BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BERITA RESMI STATISTIK

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

DATA MENCERDASKAN BANGSA

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Situasi Global dan Nasional

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

Pendahuluan Landasan Hukum Hak-Hak Anak Batasan Usia Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. depan dipercayakan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

Mengatasi diskriminasi terhadap penyandang cacat: Persoalan dan strategi penting

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota cenderung meningkat,

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

Jurnal GEA Jurusan Pendidikan Geografi Vol. 6, No.2, Oktoner 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA PEMBUKAAN KONGRES ANAK KULONPROGO Wates, 23 Februari 2013

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang masih berada dalam kandungan. Pada UU RI no.23 Tahun 2002 Bab III

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi, serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan (Penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan arti bagi orangtuanya. Arti di sini mengandung maksud memberikan isi, nilai, kepuasan, kebanggaan, dan rasa menyempurnakan diri yang disebabkan keberhasilan orangtuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan semua cita-cita, harapan, dan eksistensi hidupnya (http://www.library.upnvj.ac. id/pdf/2s1hukum/206712019/bab2.pdf). Dalam konteks sosial, anak memiliki posisi strategis sebagai generasi penerus bangsa maupun kelangsungan hidup manusia. Posisi ini semestinya menjadi

2 kesadaran semua pihak untuk memberikan perlindungan, menjaga kehormatan, martabat dan harga diri anak dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi, baik di bidang ekonomi, hukum, politik, sosial, dan budaya. Dari pendapat di atas dapat kita pahami bahwa seorang anak sudah seharusnya menjadi tanggungjawab orangtuanya. Tanggungjawab orangtua meliputi jaminan makanan, pendidikan, lingkungan, dan pembentukan kepribadian anak supaya dapat diterima di dalam masyarakat. Hak asasi adalah hak hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik, dan hak hak dasar lain yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Hak asasi manusia hakikatnya semata-mata bukan dari manusia sendiri tetapi dari Tuhan Yang Maha Esa yang dibawa sejak lahir. Hak hak asasi ini menjadi dasar hak hak dan kewajiban kewajiban yang lain (http://pemahamantentanghakasasimanusia. blogspot.com/). Jadi seorang anak telah memiliki haknya sejak ia lahir, bahkan sejak dalam kandungan ia sudah memiliki hak untuk hidup. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa sebenarnya sudah selayaknya orangtua memberikan hak kepada anak-anaknya sebagai seorang anak, yaitu mendapatkan pendidikan dan menikmati masa kecilnya dengan bermain, bukan dengan memaksa anaknya untuk bekerja seperti yang menimpa sebagian anak miskin di Indonesia.

3 Dalam ketentuan Pasal 56 Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, diatur mengenai hak anak untuk mengetahui siapa orangtuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orangtuanya sendiri. Dalam hal ini jika orangtua tidak mampu membesarkan dan merawat anaknya dengan baik dan sesuai dengan undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain. Saat ini fenomena yang terjadi di masyarakat adalah terjadinya eksploitasi terhadap anak, yang disebabkan oleh faktor tekanan ekonomi atau untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akibat dari faktor tekanan ekonomi, tidak sedikit orangtua yang terpaksa memperkerjakan anak-anaknya pada waktu yang seharusnya duduk di bangku sekolah dan menikmati masa kecilnya dengan bermain. Realitas yang ada menunjukkan banyak anak miskin yang berusia sekolah justru dipaksa untuk bekerja. Menurut Bellamy (dalam Hardius dan Narchrowi, 2004) jika anak-anak bekerja di usia dini (yang biasanya berasal dari keluarga miskin dengan pendidikan yang terabaikan), sesungguhnya akan melestarikan kemiskinan, karena anak yang bekerja umumnya akan tumbuh menjadi orang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih dan dengan upah yang sangat buruk. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan sangat kontradiktif dengan apa yang diamanatkan dalam penjelasan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang memerintahkan untuk melindungi anak, sekaligus menjamin hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

