digilib.uns.ac.id TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN KESANTUNAN NEGATIF DALAM REALITY SHOW MINTA TOLONG DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun Oleh: RIRIN LINDA TUNGGAL SARI C0206046 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
digilib.uns.ac.id ii
digilib.uns.ac.id Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret iii
digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Nama NIM : Ririn Linda Tunggal Sari : C0206046 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut. Surakarta, April 2011 Yang membuat pernyataan, Ririn Linda Tunggal Sari iv
digilib.uns.ac.id MOTTO Hai orang yang beriman! Mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan salat, sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar. (Al Quran, Surat Al-Baqarah: 153) Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. (Al Quran, Surat Ar Ra d: 11) v
digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Karya ini penulis persembahkan kepada: 1. Kedua orang tuaku, Bapak Engkin dan ibu Sri Sudarni, terima kasih atas limpahan kasih sayang dan dukungannya yang tercurahkan kepadaku. 2. Adik-adikku yang selalu aku sayangi, Aik, Putri, dan Aniva, hidup ini tidak akan terasa bahagia tanpa kalian. 3. Teman-teman Sastra Indonesia UNS 06. 4. Almamaterku. 5. Para Pecinta Linguistik. vi
digilib.uns.ac.id PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan tanpa bantuan, dorongan, maupun bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan dan kepercayaan selama penyusunan skripsi. 3. Drs. FX. Sawardi, M.Hum., selaku pembimbing skripsi, atas pengarahan, ketulusan, dan kesabarannya selama proses penyusunan skripsi. 4. Dwi Susanto, S.S, M. Hum., selaku pembimbing akademik, yang memberikan semangat dan nasihat selama studi di Fakultas Sastra dan Seni Rupa. 5. Dosen-dosen di Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah membimbing dan membekali ilmu pengetahuan kepada penulis. 6. Petugas perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret dan perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni commit Rupa Universitas to user Sebelas Maret yang telah vii
digilib.uns.ac.id memberikan pelayanan dan kemudahan kepada penulis untuk membaca dan meminjam buku-buku referensi yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Orang tua, kakak, adik serta keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayangnya dan selalu mendoakanku dalam penulisan skripsi ini. 8. Teman-temanku Sasindo 06, atas segala bentuk bantuan, kebersamaan, dan kesediannya mendengarkan keluh kesah penulis dalam penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak atas segala bentuk bantuan, dukungan, dan saran dalam proses penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Meskipun demikian penulis dengan hati terbuka menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Surakarta, April 2011 Penulis viii
digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...... ix DAFTAR SINGKATAN... xiii DAFTAR TABEL... xiv ABSTRAK... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Pembatasan Masalah... 6 C. Perumusan Masalah... 6 D. Tujuan Penulisan... 7 E. Manfaat Penulisan... 7 F. Sistematika Penulisan... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penulisan Terdahulu... 10 B. Landasan Teori... 13 1. Pragmatik... 13 ix
digilib.uns.ac.id 2. Komponen dan Situasi Tutur... 14 3. Teori Tindak Tutur... 17 4. Tindak Tutur Direktif... 24 5. Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson... 25 6. Kesantunan Negatif... 27 7. Kesantunan Positif... 31 C. Kerangka Pikir... 39 BAB III METODE PENULISAN A. Jenis Penulisan dan Pendekatan... 41 B. Data dan Sumber Data... 42 C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 43 D. Klasifikasi Data... 45 E. Teknik Analisis Data... 46 F. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data... 48 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tindak Tutur Direktif digunakan oleh Peminta Tolong (A) dalam RSMT... 50 1. Meminta... 50 2. Menasihati... 53 3. Menyarankan... 56 4. Melarang... 60 5. Memperingatkan... 63 6. Mengingatkan... 66 7. Membujuk... 68 x
digilib.uns.ac.id B. Analisis Strategi Kesantunan Negatif yang dilakukan oleh Peminta Tolong (A) dalam RSMT... 73 1. Strategi 1: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung 74 2. Strategi 2: Menggunakan Pertanyaan Berpagar... 76 3. Strategi 4: Meminimalkan Paksaan... 77 4. Strategi 5: Memberi Penghormatan... 80 5. Strategi 7: Menghindari Penyebutkan Penutur dan Lawan tutur... 82 6. Strategi 1 dan Strategi 5: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Memberi Penghomatan... 85 7. Strategi 1 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Menghindari Penyebutkan Penutur Dan LawanTutur... 86 8. Strategi 2 dan Strategi 5: Menggunakan Pertanyaan Berpagar dan Memberi Penghomatan... 89 9. Strategi 4 dan Strategi 5: Meminimalkan Paksaan dan Memberi Penghomatan... 90 10. Strategi 1, Strategi 4, dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung, Meminimalkan Paksaan dan Menghindari Penyebutkan Penutur dan Lawan Tutur... 92 BAB V PENUTUP A. Simpulan... 101 B. Saran... 103 xi
digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA... 104 LAMPIRAN DATA... 1 xii
digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN A B1 : Peminta Tolong : Orang yang dimintai tolong B2, B3, B4 : Orang yang hadir dalam percakapan antara A dan B1 KBBI PAM RSMT RCTI : Kamus Besar Bahasa Indonesia : Perusahaan Air Minum : Reality Show Minta Tolong : Rajawali Citra Televisi Indonesia xiii
digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1: Tindak Tutur Direktif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam RSMT 95 Tabel 2: Strategi Kesantunan Negatif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam RSMT 97 xiv
digilib.uns.ac.id ABSTRAK Ririn Linda Tunggal Sari. C0206046. 2011. Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, yaitu (1) Bagaimanakah realisasi tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT? (2) Bagaimanakah realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT? Tujuan penulisan ini adalah (1) Mendeskripsikan realisasi tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT, (2) Mendeskripsikan realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT. Penulisan ini termasuk jenis penulisan kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data penulisan ini adalah percakapan atau dialog dalam RSMT di RCTI. Data dalam penulisan ini adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif dan menerapkan strategi kesantunan negatif beserta konteksnya dalam RSMT di RCTI, yang ditayangkan pada bulan Maret, dan April tahun 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penulisan ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data dalam penulisan ini menggunakan teknik analisis means-end. Metode penyajian hasil analisis data dalam penulisan ini adalah penyajian secara informal dan formal. Dari analisis data dalam RSMT ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur direktif tersebut meliputi tindak tutur meminta, menasihati, menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Dalam RSMT ditemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima strategi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, (b) strategi 2, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar, (c) strategi 4, yaitu meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e) strategi 7, yaitu jangan menyebutkan penutur dan lawan tutur. Dalam RSMT juga ditemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima kombinasi strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan memberi penghormatan, (b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan menghindari penyebut penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar dan memberi penghormatan, (d) strategi 4 dan strategi 5, yaitu meminimalkan paksaan dan memberi penghormatan, serta (e) strategi 1 strategi 4, dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. xv
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam mengungkapkan perasaan ataupun pikirannya. Proses pengungkapan perasaan atau pikiran oleh seseorang melalui bahasa dapat dijadikan ukuran untuk menilai suatu kepribadian seseorang. Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapan kepribadian yang baik, benar, dan santun sehingga mencerminkan budi pekerti luhur (Pranowo, 2009:3). Setiap orang yang berbudi perkerti baik, biasanya dia telah menerapkan kesantunan berbahasa. Pemakaian bahasa oleh seorang penutur dikatakan santun apabila bahasa yang digunakannya tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya. Dalam kegiatan berkomunikasi, seorang anggota masyarakat hendaknya selain menyampaikan maksud dengan baik dan benar, sebaiknya juga menerapkan kesantunan berbahasa dalam penyampaiannya. Berbahasa santun adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan norma dan nilai yang dipegang oleh masyarakat pengguna bahasa. Studi pragmatik berkaitan dengan masalah penggunaan bahasa, yaitu masalah penggunaan bahasa dalam suatu situasi tutur atau cara pengungkapan bahasa dalam suatu peristiwa tutur. Dalam kajian pragmatik yang menjadi unit analisis adalah ujaran. Suatu ujaran tidak bisa dilepaskan dari konteks percakapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan kajian bahasa secara utuh. 1
digilib.uns.ac.id 2 Pembahasan mengenai kesantunan berbahasa sudah banyak dipaparkan oleh para pakar bahasa. Beberapa pakar yang membahas kesantunan berbahasa misalnya Leech (1983) dan Brown dan Levinson (1987). Pendapat antara pakar yang satu dengan yang lain berbeda, tergantung pada bagaimana para pakar tersebut melihat wujud kaidah sosial (Asim Gunarwan, 1994: 87). Leech (1993:166-218) berpendapat bahwa prinsip berbahasa santun merupakan susunan bahasa yang didasarkan atas: 1) maksim kearifan (tact maxim), yaitu memperkecil kerugian pendengar; memperbesar keuntungan pendengar, 2) maksim kedermawanan (generosity maxim), yaitu memperkecil keuntungan sendiri; memperbesar keuntungan pendengar, 3) maksim pujian (approbation maxim), yaitu memperkecil keluhan pendengar; memperbesar pujian pendengar, 4) maksim kerendahan hati (modesty maxim), yaitu memperkecil pujian