BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB III ANALISA GEOMEKANIKA DAN REKAHAN

ANALISA GEOMEKANIKA DAN DISTRIBUSI REKAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI AWIBENGKOK, PROPINSI JAWA BARAT, INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB IV SIMULASI RESERVOIR REKAH ALAM DENGAN APLIKASI MULTILATERAL WELL

Lampiran : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 13 Tahun 2007 Tanggal : 06 November 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Bab III Gas Metana Batubara

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Data dan Analisis Ketidakpastiannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

DAFTAR ISI Halaman iv vii viii xiii 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya,

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub-

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

PEMODELAN GEOLOGI 3 DIMENSIONAL SISTEM PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN SARI ABSTRACT.

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN :

Evaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

Diskusi dan Korelasi Biostratigrafi Kuantitatif

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN SARI

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN IV.1 Model Geologi Model geologi daerah penelitian dibuat berdasarkan data sumur, peta geologi permukaan terdahulu, dan kegempaan mikro. Untuk data lithologi pada setiap sumur digunakan data lithologi yang telah disederhanakan dan diidentifikasikan oleh Chevron Geothermal Indonesia (Tabel IV.1). Pembagian formasi ini hanyalah digunakan untuk membatasi sikuen batuan dan tidak secara formal dikorelasikan dengan kolom stratigrafi regional Jawa Barat. FORMASI TERSIMPLIFASI FORMASI ATAS FORMASI TENGAH FORMASI RDM FORMASI BAWAH BATUAN DASAR SEDIMEN INTRUSI FORMASI LENGKAP Atas_Rhiolit Atas_Dasit Atas_Andesit Atas_Basaltik_Andesit Tengah_Dasit Tengah_Andesit Tengah_Basaltik_Andesit Rhiodasit_Rhiolit Rhiodasit_Dasit Bawah_Andesit Miosen_Karbonat Miosen_Andesit Miosen_Dasit Batuan Dasar Sedimen Intrusi Tabel IV.1. Formasi tersimplifikasi yang akan digunakan sebagai acuan pemodelan geologi. IV.1.1. Model Patahan Pemodelan patahan pada daerah penelitian dibuat berdasarkan peta geologi permukaan terdahulu, kelurusan-kelurusan besar pada peta citra dan terdapat pada peta geologi, kegempaan mikro dan perbedaan ketinggian formasi RDM pada sumur 4.1

yang ada. Data kegempaan mikro digunakan untuk mengetahui zona rekahan yang ada, jurus dari patahan yang ada diinterpretasikan berdasarkan peta geologi dan struktur yang ada. Dikarenakan kurangnya pencitraan bawah permukaan dengan metoda geofisika untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan terutama bidang patahan maka bidang patahan yang ada diasumsikan berbidang vertikal atau berkemiringan 90 derajat dan memotong semua formasi yang ada di daerah penelitian ini (Gambar IV.1 IV.2). Asumsi bidang patahan dengan bidang kemiringan vertikal didasari oleh analisa geomekanika dan rekahan pada lubang sumur. Berdasarkan analisa geomekanika pada daerah penelitian diketahui tegasan vertikal (Sv) > tegasan horisontal maksimum (SH max) > tegasan horisontal minimum (Sh min) dan apabila dikaitkan dengan teori andersen (1951) maka daerah penelitian berada di dalam rezim tegasan normal dan bidang patahan yang ada di daerah dengan rezim tersebut akan cenderung membentuk sesar normal (Gambar III.16). Berdasarkan analisa rekahan pada lubang sumur didapat bahwa rekahan yang ada secara mayoritas berkemiringan curam (>55 derajat). Gambar IV.1. Interpretasi patahan berdasarkan peta geologi terdahulu dan data kegempaan mikro 4.2

Gambar IV.2. Model patahan pada daerah penelitian. IV.1.2. Model Lithologi Model lithologi dibuat berdasarkan data top lithologi pada sumur (Appendiks 1) dan model patahan. Model lithologi ini menggambarkan pelamparan formasi yang ada di daerah penelitian. Gambar IV.3 menunjukan penyebaran batuan dasar sedimen. Gambar IV.4 menunjukan penyebaran formasi bawah. Gambar IV.5. menunjukan penyebaran formasi RDM yang merupakan marker/penciri pada daerah ini, formasi RDM ini disebut sebagai marker/penciri pada daerah ini dikarenakan oleh sifat formasi tersebut yang melampar luas menutupi keseluruhan lapangan awibengkok. Gambar IV.6. menunjukan penyebaran formasi tengah dan gambar IV.7. menunjukan penyebaran formasi Atas. Dapat dilihat berdasarkan model yang ada maka formasi tengah menipis ke arah timur, hal tersebut menyebabkan penyebaran formasi atas menebal ke arah timur (Gambar IV.8). 4.3

