34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak. Dampak dari kebakaran pada lahan gambut lebih berbahaya dibandingkan kebakaran pada lahan kering (tanah mineral), karena selain terbakarnya vegetasi di permukaan, lapisan serasah dan material gambut juga ikut terbakar menghasilkan emisi karbon (CO 2 ) ke atmosfir. Hilangnya bahan organik (tanaman, serasah dan gambut) akibat terbakar menyisakan bahan mineral (abu) yang terkonsentrasi pada permukaan lahan gambut. Berkaitan dengan hal ini, besarnya kehilangan karbon atau emisi CO 2 akibat terbakarnya lahan gambut dapat diestimasi berdasarkan pada jumlah abu yang disisakan pada permukaan lahan setelah kejadian kebakaran. Estimasi besarnya kehilangan karbon dalam bentuk emisi CO 2 ke atmosfir pada kejadian kebakaran lahan gambut, telah dilaksanakan di Kabupaten Aceh Barat pada bulan Agustus 2009. Pengamatan dilakukan pada dua lokasi kejadian kebakaran hutan gambut pada bulan Juli 2009, masing -masing di desa Cot Gajah Mati, Kecamatan Arongan Lambalek dan di Desa Simpang, Kecamatan Kaway XVI. Sebanyak 5 titik pada masing-masing lokasi bekas kebakaran dan 5 titik pada lokasi hutan di sekitar lokasi kebakaran tersebut dilakukan pengambilan sampel tanah dengan ring sampel untuk penentuan bulk density (BD) dan kadar abu di laboratorium. Selisih antara jumlah kadar abu pada lokasi bekas kebakaran dengan jumlah kadar abu pada permukaan hutan yang tidak terbakar dijadikan sebagai dasar perhitungan besarnya kehilangan karbon dan/atau emisi CO 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa BD pada permukaan lahan yang tidak terbakar adalah 0,07 g cm -3 berbanding 0,15 g cm -3 pada lokasi bekas kebakaran di Desa Simpang dan 0,19 g cm -3 berbanding 0,28 g cm -3 masing-masing untuk lahan tidak terbakar dibandingkan lahan bekas kebakaran hutan di Desa Cot Gajah Mati, sedangkan kadar abu pada lahan hutan yang tidak terbakar dibandingkan lahan bekas terbakar adalah 2,676% berbanding 8,57% di Desa Simpang dan 11,43% berbanding 19,24% di Desa Cot Gajah Mati. Hasil estimasi kehilangan karbon dan emisi CO 2 pada kejadian kebakaran hutan lahan gambut di Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati pada bulan Juli 2009 adalah sebesar 92,16 ton C ha -1 dan 133,38 ton C ha -1 atau setara dengan 338,23 ton CO 2 ha -1 dan 489,50 ton CO 2 ha -1 masing-masing di Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati secara berurutan. Dari hasil kajian terlihat bahwa kejadian kebakaran hutan di Desa Cot Gajah Mati mengemisikan karbon 1,45 kali atau 45% lebih besar dibandingkan dengan karbon yang hilang pada kebakaran hutan di Desa Simpang, hal ini terjadi karena adanya perbedaan jenis dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada masing-masing lokasi. Katakunci: Emisi, gas rumah kaca, kebakaran, gambut. 413
Maswar PENDAHULUAN Dampak dari kebakaran lahan gambut lebih berbahaya bila dibandingkan dengan kebakaran pada lahan kering (tanah mineral), hal ini disebabkan karena selain terbakarnya vegetasi di permukaan, lapisan serasah dan gambut juga ikut terbakar menghasilkan emisi karbon terutama dalam bentuk gas CO 2 yang besar ke atmosfir, bahkan api dapat bertahan lama, disamping itu juga menghasilkan asap tebal. Emisi CO 2 yang besar pada kejadian kebakaran lahan gambut dapat terjadi karena karbon yang tersimpan pada biomas sa pohon, semak serta serasah pada lahan gambut