PENGARUH APLIKASI PUPUK KANDANG DAN TANAMAN SELA (Crotalaria juncea L.) PADA GULMA DAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

dokumen-dokumen yang mirip
APPLICATION OF MANURE AND Crotalaria juncea L. TO REDUCE ANORGANIC FERTILIZER ON MAIZE (Zea mays L.)

PENGARUH DOSIS DAN LAMA PEMBENAMAN PUPUK HIJAU OROK-OROK (Crotalaria juncea L.) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.

PENGARUH PENGAPLIKASIAN ZEOLIT DAN PUPUK UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. saccharata Sturt.)

THE INFLUENCE OF COVER CROPS UTILIZATION OROK-OROK (CROTALARIA JUNCEA L.) TOWARD WEED CONTROL ON MAIZE (ZEA MAYS L.) IN RAIN SEASON ABSTRAK

Jimy Eko Julianto. 1) Prof. Dr. Ir. Bambang Guritno. 2) Dr. Ir. Agung Nugroho, SU. 2)

UPAYA PENINGKATAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DENGAN PEMUPUKAN BOKASHI DAN Crotalaria juncea L.

THE EFFECT OF WEED CONTROL AND SOIL TILLAGE SYSTEM ON GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN (Glycine max L.)

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

THE EFFECT OF THE KINDS OF FERTILIZER AND WEED CONTROL TIME ON GROWTH AND YIELD OF SWEET CORN (Zea mays saccharata)

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG SAPI DAN PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans. Poir)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum L.) PADA BERBAGAI FREKUENSI DAN WAKTU PENYIANGAN GULMA PENDAHULUAN

PENGARUH MULSA ORGANIK PADA GULMA DAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) VAR. GEMA

KAJIAN MODEL TANAM DAN WAKTU TANAM DALAM SISTEM TUMPANGSARI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BENIH JAGUNG

PENGARUH PEMBERIAN AIR DAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

Upaya Peningkatan Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max) Melalui Aplikasi Mulsa Daun Jati Dan Pupuk Organik Cair.

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH DAN JARAK TANAM PADA GULMA DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

THE EFFECT OF VARIOUS DOSAGES OF ORGANIC AND ANORGANIC FERTILIZERS ON PLANT GROWTH AND YIELD OF SWEET CORN (Zea mays Saccharata Sturt)

PEMBERIAN MULSA JERAMI PADI DAN PUPUK HIJAU Crotalaria juncea L. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG VARIETAS KRETEK TAMBIN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENAMBAHAN PUPUK KANDANG KAMBING DAN KERAPATAN TANAMAN YANG BERBEDA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

PENGARUH WAKTU DAN METODE PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

PENGARUH PUPUK KANDANG DAN Crotalaria juncea L. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH LAMA PENGGUNAAN MULSA DAN PUPUK KANDANG PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) VARIETAS POTRE KONENG

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN DAN KOMBINASI PUPUK NITROGEN ANORGANIK DAN NITROGEN KOMPOS TERHADAP PRODUKSI GANDUM. Yosefina Mangera 1) ABSTRACK

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN WAKTU PENYIANGAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L.) VAR. GROBOGAN

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM PADA TEKNIK BUD CHIP TIGA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

THE EFFECT OF DAY HARVEST AND APLICATION DOSAGE OF POTASSIUM FERTILIZER ON GROWTH AND QUALITY OF SWEET CORN (Zea mays saccharata Sturt)

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

BAHAN METODE PENELITIAN

Volume 10 Nomor 2 September 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

Uji Aplikasi Pupuk Lengkap Bioorganik Cair untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung Manis

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

HASIL DAN PEMBAHASAN

PYRACLOSTROBIN ROLE IN IMPROVING EFFICIENCY NITROGEN FERTILIZER AND EFFECT ON QUALITY OF YIELD SEEDS CORN (Zea mays L.)

Pengaruh Teknik Dan Dosis Pemberian Pupuk Organik Dari Sludge Bio- Digester Terhadap Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PENDAHULUAN

THE EFFECT OF AZOLLA AND N FERTILIZER APLICATION ON RICE FIELD (Oryza sativa L.) VARIETY INPARI 13

PENGARUH WAKTU PENGENDALIAN GULMA DAN DOSIS PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 4 SEPTEMBER-2013 ISSN:

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max [L]. Merr)

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman pangan yang penting di dunia, selain padi

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

PENGARUH PEMANFAATAN PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG PADA KONDISI KEKURANGAN AIR

GROWTH AND YIELD RESPONSE SWEET CORN (Zea mays L. saccharata) IN INTERCROPPING SYSTEM WITH MUNG BEAN (Vigna radiata L.)

PENGARUH JARAK TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN GULMA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) dan Gulma Terhadap Berbagai Jarak Tanam

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

EFFECT OF ORGANIC FERTILIZER TYPES AND DOSAGE NPK ON RESULTS PLANTS SHALLOT (Allium ascalonicum L.)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI(Glycine max (L.)Merill) ARTIKEL ILMIAH RITA SARI

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENGARUH MULSA JERAMI PADI DAN FREKUENSI WAKTU PENYIANGAN GULMA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

Pertumbuhan Vegetatif dan Kadar Gula Biji Jagung Manis (Zea mays saccharata, Sturt) di Pekanbaru

JURNAL SAINS AGRO

PROPOSAL PENELITIAN. PENGGUNAAN BUNGA MATAHARI MEKSIKO (Tithonia diversifolia) SEBAGAI PUPUK HIJAU PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.

THE EFFECT OF SPACING AND PLANTING TIME SOYBEAN OF GROWTH AND YIELD SOYBEAN (Glycine max) ON SUGAR CANE (Saccharum officinarum L.

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH VOLUME PEMBERIAN AIR DAN KONSENTRASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN ANGGREK Dendrobium undulatum

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

PENGARUH JARAK TANAM DAN DEFOLIASI DAUN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)

PENGARUH BIOURINE SAPI DAN BERBAGAI DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL SELADA KROP (Lactuca sativa L.)

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN*

PENGARUH JENIS DAN DOSIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KROKOT LANDA (Talinum triangulare Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) KLON UJ-5 (Kasetsart)

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BABY CORN (Zea mays L) PADA BEBERAPA MACAM PENYIAPAN LAHAN DAN KETEBALAN MULSA JERAMI

PENGARUH PUPUK HIJAU Crotalaria mucronata DAN C. juncea PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

Jurnal Produksi Tanaman Vol. 5 No. 6, Juni 2017: ISSN: Ahsanul Falah Annas Setya *), Agung Nugroho dan Roedy Soelistyono

KAJIAN PERIMBANGAN PEMBENTUKAN ORGAN SOURCE-SINK TANAMAN BABY CORN PADA TLNGKAT PENYIANGAN DAN PEMBERIAN UREA YANG BERBEDA

Transkripsi:

PENGARUH APLIKASI PUPUK KANDANG DAN TANAMAN SELA (Crotalaria juncea L.) PADA GULMA DAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) Lestari Diah Kartikawati 1. Titin Sumarni 2. Husni Thamrin Sebayang 2 Abstract A field experiment to study the precise dose of the manure and application of Crotalaria juncea L. to increase growth and yield of maize, has been conducted since July 2011 upto October 2011 at UB-Expt. Station, Jatikerto, + 303 m asl and alfisol type soil, Malang. The experiment was designed in a Split-Plot Design (RPT) with 2 factors and 3 replications. Factor 1 was of the dose of the manure with 3 levels: K 1 = Without manure; K 2 = With manure 10 ton ha -1, K 3 = with manure 20 ton ha -1. Factor 2: application of Crotalaria juncea L. with 3 levels, e.i. C 1 = Without C. juncea, C 2 = 50 C. juncea aplication/plot planted 2 rows and growth with maize for 30 days, C 3 = 50 C. juncea aplication/plot planted 2 rows and growth with maize for 45 days. Results showed that the treatment of without manure (K 1 ) and 50 C. juncea aplication/plot planted 2 rows and growth with maize for 45 days (C 3 ) given the lowest weed dry weight. Combination of 20 ton ha -1 manure with 50 C. juncea aplication/plot planted 2 rows and growth with maize for 45 days produce yield better than other treatment. Key word : manure, Crotalaria juncea L. and maize. Abstrak Percobaan lapang dilakukan untuk mempelajari pengaruh dosis pupuk kandang dan aplikasi Crotalaria juncea L. untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Penelitian telah dilakukan sejak Juli sampai Oktober 2011 di kebun percobaan Jatikerto, + 303 m dpl dan jenis tanah alfisol, Malang. Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial yang dirancang dengan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3 kali ulangan. Faktor 1 ialah dosis pupuk kandang dengan 3 level: K 1 = Tanpa pupuk kandang, K 2 = dengan pupuk kandang 10 ton ha -1, K 3 = dengan pupuk kandang 20 ton ha -1. Faktor 2 ialah aplikasi C. juncea dengan 3 level: C 1 = tanpa C. junce, C 2 = 50 C. juncea/petak, selama 30 hst, hasil pangkasannya dibenamkan ke dalam tanah, C 3 = 50 C. juncea/petak, selama 45 hst, hasil pangkasannya dibenamkan ke dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pupuk kandang (K 1 ) dan aplikasi 50 C. juncea/petak, selama 45 hst (C 3 ) menghasilkan bobot kering gulma terendah. Penggunaan dosis pupuk kandang 20 ton disertai dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst memberikan hasil biji ton ha -1 yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Kata kunci : pupuk kandang, orok-orok dan tanaman jagung. 1 Alumni Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian - UB 2 Dosen Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian - UB

PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) ialah komoditas pangan yang penting dan menempati urutan kedua setelah padi di Indonesia. Jagung mengandung 8 g protein dan 73 g karbohidrat dalam setiap 100 g. Kebutuhan masyarakat akan tanaman ini semakin meningkat setiap tahunnya seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan kemajuan sektor industri yang memanfaatkan jagung sebagai bahan baku utama. Namun, produksi jagung nasional sampai saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan jagung nasional pada tahun 2010 tercatat sebesar 20 juta ton, tetapi produksi jagung nasional belum mampu mencukupi kebutuhan jagung nasional, sehingga Indonesia harus mengimpor jagung sebanyak 1,5 juta ton pada tahun 2010 (Anonymous a, 2011). Produktivitas jagung pada tahun 2010 tercatat sebanyak 4,43 ton ha -1. Hasil ini masih jauh dari potensi hasil jagung yang dapat mencapai 7,0-7,5 ton ha -1 (Anonymous b, 2011). Produktivitas jagung yang rendah disebabkan banyak jagung dibudidayakan di lahan kering. Pada umumnya, lahan kering mempunyai kandungan bahan organik yang rendah (< 1 %) (Adiningsih, 2005). Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan kesuburan tanah berkurang. Penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus tanpa diimbangi oleh pupuk organik dapat menyebabkan kesuburan tanah semakin rendah. Kesuburan tanah yang rendah menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan menurunkan ph tanah. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan kondisi tanah dengan penambahan bahan organik pada tanah melalui pemberian pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah dan 2 meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik akan mengembalikan bahan organik kedalam tanah yang akan berpengaruh pada kesuburan tanah sehingga terjadi peningkatan produksi tanaman. Pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah ialah pupuk kandang. Pupuk kandang diberikan kedalam tanah untuk menambah bahan organik, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat air dan memacu aktivitas mikroorganisme. Kerugian penggunaan pupuk kandang ialah selain dapat menyuburkan tanah juga dapat menyuburkan gulma, karena gulma akan mudah tumbuh pada kondisi tanah yang subur. Penggunaan pupuk kandang mendorong pertumbuhan gulma melalui biji atau bagian gulma yang tetap dapat tumbuh meskipun sudah melaui proses pencernaan, terutama family Cyperaceae dan graminae (Wiroatmodjo et al.,1990), sehingga dibutuhkan tanaman penutup tanah yang dapat segera menutup permukaan tanah, sehingga secara langsung dapat menekan pertumbuhan gulma secara alami. Tanaman penutup tanah yang dapat digunakan sebagai cover crop ialah tanaman yang berasal dari family leguminoceae yang disebut LCC (Legume Cover Crop). C. juncea L. ialah tanaman leguminoceae yang dapat digunakan sebagai LCC (Legume Cover Crop) karena tanaman ini mudah tumbuh dan banyak menghasilkan biomassa. Selain digunakan sebagai cover crop, tanaman penutup tanah dapat memperbaiki sifat tanah dan mengurangi erosi tanah. LCC (Legume Cover Crop) juga dapat melindungi permukaan tanah dari sinar matahari yang dapat mempercepat terjadinya penguapan air di permukaan tanah. Dengan demikian kelembaban tanah bisa dipertahankan.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Ngajum, + 303 m dpl, jenis tanah Alfisol, Desa Jatikerto, Malang sejak bulan Juli hingga Oktober 2011. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ialah timbangan analitik, penggaris, jangka sorong, oven, cangkul dan leaf area meter (LAM). Bahan yang digunakan ialah benih jagung varietas Bisma, benih orok-orok, pupuk kandang sapi, insektisida Furadan 3G, insektisida Decis 2.5 EC, fungisida Dhitane M-45 dan pupuk urea, SP-36 dan KCl. Penelitian menggunakan percobaan faktorial yang dirancang dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT), meliputi 2 faktor yang diulang 3 kali. Faktor 1 ialah dosis pupuk kandang dengan 3 level, yaitu: tanpa pupuk kandang, dosis pupuk kandang ton ha -1, dan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1. Sedangkan faktor 2 ialah aplikasi C. juncea dengan 3 level, yaitu: tanpa C. juncea, 50 tanaman C. juncea/petak, ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst, hasil pangkasannya dibenamkan ke dalam tanah, 50 tanaman C. juncea/petak, ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst, hasil pangkasannya dibenamkan ke dalam tanah. Dari 2 faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga didapatkan 27 perlakuan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan gulma dan pengamatan tanaman jagung. Pengamatan gulma dilakukan pada umur 30, 45 dan 60 hari setelah tanam. Pengamatan tanaman jagung terdiri dari pengamatan pertumbuhan tanaman dan pengamatan hasil. Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, luas daun, bobot kering total tanaman dan laju pertumbuhan tanaman. Pengamatan dilakukan secara destruktif dan non-destruktif pada umur tanaman 15, 30, 45, 60, 75 dan terakhir mengambilan sampel pada saat panen. Pengamatan hasil antara lain diameter 3 tongkol tanpa klobot, panjang tongkol tanpa klobot, bobot kering tanpa klobot, bobot kering biji per tanaman, bobot 100 biji dan bobot hasil biji ton ha -1. Data pengamatan yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf 5%. Bila hasil pengujian diperoleh perbedaaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji perbandingan antar perlakuan dengan menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komponen pengamatan gulma 1.1 Analisis vegetasi Analisa vegetasi menunjukkan perbedaan nilai Summed Dominance Ratio (SDR) pada tiap pengamatan. Analisa vegetasi gulma dilakukan pada umur 30, 45 dan 60 hst. Tabel 5 menjelaskan bahwa hasil pengamatan 60 hst, spesies gulma dominan (SDR>10%) berbeda setiap perlakuan. Pada perlakuan tanpa pupuk kandang dengan tanpa C. juncea L. spesies gulma dominan adalah I. cylindrica (SDR = 14,66%) dan C. rotundus (SDR = 51,12%). Pada perlakuan tanpa pupuk kandang dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst, spesies gulma dominan adalah C. rotundus (SDR = 70,95%). Perlakuan tanpa pupuk kandang dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst, spesies gulma dominan adalah D. trifolum (SDR = 10,06%), A. conyzoides (SDR = 11,78%), C. dactylon (SDR = 10,06%) dan C. rotundus (SDR = 68,10%). Pada perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dengan tanpa C. juncea L. spesies gulma dominan ialah C. rotundus (SDR = 51,72%) dan E. hirta (SDR = 14,22%). Pada perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh

bersama jagung selama 30 hst, spesies gulma dominan adalah C. dactylon (SDR = 15,54%) dan C. rotundus (SDR = 67,68%). Pada perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst, spesies gulma dominan adalah I. cylindrica (SDR = 12,17%), A. conyzoides (SDR = 12,17%) dan C. rotundus (SDR = 75,65%). Pada perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 dengan tanpa C. juncea L. spesies gulma dominan ialah C. dactylon (SDR = 10,82%) dan C. rotundus (SDR = 48,82%). Pada perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst, spesies gulma dominan adalah I. cylindrica (SDR = 13,33%), A. conyzoides (SDR = 13,33%), P. oleraceae (SDR = 13,33%) dan C. rotundus (SDR = 35,00%). Pada perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst, spesies gulma dominan adalah C. dactylon (SDR = 19,17%) dan C. rotundus (SDR = 52,08%). 1.2 Bobot kering total gulma Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. pada variabel bobot kering total gulma. Interaksi terjadi pada umur pengamatan 30, 45 dan 60 hst. Luas petak kuadrat yang digunakan ialah 2500 cm 2 (50 cm x 50 cm). Pada umur pengamatan 30, 45 dan 60 hst perlakuan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst tanpa disertai pupuk kandang memberikan hasil bobot kering total gulma terendah dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Rerata bobot kering total gulma akibat terjadinya interaksi antara dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 5. Nilai Summed Dominance Ratio (SDR) pada umur pengamatan 60 hari setelah tanam Spesies K 1 C 1 K 1 C 2 K 1 C 3 K 2 C 1 K 2 C 2 K 2 C 3 K 3 C 1 K 3 C 2 K 3 C 3 Imperata cylindrica 14,66 0 0 4,74 0 12,17 0 13,33 9,58 Desmodium trifolum 0 0 10,06 0 0 0 7,22 0 0 Ageratum conyzoides 4,89 0 11,78 4,74 0 12,17 0 13,33 0 Cynodon dactylon 9,78 0 10,06 5,63 15,54 0 10,82 0 19,17 Mimosa pudica 4,89 9,68 0 0 8,39 0 3,61 0 9,58 Portulaca oleraceae 4,89 0 0 4,74 0 0 7,22 13,33 0 Cyperus rotundus 51,12 70,95 68,10 51,72 67,68 75,65 48,82 35,00 52,08 Ipomoea triloba 4,89 9,68 0 9,48 8,39 0 7,22 9,17 0 Euphorbia hirta 0 0 0 14,22 0 0 7,22 9,17 9,58 Mimosa invisa 4,89 9,68 0 4,74 0 0 7,88 6,67 0 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 4

