Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

dokumen-dokumen yang mirip
Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DI DAERAH PANAS BUMI SAJAU, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN. Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1)

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

IV. METODOLOGI PENELITIAN

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

Manifestasi Panas Bumi Gradien Geothermal Eksplorasi Panas Bumi Analisis Geologi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

Sari. Penyelidikan Geolistrik Tahanan Jenis di Daerah Panas Bumi Pincara, Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan

MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

3. HASIL PENYELIDIKAN

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU DAERAH PANAS BUMI MARANDA, KABUPATEN POSO, PROPINSI SULAWESI TENGAH. Dendi Surya K., Bakrun, Ary K.

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB II METODE PENELITIAN

Penyelidikan Head On di Daerah Panas Bumi Jaboi Wilayah Kota Sabang - Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

3. HASIL PENYELIDIKAN

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D

Sponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

PENYELIDIKAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OGAN KEMIRING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Abstrak

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI KEPAHIANG KABUPATEN KEPAHIANG, BENGKULU. Oleh: Asep Sugianto dan Ary Kristianto A.W.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

Identifikasi Sistem Geothermal Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa, Gorontalo

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

GEOLOGI DAERAH KLABANG

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.

Transkripsi:

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM Abstrak Penelitian tentang panas bumi di daerah Bittuang telah dimulai sejak tahun 2009 sampai dengan 2013. Hasil terdahulu menyebutkan adanya prospek panas bumi di bagian selatan yang masih membuka ke arah utara atau sekitar puncak Gunung Karua. Untuk menegaskan keprospekan tersebut maka dilakukan survey magnetotellurik dan gaya berat di bagian utara Bittuang. Kedua metode akan memodelkan struktur bawah permukaan yang berkorelasi dengan sistem panas bumi sehingga letak, delineasi, kedalaman, dan besarnya potensi panas bumi dapat diketahui. Hasil penelitian menunjukkan daerah prospek panas bumi melingkupi daerah pemunculan mata air panas Balla sampai dengan lereng kaki selatan Gunung Karua dan berada di zona struktur geologi dengan luas sekitar 12 km 2 dengan potensi sekitar 34 MWe Kata Kunci: Panas bumi, Magnetotellurik,Gaya Berat, Bittuang 1. PENDAHULUAN Secara administratif daerah panas bumi Bittuang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Indikasi potensi panas bumi Bittuang berupa dua kelompok manifestasi panas bumi yaitu di daerah Balla dan Cepeng dengan temperatur air panas (AP) dengan sekitar 37-96,7 0 C, batuan ubahan dan solfatara. Penelitian maupun eksplorasi geosain untuk mendapatkan data potensi energi panas Bittuang dimulai oleh Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi pada tahun 2009 dengan metode geologi, geokimia, dan geofisika (gaya berat, geomagnet, dan geolistrik). Penelitian dilanjutkan dengan magnetotelurik (MT)) pada tahun 2012 dan pengeboran landaian suhu di tahun 2013. Hasil penelitian terdahulu merekomendasikan bagian utara untuk dilakukan penambahan data geofisika karena masih terindikasi adanya potensi panas bumi yang membuka ke arah tersebut. Berdasarkan rekomendasi hasil terdahulu, maka pada tahun 2014 dilakukan penelitian geofisika lanjutan dengan target area bagian utara Bittuang. Penelitian menggunakan dua metode geofisika yaitu magnetotelurik dan gaya berat. Survei MT dan gaya berat ini diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih detail dan jelas tentang sistem panas bumi di Bittuang. Hasil MT dan gaya berat akan memodelkan struktur bawah permukaan yang berkorelasi dengan sistem panas bumi sehingga akan dapat menegaskan keprospekan (letak, delineasi, dan kedalaman) daerah panas bumi Bittuang. Geomorfologi Bittuang didominasi oleh morfologi puncak Gunung Karua, tubuh Gunung Karua, kaki GunungKarua dan perbukitan non-vulkanik. Batuan yang menyusun daerah ini berupa batuan batuan malihan, sedimen, batuan terobosan dan batuan produk-produk vulkanik (Gambar 2). Batuan vulkanik lava Gunung Karua-3 merupakan vulkanik termuda (0,3 ± 0,1 juta tahun) yang diperkirakan berperan penting dalam pembentukan sistem panas bumi Bittuang (PSDG,2009) Struktur yang berkembang terdiri dari struktur rim kaldera, sesar-sesar normal berarah baratlaut-tenggara, baratdaya-timurlaut, dan berarah hampir utara-selatan. Sesar berarah hampir utara-selatan inilah yang diduga