Gambar IV.3. Model Lithologi penyebaran batuan dasar sedimen. Gambar IV.4. Model Lithologi penyebaran formasi bawah. 4.4

Gambar IV.5. Model Lithologi penyebaran batuan formasi RDM. Gambar IV.6. Model Lithologi penyebaran batuan formasi Tengah. 4.5

Gambar IV.7. Model Lithologi penyebaran batuan formasi Atas. Gambar IV.8. Model Lithologi daerah penelitian. 4.6

IV.2 Model Distribusi Rekahan Besarnya proporsi dari cadangan minyak dan gas bumi terbukti di dunia yang telah ditemukan pada batuan terekahkan secara alamiah menunjukan pentingnya pengetahuan mengenai distribusi dan konektifitas pada reservoar rekahan yang merupakan elemen kunci untuk meningkatkan kinerja manajemen eksplorasi dan produksi yang ada selama ini (Aguilerra, 1995; Nelson, 2001). Reservoar rekahan, dimana tersimpanya cadangan minyak dan gas bumi pada sistem distribusi jaringan rekahan yang luas dan terdiri dari berbagai macam skala menyebabkan tantangan yang berat bagi para ahli petrofisika dan reservoar. Reservoar rekahan sangatlah sulit dan mahal didalam proses evaluasinya dibandingkan dengan reservoar konvensional (Nelson, 2001). Di dalam lingkup panas bumi, batuan yang solid merupakan tempat penampung panas yang sangat baik, sedangkan pelepasan panas pada batuan tersebut sangatlah lambat. Hanya fraksi bagian dari volume batuan yang dapat diakses oleh proses stimulasi yang dapat dipertimbangkan menjadi bagian reservoar dimana proses pelepasan panas terjadi. Ide dasar dari proses hidrolik stimulasi yang dilakukan adalah untuk menciptakan permeabilitas dan porositas yang digunakan untuk sirkulasi fluida pada batuan, sehingga hal ini akan menyebabkan meningkatnya percepatan proses pelepasan panas pada batuan yang ada (MIT, 2006). Permeabilitas dan porositas yang ada baik yang terbentuk secara alamiah maupun buatan pada sistem panas bumi secara dominan adalah reservoar rekahan, sehingga mengetahui konektivitas dan penyebaran rekahan tersebut merupakan kunci dalam pengembangan lapangan panas bumi tersebut. Pemodelan rekahan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metoda Discrete Fracture Network (DFN) yang dikembangkan oleh perangkat lunak PETREL, hasil dari metoda tersebut adalah model Discrete Fracture Network (DFN). Metoda DFN mencerminkan rekahan dan konektivitas rekahan secara berbeda dari metoda lainnya. Sebagai contoh, metoda konvensional mensimulasikan reservoar dominan rekahan sebagai batuan dengan dual-porositas, dual-permeabilitas kontinum. Matriks yang ada direpresentasikan sebagai blok atau bagian. Rekahan secara matematis direpresentasikan sebagai tensor simetrik, dan propertinya menerus sepanjang blok 4.7

tersebut. Metoda konvensional secara numerik tidak dapat menjawab permasalahan reservoar rekahan yang dijumpai dikarenakan tidak secara akurat menrefleksikan geometri dari jalur aliran fluida.(gambar IV.9) (Dershowitz, dkk., 2004) Di dalam model DFN rekahan dimodelkan lebih realistis, konektivitas aliran fluida pada rekahan dan sesar dari skala reservoar hingga sumur yang non kontinum dimodelkan secara realistis karena parameter fisik seperti transmisivitas atau tampungan (storage), properti geometri seperti ukuran, bentuk, dan orientasi dari rekahan dibuat menjadi sebuah poligon berdasarkan data yang terukur atau kondisi geologi didistribusikan secara statistik dengan dipandu oleh data yang terukur. Jadi model DFN mengabungkan metoda deterministik dan stokastik didalamnya. (Dershowitz, dkk., 2004) Gambar IV.9. Model DFN sebagai pendekatan untuk pemodelan batuan dengan rekahan (Dershowitz, dkk., 2004) 4.8