sangat besar diprediksi sebagian besar akan hilang dalam bentuk mengemisikan gas CO 2 kalau lahan gambut tersebut terbakar. Kebakaran hutan gambut yang parah pernah terjadi di Indonesia adalah pada tahun 1997, 1998 dan 2002, yang mana pada setiap tahun kejadian kebakaran tersebut sekitar 1,5 2,2 juta hektar lahan gambut terbakar di Sumatera dan Kalimantan dengan emisi karbon sebannyak 3000 9400 Mega ton CO 2, jumlah ini mencapai 40% dari emisi CO 2 secara global (Hooijer et al. 2006). Menurut Ballhorn et al. (2009) kebakaran seluas 13% (2,79 juta hektar) lahan gambut Indonesia pada tahun 2006 mengemisikan 98,38 ± 180,38 Mega ton CO 2, sedangkan pada saat kejadian El Nino 1997 sebanyak 2,57 Giga ton karbon diemisikan dari lahan gambut Indonesia, ini semua adalah akibat dari alih fungsi lahan gambut (Page et al. 2002). BAHAN DAN METODE Untuk melihat besarnya kehilangan karbon akibat terbakarnya hutan, telah dilakukan pengamatan terhadap sifat-sifat tanah yaitu bulk density (BD) dan kadar abu (% mineral) pada permukaan tanah (lapisan 0-10 cm) pada hutan alami dan hutan yang baru terbakar di desa Cot Gajah Mati, kecamatan Arongan Lambalek dan desa Simpang, kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat pada bulan Agustus 2009. Sampel tanah diambil menggunakan ring sample ukuran 4 cm tinggi dan 7,6 cm diameter, masing-masing lokasi diambil sebanyak 5 sampel secara acak. Sampel tanah dalam ring dibawa ke laboratorium untuk penentuan BD dan kadar abunya. Besarnya kehilangan karbon dihitung dengan rumus: C hlg = (BD tbk x KA tbr x V) (BD alm x KA alm x V) : KA gbh x %C gbh Rumus ini merupakan modifikasi rumus yang digunakan oleh Gronlund et al. (2008) dalam menghitung kehilangan bahan organik gambut akibat pemupukan berdasarkan peningkatan kadar abu, dan penjabaran rumus yang digunakan Turetsky dan Wieder (2001) untuk menghitung bahan organik hilang pada kebakaran lahan gambut. 414
Estimasi emisi gas rumah kaca (GRK) dari kebakaran lahan gambut Yang mana: C hlg = Karbon hilang KA alm = Kadar abu hutan alami BD tbk = Bulk density (BD) V = Volume sampel hutan terbakar BD alm = Bulk density (BD) hutan alami KA gbh = Rata-rata kadar abu gambut awal dan biomassa hutan KA tbk = Kadar abu hutan terbakar %C gbh = Rata-rata kadar karbon gambut alami dan biomassa hutan Untuk mengkonversi nilai besarnya kehilangan karbon menjadi nilai besarnya emisi gas CO 2 yang terjadi akibat kebakaran hutan digunakan rumus : Yang mana: CO 2 = C x 3,67 CO 2 = Jumlah gas CO 2 hasil dekomposisi gambut, C = Berat atau jumlah karbon yang hilang selama proses dekomposisi, 3,67 = konstanta untuk megkonversi karbon menjadi bentuk CO 2 (berdasarkan berat atom CO 2 = 40 dibagi berat atom C = 12) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penentuan BD dan kadar abu dari masing-masing lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 1, dan hasil uji T-test berat kadar abu antara hutan terbakar dan hutan alami disajikan pada Tabel 2. Berat atau kandungan abu dari lapisan permukaan tanah (0-5 cm) pada lokasi bekas kebakaran hutan dan hutan alami di Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati dievaluasi, dengan cara mengalikan bobot isi (BD) dengan persentase abu (% abu). Hasil evaluasi rata-rata berat abu pada lapisan permukaan lahan (0-5 cm) di Desa Simpang adalah 0,0118 gr cm -3 dan 0,0019 gr cm -3 masing-masing secara berurutan untuk areal bekas kebakaran hutan dan hutan alami. Sedangkan pada lokasi Desa Cot Gajah Mati, kadar abu pada lahan bekas kebakaran hutan adalah 0,0543 gr cm -3, dan 0,0216 gr cm -3 pada lahan hutan alami (Tabel 1). Hasil uji T-test menunjukkan bahwa rata-rata kadar abu permukaan tanah (0 5 cm) pada lokasi bekas kebakaran hutan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan hutan alami. Data menunjukkan bahwa, pada area bekas kebakaran hutan di desa Simpang, kandungan abu pada lapisan permukaan lahan (0 5 cm) lebih banyak sebesar 0,0099 gr cm -3 dibandingkan hutan alami, sedangkan pada desa Cot Gajah Mati, berat abu pada area bekas kebakaran hutan nyata lebih tinggi sebanyak 0,0327 gr cm -3 dibandingkan hutan alami. Peningkatan kadar abu gambut pada areal bekas kebakaran hutan diasumsikan berasal dari bahan mineral yang tersimpan dalam bahan organik gambut dan biomassa tanaman yang terbakar. 415
Maswar Tabel 1. Perbandingan nilai BD, persen kadar abu, dan berat abu pada permukaan gambut 0-5 cm antara hutan alami dengan hutan terbakar di Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati Ulangan BD alami (gr cm -3 ) BD terbakar (gr cm -3 ) Abu alami (%) Abu terbakar (%) Abu alami (gr cm -3 ) Abu terbakar (gr cm -3 ) Desa Simpang 1 0,06 0,09 2,41 9,03 0,0015 0,0081 2 0,07 0,16 2,75 11,86 0,0020 0,0190 3 0,08 0,15 3,09 8,70 0,0025 0,0131 4 0,07 0,25 2,26 3,58 0,0016 0,0090 5 0,07 0,10 2,87 9,68 0,0020 0,0097 Rataan 0,07 0,15 2,676 8,57 0,0019 0,0118 Desa Cot Gajah Mati 1 0,19 0,19 10,19 17,05 0,0194 0,0324 2 0,18 0,30 10,45 17,75 0,0188 0,0533 3 0,17 0,28 14,70 18,57 0,0250 0,0520 4 0,22 0,33 10,39 23,92 0,0229 0,0789 5 0,19 0,29 11,43 18,89 0,0217 0,0548 Rataan 0,19 0,278 11,432 19,236 0,0216 0,0543 Kebakaran gambut dan biomassa tanaman yang tumbuh di atasnya menyebabkan bahan organik teroksidasi menjadi bentuk gas terutama CO 2 yang diemisikan ke atmosfer. Bahan mineral yang terkandung dalam gambut dan biomassa tanaman menjadi terakumulasi pada lapisan permukaan gambut yang terbakar, sehingga meningkatkan kadar abu atau mineral lapisan permukaan gambut. Tabel 2. Hasil uji T-tes rata-rata berat abu pada permukaan tanah pada hutan alami dan hutan terbakar di Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati Penggunaan lahan N Rata2 Std Deviasi Std Error Keragaman T DF Prob> T Variabel: Berat abu pada lokasi di Desa Simpang Alami 5 0,0019 0,0003 0,00012 Unequal -3,1717 4,0 0,0338 Terbakar 5 0,0118 0,0105 0,00468 Equal -3,1717 8,0 0,0132 Untuk H0: Variances are equal, F' = 1502,53 DF = (4,4) Prob>F' = 0,0000 Variabel: Berat abu di Desa Cot Gajah Mati Alami 5 0,0216 0,0063 0,00283 Unequal -2,8910 4,7 0,0370 Terbakar 5 0,0543 0,0209 0,00935 Equal -2,8910 8,0 0,0202 Untuk H0: Variances are equal, F' = 10,91 DF = (4,4) Prob>F' = 0,0399 416
Estimasi emisi gas rumah kaca (GRK) dari kebakaran lahan gambut Dengan menggunakan asumsi bahwa kelebihan berat abu pada lokasi bekas hutan terbakar dibandingkan hutan alami adalah berasal dari bahan mineral atau sisa bahan (gambut, pohon, semak dan serasah) yang ada pada permukaan lahan gambut sebelum terbakar, maka berat bahan atau material (pohon, gambut, semak dan serasah) yang terbakar dapat diprediksi. Dari hasil analisis laboratorium, diperoleh bahwa rata-rata kadar abu yang berasal dari campuran bahan gambut, biomassa pohon dan semak belukar, serta serasah pada kedua