilai dari NFI, NNFI, CFI, IFI dan RFI tidak menunjukkan bahwa model fit. 3. Pada output terlihat standardized RMR yang melebihi dari kriteria GOF sehingga menunjukkan model yang tidak fit. 4. Nilai GFI = 0,71 dan AGFI = 0,69 berada di antara nilai 0 dan 1, namun berada di bawah 0,90 sehingga model belum fit. 30

Hasil Pengujian Hipotesis Gambar 3 menunjukkan nilai koefisien jalur persamaan model struktural, sehingga dapat dilihat hubungan antar variabel. Gambar 3. Structural Equation Model dengan Koefisien Jalur Koefisien jalur diatas menunjukkan ada atau tidaknya hubungan langsung maupun tidak langsung antara karakteristik personal dan subyek penilai kinerja dengan penerimaan perilaku disfungsional. Hubungan langsung dengan penerimaan perilaku disfungsional terlihat dari hipotesis yang terbentuk, di luar itu merupakan hubungan antar variabel karakteristik personal yang secara tidak langsung berhubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional. Nilai koefisien determinan yang dilihat dari R 2 berfungsi untuk menunjukkan seberapa jauh masingmasing variabel independen mampu menjelaskan 31

variabel dependen. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Model Persamaan Struktural Persamaan 1 KO = 0.58*LC, Errorvar.= 0.0039, R² = 0.77 (0.61) (0.0089) 0.95 0.44 2 KP = 1.01*KO + 0.99*LC, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.99 (2.48) (1.59) 0.41 0.62 3 TI = 2.71*KO - 0.89*KP + 1.00*LC, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.99 (10.22) (8.16) (7.86) 0.26-0.11 0.13 4 PD = 1.62*KP - 0.27*TI - 1.17*LC - 0.12*SP, Errorvar.= 0.0010, R² = 0.98 (3.14) (2.17) (5.74) (3.46) 0.52-0.13-0.20-0.035 Hasil pengolahan data di atas menunjukan bahwa secara keseluruhan karakteristik personal (locus of control eksternal, tingkat kinerja pribadi karyawan, komitmen organisasi, dan turnover intention) tidak berhubungan dengan penerimaan disfungsional dalam ruang lingkup audit. Hal yang menjadi penyebab kondisi ini dapat dilihat dari data demografi responden dimana sebagian besar responden merupakan auditor staf. Auditor dalam level staf tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan terutama mengenai penerimaan perilaku disfungsional auditor. 32

Locus of control eksternal tidak berhubungan dengan dengan penerimaan perilaku disfungsional auditor diduga karena auditor dengan kesadarannya mengetahui bahwa keberhasilan yang diperolehnya tidak murni dari dirinya sendiri melainkan berasal dari pihak luar yaitu organisasi tempat bekerja beserta dengan orang-orang yang ada dalam pekerjaan tersebut (teman sekerja, pimpinan, dan klien). Jika pada kajian teori disebutkan bahwa seseorang dengan locus of control eksternal identik dengan manipulasi yang berujung pada penerimaan perilaku disfungsional maka dugaan berikutnya berkaitan dengan hasil pengujian hipotesis ini adalah auditor memiliki keyakinan dan ketaatan penuh pada aturan yang mengikat kerja auditor serta konsekuensi jika aturan-aturan tersebut dilanggar. Tingkat kinerja pribadi karyawan tidak berhubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit, dengan kondisi adanya locus of control dan komitmen organisasi diduga karena dilihat dari data demografi responden yang sebagian besar adalah auditor staf yang berada pada level junior dan senior maka para auditor ini dengan kesadarannya melakukan yang terbaik untuk menunjukkan kinerjanya dengan terus berkomitmen pada organisasi tempat bekerja. Auditor merasa perlu mematuhi semua aturan kode etik dan standar profesi yang menjadi acuan utama dalam berperilaku, sehingga dalam kasus ini kemungkinan 33

perilaku disfungsional dalam lingkup audit itu dapat terjadi adalah kecil. Turnover intention tidak berhubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit, dengan kondisi adanya tingkat kinerja pribadi karyawan, locus of control, dan komitmen organisasi diduga juga disebabkan oleh sebagian besar responden yang berada di level staf, auditor ini sebagian besar sedang memulai merintis karir pekerjaannya sehingga belum ada dalam pemikiran mereka mengenai perilaku disfungsional yang dilakukan dalam lingkup audit. Hasil lain dalam penelitian ini adalah adanya variasi yang kecil dalam hal pengisian jawaban kuesioner. KAP dengan jumlah karyawan yang besar ternyata memiliki jawaban yamg sama dalam pengisian kuesioner, demikian pula dengan KAP yang memiliki jumlah karyawan sedikit. 34

