BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-nya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

MANAJEMEN WAKAF DI KOTA MALANG PASCA PENETAPAN BADAN WAKAF INDONESIA KOTA MALANG. Abdur Rozzaq ABSTRAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan dunia ini(mudjiono:1977).

BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN NAZHIR YAYASAN PONDOK PESANTREN MODERN AL-QUR AN BUARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

PENDAHULUAN. Belakangan ini di Indonesia muncul berita yang mengejutkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang. menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima iyah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa

BAB V PENUTUP. bahwa pergeseran pemahaman wakaf tuan guru di Lombok menjiwai karakteristik

BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, yang diatur dalam Pasal 2 sampai

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wakaf sangat dianjurkan dalam agama Islam, dimana kita

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan syari ah, terutama perbankan syari ah. Demikian pula Baitul

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti zakat, infak, shadaqah, hibah, dan wakaf. Lembaga-lembaga ekonomi

ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

KABUPATEN SIDOARJO. menganalisis ragam pandangan tokoh agama kecamatan Taman tentang. benda wakaf yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan

BAB IV ANALISIS TENTANG TIDAK ADANYA PELAPORAN PENGELOLAAN WAKAF OLEH NADZIR KEPADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI WAKAF TUNAI

RESUME TESIS WAKAF DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Study Naratif Wakaf Produktif dan Pengembangannya melalui Investasi)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN SEMARANG

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

PROFIL BADAN WAKAF INDONESIA. Ditulis oleh Web Master Sabtu, 12 Juni :54

BAB I WAKAF HAK CIPTA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON

BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA WAKAF MASJID DAN WAKAF QUR AN DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH SURABAYA

MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

RUISLAG BENDA WAKAF DALAM HUKUM POSITIF

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

SISTEM EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW bersabda, apabila manusia meninggal dunia, maka

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Islam yang sudah mapan. Dalam hukum Islam, wakaf tersebut termasuk

Oleh Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Raffles City Hotel 04 Oktober Oleh : Drs. H. Mulya Hudori, M.Pd Kabag Tata Usaha Kementerian Agama Provinsi Bengkulu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah atau

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN PEMANFAATAN HARTA WAKAF (Studi Kasus di Masjid Al-Ihsan Desa Ruwit Kecamatan Wedung Kabupaten Demak)

BAB IV ANALISIS PERWAKAFAN DI KJKS BMT AL-FATTAH PATI. A. Praktek Perwakafan Uang di KJKS BMT AL-FATTAH Pati

BAB I PENDAHULUAN. para pemeluknya. Keduanya disebut dengan dua kalimat hablum minallah wa

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

PERAN NAZHIR WAKAF DALAM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. wakaf yaitu, ajaran Islam mengenai wakaf, peraturan perundang-undangan dan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan, serta tugas

ANALISIS PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NO 1 TAHUN 2009 TERHADAP IMPLEMENTASI SETORAN WAKAF YANG DI BANK SYARIAH MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007) h. 8

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. masjid Quba sebagai wakaf pertama, kemudian beliau membangun masjid Nabawi

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Oleh Mulya E. Siregar, Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu problematika

BAB I PENDAHULUAN. Sekretaris Jenderal MPR-RI, Undang-Undang Dasar 1945, Sekjen MPR-RI, Jakarta, hlm. 5 2

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 1 TAHUN 1978 PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

PRAKTEK PERWAKAFAN UANG DI LEMBAGA KEUANGAN SYARI AH (Studi Kasus di KJKS BMT AL-FATTAH Pati)

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

RELEVANSI KONSEP RUJUK ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PANDANGAN IMAM EMPAT MADZHAB SKRIPSI. Oleh : MUNAWWAR KHALIL NIM :