Metoda DFN yang dikembangkan oleh perangkat lunak PETREL lebih bersifat analisa strain/hasil bukan stress/pembuat sehingga konsep penyebaran rekahan tersebut dipandu dengan konsep kedekatan terhadap bidang sesar dan maksimum kurvatur, dimana rekahan akan semakin banyak terdapat apabila semakin dekat dengan sesar dan berada di puncak kurvatur (Gambar IV.10). Gambar IV.10. Konsep penyebaran rekahan. A.) Contoh rekahan pada singkapan, B.) Analog model untuk distribusi rekahan dengan jarak terhadap bidang sesar (Lowell, 1985), C.) Analog model untuk distribusi rekahan dengan maksimum kurvatur (Lowell, 1985) Hasil pemodelan lithologi dan struktur (model geologi) yang telah dilakukan akan menjadi dasar pembuatan model distribusi rekahan, hasil pengamatan petrofisika rekahan dari sumur seperti nilai porositas (apperture), permeabilitas, dan kompresibilitas dimasukan sebagai parameter kunci untuk menentukan nilai properti terhadap rekahan yang ada. Nilai petrofisika rekahan yang diambil hanyalah nilai petrofisika terhadap rekahan yang bersifat terbuka atau konduktif, hal ini dikarenakan bahwa rekahan tersebut sangatlah mempengaruhi performa produksi pada lapangan panas bumi awibengkok ini. Hasil akhir dari pemodelan penyebaran rekahan ini 4.9

adalah model intensitas rekahan, model porositas rekahan dan model permeabilitas rekahan (Gambar IV.11). Definisi dari densitas rekahan pada pemodelan ini adalah angka / jumlah rekahan yang terobservasi atau jumlah rekahan per unit panjang, area, atau volume. Besaran atau geometri rekahan pada pemodelan ini didefinisikan dalam besaran satu, dua atau tiga dimensi, sebagai panjang rekahan, area rekahan dan volume rekahan. Intensitas rekahan pada pemodelan ini adalah gabungan dari densitas dan besaran atau geometri rekahan, dapat juga didefinisikan menjadi jumlah rekahan per satuan panjang, jumlah rekahan per satuan area, atau jumlah satuan panjang per satuan volume. (Rohrbaugh Jr. dkk., 2002). Karena pemodelan yang dilakukan oleh perangkat lunak bersifat volumetrik maka pemodelan intensitas rekahan yang ada adalah jumlah rekahan per satuan volume. Adapun karena tingginya nilai ketidakpastian di dalam pemodelan ini maka pemodelan akan dilakukan 4 kali dengan berbagai perbedaan terutama di dalam kemiringan lapisan rekahan yang ada. Ke empat hasil pemodelan tersebut diharapkan dapat menciptakan sebuah analisa sensitifitas terhadap parameter intensitas, porositas dan permeabilitas rekahan yang ada. Gambar IV.11. Bagan alir pembuatan model distribusi rekahan. 4.10

IV.2.1 Model Distribusi Rekahan 1 Model distribusi rekahan 1 dibuat dengan parameter jurus rekahan berarah timur laut barat daya (NE SW) dan berkemiringan 40 0. Geometri dari rekahan berjumlah sisi bidang = 4 dan rasio panjang antar bidang = 2, parameter ini merupakan standar dari perangkat lunak yang digunakan dan berarti geometri dari rekahan yang akan dimodelkan adalah persegi panjang. Parameter besaran panjang rekahan didapat dari McCaffrey dkk., 2003 yaitu 20, 1000, dan 3000 meter sebagai harga minimum, mean dan maksimum, dan besaran panjang rekahan tersebut dimodelkan secara eksponensial. Metoda orientasi rekahan yang digunakan adalah metoda dengan model Fisher yang merupakan standar dari perangkat lunak Harga apperture minimum adalah 0, mean = 0.01 mm dan maksimum 2 mm, harga tersebut didapat dari analisa log dan conto batuan inti pada sumur yang ada. Harga permeabilitas minimum adalah 0, mean = 0.1 md dan maksimum 6 md, harga tersebut didapat dari data log dan conto batuan inti pada sumur yang ada. Harga kompresibilitas minimum adalah 0 dan maksimum 0.0000005 1/PSI, harga tersebut didapat dari hasil analisa data log dan conto batuan inti pada sumur yang ada. (gambar IV.12) Gambar IV.12. Parameter pemodelan untuk Model Distribusi Rekahan 1. 4.11

Gambar IV.13 menunjukan hasil pemodelan intensitas rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen., Gambar IV.14 menunjukan penampang yang menunjukan kondisi internal intensitas rekahan yang memotong semua formasi, skala pemodelan intensitas dinormalisasi menjadi 0 1 dimana warna ungu bernilai 0 atau tidak ada rekahan dan warna merah bernilai 1 dimana intensitas rekahan sangat tinggi. Pada gambar IV.13 dapat dilihat dari hasil pemodelan pada daerah intensitas tinggi mempunyai tren timur laut barat daya (NE SW), dan sumur sumur yang ada pun berlokasi dimana intensitas rekahan tinggi. Berdasarkan pemodelan ini dapat dilihat bahwa rekahan dengan intensitas tinggi berada pada Formasi Tengah, dan semakin dalam kedalaman dari formasi tersebut maka intensitas rekahan semakin berkurang. 4.12

Gambar IV.13. Model 1 Intensitas Rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. 4.13

Gambar IV.14 A.) merupakan penampang internal dari model intensitas rekahan dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). Gambar IV.14 B.) merupakan penampang internal dari model intensitas rekahan dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur di daerah ini. Dari kedua gambar penampang internal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar sumur di daerah ini saling terkait oleh rekahan yang ada dimana zona intensitas rekahan tertinggi adalah zona tempat bertemunya beberapa bidang sesar dan zona yang dekat terhadap sumur. Berdasarkan hasil pemodelan dengan parameter ini dapat dilihat bahwa sumur AWI-1 dan AWI -3 mempunyai intensitas rekahan yang tinggi apabila dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. 4.14

Gambar IV.14. Penampang internal pemodelan intensitas rekahan untuk Model 1. A.) Penampang dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). B.) Penampang dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur 4.15

Gambar IV.15 menunjukan hasil pemodelan porositas rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. Gambar IV.16 adalah gambar penampang yang menunjukan kondisi internal pemodelan porositas, skala dari pemodelan porositas tersebut adalah 0 5 %, dimana warna ungu bernilai 0 dan warna merah bernilai 5%. Hasil dari pemodelan tersebut dapat dilihat sebuah korelasi antara intensitas rekahan dengan porositas rekahan, daerah yang mempunyai intensitas yang tinggi maka akan mempunyai porositas yang tinggi. Pada gambar IV.15 dapat dilihat dari hasil pemodelan pada daerah porositas tinggi mempunyai tren timur laut barat daya (NE SW) dan sumur sumur yang ada pun berlokasi dimana porositas rekahan tinggi. Berdasarkan pemodelan ini dapat dilihat bahwa porositas rekahan yang tinggi berada pada Formasi Tengah, dan semakin dalam kedalaman dari formasi tersebut maka porositas rekahan semakin berkurang. 4.16

Gambar IV.15. Model 1 Porositas Rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. 4.17

Gambar IV.16 A.) merupakan penampang internal dari model porositas rekahan dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). Gambar IV.16 B.) merupakan penampang internal dari model porositas rekahan dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur di daerah ini. Dari kedua gambar penampang internal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar sumur di daerah ini saling terkait oleh rekahan sehingga porositas rekahan pun terlihat terdapat di setiap sumur dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Zona porositas rekahan tertinggi adalah zona tempat bertemunya beberapa bidang sesar dan zona yang dekat terhadap sumur. Berdasarkan hasil pemodelan dengan parameter ini dapat dilihat bahwa sumur AWI-1 dan AWI -3 mempunyai porositas rekahan yang tinggi apabila dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. 4.18

Gambar IV.16. Penampang internal pemodelan porositas rekahan untuk Model 1. A.) Penampang dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). B.) Penampang dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur. 4.19

Gambar IV.17 menunjukan hasil pemodelan permeabilitas untuk 3 arah vektor i,j,k yang menjadi model permeabilitas ki, kj, dan kk pada Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. Gambar IV.18 adalah gambar penampang yang menunjukan kondisi internal pemodelan permeabilitas, skala dari pemodelan permeabilitas tersebut adalah 0.0001 1 md, dimana warna ungu bernilai 0.0001 md dan warna merah bernilai 1 md. Hasil dari pemodelan tersebut dapat dilihat sebuah korelasi antara intensitas rekahan dengan permeabilitas rekahan, daerah yang mempunyai intensitas yang tinggi maka akan mempunyai permeabilitas yang tinggi. Pada gambar IV.17 dapat dilihat dari hasil pemodelan pada daerah permeabilitas tinggi mempunyai tren timur laut barat daya (NE SW) dan sumur sumur yang ada pun berlokasi dimana porositas rekahan tinggi. Berdasarkan pemodelan ini dapat dilihat bahwa porositas rekahan yang tinggi berada pada Formasi Tengah, dan semakin dalam kedalaman dari formasi tersebut maka permeabilitas rekahan semakin berkurang. 4.20

Gambar IV.17. Model 1 Permeabilitas Rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. 4.21

Gambar IV.18 A.) merupakan penampang internal dari model permeabilitas rekahan dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). Gambar IV.18 B.) merupakan penampang internal dari model permeabilitas rekahan dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur di daerah ini. Dari kedua gambar penampang internal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar sumur di daerah ini saling terkait oleh rekahan sehingga permeabilitas rekahan pun terlihat terdapat di setiap sumur dan saling menghubugkan satu well dengan lainnya. Zona permeabilitas rekahan tertinggi adalah zona tempat bertemunya beberapa bidang sesar dan zona yang dekat terhadap sumur. Berdasarkan hasil pemodelan dengan parameter ini dapat dilihat bahwa sumur AWI-1 dan AWI -3 mempunyai permeabilitas rekahan yang tinggi apabila dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. 4.22

Gambar IV.18. Penampang internal pemodelan permeabilitas rekahan untuk Model 1. A.) Penampang dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). B.) Penampang dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur. 4.23

IV.2.2 Model Distribusi Rekahan 2 Model distribusi rekahan 1 dibuat dengan parameter jurus rekahan berarah timur laut barat daya (NE SW) dan berkemiringan 55 0. Geometri dari rekahan berjumlah sisi bidang = 4 dan rasio panjang antar bidang = 2, parameter ini merupakan standar dari perangkat lunak yang digunakan dan berarti geometri dari rekahan yang akan dimodelkan adalah persegi panjang. Parameter besaran panjang rekahan didapat dari McCaffrey dkk., 2003 yaitu 20, 1000, dan 3000 meter sebagai harga minimum, mean dan maksimum, dan besaran panjang rekahan tersebut dimodelkan secara eksponensial. Metoda orientasi rekahan yang digunakan adalah metoda dengan model Fisher yang merupakan standar dari perangkat lunak Harga apperture minimum adalah 0, mean = 0.01 mm dan maksimum 2 mm, harga tersebut didapat dari analisa log dan conto batuan inti pada sumur yang ada. Harga permeabilitas minimum adalah 0, mean = 0.1 md dan maksimum 6 md, harga tersebut didapat dari data log dan conto batuan inti pada sumur yang ada. Harga kompresibilitas minimum adalah 0 dan maksimum 0.0000005 1/PSI, harga tersebut didapat dari hasil analisa data log dan conto batuan inti pada sumur yang ada. (gambar IV.19) Gambar IV.19. Parameter pemodelan untuk Model Distribusi Rekahan 2. 4.24

Gambar IV.20 menunjukan hasil pemodelan intensitas rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen., Gambar IV.21 menunjukan penampang yang menunjukan kondisi internal intensitas rekahan yang memotong semua formasi, skala pemodelan intensitas dinormalisasi menjadi 0 1 dimana warna ungu bernilai 0 atau tidak ada rekahan dan warna merah bernilai 1 dimana intensitas rekahan sangat tinggi. Pada gambar IV.20 dapat dilihat dari hasil pemodelan pada daerah intensitas tinggi mempunyai tren timur laut barat daya (NE SW), dan sumur sumur yang ada pun berlokasi dimana intensitas rekahan tinggi. Berdasarkan pemodelan ini dapat dilihat bahwa rekahan dengan intensitas tinggi berada pada Formasi Tengah, dan semakin dalam kedalaman dari formasi tersebut maka intensitas rekahan semakin berkurang. 4.25

Gambar IV.20. Model 2 Intensitas Rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. 4.26

Gambar IV.21 A.) merupakan penampang internal dari model intensitas rekahan dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). Gambar IV.21 B.) merupakan penampang internal dari model intensitas rekahan dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur di daerah ini. Dari kedua gambar penampang internal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar sumur di daerah ini saling terkait oleh rekahan yang ada dimana zona intensitas rekahan tertinggi adalah zona tempat bertemunya beberapa bidang sesar dan zona yang dekat terhadap sumur. Berdasarkan hasil pemodelan dengan parameter ini dapat dilihat bahwa sumur AWI-1 dan AWI -3 mempunyai intensitas rekahan yang tinggi apabila dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya 4.27

Gambar IV.21. Penampang internal pemodelan intensitas rekahan untuk Model 2. A.) Penampang dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). B.) Penampang dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur 4.28

Gambar IV.22 menunjukan hasil pemodelan porositas rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. Gambar IV.23 adalah gambar penampang yang menunjukan kondisi internal pemodelan porositas, skala dari pemodelan porositas tersebut adalah 0 5 %, dimana warna ungu bernilai 0 dan warna merah bernilai 5%. Hasil dari pemodelan tersebut dapat dilihat sebuah korelasi antara intensitas rekahan dengan porositas rekahan, daerah yang mempunyai intensitas yang tinggi maka akan mempunyai porositas yang tinggi. Pada gambar IV.22 dapat dilihat dari hasil pemodelan pada daerah porositas tinggi mempunyai tren timur laut barat daya (NE SW) dan sumur sumur yang ada pun berlokasi dimana porositas rekahan tinggi. Berdasarkan pemodelan ini dapat dilihat bahwa porositas rekahan yang tinggi berada pada Formasi Tengah, dan semakin dalam kedalaman dari formasi tersebut maka porositas rekahan semakin berkurang. 4.29

Gambar IV.22. Model 2 Porositas Rekahan untuk Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. 4.30

Gambar IV.23 A.) merupakan penampang internal dari model porositas rekahan dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). Gambar IV.23 B.) merupakan penampang internal dari model porositas rekahan dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur di daerah ini. Dari kedua gambar penampang internal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar sumur di daerah ini saling terkait oleh rekahan sehingga porositas rekahan pun terlihat terdapat di setiap sumur dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Zona porositas rekahan tertinggi adalah zona tempat bertemunya beberapa bidang sesar dan zona yang dekat terhadap sumur. Berdasarkan hasil pemodelan dengan parameter ini dapat dilihat bahwa sumur AWI-1 dan AWI -3 mempunyai porositas rekahan yang tinggi apabila dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya 4.31

Gambar IV.23. Penampang internal pemodelan porositas rekahan untuk Model 2. A.) Penampang dengan garis perpotongan A A yang berarah timur laut barat daya (NE SW), B B berarah barat laut tenggara (NW SE), C - C berarah barat laut tenggara (NW SE). B.) Penampang dengan garis perpotongan D D yang memotong setiap sumur 4.32

Gambar IV.24 menunjukan hasil pemodelan permeabilitas untuk 3 arah vektor i,j,k yang menjadi model permeabilitas ki, kj, dan kk pada Formasi Atas, Formasi Tengah, Formasi RDM, Formasi Bawah dan Batuan Dasar Sedimen. Gambar 4.25 adalah gambar penampang yang menunjukan kondisi internal pemodelan permeabilitas, skala dari pemodelan permeabilitas tersebut adalah 0.0001 1 md, dimana warna ungu bernilai 0.0001 md dan warna merah bernilai 1 md. Hasil dari pemodelan tersebut dapat dilihat sebuah korelasi antara intensitas rekahan dengan permeabilitas rekahan, daerah yang mempunyai intensitas yang tinggi maka akan mempunyai permeabilitas yang tinggi. Pada gambar IV.24 dapat dilihat dari hasil pemodelan pada daerah permeabilitas tinggi mempunyai tren timur laut barat daya (NE SW) dan sumur sumur yang ada pun berlokasi dimana porositas rekahan tinggi. Berdasarkan pemodelan ini dapat dilihat bahwa porositas rekahan yang tinggi berada pada Formasi Tengah, dan semakin dalam kedalaman dari formasi tersebut maka permeabilitas rekahan semakin berkurang 4.33