5. PENUTUP Simpulan Penelitian ini merupakan perluasan studi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusan auditor menerima perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit. Perluasan dilakukan dengan menguji secara simultan hubungan antara karakteristik individual auditor (locus of control, komitmen organisasi, turnover intention dan tingkat kinerja pribadi karyawan) dan subyek penilai kinerja terhadap penerimaan perilaku disfungsional dalam audit. Studi ini dilakukan di KAP yang berada di Kota Semarang dan Surakarta, Propinsi Jawa Tengah mulai pada level junior sampai dengan manajer auditor. Karakteristik personal auditor yang meliputi Locus of Control, Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan, Turnover Intention dan Komitmen Organisasi tidak memiliki hubungan dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional dalam ruang lingkup audit. Auditor akan menggunakan keyakinan dan kesadaran penuh dalam berperilaku dengan mempertimbangkan normanorma subyektif yang membatasi dan mengikat tiap fungsi audit yang dilakukan oleh auditor, sehingga segala hal yang dilakukan dan berkaitan dengan pelaksanaan audit tentunya dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab dan kesadaran akan semua risikonya. 35

Subyek penilai kinerja memiliki hubungan negatif dengan Penerimaan Perilaku Disfungsional dalam ruang lingkup audit, itu berarti bahwa di dalam KAP sudah terdapat mekanisme penilaian kinerja. Di samping itu auditor merasa bahwa subyek penilai kinerja turut menentukan evaluasi atas pekerjaan mereka, ketika penilaian tidak secara rutin dilakukan atau jika subyek penilai kinerja hanya pada level setara maka dimungkinkan akan terjadi penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit. Sehingga dapat dilihat bahwa variabel ini justru lebih menjadi pertimbangan para auditor dalam melakukan penerimaan perilaku disfungsional atau tidak. Implikasi Implikasi yang muncul adalah bahwa penelitian seperti ini akan memperoleh hasil yang berbeda jika dilakukan terhadap responden yang berada di level yang lebih tinggi daripada staf, karena auditor dalam level staf hanya dapat menuruti perintah dari atasan sebagai contoh level supervisor, manajer atau partner karena level-level tersebut lebih memiliki kewenangan dalam hal pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penerimaan perilaku disfungsional dalam ruang lingkup audit. 36

DAFTAR PUSTAKA 1. Ajzen, Icek., 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes. Volume 5. 2. Amaliah, Khusnul., 2008. Peranan Sikap, Norma Subyektif dan Perceived Behavioral Control dalam Memprediksi Intensi Mahasiswa untuk Bersepeda di Kampus. 3. Ayu, Dyah L.W.A., 2006. Penciptaan Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif dengan Assesment Centre. Jurnal Manajemen Vol. 6, No.1, Universitas Maranatha Bandung. 4. Arens, Alvin A and James K.L., 1995. Auditing An Integrated Approach, 4th ed. New Jersey : Prentice Hall,Inc. 5. Basuki dan Krisna Yunika., 2006. Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu terhadap Perilaku Disfungsional Auditor dan Kualitas Audit pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Jurnal MAKSI Vol. 6, No. 2, Universitas Diponegoro Semarang. 6. Donnelly, David P., Jeffrey J.Q, and David O., 2003. Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors Personal Characteristics. Journal of Behavioral Research In Accounting : vol. 15 : 87-107. 7. Ferdinand, Augusty., 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen : Aplikasi Modelmodel Rumit dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor. 8. Harini, Dwi., Agus W dan Indah A., 2010. Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior : Sebuah Pendekatan Karakteristik Personal Auditor. Jurnal Akuntansi dalam SNA XIII Purwokerto. 9. Irawati, Yuke., Thio A dan Mukhlasin., 2005. Hubungan Karakteristik Personal Auditor Terhadap Tingkat Penerimaan Penyimpangan Perilaku Dalam Audit. Jurnal Akuntabilitas Vol. 6, No. 1 : 1-13. 10. Joreskog, Karl G and Sorbom., 1996. LISREL 8 : User s Reference Guide. 11. Kartika, Indri dan Provita W., 2007. Locus of Control Sebagai Anteseden Hubungan Kinerja Pegawai dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit. Jurnal SNA X Makassar. 12. Marietza, Fenny., 2008. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Auditor Terhadap Perilaku 37

Disfungsional Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya 13. Ramayah., 2004. Technology Acceptance : An Individual Perspective Current and Future Research in Malaysia. 14. Riduwan., 2009. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian : untuk Mahasiswa S-1, S-2, dan S-3. 15. Sekaran, Uma., 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi keempat. Salemba Empat. 16. Silaban, Adanan., 2009. Perilaku Disfungsional Auditor Dalam Pelaksanaan Program Audit. 17. Wijanto, Setyo Hari., 2008. Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8 : Konsep dan Tutorial. 18. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/penilaiankinerja-karyawan-definisi.html. Penilaian Kinerja Karyawan : Definisi, Tujuan dan Manfaat. Diakses tanggal 28 Oktober 2011. 19. http://www.antaranews.com/berita/1280918253/kpkrekonstruksi-kasus-suap-di-pemkot-bekasi. KPK Rekonstruksi Kasus Suap di Pemkot Bekasi. Diakses tanggal 1 Desember 2011. 38