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB IV ANALISA TERHADAP PERAN NADZIR DALAM PENGELOLAAN WAKAF DI BADAN WAKAF HIDAYATULLAH KOTA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-nya. 1 Ada dampak positif dan negatif yang timbul sebagai akibat daripada wakaf sebagai ibadah lillahi ta ala. Dampak positifnya adalah perbuatan tersebut murni dilandasi oleh rasa iman dan ikhlas semata-mata pengabdian kepada Allah SWT. Sementara itu, dampak negatifnya adalah kegiatan wakaf tersebut dianggap sebagai kejadian yang tidak perlu diketahui apalagi diumumkan kepada orang lain. Akibatnya wakaf semakin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti. 2 Sebagai ibadah sosial yang pemanfaatannya untuk kemaslahatan umat, dimana pokoknya ditahan dan manfaatnya untuk kepentingan umum, maka secara administratife wakaf dikelola oleh nazhir yang merupakan pengemban amanah wakaf. Dengan demikian, kehadiran nazhir dalam perwakafan sangatlah penting, yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun, para mujtahid tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama 1 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), hlm. 1. 2 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, h. 1 1

2 sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf yang mampu, baik yang bersifat perseorangan maupun kelembagaan (badan hukum). Pengangkatan nazhir wakaf yang mampu ini bertujuan agar harta wakaf tetap terjaga dan terurus sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia. 3 Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, definisi nazhir terdapat dalam bab I yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Menurut pasal 9, bentuk nazhir yang diakui ada 3 bentuk yaitu perorangan organisasi dan badan hukum. Setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf, maka keberadaan nazhir profesional sangat dibutuhkan, bahkan menempati pada peran sentral sebab di pundak nazhirlah tanggung jawab dan kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakif kepada sasaran wakaf. Untuk menjaga agar harta wakaf mendapat pengawasan dengan baik, kepada nazhir (pengurus perseorangan) dapat diberikan imbalan yang ditetapkan dengan jangka waktu tertentu atau mengambil sebagian dari hasil harta wakaf yang dikelolanya yang menurut undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf jumlahnya tidak boleh lebih dari 10 % dari hasil bersih benda wakaf yang dikelolanya. Nazhir juga berwenang melakukan hal-hal 3 Achmad Djunaidi & Thobieb A1-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok : Mumtaz Publishing), 2005, h. 53-54. 2

3 yang mendatangkan kebaikan harta wakaf dan mewujudkan syarat-syarat yang mungkin telah ditetapkan wakif sebelumnya. 4 Berdasarkan pemikiran di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana realitas hak dan kewajiban nazir di lapangan. Dalam hal ini penulis mengambil lokasi di Yayasan Pondok Pesantren Modern Al-Qur'an Buaran Pekalongan karena Yayasan tersebut berdiri di atas sebidang tanah wakaf dan disana terdapat berbagai bidang pengelolaan tanah wakaf seperti pondok pesantren, masjid, rumah sakit, tempat peragaan ibadah haji dan lain-lain. Dengan demikian, wakaf tersebut sangat berpotensi sebagai wakaf produktif sehingga layak menjadi obyek penelitian. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai berikut : Bagaimana hak dan kewajiban nazhir wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Modern Al Qur an Buaran Pekalongan? Bagaimana kesesuaian hak dan kewajiban tersebut dengan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak dan kewajiban nazhir wakaf di yayasan pondok pesantren Modern Al-Qur an Buaran Pekalongan 4 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), hlm. 35. 3

4 serta mengetahui kesesuaian hak dan kewajiban dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sebagai cerminan realisasi undangundang di masyarakat. Selanjutnya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Mampu memberikan sumbangan terhadap khazanah ilmu pengetahuan terutama tentang efektifitas undang-undang di masyarakat. 2. Agar masyarakat umum lebih mengetahui tentang hak dan kewajiban nazhir khususnya yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 sehingga profesi nazhir tidak lagi diabaikan oleh masyarakat. 3. Memberikan pemahaman kepada para nazhir tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pengelola wakaf 4. Mampu memberikan motivasi kepada pemerintah Indonesia agar lebih meningkatkan produktifitas wakaf dan mengembangkan aturan-aturan yang mengatur praktik perwakafan di Indonesia. D. Telaah Pustaka Dalam penelitian ini, penulis berpedoman kepada buku serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan problem penelitian ini, buku dan penelitian tersebut antara lain : Buku berjudul Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia oleh Dr. Abdul Ghofur Al-Anshari, SH, M.Si, berisi tentang hukum wakaf dan aspek aspek yang terkait dengan wakaf serta praktik perwakafan di Indonesia. Buku 4