4 dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang bekualitas. Indonesia, merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konfensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Anak (melalui Keputusan Presiden No. 36/0 tanggal 25 Agustus 1990). Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, berarti secara hukum, negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak, baik hak sipil, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Anak PBB, meliputi: 1. Nondiskriminasi. 2. Kepentingan yang terbaik bagi anak. 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. 4. Penghargaan terhadap pendapat anak. Keberadaan pekerja anak ditinjau dari sisi perundang-undangan yang dimiliki Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menunjukkan Indonesia masih belum tegas melarang anak-anak bekerja. Kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang masih rendah merupakan penyebab dari tindakan eksploitasi anak dan dibutuhkannya tenaga anak-anak untuk memperoleh pendapatan sendiri, atau membantu memperoleh pendapatan.

5 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), pengertian eksploitasi adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, atau pemerasan atas diri orang lain yang merupakan tindakan tidak terpuji. Adapun yang dimaksud dengan eksploitasi anak oleh orangtua atau pihak lainnya, yaitu menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turutserta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak (Pasal 66 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlundungan Anak). Sekalipun kemiskinan merupakan faktor utama anak-anak terjun ke dunia kerja, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang miskin membiarkan anak-anaknya terjun ke dunia kerja. Berarti, ada faktor lain, baik faktor sosial, budaya, demografi, atau psikososial yang ikut mempengaruhi anak-anak terjun ke dunia kerja (Hardius dan Narchrowi, 2004). Hasil survei pekerja anak Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa pekerja anak di Indonesia berjumlah 4,1 juta atau 6,9% dari 58,7 juta anak yang berusia 5-17 tahun. Faktor utama yang menyebabkan anak terpaksa bekerja adalah karena kemiskinan struktural. Dalam keluarga miskin, anak-anak umumnya bekerja demi meningkatkan pendapatan keluarga. Sebagai tenaga kerja keluarga, anak-anak tersebut biasanya tidak mendapatkan upah karena mereka telah diberi makan. Sebagai buruh, anak-anak tersebut seringkali mendapatkan upah yang tidak layak.

6 Masalah eksploitasi terhadap pekerja anak bukan hanya soal upah, melainkan soal jam kerja yang panjang, resiko kecelakaan, gangguan kesehatan, dan menjadi obyek pelecehan dan kesewenang-wenangan orang dewasa. Dalam beberapa kajian, mayoritas pekerja anak bekerja lebih dari 7 jam per hari. Padahal berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, anak yang berusia kurang dari 12 tahun tidak boleh bekerja, usia 13-14 tahun hanya boleh bekerja 3 jam per hari, dan usia 15-17 tahun boleh bekerja 8 jam per hari tetapi dalam kondisi yang tidak membahayakan fisik dan mental. Kenyataan di lapangan, sebagian besar pekerja anak yang berusia 13-14 tahun bekerja rata-rata selama 6-7 jam per hari (http://sosbud.kompasiana.com). Tabel 1.1 menunjukkan proporsi anak berumur 10-17 tahun yang bekerja terhadap total anak berumur 10-17 tahun. Provinsi Papua memiliki proporsi anak bekerja paling tinggi, yaitu 35,18 persen. Artinya satu diantara tiga anak-anak berusia 10-17 tahun di Provinsi Papua masuk dalam kategori anak bekerja. Di Pulau Jawa, banyaknya anak bekerja adalah sebagai dampak dari besarnya populasi pulau yang didiami oleh 57,5 persen total populasi Indonesia. Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing proporsi anak bekerja adalah 7,89 dan 7,94 persen. Pada Tabel 1.1, rasio jenis kelamin anak bekerja 10-17 tahun tertinggi adalah di Provinsi Lampung, dengan rasionya adalah 311. Artinya di Provinsi Lampung, perbandingan anak laki-laki bekerja terhadap perempuan adalah 311 anak laki-laki bekerja dibanding 100 anak perempuan bekerja.