Tabel 6. Rerata bobot kering total gulma akibat interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. Aplikasi C.juncea L. Tanpa C. juncea L. Umur (hst) Dosis Pupuk Kandang Sapi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst Tanpa pupuk kandang 6,40 d 4,76 b 3,60 a 30 Pupuk kandang 10 ton ha -1 7,93 e 5,23 bc 5,03 bc Pupuk kandang 20 ton ha -1 9,47 f 6,50 d 5,60 c BNT 5% 0,673 Tanpa pupuk kandang 10,14 d 7,32 ab 6,93 a 45 Pupuk kandang 10 ton ha -1 11,80 e 7,82 b 7,02 a Pupuk kandang 20 ton ha -1 12,70 f 8,61 c 8,28 bc BNT 5% 0,650 Tanpa pupuk kandang 11,57 c 10,03 b 9,07 a 60 Pupuk kandang 10 ton ha -1 13,83 d 10,57 b 10,30 b Pupuk kandang 20 ton ha -1 14,93 e 11,70 c 10,67 b BNT 5% 0,777 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada baris, kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst= hari setelah tanam. 2. Pertumbuhan tanaman jagung 2.1 Luas daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. pada luas daun. Dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. berpengaruh nyata pada umur pengamatan 45 hingga 75 hst. Rerata luas daun akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menjelaskan bahwa pada umur 45 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan luas daun lebih luas dibandingkan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 maupun tanpa pupuk kandang. Pada umur 60 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan luas daun lebih luas dibandingkan tanpa pupuk kandang maupun dengan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1. Pada umur 75 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 menghasilkan luas daun yang lebih luas dibandingkan perlakuan 5 dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dan tanpa pupuk kandang. Pada umur 45 hst aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst nyata menghasilkan luas daun lebih luas dibandingkan tanpa C. juncea L., tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 30 hst. Pada umur 60 hst aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst nyata menghasilkan luas daun lebih luas dibandingkan tanpa C. juncea L., tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 30 hst. Pada umur 75 hst aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst menghasilkan luas daun lebih luas dibandingkan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst dan tanpa C.junceaL.

Tabel 8. Rerata luas daun akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Rerata luas daun (cm 2 /tanaman) pada berbagai umur Perlakuan pengamatan (hst) : 15 30 45 60 75 Dosis pupuk kandang sapi : Tanpa pupuk kandang 18,88 461,44 3397,00 a 4705,59 a 6676,27 a Pupuk kandang 10 ton ha -1 19,00 490,73 3404,71 a 4661,77 a 6717,45 b Pupuk kandang 20 ton ha -1 19,75 502,20 3462,06 b 4792,40 b 6832,16 c BNT 5 % tn tn 36,14 70,20 34,22 Aplikasi C. juncea L. : Tanpa C. juncea L. 18,88 478,71 3387,98 a 4671,55 a 6695,99 a 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 19,03 478,42 3407,30 ab 4730,42 ab 6724,33 a 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst 19,72 488,25 3468,49 b 4757,79 b 6805,56 b BNT 5 % tn tn 65,08 66,41 80,22 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan dan umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst= hari setelah tanam; tn= tidak berbeda nyata. 2.2 Indeks luas daun (ILD) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. pada indeks luas daun. Dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. berpengaruh nyata pada umur pengamatan 45 hingga 75 hst. Rerata indeks luas daun akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 menjelaskan bahwa pada umur 45 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan indeks luas daun lebih luas dibandingkan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 maupun tanpa pupuk kandang. Pada umur 60 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan indeks luas daun lebih luas dibandingkan tanpa pupuk kandang maupun dosis pupuk kandang 10 ton ha -1. Pada umur 75 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan indeks luas daun lebih luas dibandingkan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 6 maupun tanpa pupuk kandang. Pada umur 45 hst aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst nyata menghasilkan indeks luas daun lebih luas dibandingkan tanpa C. juncea L., tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 30 hst. Pada umur 60 hst aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst menghasilkan indeks luas daun lebih luas dibandingkan tanpa C. juncea L., tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst. Pada umur 75 hst aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst nyata menghasilkan indeks luas daun lebih luas dibandingkan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun tanpa C. juncea L.

2.3 Bobot kering total tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terjadi interaksi pada umur 60 hst antara dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Pada umur 60 hst pemberian dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst menghasilkan bobot kering total tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rerata bobot kering total tanaman akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. disajikan pada Tabel 10. Tabel 9. Rerata indeks luas daun akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Perlakuan Rerata indeks luas daun pada berbagai umur pengamatan (hst): 15 30 45 60 75 Dosis pupuk kandang sapi : Tanpa pupuk kandang 0,01 0,33 2,43 a 3,36 a 4,77 a Pupuk kandang 10 ton ha -1 0,01 0,32 2,43 a 3,33 a 4,80 a Pupuk kandang 20 ton ha -1 0,01 0,36 2,47 b 3,42 b 4,88 b BNT 5 % tn tn 0,026 0,050 0,073 Aplikasi C. juncea L. : Tanpa C. juncea L. 0,01 0,34 2,42 a 3,34 a 4,78 a 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 0,01 0,35 2,43 ab 3,38 ab 4,80 a 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst 0,01 0,35 2,48 b 3,40 b 4,86 b BNT 5 % tn tn 0,046 0,470 0,057 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan dan umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst= hari setelah tanam; tn= tidak berbeda nyata. Tabel 10. Rerata bobot kering total tanaman akibat interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C.juncea L. Aplikasi C.juncea L. Tanpa C. juncea L. Umur (hst) Dosis Pupuk Kandang Sapi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst Tanpa pupuk kandang 170,88 a 170,00 a 171,15 ab 60 Pupuk kandang 10 ton ha -1 171,02 ab 172,93 bc 173,00 bc Pupuk kandang 20 ton ha -1 172,17 b 174,10 c 177,08 d BNT 5% 1,697 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst = hari setelah tanam; tn = tidak berbeda nyata. 7

Tabel 11 menjelaskan pada umur 45 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan bobot kering total tanaman lebih besar dibandingkan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 maupun tanpa pupuk kandang. Pada umur 75 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan bobot kering total tanaman lebih besar dibandingkan tanpa pupuk kandang, tetapi sama dengan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1. Pada umur 45 hst, aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst menghasilkan bobot kering total tanaman lebih besar dibandingkan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 30 hst dan tanpa C. juncea L. Pada umur 75 hst aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst nyata menghasilkan bobot kering total tanaman lebih besar dibandingkan tanpa C. juncea L., tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 30 hst. Tabel 11. Rerata bobot kering total tanaman akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C.juncea L. Rerata bobot kering total tanaman (g) pada umur Perlakuan pengamatan (hst) : 15 30 45 75 Dosis pupuk kandang sapi : Tanpa pupuk kandang 0,51 7,44 74,62 a 226,76 a Pupuk kandang 10 ton ha -1 0,51 7,55 74,77 a 234,95 b Pupuk kandang 20 ton ha -1 0,52 7,56 78,54 b 236,02 b BNT 5 % tn tn 1,44 5,28 Aplikasi C. juncea L. : Tanpa C. juncea L. 0,50 7,48 75,00 a 230,57 a 50 C.juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 0,51 7,52 75,69 a 231,74 ab 50 C.juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst 0,53 7,55 77,23 b 235,42 b BNT 5 % tn tn 1,39 3,92 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan dan umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst = hari setelah tanam; tn = tidak berbeda nyata 2.4 Laju pertumbuhan tanaman/crop Growth Rate (CGR) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara dosis pupuk kandang dan aplikasi C.juncea L. Dosis pupuk kandang berpengaruh nyata pada umur pengamatan 30-45 hst dan 60-75 hst, sedangkan aplikasi C.juncea L. berpengaruh nyata hanya pada umur 8 pengamatan 30-45 hst. Rerata laju pertumbuhan tanaman disajikan pada tabel Tabel 12. Tabel 12 menjelaskan bahwa pada umur 30-45 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan laju pertumbuhan tanaman lebih besar dibandingkan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dan tanpa pupuk kandang. Pada umur

60-75 hst perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan laju pertumbuhan tanaman lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa pupuk kandang, tetapi sama dengan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1. Pada umur 30-45 hst aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst nyata menghasilkan laju pertumbuhan tanaman lebih besar dibandingkan tanpa C.juncea L. dan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst. Tabel 12. Rerata laju pertumbuhan tanaman akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Rerata laju pertumbuhan (g.m -2 hari -1 ) pada berbagai umur Perlakuan pengamatan (hst) : 15-30 30-45 45-60 60-75 Dosis pupuk kandang sapi : Tanpa pupuk kandang 0,04 0,43 a 0,61 0,36 a Pupuk kandang 10 ton ha -1 0,05 0,43 a 0,62 0,40 b Pupuk kandang 20 ton ha -1 0,05 0,45 b 0,61 0,39 b BNT 5 % tn 0,009 tn 0,032 Aplikasi C. juncea L. : Tanpa C. juncea L. 0,04 0,43 a 0,61 0,38 50 C.juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 0,04 0,43 a 0,61 0,38 50 C.juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst 0,05 0,44 b 0,61 0,39 BNT 5 % tn 0,009 tn tn Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan dan umur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst= hari setelah tanam; tn= tidak berbeda nyata. 3. Komponen hasil 3.1 Tongkol Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. pada pada parameter pengamatan diameter dan panjang tongkol tanpa kelobot dan bobot kering tanpa kelobot. Rerata akibat perlakuan dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 menjelaskan bahwa perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan diameter tongkol tanpa kelobot lebih besar dibandingkan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dan tanpa pupuk kandang. Sedangkan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst juga menghasilkan diameter tongkol tanpa kelobot lebih besar dibandingkan tanpa C. juncea L., tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst. Rerata panjang tongkol tanpa kelobot baik perlakuan tanpa pupuk kandang, dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 dengan tanpa orok-orok, 9

aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst dan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst tidak terdapat perbedaan yang nyata. Perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 nyata menghasilkan bobot kering tanpa kelobot lebih besar dibandingkan tanpa pupuk kandang namun sama dengan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1, sedangkan aplikasi C. juncea L. pada aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst nyata menghasilkan bobot kering tanpa kelobot lebih besar dibandingkan tanpa C.juncea L. tetapi sama dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst. 3.2 Biji Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. pada parameter pengamatan bobot biji/tanaman dan hasil ton ha -1. Penggunaan dosis pupuk kandang 20 ton disertai dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst memberikan hasil biji/tanaman dan hasil biji ton ha -1 yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi sama dengan perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 disertai aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst. Rerata bobot biji/tanaman dan hasil ton ha -1 akibat terjadinya interaksi antara dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. ditampilkan pada Tabel 14 dan 15. Perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C.juncea L. tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam parameter bobot 100 biji tanaman jagung ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13. Rerata hasil tongkol tanaman jagung akibat perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Hasil tongkol Diameter Panjang Bobot Bobot Perlakuan tongkol tongkol kering 100 biji tanpa tanpa tanpa (g) kelobot (cm) kelobot (cm) kelobot (g) Dosis pupuk kandang sapi : Tanpa pupuk kandang 4,48 a 18,42 146,90 a 26,44 Pupuk kandang 10 ton ha -1 4,49 a 18,66 152,79 b 27,00 Pupuk kandang 20 ton ha -1 4,51 b 19,03 154,51 b 28,44 BNT 5 % 0,020 tn 3,32 tn Aplikasi C. juncea L. : Tanpa C. juncea L. 4,48 a 18,68 149,70 a 26,89 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 4,49 ab 18,68 151,61 ab 27,11 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst 4,51 b 18,75 152,89 b 27,89 BNT 5 % 0,026 tn 2,47 tn Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; hst= hari setelah tanam; tn= tidak berbeda nyata. 10

Tabel 14. Rerata bobot biji/tanaman akibat interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Dosis Pupuk Kandang Sapi Tanpa C. juncea L. Aplikasi C.juncea L. 50 C. juncea/petak 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris ditanam 2 baris tumbuh tumbuh bersama bersama jagung selama jagung selama 30 hst 45 hst Tanpa pupuk kandang 108,46 ab 102,58 a 108,48 ab Pupuk kandang 10 ton ha -1 105,18 ab 123,02 c 114,08 bc Pupuk kandang 20 ton ha -1 112,94 b 123,67 c 127,49 c BNT 5% 9,703 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; tn = tidak berbeda nyata. Tabel 15. Rerata hasil ton ha -1 akibat interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C. juncea L. Aplikasi C.juncea L. Tanpa Dosis Pupuk Kandang Sapi C. juncea L. 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst Tanpa pupuk kandang 6,86 ab 6,23 a 6,59 ab Pupuk kandang 10 ton ha -1 6,39 ab 7,47 c 6,93 bc Pupuk kandang 20 ton ha -1 6,86 b 7,51 c 7,74 c BNT 5% 0,589 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%; tn = tidak berbeda nyata. PEMBAHASAN Komponen pengamatan gulma Berdasarkan pengamatan pada umur 30 hst spesies gulma yang paling sering muncul pada semua perlakuan ialah C. dactylon, P. oleraceae dan C. rotundus. Gulma P. oleraceae tumbuh dominan karena biji-biji gulma tersebut yang ada di dalam tanah mampu tumbuh setelah memperoleh faktor tumbuh yang sesuai. Selain itu, P. oleraceae merupakan jenis gulma berdaun lebar sehingga memungkinkan gulma dapat memperoleh cahaya dan ruang tumbuh diantara tanaman C. juncea L. dan tanaman jagung. Demikian juga pada gulma C. dactylon dan C. rotundus. Gulma tersebut 11 mempunyai akar percabangan yang luas dan umbi akar yang banyak serta umbi yang efektif berkembang biak. Pada pengamatan 45 hst spesies gulma yang paling sering muncul ialah tetap tumbuh ialah I. cylindrica, C. dactylon, P. oleraceae dan C. rotundus. Sedangkan spesies gulma yang paling sedikit muncul ialah A. conyzoides dan M. invisa. Pada umur 45 hst kanopi C. juncea L. dapat menaungi permukaan tanah sehingga gulma tidak memperoleh cahaya untuk berfotosintesis, akibatnya pertumbuhan gulma tersebut terhambat atau bahkan mati. Gulma I. cylindrica, C. dactylon, P. oleraceae dan C. rotundus tetap mendominasi karena gulma tersebut dapat

memperoleh faktor tumbuh yang cukup. I. cylindrica juga mendominasi pada pengamatan ini dikarenakan habitat gulma yang tegak sehingga mampu mengimbangi pertumbuhan tanaman jagung dan C. juncea L. Pada pengamatan 60 hst spesies gulma yang paling sering muncul ialah C. dactylon, C. rotundus dan I. triloba. Sedangkan spesies gulma yang paling sedikit muncul ialah D. trifolum. Hal ini disebabkan karena gulma tersebut tidak memperoleh faktor tumbuh yang cukup dikarenakan tanaman jagung lebih tinggi dan sudah mampu bersaing dengan gulma. Selain itu juga dilakukan penyiangan setelah pengamatan gulma yang menyebabkan gulma tidak tumbuh lagi. I. triloba juga mendominasi pada pengamatan ini karena tajuk daunnya yang melebar dan batang yang mampu tumbuh menjalar memungkinkan gulma ini memperoleh cahaya dan ruang tumbuh disekitar tanaman jagung dan C. juncea L. Gulma C. dactylon dan C. rotundus tetap mendominasi. Dominannya gulma tersebut dapat dikarenakan banyaknya biji-biji gulma yang tersimpan pada tanah dalam kedalaman 25 cm atau lebih. Biji gulma yang terbenam dalam tanah yang kemudian terangkat akan tumbuh menjadi gulma dan menjadi pesaing bagi tanaman budidaya., hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sembodo (2010) yang menyatakan bahwa gulma yang berkembangbiak dengan umbi dan rimpangsangat sulit dikendalikan karena letaknya di dalam tanah akan mampu untuk tumbuh kembali. Pada pengamatan 30, 45 dan 60 hst bobot kering total gulma semakin meningkat pada perlakuan dosis pupuk kandang dengan tanpa C. juncea L. (Tabel 6). Hal ini diduga penggunaan pupuk kandang dapat menimbulkan berkembangnya gulma. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Wiroatmodjo et al. (1990) pupuk kandang dapat menyebarkan dan mendorong pertumbuhan gulma dipertanaman, karena biji atau bagian gulma yang melalui jalur pencernaah masih tetap dapa tumbuh terutama family Cyperaceae dan graminae. Selain itu tidak adanya tanaman penutup tanah C. juncea L. yang mampu menaungi permukaan tanah, menyebabkan gulma memperoleh cahaya dan ruang untuk tumbuh. Efektivitas pengendalian gulma dapat dilihat dari bobot kering total gulma. Bobot kering total gulma ialah ukuran yang tepat untuk menyebabkan jumlah sumberdaya yang diserap oleh gulma. Hasil penelitian menunjukkan pada pengamatan 30, 45 dan 60 hst bobot kering total gulma makin berkurang baik dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst. Pertumbuhan gulma dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain oleh penyinaran dan naungan. Rendahnya bobot kering total gulma antara lain juga diakibatkan terbatasnya ruang tumbuh gulma dan terbatasnya cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan gulma untuk berfotosintesis akibat ternaungi oleh kanopi C. juncea L. Naungan pada permukaan tanah yang lebih luas semakin membatasi ruang tumbuh gulma karena persaingan air, supply unsur hara, oksigen dan suhu yang mendukung. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Moenandir (2004). Komponen pertumbuhan tanaman jagung Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. berpengaruh pada pertumbuhan tanaman jagung. Interaksi antara kedua faktor perlakuan terdapat pada 12

pengamatan bobot kering total tanaman pada umur 60 hst. Perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 disertai aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst menunjukkan pertumbuhan bobot kering total tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha-1 disertai aplikasi 50 C. juncea/petak selama 30 hst. Hasil tertinggi diperoleh pada dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 disertai dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst. Sebaliknya pada variabel tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun dan laju pertumbuhan tanaman (LPT) tidak ditemui interaksi antara perlakuan dosis pupuk kandang dengan aplikasi C. juncea L. Namun secara terpisah kedua faktor tersebut tampak menujukkan pengaruh nyata pada beberapa umur pengamatan. Perlakuan dosis pupuk kandang tidak menunjukkan pengaruh nyata pada saat tanaman berumur 15 hst. Hal ini diduga karena tanaman jagung yang berumur 15 hst masih berada dalam fase pertumbuhan awal, dimana tanaman tersebut mengalami pertumbuhan yang lambat dan belum mampu menyerap unsur hara, cahaya dan air secara optimal yang disebabkan organ-organ tanaman belum berfungsi dengan sempurna, sehingga tanaman belum menunjukkan respon pertumbuhan yang berbeda nyata antar perlakuan. Sebaliknya pada umur 30, 45, 60 dan 75 hst terjadi perbedaan yang nyata pada komponen pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot kering dan laju pertumbuhan relatif. Hal tersebut disebabkan tanaman jagung pada umur tersebut sedang dalam fase eksponensial, dimana tanaman jagung mengalami pertumbuhan yang cepat dan organ-organ tanaman tersebut telah berfungsi dengan sempurna, sehingga tanaman mampu bersaing dalam memperebutkan air, cahaya maupun unsur hara dalam jumlah yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Khususnya pada tanaman jagung, air merupakan faktor utama yang diperebutkan oleh tanaman jagung dengan gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Sehingga mengakibatkan tanaman memberikan respon pertumbuhan berbeda nyata terhadap perlakuan tanpa pupuk kandang, pupuk kandang 10 ton ha -1 dan pupuk kandang 20 ton ha -1. Pertumbuhan tanaman yang baik dapat tercermin dari organ-organ tanaman tersebut telah berfungsi dengan sempurna, sehingga mampu berfotosintesis dengan baik dan fotosintat yang dihasilkan juga semakin meningkat. Fotosintat tersebut didistribusikan ke organ-organ vegetatif tanaman sehingga memacu pertumbuhan tanaman khususnya organ-organ tanaman. Organ-organ tanaman yang semakin cepat laju pertumbuhannya menyediakan tempat untuk akumulasi fotosintat sehingga bobot kering tanaman juga akan semakin bertambah, oleh karena itu bobot kering total tanaman yang dihasilkan akibat perlakuan dosis pupuk kandang menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Penggunaan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 cenderung belum menunjukkan peningkatan yang signifikan pada variable luas daun, indeks luas daun, bobot kering dan laju pertumbuhan relatif. Kemudian dengan penambahan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 menghasilkan pertumbuhan tanaman yang meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk kandang. Hal tersebut diduga karena rendahnya kandungan bahan organik tanah 13

awal sehingga penambahan pupuk kandang sapi pada dosis 10 ton ha -1 belum mampu meningkatkan kandungan bahan organik secara signifikan. Berdasarkan analisa tanah akhir, kandungan bahan organik pada tanah tanpa diberi pupuk kandang rendah. Namun dengan penambahan dosis pupuk kandang dari 10 ton ha -1 menjadi 20 ton ha -1 mampu meningkatkan kandungan bahan organik pada tanah (Lampiran 8). Aplikasi C. juncea L. juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Penggunaan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris yang dibiarkan tumbuh bersama jagung selama 30 hst cenderung belum menujukkan peningkatan yang signifikan pada variable tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot kering dan laju pertumbuhan relatif. Sedangkan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris yang dibiarkan tumbuh bersama jagung selama 45 hst menghasilkan pertumbuhan tanaman yang meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa C. juncea L. Hal tersebut diduga karena dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris yang dibiarkan tumbuh bersama jagung selama 30 hst sudah mampu menutup permukaan tanah tetapi belum maksimal, sehingga gulma dapat tumbuh karena memperoleh cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Sedangkan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris yang dibiarkan tumbuh bersama jagung selama 45 hst dapat menutup permukaan tanah lebih maksimal, sehingga pertumbuhan gulma terhambat karena cahaya yang dibutuhkan bagi proses fotosintesis ternaungi oleh kanopi C. juncea L. Keberadaan C. juncea L. akan menyebabkan cahaya yang sampai dan suhu lingkungan menjadi tidak optimal untuk pertumbuhan gulma. Kerapatan kanopi tanaman C. juncea L. dapat menghalangi sinar matahari secara langsung ke tanah, sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma. Hal ini sesuai dengan Carolina (2007). Komponen pengamatan hasil tanaman jagung Hasil penelitian menujukan perlakuan dosis pupuk kandang dan aplikasi C.juncea L. terjadi interaksi pada komponen hasil. Perlakuan dosis pupuk kandang 20 ton ha -1 dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst memberikan hasil yang tertinggi pada bobot biji/ tanaman dan hasil ton ha -1 tanaman jagung. Hal ini diduga disebabkan karena pemberian dosis pupuk kandang dengan aplikasi 50 C. juncea/petak selama 45 hst mampu meningkatkan luas daun secara signifikan dibandingkan tanpa pemberian pupuk kandang dan tanpa C. juncea L. (Tabel 8). Luas daun berhubungan erat dengan besarnya fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman dari hasil fotosintesis. Semakin besar fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman maka semakin besar pula hasil fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tanaman salah satunya yaitu untuk pembentukan tongkol dan biji. Mayadewi (2007) menyatakan bahwa luas daun tanaman merupakan suatu faktor yang menentukan jumlah energi matahari yang dapat diserap oleh daun dan akan menentukan besarnya fotosintat yang dihasilkan. Dengan pemberian pupuk kandang sebagai bahan organik dan pengaturan jarak tanam yang tepat antara tanaman jagung dengan C. juncea L., cahaya dapat dimanfaatkan seefisien mungkin bagi proses fotosintesis. Fotosintesis akan mempengaruhi besarnya fotosintat yang dihasilkan tanaman. Fotosintat tersebut sangat menentukan hasil biji karena sebagian fotosintat ditimbun dalam biji. Tersedianya hara yang cukup dalam hal ini 14

dengan pemberian pupuk kandang memberikan kemungkinan tanaman menimbun bahan kering yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena proses dekomposisi bahan organik pada pupuk kandang menghasilkan unsur hara tersedia pada saat tanaman sudah memasuki fase generatif, sehingga penyerapan nutrisi tanaman lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan pembungaan dan pengisian biji. Keberadaan 50 C. juncea L. yang ditanam 2 baris pada tanaman jagung baik yang tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun 45 hst dapat menekan gulma tanpa mengganggu pertumbuhan vegetatif tanaman jagung. Pertumbuhan vegetatif yang tidak terganggu dapat memberikan komponen hasil tanaman jagung tetap optimal. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman jagung maka proses fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan makin banyak. Hasil fotosintesis dari fase vegetatif ke fase generatif akan disimpan sebagai cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat yang berupa biji. Makin tinggi fotosintat maka hasil biji juga akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan (Sastroutomo, 1990) yang menyatakan bahwa hasil panen jagung dapat dijadikan ukuran pengaruh kompetisi sejak awal pertumbuhan sebagai akibat kompetisi dengan gulma. Keberadaan C. juncea L. selain berpotensi sebagai tanaman penutup tanah juga dapat menambah bahan organik dalam tanah yang membantu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Hal ini sesuai dengan Reinboot (2004) yang menyatakan sebagai bahan organik C. juncea L. berpengaruh terhadap sifat fisika, kimia dan biologi tanah, antara lain dapat memperbaiki struktur tanah, sumber hara N, P, K dan unsur mikro, meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air dan 15 unsur hara, meningkatkan KTK tanah, serta sumber energi bagi mikroorganisme tanah. KESIMPULAN 1. Penggunaan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst mampu menurunkan bobot kering total gulma pada lahan yang berbeda dosis pupuk kandangnya dibandingkan dengan tanpa C. juncea L. dengan penurunan sebesar 13,31 % dan 21,61 % 2. Pemberian dosis pupuk kandang 20 ton disertai dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst memberikan hasil biji ton ha -1 sebesar 7,74 ton ha -1 hasil ini lebih tinggi 11,37 % dibandingkan tanpa pupuk kandang dan tanpa C. juncea L. tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 disertai aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 30 hst maupun dengan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris tumbuh bersama jagung selama 45 hst. SARAN Penggunaan dosis pupuk kandang 10 ton ha -1 dan aplikasi 50 C. juncea/petak ditanam 2 baris yang tumbuh bersama jagung selama 30 hst selain mampu menurunkan bobot kering total gulma juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil budidaya tanaman jagung. DAFTAR PUSTAKA Carolina, V. 2007. Pengaruh tanaman penutup tanah orok-orok

(Crotalaria juncea L.) pada gulma dan tanaman jagung manis (Zea mays saccharata L.). Skripsi. Fakultas pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. pp. 23 Gardner, F. P, Pearce, R. B., and Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. UI press. Jakarta Mayadewi, N.N.A. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Agritrop, 26 (4) : 153 159 Moenandir, J. 2004. Persaingan tanaman budidaya dengan gulma. Rajawal pers. Jakarta. pp.101 Reinboot, M.T., S.P Conley., and D.G Blevins. 2004. No tillage corn and grain sorghum responses to cover crop and nitrogen fertilization. Agronomy journal. 96:1158-1163 Sastroutomo, S. 1990. Ekologi gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. pp. 217 Sembodo, Dad R.J. 2010. Gulma dan pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. p. 21-31 Wiroatmodjo, J., I. Hidayat U., A. Pieter L. 1990. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jahe (Zingiber officinale rose.) Jenis badak serta periode kritis jaheterhadap kompetisi gulma. http://repository.ipb.ac.id. p. 50 16