lokasi pengamatan adalah 2,65% untuk penggunaan lahan hutan alami di Desa Simpang dan 5,84% untuk Cot Gajah Mati. Berdasarkan data kandungan abu (bahan mineral) yang berasal dari material yang terbakar, dapat diprediksi berat rata-rata bahan organik yang terbakar dalam peristiwa kebakaran hutan, yaitu dengan cara membagi kelebihan berat abu (berat abu lahan pada hutan terbakar berat abu lahan hutan alami) dengan rata-rata kadar abu (persen abu) dalam material gabungan antara pohon, gambut, semak dan serasah. Berdasarkan ini, pada kejadian kebakaran hutan di Desa Simpang bulan Juli 2009, berat kering material gabungan antara pohon, gambut, semak dan serasah yang terbakar dapat diprediksi yaitu: (0,0099 gr cm -3 ) x (50000 cm -3 = volume tanah 1 m 2 danke dalaman 5 cm) : (2,65% atau 2,65:100) = 18679,25 gr m -2, sedangkan untuk kejadian kebakaran hutan di Desa Cot Gajah Mati, berat bahan kering material gabungan antara pohon, gambut, semak dan serasah yang terbakar pada saat kejadian kebakaran hutan bulan Juli 2009 diprediksi yakni: (0,0327 gr cm -3 ) x (50000 cm -3 = volume tanah 1 m 2 dan kedalaman 5 cm) : (5,84% atau 5,84:100) = 27996,58 gr m -2. Dari hasil analisis laboratorium terhadap material gabungan antara pohon, gambut, semak dan serasah diperoleh rata-rata kandungan karbon (C %) adalah 49,34% untuk penggunaan lahan hutan di Desa Simpang dan 47,64% untuk penggunaan lahan hutan di Desa Cot Gajah Mati masing-masing dari total berat kering bahan. Dari data-data yang telah diperoleh ini, besar karbon yang hilang atau diemisikan akibat kejadian kebakaran hutan dapat dihitung, yakni dengan cara mengalikan total berat kering material gabungan antara pohon, gambut, semak dan serasah yang terbakar dengan nilai persentase kandungan karbonnya (% C).Dalam hal ini, jumlah karbon yang hilang atau diemisikan pada kejadian kebakaran hutan di desa Simpang bulan Juli 2009 adalah: 18679,25 gr C m - 2 x (49,34 : 100) = 9216,34 gr C m -2 atau setara dengan 92,16 ton C ha -1,sedangkan jumlah karbon yang hilang atau diemisikan pada kejadian kebakaran hutan di Desa Cot Gajah Mati pada bulan Juli 2009 adalah: 27996,58 gr C m -2 x (47,64 : 100) = 13337,57 gr C m -2 atau setara dengan 133,38 ton C ha -1. Turetsky dan Wieder (2001) juga pernah menghitung kehilangan karbon pada satu kali kejadian kebakaran lahan gambut di dekat Patuanak, Canada bagian barat, menggunakan metode hampir sama dengan kajian ini yaitu dengan cara membandingkan kadar abu antara lahan yang terbakar dengan yang tidak terbakar, hasilnya mendapatkan bahwa total karbon yang hilang akibat satu kali kejadian kebakaran lahan gambut adalah 2,2 ± 0,5 kg C m 2. 417
Maswar Telah diketahui bahwa berat atom karbon (C) adalah 12, dan berat atom oksigen (O) adalah 16, maka berat molekul CO 2 adalah 12 + (16 x 2) = 44. Maka, untuk mengkonversi C menjadi bentuk CO 2 diperlukan faktor konversi yang nilainya adalah 44: 12 = 3,67. Berdasar nilai konversi ini, besarnya gas CO 2 yang diemisikan ke atmosfer pada saat kejadian kebakaran hutan gambut pada bulan Juli 2009 di Desa Simpang adalah besarnya karbon yang terbakar yaitu 92,16 ton ha -1 x 3,67 = 338,23 ton CO 2 ha -1, sedangkan pada saat kejadian kebakaran hutan bulan Juli tahun 2009 di Desa Cot Gajah Mati perkiraan besarnya gas CO 2 yang diemisikan adalah 133,38 ton C ha -1 x 3,67 = 489,50 ton CO 2 ha -1. Dari hasil kajian terlihat bahwa kejadian kebakaran hutan di desa Cot Gajah Mati mengemisikan karbon 1,45 kali atau 45% lebih besar dibandingkan dengan karbon yang hilang pada kebakaran hutan di Desa Simpang. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya perbedaan jenis dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada masing -masing lokasi. Keragaan kondisi hutan alami dan sesudah kejadian kebakaran dari kedua lokasi kajian (Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati) disajikan dalam (Gambar 1). Gambar 1. Keragaan kondisi hutan alami dan kondisi hutan setelah terbakar. Keterangan: (a) hutan alami di desa Simpang, (b) hutan setelah terbakar di desa Simpang, (c) permukaan tanah hutan alami di desa Simpang, (d) permukaan tanah hutan setelah terbakar di desa Simpang, (e) hutan alami di desa Cot Gajah Mati; (f) hutan setelah terbakar di desa Cot Gajah Mati, (g) permukaan tanah hutan alami di desa Cot Gajah Mati, (h) permukaan tanah hutan setelah terbakar di desa Cot Gajah Mati 418
Estimasi emisi gas rumah kaca (GRK) dari kebakaran lahan gambut Hasil observasi menunjukkan bahwa peristiwa kebakaran hutan bulan Juli 2009 di Desa Simpang dan Desa Cot Gajah Mati telah menghanguskan semua lapisan serasah (bandingkan Gambar 1 c dengan d, dan Gambar 1 g dengan h) dan vegetasi semak-semak (Gambar 1 b dan f), Namun demikian, terlihat ada perbedaan pada vegetasi pohon, yang mana terlihat pohon-pohon di desa Simpang masih banyak yang berdiri tegak dan tidak terbakar (Gambar 1 b), sedangkan pohon-pohon di Desa Cot Gajah Mati sebagian besar ikut terbakar dan rubuh (Gambar 1 f), Hal in i diperkirakan disebabkan oleh karena pohonpohon di Desa Simpang (didominasi kayu lhon) yang sangat keras (BD = 0,91 gr cm -3 ) sehingga lebih sulit terbakar dibandingkan jenis pohon di Desa Cot Gajah Mati yang mempunyai BD lebih rendah yakni 0,61 gr cm -3. Lebih banyaknya pohon yang terbakar pada hutan di Cot Gajah Mati dibandingkan hutan di Desa Simpang inilah yang diperkirakan sebagai penyebab lebih besarnya kehilangan karbon di Desa Cot Gajah Mati dibandingkan yang terjadi di desa Simpang. KESIMPULAN 1. Kebakaran lahan gambut berpotensi besar mengemisikan karbon dalam bentuk gas CO 2 ke atmosfir. 2. Besarnya kehilangan karbon atau emisi CO 2 dari kebakaran lahan gambut dipengaruhi oleh jenis dan komposisi vegetasi yang tumbuh di atasnya. DAFTAR PUSTAKA Ballhorn, U., Siegert, F., Mason, M., Limin, S. 2009. Derivation of burn scar depths and estimation of carbon emissions with LIDAR in Indonesian peatlands. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (online). The paper can be read and downloaded at www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas. 0906457106. Gronlund, A., Atle, H., Anders, H, Daniel, P.R. 2008. Carbon loss estimates from cultivated peat soils in Norway: a comparison of three methods. Nutr Cycl Agroecosyst. 81: 157 167. Hooijer, A., Silvius, M., Wösten, H., Page, S. 2006. PEAT CO 2, Assessment of CO 2 Emission from drained peatlands in SE Asia. Wetland International and Delft Hydraulics report Q3943. Page, S.E., S. Siegert, J.O. Rieley, H-D.V. Boehm, A. Jaya, S.H. Limin. 2002. The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. NATURE. 420:61-65. Turetsky, M.R. dan Wieder, R.K. 2001. A direct approach to quantifying organic matter lost as a result of peatland wildfire.can. J. For. Res. 31: 363 366. 419
Maswar 420