7 Tabel 1.1 Jumlah, Persentase, Rasio Jenis Kelamin dan Proporsi Anak 10-17 Tahun yang Bekerja menurut Provinsi 2010 provinsi Anak bekerja (000) Persentase anak bekerja RJK Proposisi anak L P L+P L P bekerja Aceh 22,1 11,9 34,0 64,85 53,15 185 4,47 Sumatra Utara 173,0 118,1 291,1 59,44 40,56 147 13,88 Sumatra Barat 48,3 21,7 70,0 68,96 31,04 222 8,42 Riau 35,1 17,9 53,0 66,26 33,74 196 5,76 Jambi 24,4 10,9 35,3 69,13 30.87 224 8,00 Sumatra Selatan 70,2 34,1 104,2 67,32 32,86 206 8,50 Bengkulu 14,9 7,6 22,5 66,25 33,75 196 8,11 Lampung 97,7 31,4 129,1 75,65 24,35 311 11,52 Bangka-Beliung 13,5 7,5 21,1 64,28 35,72 180 12,41 Kepulauan Riau 4,6 1,8 6,4 72,66 27,34 266 3,15 DKI Jakarta 31,8 61,8 93,6 33,97 66,03 51 8,31 Jawa Barat 189,1 165,2 354,3 53,37 46,63 114 5,09 Jawa Tengah 222,2 160,6 382,8 58,04 41,96 138 7,89 DIY 18,4 18,6 37,2 49,75 50,25 99 8,40 Jawa Timur 248,3 157,8 406,1 61,14 38,86 175 7,94 Banten 44,0 49,4 93,4 47,09 52,91 89 5,75 Bali 42,7 44,4 87,1 48,99 51,,01 96 16,56 Nusa Tenggara Barat 60,4 42,0 102,4 58,94 41,06 144 14,90 Nusa Tenggara Timur 57,5 35,7 93,2 61,72 38,28 161 11,26 Kalimantan Barat 44,9 32,6 77,5 57,93 42,07 38 10,71 Kalimantan Tengah 21,9 12,1 34,0 64,35 35,65 180 9,55 Kalimantan Selatan 38,1 29,0 67,1 56,74 43,26 131 12,15 Kalimantan Timur 20,2 11,4 31,6 63,93 36,07 177 5,95 Sulawesi Utara 15,5 6,4 21,9 70,72 29,28 242 6,49 Sulawesi Tengah 38,7 1,2 53,9 71,82 28,18 255 12,82 Sulawesi Selatan 133,3 57,7 191,0 69,81 30,19 231 14,35 Sulawesi Tenggara 48,2 27,2 75,4 63,92 36,08 177 19,00 Gorontalo 13,9 5,4 19,3 72,08 27,92 258 10,94 Sulawesi Barat 23,2 11,9 35,1 65,99 34,01 194 17,17 Maluku 12,5 7,5 20,0 62,47 37,53 166 7,30 Maluku Utara 9,7 4,9 14,6 66,33 33,67 197 8,02 Papua Barat 6,0 5,3 11,3 53,19 46,81 114 8,67 Papua 102,6 88,4 191,0 53,72 46,28 116 35,18 Indonesia 1.947,0 1.313,7 3.260,7 59,71 40,29 148 8,96 Sumber: BPS, 2010

8 Tabel 1.2 Anak 10-17 Tahun yang Bekerja menurut Jenis Kelamin, Status Pekerjaan Utama dan Sektor, di Indonesia 2010 Jenis Status dalam Pekerjaan Pertanian Industri Jasa Total kelamin Laki-laki Berusaha 4,32 10,86 17,00 8,31 Buruh/karyawan/pegawai 6,17 41,83 29,39 17,36 Pekerja bebas 9,49 23,95 8,02 11,55 Pekerja keluarga/tak 80,01 23,36 45,59 62,76 dibayar Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Perempuan Berusaha 1,46 13,28 8,38 6,83 Buruh/karyawan/pegawai 4,61 46,60 44,21 30,48 Pekerja bebas 5,89 9,45 1,99 4,84 Pekerja keluarga/tak 87,95 30,66 45,52 57,85 dibayar Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Laki-laki+ Berusaha 3,51 11,92 12,0 7,71 Perempuan Buruh/karyawan/pegawai 5,73 43,91 37,85 22,66 Pekerja bebas 8,49 17,62 4,58 8,84 Pekerja keluarga/tak 82,28 26,55 45,49 60,78 dibayar Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, 2010 Tingginya persentase pekerja anak tak dibayar jika dilihat menurut sektor menjadi lebih menarik. Pada tiga kelompok lapangan usaha, yaitu pertanian, indutri, dan jasa terjadi pola yang berbeda. Pada sektor pertanian, 82,28 persen anak yang bekerja di sektor ini adalah pekerja tak dibayar. Artinya hanya 17,72 persen anak yang bekerja di sektor pertanian yang mendapatkan penghasilan, yaitu mereka yang bekerja dengan status sebagai buruh dibayar (pekerja bebas dan buruh/ karyawan/ pegawai) maupun sebagai pengusaha. Pada kelompok sektor industri, hampir separuh anak berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai (43,91 persen). Informasi berikutnya adalah bahwa satu atau lebih diantara empat anak yang bekerja di sektor industri adalah pekerja tidak dibayar (26,55 persen).