5 ini juga dilengkapi undang-undang yang terkait dengan hukum perwakafan di Indonesia antara lain PP No. 28 tahun 1977, Kompilasi Hukum Islam (KHI), fatwa MUI tentang wakaf uang dan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Buku ini sangat membantu dalam rangka memperkaya khazanah pustaka bagi umat Islam dan masyarakat Indonesia. Buku ini mengemukakan keterangan lebih jauh mengenai nazhir berikut hak dan kewajibannya. Namun buku ini tidak memberikan contoh realitas sosial yang berkembang di masyarakat terkait hak dan kewajiban nazhir sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Selanjutnya buku terbitan Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI yang berjudul Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Buku ini memberikan gambaran tentang paradigma wakaf yang berkembang di Indonesia. Buku ini mengemukakan aspek-aspek terkait praktik perwakafan di Indonesia. Buku ini juga sedikit banyak menerangkan tentang nazhir wakaf. Namun tidak disertai realitasnya di masyarakat. Buku Menuju Era Wakaf Produktif karya Ahmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar secara garis besar membahas tentang peluang dan strategi pengelolaan wakaf di Indonesia yang salah satu problemnya adalah nazhir wakaf tradisional konsumtif, di mana pembahasannya mencakup faktor penghambat perkembangan wakaf serta betapa pentingnya peran seorang nazhir dalam wakaf. Namun, buku ini tidak menyajikan tentang hak yang bisa diperoleh seorang nazhir atas tugas dan tanggung jawabnya. Buku ini juga 5

6 tidak menerangkan tentang realisasi hak dan kewajiban nazhir berdasarkan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf di masyarakat. Adijani Al-Alabij dalam bukunya yang berjudul Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, membahas tentang efektivitas wakaf yang berlaku di lapangan dan efektifvitas peraturan perundang-undangan apakah prakteknya benar-benar sudah diketahui dan berjalan secara tepat di masyarakat serta mengemukakan tentang adanya perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan wakaf di lapangan. Namun buku ini tidak menjelaskan tentang efektifitas Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf berdasarkan realitas yang ada di masyarakat. Buku yang berjudul Wakaf Produktif karya Prof. Dr. Jaih Mubarok, M.Ag menjelaskan tentang berbagai macam bentuk wakaf produktif, selain itu, buku ini juga menjelaskan tentang wakaf di beberapa daerah. Oleh karena itu, buku ini sangat membantu dalam penelitian ini yaitu sebagai gambaran realitas sebuah undang-undang di masyarakat. Buku yang berjudul Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia yang dikemukakan oleh Departemen Agama RI dan diterbitkan oleh Direktorat Pemberdayaan wakaf tahun 2007, mengemukakan tentang strategi pengelolaan dana wakaf, periodesasi pengelolaan dan sosialisasi strategi wakaf tunai yang mencakup sosialisasi konsep, pendekatan kepada calon wakif dan nazhir wakaf yang di dalamnya menerangkan kualifikasi profesionalisme nazhir secara umum menurut fiqh dan tujuan sistem pengelolaan SDM wakaf. Namun dalam buku ini tidak menerangkan tentang 6

7 hak dan kewajiban nazhir terutama hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Selanjutnya buku yang berjudul Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita karya H. Abdurrahman, SH, MH membahas masalah perwakafan tanah milik menurut hukum Islam dan menurut hukum adat disertai dengan penjelasan mengenai tata cara perwakafan tanah milik serta berbagai peraturan tentang perwakafan tanah di Indonesia. Buku ini juga menjelaskan tentang pengelolaan wakaf yang menjadi tanggung jawab nazhir yang di dalamnya mencakup hak dan kewajiban nazhir sebagai pengelola wakaf berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Namun, buku ini belum menjelaskan realitasnya di masyarakat terkait hak dan kewajiban nazhir wakaf. 5 Selain buku-buku tersebut di atas, ada juga beberapa penelitian tentang wakaf diantaranya : Pertama, penelitian yang berjudul Pendapat Madzhab Maliki tentang Wakaf Berjangka Waktu serta Relevansinya dengan Upaya Pengembangan Wakaf di Indonesia, skripsi dari Titik Aisyah mahasiswa STAIN Pekalongan. Penelitian ini mengetengahkan pendapat madzhab Maliki tentang kebolehan batasan waktu dalam wakaf dan dasar yang digunakan oleh madzhab Maliki. Kemudian membahas cukup relevannya, pendapat tersebut untuk diterapkan di Indonesia. 5 Abdurarahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1994). 7

8 Kedua, penelitian yang berjudul Pengelolaan Tanah Wakaf Pengurus MWC NU Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan, skripsi dari Maulana Munif mahasiswa STAIN Pekalongan. Penelitian ini membahas tentang praktek perwakafan yang langsung ada di bawah pengelolaan pengurus MWC NU Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Ketiga, penelitian yang berjudul Efektifitas Nazhir dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Wakaf (Studi Kasus di Pondok Pesantren Miftakhul Ulum Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan), skripsi dari Saefurokhman mahasiswa STAIN Pekalongan. Penelitian ini membahas tentang bagaimana efektifitas nazhir dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola tanah wakaf. Penelitian yang berjudul Legalitas Wakaf Tunai (Studi atas Persepsi Ulama NU dan Muhammadiyah Kota Pekalongan), tesis dari H. Sam ani dosen STAIN Pekalongan. Penelitian ini membahas tentang potret perwakafan masyarakat NU dan Muhammadiyah kota Pekalongan serta legalitas wakaf tunai dalam persepsi ulama NU dan Muhammadiyah kota Pekalongan. Dari beberapa penelitian yang disebutkan di atas, tidak ada yang berkaitan dengan realisasi hak dan kewajiban nazhir berdasarkan undangundang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf sebagaimana yang menjadi obyek penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut berkisar pada masalah jangka waktu dan operasional pendayagunaan wakaf di lapangan. Meskipun demikian, buku-buku, tesis, skripsi di atas dirasakan sangat membantu dalam penulisan skripsi ini. 8

9 E. Kerangka Teori Waqf atau wakaf secara harfiah berarti berhenti, menahan, atau diam. Secara teknis syari ah, wakaf sering kali diartikan sebagai asset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokoknya ditahan sementara manfaatnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum. Secara administratif wakaf dikelola oleh nazhir yang merupakan pengemban amanah wakaf. 6 Imam Nawawi (Syafi iyah) mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada, digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. 7 Al-Murghiny (Hanafiyah) mendefinisikan wakaf dengan Menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai sedekah 8 Menurut Ibn Arafah (Malikiyah) wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya perkiraan (pengandaian). 9 Menurut Ibn Qudamah (Hanabilah) wakaf adalah menahan yang asal dan memberikan hasilnya. 10 Sempurna atau tidaknya wakaf sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur 6 Achmad Djunaidi & Thobieb A1-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok : Mumtaz Publishing, 2007), h. 7 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), hlm. 8. 8 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, h. 10 9 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, h. 10 10 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, h. 11. 9

10 yang ada dalam perbuatan wakaf tersebut. Masing-masing unsur tersebut harus saling menopang satu dengan lainnya. Keberadaan yang satu sangat menentukan keberadaan yang lainnya. Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf tersebut menurut sebagian besar ulama (Madzhab Malikiyah, Syafi iyah, Zaidiyah dan Hanabilah) adalah : 1. Ada orang yang berwakaf (wakif) 2. Ada harta yang diwakafkan (mauquf) 3. Ada tempat kemana diwakafkan harta itu / tujuan wakaf (mauquf alaih) 4. Ada aqad / pernyataan wakaf (sighat) Dalam pasal 6 undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, unsur wakaf ditambah 2 hal lagi, yaitu : 5. Ada pengelola wakaf (nazhir) 6. Ada jangka waktu yang tak terbatas. 11 Fcnomena yang banyak terjadi sebelum Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 dan PP No. 28 tahun 1977 hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf adalah perbuatan wakaf yang dilakukan hanya dengan faktor kepercayaan kepada salah satu tokoh agama yang diangkat sebagai nazhir. 12 Adapun pengertian nazhir menurut ketentuan umum KHI Bab 1 Pasal 215 ayat 5 disebutkan bahwa nazhir adalah kelompok atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Sedangkan dalam ketentuan umum Undang-Undang No. 41 tahun 11 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, h. 25-26 12 Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), h. 9. 10

11 2004 tentang wakaf Bab 1 Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir bisa berupa perorangan, organisasi (kelompok) maupun badan hukum yang semuanya harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam perundang-undangan. Dalam KHI disebutkan tentang kewajiban nazhir sebagai berikut: Pasal 220 : 1. Nazhir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuannya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh menteri agama. 2. Nazhir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan tembusan kepada majelis ulama kecamatan dan camat setempat. 13 Dalam Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf juga diatur masalah tugas nazhir yaitu pasal 11 yang menyatakan bahwa nazhir mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. 2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan fungsi dan peruntukannya. 3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, dan 13 Abd. Gani Abdullah, SH., Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia. (Jakarta : Gema Insani Press, 1994), h. 144. 11

12 4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada badan wakaf Indonesia 14 Bilamana ada kewajiban tentu mereka juga punya hak. Apakah yang menjadi hak dari nazhir tersebut. Hal ini ternyata tidak banyak diatur baik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 maupun dalam KHI. Pasal 8 dan PP No. 28 Tahun 1977 menyatakan bahwa nazhir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besar dan macamnya ditentukan lebih lanjut oleh menteri agama. 15 Hal yang serupa diatur juga dalam KHI pada pasal 222 yang menyebutkan bahwa nazhir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas. Yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kekayaan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat. 16 Pengaturan lebih lanjut mengenai persoalan ini diatur lebih lanjut dalam pasal 11 Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 dimana ditentukan sebagai berikut: 1. Nazhir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya ditetapkan oleh kepala Kandepag cq. Kepala seksi dengan ketentuan tidak melebihi sepuluh persen dari hasil bersih tanah wakaf. 14 Abd. Ghofur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), h. 153. 15 Abdurarahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994), h. 134. 16 Abdurarahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, h. 134. 12

13 2. Nazhir dalam menunaikan tugasnya berhak menggunakan fasilitas penunjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh kepala kandepaq cq. kepala seksi. 17 Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf juga diatur masalah hak nazhir yaitu pasal 12 yang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 %. Pada dasarnya, siapapun dapat menjadi nazhir sepanjang ia bisa melakukan tindakan hukum, tetapi karena tugas nazhir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus disampaikan pada pihak yang berhak menerimanya, jabatan nazhir harus diberikan kepada orang yang memang mampu menjalankan tugas itu. Para imam madzhab sepakat pentingnya nazhir memenuhi syarat adil dan mampu. Menurut jumhur ulama, maksud adil adalah mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang menurut syari at Islam. Sedangkan maksud kata mampu berarti kekuatan dan kemampuan seseorang mentasharufkan apa yang dijaga (dikelola)nya. Dalam hal kemampuan ini dituntut sikap taklif yaitu dewasa dan berakal. Jika nazhir tidak memenuhi syarat adil dan mampu, hakim (pemerintah) boleh menahan wakaf itu dari nazhir. 18 17 Abdurarahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, h. 134 18 Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), h. 51. 13

14 Kualifikasi profesionalisme nazhir secara umum dipersyaratkan menurut fiqh sebagai berikut : beragama Islam, mukallaf (memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum), baligh (sudah dewasa), dan aqil (berakal sehat), memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf (profesional) memiliki sifat amanah, jujur dan adil. 19 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif yaitu mendeskripsikan hak dan kewajiban nazhir yayasan pondok pesantren modern Al-Qur'an Buaran dan menganalisisnya berdasarkan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis-empiris karena menggunakan hukum (undang-undang) sebagai dasar dalam menganalisis fenomena yang diamati di lapangan untuk mengetahui efektifitas undangundang tersebut di masyarakat. 2. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Yayasan Pondok Pesantren Modern Al-Qur an Buaran Pekalongan yang pengelolaannya mencakup berbagai bidang. Peneliti memilih lokasi tersebut karena lokasi tersebut berpotensi sebagai wakaf produktif dimana dalam hal ini nazhir sangat berperan dalam pemberdayaan wakaf tersebut. 19 Depag RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai Di Indonesia, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), h. 21-22. 14