diri; memperbesar perendahan diri, 5) maksim kesepakatan (agreement maxim), yaitu memperkecil ketidak-sepakatan antara diri sendiri dengan orang lain; memperbesar kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain, dan 6) maksim simpati (sympathy maxim), yaitu memperkecil antipati antara diri sendiri dan orang lain; memperbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain. Brown dan Levinson (1987) melihat realisasi tindak tutur sebagai hasil pemilihan strategi. Strategi kesantunan itu berkisar pada nosi muka (face), yang dibagi menjadi dua, yaitu muka negatif dan muka positif. Kesantunan yang ditunjukkan terhadap muka positif lawan tutur disebut kesantunan positif, sedangkan kesantunan yang ditunjukan terhadap muka negatif lawan tutur disebut kesantunan negatif. Pada pelaksanaan konsep kesantunan berbahasa, baik kesantunan negatif maupun positif menggunakan strategi tertentu untuk
digilib.uns.ac.id 3 mengurangi ancaman yang ditimbulkan dari kurang menyenangkannya tuturan yang diucapkan oleh penutur. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud membahas tuturan yang terdapat pada peristiwa tutur dalam RSMT menggunakan teori kesantunan menurut Brown dan Levinson, khususnya mengenai kesantunan negatif. RSMT merupakan sebuah acara yang menggambarkan suatu kondisi masyarakat ketika mengalami kesulitan, dan menempuh jalan untuk meminta pertolongan kepada orang yang dijumpainya. Acara realitas (reality show) adalah genre acara televisi yang menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran. Acara realitas umumnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti menaruh partisipan di lokasi-lokasi eksotis atau situasi-situasi yang tidak lazim, memancing reaksi tertentu dari partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknikteknik pascaproduksi lainnya (Wikipedia, 2010). Reality show merupakan suatu acara yang menampilkan realitas kehidupan seseorang yang bukan selebritis (orang awam), kemudian disiarkan melalui jaringan TV, sehingga bisa dilihat masyarakat (Widyaningrum dan Christiastuti, April, 2010). Banyak program-program acara di televisi yang merupakan reality show, seperti Termehek-Mehek, Bedah Rumah, Tukar Nasib, Minta Tolong dan lain sebagainya. Di antara banyak reality show yang ditawarkan oleh beberapa jaringan televisi, penulis tertarik untuk meneliti RSMT. Alasannya RSMT merupakan reality show yang memperlihatkan bagaimana reaksi warga masyarakat pada waktu dimintai tolong oleh orang yang tidak dia kenal sebelumnya. Acara ini
digilib.uns.ac.id 4 memberikan gambaran kepada penonton mengenai bagaimana cara seseorang dalam merealisasikan maksud tuturan yang bertujuan untuk meminta tolong kepada orang yang tidak penutur kenal supaya mau membantunya, dan juga memperlihatkan bagaimana realisasi dari lawan tutur yang menolak ataupun menyanggupi untuk menolong penutur. Pada acara tersebut, penutur dan mitra tutur berdialog dengan menggunakan bahasa Indonesia yang nonformal dan bahasa Jawa. Tuturan yang diucapkan oleh peminta tolong dalam RSMT bermacam-macam bentuknya. Peminta tolong dalam mengungkapkan maksudnya ada yang menggunakan ungkapan perintah, permintaan, saran, tawaran dan lain sebagainya. Sedangkan orang yang dimintai tolong dalam dalam menanggapi maksud peminta tolong ada melakukan penolakan atas maksud dari peminta tolong. Sebagian besar ungkapan yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT merupakan jenis tindak tutur direktif. Dalam RSMT, peminta tolong juga menggunakan suatu konsep kesantunan tertentu untuk menjaga muka orang yang dimintai tolong. Konsep kesantunan yang sebagian besar digunakan oleh peminta tolong yaitu strategi kesantunan negatif. Misalnya, apabila peminta tolong yang sedang menggunakan tindak tutur direktif dalam mengungkapkan maksudnya, apabila memilih menggunakan konsep strategi kesantunan negatif berarti peminta tolong menjaga muka negatif dari orang yang dimintai tolong. Maksud dari muka negatif yaitu keinginan sesorang untuk bebas bertindak atau kebebasan dalam melakukan sesuatu tanpa dihalangi oleh pihak lain. Gambaran mengenai penggunaan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif oleh peminta tolong yang terdapat dalam RSMT tersebut menarik untuk diteliti, supaya dapat ditemukan realisasi tindak tutur
digilib.uns.ac.id 5 direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Contohnya penerapan kasus mengenai realisasi tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT, seperti terlihat pada tuturan yang diucapkan oleh seorang peminta tolong ketika sedang membujuk orang yang dimintai tolong supaya bersedia membeli gorengan yang dijual oleh peminta tolong. Tuturan yang dimaksud yaitu tuturan dibeli ya pak! Mau pak? diborong pak kalau mau. Tuturan tersebut menunjukkan bahwa peminta tolong menggunakan jenis tindak tutur direktif dalam mengungkapkan keinginannya. Tuturan yang diucapkan oleh peminta tolong tersebut menunjukkan bahwa peminta tolong menginginkan orang yang dimintai tolong untuk melakukan sesuatu untuknya, yaitu dengan membeli gorengan yang dijualnya. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif tersebut berpotensi mengancam muka orang yang dimintai tolong, karena peminta tolong membatasi kebebasan orang yang dimintai tolong dalam bertindak. Untuk mengurangi potensi ancaman terhadap muka orang yang dimintai tolong, peminta tolong memilih menggunakan strategi kesantunan negatif. Bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan seperti memberikan opsi atau pilihan kepada orang yang dimintai tolong atas maksud dari peminta tolong, yang ditunjukkan dengan penambahan tuturan kalau mau, pada tuturan diborong pak kalau mau. Fenomena pemakaian bahasa yang terdapat dalam reality show Minta Tolong dapat dikaji dengan tinjauan pragmatik. Adapun alasan pengambilan tinjauan pragmatik dalam dialog atau percakapan dalam RSMT, karena banyak muncul keterkaitan bahasa dengan unsur-unsur eksternal yang menjadi ciri khas
digilib.uns.ac.id 6 ilmu pragmatik. Pragmatik mempelajari struktur bahasa eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi (I Dewa Putu Wijana,!996: 1). Penelitian ini terfokus pada masalah bahasa dalam dialog pada acara RSMT yang terbatas pada masalah realisasi tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Dalam penulisan ini tidak semua tuturan diteliti, melainkan hanya tuturan yang mencerminkan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif saja. Oleh sebab itu, penulis memberi judul penulisan ini Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam RSMT di Rajawali Citra Televisi Indonesia. B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah pada penulisan ini dimaksudkan agar penulisan lebih terarah dan mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Ruang lingkup penulisan ini penulis fokuskan pada masalah pemakaian bahasa yang digunakan dalam percakapan antara penutur dan lawan tutur dalam RSMT yang ditayangkan pada bulan Maret dan April 2010, khususnya tentang tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini yaitu:
digilib.uns.ac.id 7 1. Bagaimanakah realisasai tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT? 2. Bagaimanakah realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT? D. Tujuan Penulisan Setiap penulisan pasti memiliki suatu tujuan yang biasanya berkaitan dengan rumusan masalah. Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan dalam penulisan ini yaitu: 1. Mendeskripsikan realisasai tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT. 2. Mendeskripsikan realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT. E. Manfaat Penulisan Suatu penulisan yang baik, harus dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu maupun masyarakat luas. Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan teori tindak tutur Searle dan teori strategi kesantunan Brown dan Levinson, khususnya tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Selain itu, juga diharapkan dapat
digilib.uns.ac.id 8 memberikan sumbangan bagi perkembangan model analisis kesantunan atas salah satu bentuk wacana dialog yang terdapat dalam media jurnalistik audio visual khususnya pada program reality show. 2. Manfaat Praktis Penulisan ini secara praktis diharapkan dapat memberikan konstribusi yang berarti bagi produser dalam hal pengkoreksian tuturan yang digunakan seseorang yang berperan sebagai peminta tolong, supaya dalam episode selanjutnya tuturan yang digunakan oleh peminta tolong lebih baik ataupun lebih santun. Bagi para pembaca diharapkan penulisan ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang pemahaman percakapan, terutama dalam hal memahami teori tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengajaran mengenai kesantunan berbahasa dan juga landasan kajian penulisan sejenis. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penulisan ini diperlukan untuk mempermudah penulis dalam menjabarkan hasil penulisan agar tidak menyimpang dari permasalahan yang diteliti. Adapun sistematika penulisan dalam penulisan ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab memuat pokok pikiran yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki satu kesatuan yang saling berhubungan. Sistematika penulisan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
digilib.uns.ac.id 9 Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab kedua adalah landasan Teori dan kerangka pikir. Bab ini berisi tinjauan singkat terhadap studi sejenis terdahulu dan pemaparan teori-teori yang secara langsung berhubungan dengan penulisan sehingga dapat dijadikan landasan dalam penulisan ini. Kerangka pikir berisi cara kerja yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Bab ketiga merupakan metode penelitian. Bab ini berisi jenis penelitian dan pendekatan, sumber data dan data, metode dan teknik pengumpulan data, klasifikasi data, teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Bab keempat, berisi analisis data. Dari analisis data ini akan didapatkan hasil penulisan yang menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam pendahuluan Bab kelima, merupakan simpulan yang berisi simpulan dari hasil penulisan dan dilanjutkan dengan saran dari penulis yang berhubungan dengan proses penulisan yang telah diselesaikan.
digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penulisan Terdahulu Penulisan mengenai kesantunan berbahasa sudah banyak dilakukan oleh para penulis bahasa. Sejauh penelusuran penulis tentang penulisan yang sejenis atau yang mempunyai korelasi dengan penulisan mengenai Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson ini, penulis menjumpai beberapa penulisan yang telah dilakukan. Beberapa penulisan tersebut antara lain penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) dan Renita Tri Hesti (2010). Damis Amaroh (2010) dalam skripsinya yang berjudul Tindakan Pengancaman Muka dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik Pembaca Menulis di Harian Jawa Pos (Sebuah Kajian Pragmatik), yang mendeskripsikan (1) Tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos beserta tujuanya, (2) Tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos beserta tujuaanya. Hasil analisis data dari penulisan tersebut menunjukkan beberapa hal, yaitu: (1) dalam surat aduan rubrik Pembaca Menulis diperoleh 8 jenis tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur (memerintah, meminta, memberi saran, memberi nasihat, bertanya, menuntut, menagih janji, dan marah) dan 4 jenis tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur (menuduh, mengeluh,mengkritik, dan menghina). Pengadu menggunakan strategi on record,off record, kesopanan negatif dan positif, untuk segera mendapatkan 10
digilib.uns.ac.id 11 tanggapan dan penyelesaian dari pihak teradu. (2) dalam surat tanggapan rubrik Pembaca Menulis diperoleh 3 jenis tindakan yang mengancam muka negatif penutur (ucapan terima kasih, melakukan pembelaan,dan melakukan janji) dan 2 jenis tindakan yang mengancam muka positif penutur (tindakan meminta maaf dan mengakui kesalahan). Teradu menggunakan strategi on record,off record, kesopanan negatif dan positif, untuk memperoleh kesan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap suatu persoalan yang dihadapi antara pengadu dan teradu sehingga dapat mempertahankan citra lembaga sekaligus mempertahankan pelangan. Renita Tri Hesti (2010) dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Positif dalam Film Ayat-ayat Cinta: Studi Pragmatik. Penulisan tersebut membahas mengenai (1) Bentuk-bentuk ujaran yang mengekspresikan strategistrategi kesantunan positif dalam tuturan film Ayat-ayat Cinta ; (2) Strategi kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam film Ayat-ayat Cinta. Dalam penulisan tersebut dapat diketahui bahwa (1) terdapat tiga bentuk ujaran yang mengekspresikan strategi-strategi kesantunan positif dalam film Ayat-ayat Cinta, yaitu bentuk ujaran asertif, bentuk ujaran komisif, dan bentuk ujaran ekspresif; (2) terdapat 12 strategi kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam tuturan film Ayat-ayat Cinta, yaitu strategi 2 (membesarbesarkan ketertarikan kepada pendengar), strategi 3 (mengintensifkan perhatian pendengar), strategi 4 (menggunakan identitas kelompok), strategi 5 (mencari persetujuan pendengar), strategi 7 (menunjukkan hal-hal yang mempunyai kesamaan dengan pendengar), strategi 8 (menggunakan lelucon), strategi 9 (mengungkapkan bahwa penutur memahami pendengar), strategi 10 (memberikan
digilib.uns.ac.id 12 penawaran/janji), strategi 11 (menunjukkan keoptimisan), strategi 13 (memberikan pertanyaan/meminta alasan), strategi 14 (menunjukkan hubungan timbal balik), dan strategi 15 (memberikan hadiah berupa barang, perhatian, simpati, dan kerjasama kepada pendengar), Penulisan yang penulis lakukan ini berbeda dengan penulisan-penulisan di atas. Perbedaannya terletak pada sumber data penulisan dan fokus analisisnya. Perbedaan penulisan ini dengan penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) dan Renita Tri Hesti (2010), pertama terletak pada sumber data penulisannya, penulisan Damis Amaroh (2010) mengambil data dari rubrik Pembaca Menulis di Harian Jawa Pos, dan Renita Tri Hesti (2010) mengambil data dari percakapan pemeran dalam film Ayat-ayat Cinta, sedangkan sumber data penulisan ini merupakan dialog antara peminta tolong dan orang yang dimintai tolong dalam RSMT. Kedua terletak pada fokus analisisnya, penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) difokuskan pada pendeskripsian tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan secara umum yang terdapat dalam rubrik Pembaca Menulis di harian Jawa Pos dan penulisan yang dilakukan oleh Renita Tri Hesti (2010) difokuskan pada bentuk ujaran yang mengekspresikan strategi-strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam film Ayat-ayat Cinta, sedangkan penulisan ini difokuskan pada pendeskrisian tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT.
digilib.uns.ac.id 13 B. Landasan Teori 1. Pragmatik Definisi pragmatik sudah banyak diperkenalkan oleh para ahli bahasa. Thomas (1995: 22) mendefinisikan pragmatik sebagai bidang ilmu yang mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interpretation. Pengertian tersebut dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran. Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (2006:3-4) mengemukakan empat ruang lingkup yang terdapat dalam pragmatik, yaitu: (1) Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, (2) Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, (3) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, (4) Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. I Dewa Putu Wijana (1996: 6), berpendapat bahwa pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa (selain sosiolinguistik) yang muncul akibat adanya ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat formal yang dilakukan oleh kaum strukturalis. Pragmatik mengungkap maksud suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi, baik secara tersurat maupun tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur. Reality show merupakan suatu bentuk komunikasi yang nyata yang dikemas secara baik, yang kemudian ditayangkan di televisi. Suatu komunikasi dikatakan berhasil apabila setiap penutur memahami maksud tutur yang
digilib.uns.ac.id 14 disampaikannya. Berdasarkan atas penjelasan tersebut, maka tuturan-tuturan yang terdapat dalam suatu reality show dapat dijadikan sebagai objek penulisan pragmatik. Alasannya, karena suatu reality show yang ditayangkan di televisi menyajikan peristiwa tutur secara nyata yang disertai komponen-komponen tutur yang melatar belakangi peristiwa tutur tersebut. 2. Komponen dan Situasi Tutur Komponen tutur dan situasi tutur dalam kajian pragmatik memiliki peran yang penting, yakni sebagai bahan pertimbangan untuk mengungkapkan suatu maksud tutur yang terdapat dalam peristiwa tutur. Dell Hymes (dalam Pranowo, 2009: 101) mengemukakan beberapa komponen tutur yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING yang perlu diperhatikan seseorang dalam berkomunikasi. Masing-masing huruf dalam akronim merupakan inisial dari istilah-istilah berikut. a. (S) Setting and Scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi. b. (P) Participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi (O1 dan O2). c. (E) Ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai dalam berkomunikasi. d. (A) Act Sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan. Bentuk pesan dapat disampaikan dalam bahasa tulis atau bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesan adalah wujud permintaannya.
digilib.uns.ac.id 15 e. (K) Key (kunci) mengacu pada pelaksanaan percakapan. Maksudnya, bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampaian). f. (N) Norms (norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada norma perilaku partisipan dalam berkomunikasi. g. (G) Genres (ragam, register) mengacu pada ragam bahasa yang digunakan, misalnya ragam formal, ragam santai dan sebagainya. Penjelasan mengenai situasi dikemukakan oleh Leech (1993:19-20), yang membagi aspek-aspek situasi tutur menjadi lima macam yaitu: (a) penutur dan mitra tutur, (b) konteks tuturan, (c) tujuan sebuah tuturan, (d) tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan (tindak ujar), (e) tuturan sebagai produk tindak verbal. a) Penutur dan Mitra tutur Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyampaikan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban. b) Konteks Tuturan Konteks merupakan suatu pengetahuan latar belakang bersama yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan. Konteks tuturan penulisan linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut dengan konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu pada hakikatnya adalah
digilib.uns.ac.id 16 semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur. Konteks ini membantu mitra tutur untuk menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. c) Tujuan Sebuah Tuturan Tuturan-tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. d) Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan (Tindak Ujar) Tindak tutur merupakan suatu aktivitas. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan (act). Tindak tutur sebagai suatu tindakan itu sama dengan tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan bertutur bagian tubuh yang berperan adalah alat ucap. e) Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Tuturan tercipta melalui tindakan verbal, maka tuturan itu merupakan hasil tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Dalam penulisan mengenai kesantunan ini, komponen tutur dan situasi tutur digunakan untuk memahami maksud tuturan yang diucapkan oleh para peserta tutur dalam peristiwa tutur yag terdapat dalam RSMT, sehingga mempermudahkan penulis dalam menganalisis data berdasarkan teori tindak tutur dan strategi kesantunan.
digilib.uns.ac.id 17 3. Teori Tindak Tutur Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang penutur mempunyai makna tertentu. Austin (1962) mengemukakan dua terminologi yang berkaitan dengan teori tindak tutur, yaitu tuturan konstatif (constative) dan tuturan performatif (performative). Tuturan konstatif adalah tuturan yang pengutaraannya hanya dipergunakan untuk menyatakan sesuatu (1962:4-6). Tuturan performatif adalah tuturan yang pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu (1962:4-11). Tindak tutur yang menggunakan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) digolongkan dalam tiga peristiwa tindakan, yaitu: 1) Tindak lokusi (locutionary act) Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu dalam arti berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. 2) Tindak ilokusi (illocutionary act) Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.
digilib.uns.ac.id 18 3) Tindak perlokusi (perlocutionary act) Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi. Austin (1962:150-163) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima, yaitu: 1) Verdiktif (verdictives utterances) Tindak tutur verdiktif dilambangkan dengan memberi keputusan misalnya keputusan hakim, juri, dan penengah atau wasit, perkiraan, dan penilaian. Verba tindak tutur verdiktif antara lain, menilai, menandai, memperhitungkan, menempatkan, menguraikan, menganalisis. 2) Eksersitif (exercitives utterances) Tindak tutur eksersitif merupakan tindak tutur yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan, dan sebagainya. Verba yang menandai antara lain, mewariskan, menyatakan, membatalkan perintah (lampau), memperingatkan, menurunkan pangkat. 3) Komisif (commissives utterances) Tindak tutur komisif dilambangkan dengan harapan atau dengan kata lain perjanjian; menjanjikan untuk melakukan sesuatu, tetapi juga termasuk pengumuman atau pemberitahuan, yang bukan janji. Verba yang menandai antara lain, berjanji, mengambil-alih atau tanggung jawab, mengajukan, menjamin, bersumpah, menyetujui.
digilib.uns.ac.id 19 4) Behabitif (behabitives utterances) Tindak tutur behabitif meliputi reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap kebiasaan orang lain, misalnya meminta maaf, berterima kasih, bersimpati, menantang, mengucapkan salam, mengucapkan selamat. 5) Ekspositif (expositives utterances) Tindak tutur ekspositif merupakan tindak tutur yang memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya menyangkal, menguraikan, menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, bersaksi. Menurut Searle (1979:16), inti dari tindak tutur adalah tindak ilokusi. Menurutnya, dalam tindak ilokusi, penutur dalam mengatakan sesuatu juga melakukan sesuatu. Sehubungan dengan itu, Searle (1996:147-149) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu: 1) Tindak Tutur Asertif (Assertives) Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya tuturan-tuturan menyatakan, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan menyebutkan. 2) Tindak Tutur Direktif (Directives) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-tuturan, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah, meminta, dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini.
digilib.uns.ac.id 20 3) Tindak Tutur Komisif (Commisives) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Misalnya tuturan berjanji, bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam. 4) Tindak Tutur Ekspresif (Expressives) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan yang termasuk tindak tutur ekspresif yaitu: tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh. 5) Tindak Tutur Deklarasi (Declarations) Seseorang yang menggunakan tindak tutur deklarasi haruslah seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang khusus dalam sebuah institusi tertentu, misalnya hakim dalam institusi pengadilan yang menjatuhkan hukuman. Tindak tutur deklarasi ialah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Misalnya tuturan memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan mengangkat. Berbeda dengan pendapat Austin dan Searle, Leech (1993:327-329) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi enam macam, yaitu: 1) Tindak Tutur Asertif Tindak tutur asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang dituturkan, misalnya, menceritakan, melaporkan, mengemukakan, menyatakan, mengumumkan, mendesak.
digilib.uns.ac.id 21 2) Tindak Tutur Direktif Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan, misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang. 3) Tindak Tutur Komisif Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyatakan janji atau penawaran, misalnya menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, berkaul, bersumpah. 4) Tindak Tutur Ekspresif Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami oleh mitra tutur, misalnya mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, merasa ikut bersimpati, meminta maaf. 5) Tindak Tutur Deklaratif Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya memecat, membaptis, menikahkan, mengangkat, menghukum, memutuskan. 6) Tindak Tutur Rogatif Tindak tutur rogatif adalah tindak tutur yang dinyatakan oleh penutur untuk menanyakan jika bermotif langsung atau mempertanyakan jika bermotif ragu-ragu, misalnya menanyakan, mempertanyakan, dan menyangsikan. Pandangan terbaru mengenai tindak tutur dari Kreidler (1998:183-194) dalam bukunya Introducing English Semantics membagi tindak tutur menjadi tujuh, yaitu:
digilib.uns.ac.id 22 1) Asertif (Assertif Utterances) Tindak tutur asertif terjadi karena penutur menggunakan bahasa untuk menceritakan apa yang mereka ketahui dan percayai, misalnya mengatakan, mengumumkan, menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan. 2) Performatif (Performative Utterances) Tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang membuat atau menyebabkan resminya apa yang diucapkan, misalnya mengumumkan, membaptis, menyebut, mencalonkan, menamakan, menjatuhkan hukuman. 3) Verdiktif (Verdictive Utterances) Tindak tutur verdiktif terjadi karena penutur membuat penilaian terhadap tindakan mitra tutur, misalnya menuduh, bertanggung jawab, berterima kasih. 4) Ekspresif (Expressive Utterances) Tindak tutur ekspresif terjadi karena tindakan penutur, kegagalan penutur serta akibat yang ditimbulkan kegagalan itu, misalnya mengakui, bersimpati, memaafkan, dan sebagainya. 5) Direktif (Directive Utterances) Tindak tutur direktif mengandung maksud bahwa penutur meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Tindak tutur direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu perintah (commands), permintaan (request), dan anjuran (suggestions). 6) Komisif (Commissive Utterances) Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat seorang penutur untuk melakukan suatu tindakan, misalnya menyetujui, bertanya, menawarkan, menolak, berjanji, bersumpah.
digilib.uns.ac.id 23 7) Fatis (Phatic Utterances) Tindak tutur fatis merupakan tindak tutur yang bertujuan untuk menciptakan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Tindak tutur fatis meliputi ucapan salam, ucapan salam berpisah, cara-cara yang sopan seperti thank you, you are welcome, excuse me, yang tidak berfungsi verdiktif atau ekspresif. Selain tindak tutur yang telah dikemukakan oleh para tokoh diatas, tindak tutur dapat diklasifikasikan berdasarkan teknik penyampaian dan interaksi makna. Berdasarkan teknik penyampaian tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Berdasarkan interaksi makna, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur literal dan tindak tutur nonliteral. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (I Dewa Putu Wijana, 1996:30). Berdasarkan pemilahan tindak tutur sebagaimana yang dikemukakan oleh Austin, Searle, Leech, dan Kreidler di atas menunjukkan bahwa meskipun jumlah dan bentuk pengklasifiannya berbeda, namun, ditandai oleh terdapatnya salah satu bentuk tindak tutur yang sama, yaitu tindak tutur direktif. Hal itu menunjukkan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang penting dan dominan pemakaiannya dalam aktivitas bahasa.
digilib.uns.ac.id 24 4. Tindak Tutur Direktif Searle menjelaskan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-tuturan, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah, meminta, dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini (Searle, 1996a:147-148). Geoffrey Leech mendefinisikan tindak tutur direktif sebagai bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan suatu tindakan. Verba yang menandai tindak tutur ini misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang (Leech, 1993:327). Geoge Yule (2006:93) menjelaskan bahwa tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Kreidler menyebut tindak tutur direktif dengan sebutan directive utterances. Menurutnya tindak tutur direktif mengandung maksud bahwa penutur meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Tindak tutur direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu perintah (commands), permohonan (request), dan anjuran (suggestions) (Kreidler, 1998:189-190). Dalam penulisan ini pembahasan tindak tutur ilokusi direktif mengacu pada kategori tindak tutur direktif yang dikemukakan oleh Searle (1996:148). Dari kelima jenis tindak tutur ilokusi, tindak ilokusi direktif Searle adalah fokus yang
digilib.uns.ac.id 25 dipilih pada penulisan ini. Pemanfaatan teori Searle ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dalam RSMT terdapat banyak tuturan yang berfungsi sebagai tindak tutur direktif berdasarkan pada teori menurut Searle. 5. Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson Konsep atau prinsip kesantunan dikemukakan oleh banyak ahli. Dasar pendapat ahli tentang konsep kesantunan itu berbeda-beda. Ada konsep kesantunan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah, ada pula yang diformulasi dalam bentuk strategi. Konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk kaidah membentuk prinsip kesantunan, sedangkan konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk strategi membentuk teori kesantunan (Rustono, 1999:67-68). Teori kesantunan berbahasa Brown dan Levinson berkisar atas nosi muka (face) (Asim Gunarwan, 1992: 184). Brown dan Levinson (1987: 61) mengartikan face muka sebagai gambaran diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki setiap anggota masyarakat, terdiri dari dua aspek yaitu muka negatif dan positif. Muka negatif merupakan keinginan setiap orang untuk bebas dari gangguan, seperti kebebasan bertindak dan kebebasan dari perintah atau mengerjakan sesuatu. Muka positif adalah keinginan setiap orang agar citra positif yang ia miliki dapat diterima dan dihargai oleh orang lain. Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut Face Threatening Acts (FTA). Tindakan commit to pengancaman user terhadap muka tersebut
digilib.uns.ac.id 26 dapat mengacam muka negatif maupun muka positif penutur maupun alawan tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA). Atas dasar ini, tindakan penyelamatan muka, dapat diartikan sebagai kesantunan. Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksud untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan deferensial) (lihat. Asim Gunarwan, 2007). Sopan santun dalam tindak tutur direktif termasuk ke dalam kesantunan negatif, dapat ditafsirkan sebagai usaha untukmenghindari konflik antara penutur dan lawan tutur. Brown dan Levinson (1987: 74-77) juga menjelaskan bahwa dalam melakukan tindakan pengancaman muka seorang penutur memperhitungkan suatu derajat keterancaman sebuah tindak tutur dengan mempertimbangkan faktorfaktor yang mempengaruhi sebuah tuturan. Faktor-faktor tersebut menurut Brown and Levinson yaitu: (a). jarak sosial diantara penutur dan lawan tutur, (b). besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi diantara keduanya dan, (c). status relatif jenis tindak ujaran di dalam kebudayaan yang bersangkutan. Atas dasar perkiraan itulah penutur memilih strategi kesantunan. Bentuk strategi kesantunan yang digunakan tergantung pada pemilihan jenis kesantunannya, yaitu kesantunan negatif atau positif. Menurut Brown dan Levinson, karena adanya ancaman tindak tutur terhadap muka, maka penutur perlu memilih strategi untuk mengurangi ancaman itu, secara umum terdapat lima strategi yang dikenalkan oleh kedua pakar itu, yaitu: (1). bertutur secara terus-terang tanpa basa-basi (bald on record); (2). bertutur dengan menggunakan kesantunan positif; (3). bertutur dengan
digilib.uns.ac.id 27 menggunakan kesantunan negatif; (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak transparan (off record); dan (5) bertutur di dalam hati dalam arti penutur tidak mengujarkan maksud hatinya. 6. Kesantunan Negatif Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut Face Threatening Acts (FTA). Tindakan pengancaman terhadap muka tersebut dapat mengacam muka negatif maupun muka positif penutur maupun alawan tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA). Atas dasar ini, tindakan penyelamatan muka, dapat diartikan sebagai kesantunan. Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksud untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan deferensial) (lihat. Asim Gunarwan, 2007). Tindakan yang mengancam muka negatif dan strategi kesantunan negatif yang berfungsi untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif, dapat dijelaskan dibawah ini.