9 Pada kelompok sektor jasa, pekerja anak berstatus sebagai buruh lebih dari sepertiga, yaitu 37,85 persen. Hampir separuh anak yang bekerja di sektor jasa adalah pekerja yang tidak mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung dari apa yang dilakukannya. Selain itu masih ada 4,58 persen pekerja anak di sektor jasa yang mempunyai majikan lebih dari satu orang, atau bekerja pada beberapa orang dalam satu bulan (pekerja bebas). Tabel 1.3 Data Ketenagakerjaan Provinsi Lampung 2010 Penduduk dan Tenaga Kerja 2009 2010 Keterangan Penduduk usia kerja 15-19 tahun 770,363 776,561 Orang Angkatan kerja usia 15-19 tahun 301,025 306,499 Orang Penduduk usia 10-17 tahun 1,239,739 1,120,875 Orang Penduduk yang bekerja usia 10-17 tahun 158,034 129,139 Orang Sumber: http://disnakertrans Data yang dihimpun di atas menunjukkan bahwa terdapat pekerja anak di Provinsi Lampung. Tahun 2009 penduduk usia kerja berjumlah 770,363 orang dan meningkat di tahun 2010 menjadi 776,561. Dalam periode 2009-2010 penduduk usia kerja meningkat sebesar 6198 orang. Sedangkan angkatan kerja usia 15-19 tahun dalam periode 2009-2010 meningkat dari 301,025 menjadi 306,499 orang. Jumlah penduduk usia 10-17 tahun di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 1.120,875 orang dan yang masuk dalam angkatan kerja sebesar 129.139 orang. Artinya hampir 10% dari total jumlah anak di Provinsi Lampung masuk dalam angkatan kerja tau pekerja anak (http://disnakertrans).

10 Dalam buku Pekerja Anak di Indonesia (Hardius dan Nachriwi, 2004) dikemukakan bahwa Unicef telah menetapkan beberapa kriteria pekerja anak yang ekspoitatif, yaitu bila menyangkut: 1. Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang terlalu dini. 2. Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja. 3. Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial, dan psikologis yang tak patut terjadi. 4. Upah yang tidak mencukupi. 5. Tanggungjawab yang terlalu banyak. 6. Pekerjaan yang mengahambat akses pada pendidikan. 7. Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak, seperti perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual. 8. Pekerjaan yang merusak perkembangan sosial serta psikologis yang penuh. Untuk mencegah terjadinya eksploitasi terhadap pekerja anak, Indonesia mempunyai perangkat hukum, yaitu Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE- 12/M/BW/1997, yang antara lain memuat peraturan mengenai tugas-tugas yang tidak dapat ditolerir untuk diberikan kepada pekerja anak, yaitu: 1. Mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan pertambangan dan penggalian. 2. Segala jenis pekerjaan yang melibatkan kontak langsung dengan api (termasuk pengelasan). 3. Segala jenis pekerjaan yang mengharuskan menyelam ke dalam laut. 4. Segala jenis pekerjaan yang melibatkan kontak langsung dengan peralatan berat, listrik, dan alat potong. 5. Mengangkat dan membawa barang-barang berat. 6. Pekerjaan konstruksi dan penghancuran (dekonstruksi). 7. Segala jenis pekerjaan yang melibatkan kontak langsung dengan bahan-bahan kimia/substansi yang berbahaya.