15 3. Sumber Data Penelitian a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung di lapangan berupa informasi tentang profil yayasan pondok pesantren modern Al- Qur'an Buaran, pengelolaan dan pengembangan wakaf serta hak dan kewajiban nazhir yayasan pondok pesantren modern Al-Qur'an Buaran. b. Sumber data sekunder Yaitu sumber data pendukung yang diperoleh melalui studi dokumentasi berupa buku-buku tentang wakaf dan undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf dan peraturan pemerintah no. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 41 tahun 2004. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data-data penelitian ini ada 2 macam yaitu teknik atau metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder. a. Teknik / metode pengumpulan data primer Yaitu dengan melakukan: 1) Wawancara yaitu tanya jawab langsung dengan salah satu pengurus yayasan yang ditunjuk oleh nazhir untuk memberikan informasi yang terkait dengan penelitian, yaitu Bapak Makmur Anshor AH dan Bapak Muhlisin. 2) Observasi yakni penulis datang langsung ke lokasi penelitian dan langsung mengamati kegiatan operasional yayasan. 15

16 b. Teknik / metode pengumpulan data sekunder Yaitu data tentang ikrar wakaf, panduan kurikulum pondok pesantren, buku profil yayasan, buku tentang perwakafan serta undang-undang perwakafan. Melalui studi dokumentasi terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian antara lain data tentang proses terjadinya wakaf sampai mekanisme pengelolaannya serta buku-buku kepustakaan yang terkait dengan penelitian ini. 5. Analisis data Penelitian Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. 20 Analisis data penelitian ini bersifat deskriptif maksudnya adalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukannya. Disini peneliti tidak melakukan justifikasi terhadap hasil penelitian tersebut. 21 Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. 22 20 Dr. Muktif Fajar ND & Yulianto Achmad,MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) h. 183 21 Dr. Muktif Fajar ND & Yulianto Achmad,MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) h. 183 22 Dr. Muktif Fajar ND & Yulianto Achmad,MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) h. 185 16

17 Selain itu, peneliti juga menggunakan pendekatan kasus yang bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. 23 G. Sistematika Penulisan Guna mempermudah dalam mempelajari hasil penelitian, maka skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam tiga bagian, dimana dibagian isi atau bagian pokok terdapat bab-bab yang antara bab satu hingga bab terakhir merupakan uraian yang berkesinambungan. Uraian itu dimulai dari hal-hal yang bersifat umum kemudian menuju pada permasalahan pokok. Adapun sistematika penulisan dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagian muka terdiri dari halaman judul, nota pembimbingan, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi dan abstrak. 2. Bagian isi terdiri dari : BAB I Pendahuluan meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Perwakafan dalam Islam meliputi : pengertian wakaf, dasar hukum wakaf, syarat dan rukun wakaf, macam-macam wakaf serta penjelasan tentang nazhir wakaf. BAB III Gambaran umum yayasan pondok pesantren modern Al-Qur an Buaran Pekalongan, yang meliputi ; profil yayasan, pengelolaan 23 Dr. Muktif Fajar ND & Yulianto Achmad,MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) h. 190 17

18 pengembangan dan pengelolaan wakaf serta hak dan kewajiban nazhir yayasan pondok pesantren modern Al-Qur an Buaran Pekalongan BAB IV Hak dan kewajiban nazhir yayasan pondok pesantren modern Al-Qur an Buaran Pekalongan yang meliputi ; kewajiban nazhir antara lain : melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta wakaf, mengawasi dan melindungi harta wakaf serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada menteri dan BWI serta hak nazhir antara lain mendapatkan imbalan 10% dan mendapat pembinaan dari menteri dan BWI. BAB V Penutup meliputi kesimpulan dan saran-saran. 3. Bagian akhir yang terdiri dari daftar pustaka, riwayat hidup, dan lampiranlampiran. 18