mengontrol kemunculan manifetasi panas bumi (AP Balla dan Cepeng). Terdapat pula sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut yang memotong dan mengakibatkan pergeseran pada batuan dan struktur yang sudah terbentuk sebelumnya. Terdapat dua tipe dari mata air panas (AP) yang muncul di Bittuang (PSDG,2009). Mata air panas Balla bertipe klorida sedangkan Cepeng masuk tipe air bikarbonat. Mata air panas Balla berada pada zona partial equilibrium, sebagai indikasi adanya proses water rock interaction antara fluida panas dan batuan, yang menyebabkan terbentuknya air panas temperatur tinggi (90-96 0 C) dengan temperatur reservoir diperkirakan sebesar 200 0 C. Kompilasi hasil penyelidikan pada tahun 2009 (Gambar 3) memperlihatkan anomali-anomali geofisika. Anomali gaya berat dan magnet rendah berada di bagian tengah. Anomali ini diperkirakan berasosiasi dengan batuan ubahan atau batuan yang sudah terkekarkan secara intensif dan bersifat non magnetik, seperti batuan sedimen atau batuan ubahan. Hasil pemetaan geolistrik menunjukkan bahwa anomali tahanan jenis rendah <100 Ohm-m terdapat di sekitar mata air panas Balla dan di bagian selatan. Posisi anomali yang di bagian selatan yaitu disebelah tenggara dari mata air panas Cepeng. Tahanan jenis rendah dan mata air panas tersebut terletak pada zona depresi yang memanjang dari bagian baratlaut hingga tenggara. Hasil survei MT tahun 2012 (Gambar 4) juga menunjukkan daerah prospek melingkupi daerah pemunculan mata air panas Balla dengan tahanan jenis rendah <50 Ohm-m yang diinterpretasikan sebagai lapisan yang berfungsi sebagai batuan penudung. Daerah prospek panas bumi Bittuang berada di sekitar mata air panas Balla dan penyebarannya ke utara dan membuka ke arah puncak Gunung Karua. 2. METODE SURVEI Metode Survei MT Metode survei magnetotellurik pada daerah panas bumi dilakukan dengan tahapan studi literatur tentang daerah survei, persiapan kerja lapangan seperti kalibrasi peralatan dan desain survei, akuisisi data, pengolahan dan pemodelan data. Akuisisi data pengukuran menggunakan Phoenix System dengan rentang frekuensi yang diukur 312-0,1 Hz. Data hasil pengukuran diproses dengan menggunakan algoritma Robust. Setelah dikoreksi, editing dan analisis EM strike maka data dikoreksi statik dengan menggunakan data TDEM. Untuk pemodelannya digunakan teknik inverse 2 D untuk tiap lintasan yang dipilih. Metode MT adalah metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik. Metode ini mengukur respon bumi dalam besaran medan listrik (E) dan medan magnet (H) terhadap medan elektromagnetik (EM) alam. Respon tersebut berupa komponen horizontal medan magnet dan listrik bumi yang diukur pada permukaan bumi pada posisi tertentu. Tahanan jenis dari metode ini dihitung berdasarkan perbandingan besarnya medan listrik dan medan magnet yang dikenal dengan persamaan Cagniard. Persamaan ini dihasilkan dari persamaan Maxwell dengan asumsi gelombang bidang. 2 1 E a f x... (1) 5 H Dimana, a : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) E : Besarnya medan listrik (mv/km) H : Besarnya medan magnet (nt) Tahanan jenis semu terdiri dari dua kurva seperti Rho xy dan Rho yx, kemudian dirotasi terhadap sumbu utama, bisa kedalam TE mode (medan listrik sejajar dengan strike) atau TM Mode (medan listrik tegak lurus strike).

Penetrasi kedalaman efektif dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini : = 503 x ( / f) 1/2... (2) Dimana : penetrasi kedalaman efektif (m) : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) Ketika tahanan jenis berubah terhadap kedalaman, maka tahanan jenis semu akan berubah terhadap frekuensi, karena frekuensi tinggi tidak memiliki penetrasi yang cukup dalam, sedangkan frekuensi rendah memiliki penetrasi lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa struktur tahanan jenis dari zona dangkal sampai ke zona dalam dapat dianalisis berdasarkan tinggi atau rendahnya frekuensi. Skin depth sebagai fungsi dari frekuensi dan tahanan jenis dapat ditentukan dari persamaan berikut. 1 2 2 503...(3) f Dimana : skin depth (m) : (= 2 f) frekuensi sudut : konduktivitas (S/m) : permeabilitas magnet (H/m) : tahanan jenis semu (Ohm-m) f : frekuensi (Hz) Metode Gaya Berat Dasar metode gaya berat adalah hukum Newton yang menyatakan bahwa setiap bagian suatu benda akan menimbulkan gaya tarik menarik terhadap bagian lain yang besarnya sama dengan hasil kali massa-massa dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua massa. Besarnya gaya tarik antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2 diberikan oleh persamaan: F m r m r 1 2 2 (4) Keterangan: F= gaya tarik menarik antara 2 benda m 1 dan m 2 (Newton) = konstanta gaya berat (6.67 x 10-11 m3/kgs2) m 1, m 2 = massa 1 dan 2 (kg) r = vektor satuan berarah m 2 ke m 1 r= jarak antara massa 1 dan 2 (m) Gaya tarik bumi terhadap suatu massa yang berada di luar bumi menyebabkan massa dipercepat secara vertikal ke bawah. Percepatan yang dialami suatu massa (m 2 ) akibat tarikan massa lain, dalam hal ini bumi (m 1 ) dalam jarak r dikenal sebagai percepatan gravitasi yang dinyatakan sebagai: F g (m/s 2 ) (5) m 2 Jika persamaan (4) dimasukkan ke dalam persamaan (5) maka akan diperoleh persamaan percepatan gravitasi gaya berat: m1 F r 2 (6) r Percepatan g sebanding dengan gaya gravitasi persatuan massa terhadap m 1 (Telford, et.al, 1990). 3. ANALISIS DATA Proses pengolahan data MT dilakukan dengan menggabungkan data tahun 2012 dan 2014 dengan total titik 63 buah. Secara umum kualitas data yang diambil cukup baik, tapi dibeberapa titik terlihat adanya bump pada frekuensi rendah <0.1 Hz. Sebagian besar data MT yang diperoleh juga terdapat efek statik yaitu pergeseran vertikal ke atas dan ke bawah terhadap nilai yang sebenarnya yang disebabkan oleh heterogenitas lokal di permukaan dan juga faktor topografi Analisis arah strike untuk pemilihan arah rotasi menggunakan metode kualitatif. Hasil analisis ini ditentukan arah 0 0 atau tidak dirotasi. Alasan ini karena pertimbangan analisa kualitatif (sesar geologi) yang cendrung berarah utara-selatan. Untuk koreksi statik digunakan metode statistik. Metode ini menentukan median nilai tahanan jenis semu dari titik-titik MT

yang berada disekitar titik MT yang akan dikoreksi (Gambar 4). Hasil pengolahan data berupa nilai tahanan jenis yang ditampilkan dalam bentuk lateral maupun vertikal. Selain model tahanan jenis ditampilkan pula tahanan jenis semu invarian yang merupakan tahanan jenis hasil penggabungan rho xy dan rho yx sebagai acuan awal atau pengontrol hasil pemodelanannya. Pengolahan data gaya berat juga dilakukan penggabungan data tahun 2012. Densitas yang digunakan pada pengolahan adalah 2,67 gr/cm 3. Hasil pengolahan data gaya berat berupa nilai anomali gaya berat Bouguer komplit (CBA). Nilai CBA ini kemudian difilter dengan menggunakan polinomial orde 2 untuk menghasilkan nilai gaya berat regional dan residual. 4.HASIL Tahanan Jenis Semu Tahanan jenis semu invarian yang dicuplik pada frekuensi 100, 10, 1 dan 0,1 Hz (Gambar 5). Pada frekuensi 100 Hz terdapat tahanan jenis semu <50 Ohmm yang muncul di sekitar mata air panas Ballad dan menerus ke arah Gunung Karua sampai dengan mata air panas di lembah/kaki selatan Gunung Karua. Tahanan jenis <50 Ohmm ini meluas area penyebarannya pada frekuensi 10 Hz tetapi semakin terisolir dan mengecil areanya pada frekuensi 1 Hz bahkan tidak terdeteksi lagi pada frekuensi rendah (0,1 Hz). Nilai tahanan jenis < 50 Ohmm ini diperkirakan berasosiasi dengan batuan lava dan aliran piroklastik produk Gunung Karua yang mengalami proses alterasi hidrotermal. Batuan teralterasi semakin luas penyebarannya pada frekuensi 10 Hz dan mulai berkurang intesitas alterasinya pada frekuensi 1 Hz. Di luar area bertahanan jenis lebih < 50 Ohmm, terpetakan tahanan jenis 70-200 Ohmm. Nilai tahanan jenis tinggi ini konsisten tersebar bahkan dengan nilai yang semakin tinggi di atas 500 Ohmm pada frekuensi rendah. Tahanan jenis tinggi ini di bagian tengah ke selatan diperkirakan respon batuan yang lebih kompak dan diperkirakan sebagai batuan basement. Model Tahanan Jenis Model tahanan jenis yang dihasilkan dari inversi 2 dimensi dipotong pada berbagai kedalaman. Kompilasi hasil perpotongan ditampilkan pada Gambar 6. Pada kedalaman 250-500 meter sebaran batuan bertahanan jenis <50 Ohmm berada di sekitar mata air panas Balla menerus ke arah Gunung Karua yang diperkirakan merupakan batuan produk vulkanik yang teralterasi/terubahkan sehingga nilai tahanan jenisnya menjadi rendah. Luas sebaran tahanan jenis <50 Ohmm ini mulai mengecil pada kedalaman 750-1000 meter dan tergantikan oleh nilai tahanan jenis sekitar 50-100 Ohmm. Di atas kedalaman 1000 meter, sebaran tahanan jenis di lokasi-lokasi mata air panas semakin tinggi nilainya. Diperkirakan pada kedalaman 100-1500 meter ini merupakan zona transisi dari tahanan jenis rendah ke tahanan jenis tinggi ini. Zona transisi ini diduga sebagai zona batas antara lapisan penudung (batuan teralterasi) dengan lapisan reservoir pada sistem panas bumi Bittuang. Pada kedalaman 2000 meter sebaran tahanan jenis didominasi oleh tahanan jenis tinggi, diperkirakan pada kedalaman ini sudah merupakan batuan dasar. Anomali Gaya Berat Hasil survey gaya berat berupa peta anomali Bouguer, regional dan residual (Gambar 8). Anomali Bouguer memperlihatkan kecendrungan nilai tinggi berada di bagian selatan dan rendah di utara (Gunung Karua). Liniasi dari anomali Bouguer berarah barat timur dengan pembelokan anomali yang cukup kompleks di bagian tengah. Anomali regional yang diperoleh dengan menggunakan metode polinomial memilki kecendrungan tinggi di bagian selatan dan secara gradasi menurun ke arah utara dengan liniasi kontur berarah barat-timur. Hal ini mengindikasikan

struktur batuan dasar di area bagian selatan lebih masif dan berdensitas lebih tinggi dibandingkan penyusun batuan di bagian utara. Anomali residual daerah panas bumi Bittuang memperlihatkan nilai tinggi >10 mgal tersebar dominan di bagian tengah dan membuka ke arah timur. Selain itu terdapat beberapa spot anomali relatif tinggi di bagian tengah dengan nilai sekitar 5-8 mgal. Area bernilai tinggi ini mengindikasikan adanya blok batuan dengan densitas lebih besar dari sekitarnya. Sedangkan anomali rendah <-8 mgal di utara (ke arah puncak) dengan pola setengah melingkar diperkirakan sebagai indikasi sesar geologi berupa rim kaldera. Di luar kedua area tersebut nilai aomali relatif sedang dengan nilai -5 s/d 4 mgal menyebar secara tidak beraturan yang mengindikasikan komplesitas struktur sesar yang berkembang di daerah ini. 5. DISKUSI Nilai tahanan jenis <50 Ohm-m yang diinterpretasikan sebagai respon dari batuan teralterasi tersebar di sekitar AP Balla yang penyebarannya ke arah utara atau puncak Gunung Karua dan menutup di sekitar kaki selatannya (Gambar 7). Tahanan jenis rendah ini terdeteksi di model penampang (Gambar 8) mulai dari permukaan hingga elevasi 500-600 m dpl atau kedalaman sekitar 1000-1250 meter. Reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan ubahan tersebut yang ditunjukkan dengan nilai tahanan jenis antara 50-250 Ohm-m dan tersebar di sekitar mata air panas Balla hingga bagian utara ke arah Gunung Karua. Puncak dari reservoir ini diperkirakan berada di bagian tengah dengan ketebalan reservoir sekitar 1000 meter. Anomali gaya berat mendukung hasil MT dengan menunjukkan adanya liniasi-liniasi kontur dan kelurusan hasil Eulernya yang mencirikan adanya sesarsesar geologi yang berkembang. Bagian utara, yang secara permukaan berupa struktur kaldera teridentifikasi secara jelas dari nilai rendah dan liniasi kontur berupa setengah lingkaran. Hal yang sama diperlihatkan dari liniasi Eulernya (8 atas). Spot-spot anomali tinggi di bagian tengah juga menyerupai hasil MT yang terdapat nilai tinggi di area yang sama. Metode analisis spektrum juga memperkuat pemodelan MT yang mengindikasikan adanya blok batuan berdensitas tinggi dan kemungkinan yang mendasari daerah Bittuang (Gambar 8 bawah). Blok batuan ini terindikasi mulai berada pada kedalaman sekitar 750-1250 meter dari permukaan. Area-area kemunculan mata air panas dari interpretasi gaya berat, berada pada zona-zona tepi dari liniasi Euler sebagai indikasi zona struktur geologi. Keprospekan panas bumi dideliniasi dari hasil MT dan gaya berat ditambah dengan hasil penelitian sebelumnya (Gambar 9). Magnetotellurik menunjukkan daerah prospek melingkupi daerah pemunculan mata air panas Balla sampai dengan lereng kaki selatan dari Gunung Karua dengan nilai tahanan jenis <50 Ohm-m yang diinterpretasikan sebagai lapisan yang berfungsi sebagai batuan penudung dalam sistem panas bumi Bittuang. Deliniasi MT ini mendukung zona tahanan jenis semu hasil pengukuran geolistrik (2009) yang membentuk suatu zona rendah memanjang baratlauttenggara. Area tersebut didukung pula dari anomali magnet rendah yang berkaitan dengan area demagnetisasi, nilai anomali gaya berat rendah melingkupi area manifestasi, serta metode geokimia (anomali Hg tinggi yang berpusat di sekitar manifestasi air panas Balla) dan metode geologi yang memperlihatkan struktur-struktur sesar yang membentuk depresi dan mengontrol keberadaan manifestasi panas bumi Bittuang. Deliniasi luas area prospek dari kompilasi data geosain sekitar 12 km 2. Dengan luas prospek diketahui maka estimasi potensi panas bumi dengan metode volumetrik dan SNI 13-6171- 1999 dapat dihitung. Penghitungan potensi menggunakan asumsi tebal

reservoir 1 km, recovery factor 25%, faktor konversi 10%, lifetime selama 30 tahun, temperatur reservoir 200 o C dan temperatur cut-off 80 o C, maka besarnya potensi energi panas bumi di daerah Bittuang sekitar 34 MWe. 6. KESIMPULAN Daerah Bittuang memiliki prospek panas bumi sekitar 12 km 2 yang melingkupi daerah sekitar pemunculan mata air panas Balla sampai dengan kaki Gunung Karua. Lapisan penudung sistem panas bumi diperkirakan berasal dari batual vulkanik yang teralterasi dengan nilai tahanan jenis <50 Ohmm. Lapisan ini terdeteksi dekat permukaan hingga kedalaman sekitar 1000-1250 meter. Reservoir panas bumi diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 1000-1250 meter dengan nilai tahanan jenis antara 50-250 Ohm-m dan ketebalan sekitar 1000 meter. Potensi panas bumi Bittuang adalah 34 MWe. 7. UCAPAN TERIMA KASIH ucapan terima kasih tim penulis hantarkan kepada para staf Pusat Sumber Daya Geologi bidang panas bumi yang telah berperan serta dalam penulisan ini. Kegiatan diskusi terutama tentang informasi geologi daerah Dua Saudara sangat bermanfaat dalam interpretasi hasil MT. DAFTAR PUSTAKA Geothermal Departement, Basic Concept of Magnetotelluric Survey in Geothermal Fields., West Japan Engineerring Consultants, Inc. Burger, H.R., 1992, Exploration Geophysics of shallow Sub Surface, Prentice Hall. Telford, W.M. et al, 1982. Applied Geophysics, Cambridge University Press. Cambridge. Tim Survei Geofisika Terpadu, 2009, Laporan Survei Geofisika Terpadu Daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Bandung (Unpubl. Report).. Tim Survei Terpadu, 2009, Laporan Survei Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Bandung (Unpubl. Report).. Tim Survei MT, 2012, Laporan Survei MT daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Bandung (Unpubl. Report).. Tim Survei MT, 2014, Laporan Survei Magnetotellurik Daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan, Pusat Sumber Daya Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. (Unpubl. Report).

Gambar 1 Peta Lokasi daerah survey Gambar 2 Geologi daerah panas bumi Bittuang (Tim Survei Terpadu, PSDG, 2009)

Gambar 3. Geosain daerah panas bumi Bittuang (PSDG,2009 dan 2012) Gambar 4. Contoh data sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) dikoreksi statik

Gambar 6. Kompilasi sebaran tahanan jenis semu invarian. Gambar 7 Sebaran model tahanan jenis pada beberapa kedalaman

Gambar 8. Anomali gaya berat Gambar 9. Zona prospek panas bumi