11 8. Segala jenis pekerjaan yang behubungan dengan produksi dan penjualan minuman keras. Di samping itu, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-12/M/BW/1997 juga memberi petunjuk mengenai tempat-tempat yang tidak boleh menggunakan tenaga anak-anak, yaitu: 1. Pertambangan (baik di permukaan maupun di dalam tanah). 2. Jemal dan kapal. 3. Perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan fasilitas peleburan logam. 4. Industru tekstil. 5. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan kimia berbahaya untuk produk-produknya. 6. Gudang pembekuan. 7. Industri hiburan dan seks komersial. Akan tetapi, sekalipun berbagai peraturan telah ditetapkan untuk melindungi anak, pada kenyataanya tidak sedikit orangtua pada keluarga miskin yang masih memperlakukan anak-anak dengan buruk, seperti praktik eksploitasi, menempatkan anak-anak pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik anak-anak, dan bahkan berbahaya bagi keselamatan jiwanya (Hardius dan Narchrowi, 2004). Dari keadaan tersebut, terlihat bahwa pendekatan hukum masih belum efektif untuk melindungi anak. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, selain diharapkan dapat memenuhi hak-hak anak, juga secara bertahap ditujukan agar dapat mengurangi anak-anak yang masuk ke dalam pasar kerja adalah program Wajib Belajar (Wajar). Akan terapi, setelah sekian lama berlangsung ternyata

12 anak-anak yang terjun ke dunia kerja masih relatif banyak. Hal ini disebabkan karena pekerja anak biasanya datang dari kelompok masyarakat yang perekonomiannya masih tertinggal. Keluarga demikian tidak mungkin atau kesulitan untuk melakukan investasi, baik yang berbentuk modal maupun investasi sosial. Anak-anak terpaksa berhenti pada tingkatan pendidikan rendah atau tidak mengecap pendidikan samasekali. Namun demikian, berbagai kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah tersebut belum sepenuhnya dapat diimplementasikan. Hal tersebut terlihat dari fenomena yang menjadi pemandangan sehari-hari para pengguna jalan, terutama di perlintasan lampu lalu lintas (traffick light), yaitu realitas anak jalanan yang dieksploitasi, baik oleh orangtuanya maupun oleh pihak lain untuk berprofesi sebagai pengamen, pengemis, dan berjualan koran pada jam sekolah, bahkan pada waktu yang seharusnya seorang anak beristirahat. Pada kasus lain yang lebih ekstrim, ada pula eksploitasi terhadap anak yang diperkerjakan sebagai buruh kasar bahkan pekerja seks komersial. Kondisi tersebut sangat kontradiktif dengan apa yang diamanatkan dalam penjelasan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang memerintahkan untuk melindungi anak, sekaligus menjamin hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahlak mulia, dan sejahtera.

13 B. Rumusan Masalah Mengingat masa anak-anak merupakan proses pertumbuhan, baik fisik maupun mental, maka idealnya anak-anak harus terhindar dari berbagai prilaku yang menggangu pertumbuhan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban mengenai bentuk dan dampak ekspoitasi anak di Kota Bandar Lampung. Secara spesifik, masalah yang ingin dijawab adalah: 1. Apa saja latarbelakang eksploitasi anak yang ada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar lampung? 2. Bagaimana dampak fisik dan prilaku yang ditimbulkan bagi anak yang dieksploitasi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai bentuk dan dampak eksploitasi anak yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung. Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui latarbelakang eksploitasi anak yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung. 2. Untuk mengetahui dampak fisik dan perilaku yang ditimbulkan bagi anak yang dieksploitasi. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, diantaranya:

14 1. Untuk pengembangan akademik, diharapkan dapat dijadikan bahan pemikiran untuk penelitian bahan informasi bagi mahasiswa Sosiologi yang ingin mengadakan penelitian yang sama di masa yang akan datang. 2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dan pemerhati anak mengenai bentuk dan dampak eksploitasi anak yang ada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat.