BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II KAJIAN PUSTAKA

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

II. TINJAUAN PUSTAKA Institusi Perbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis. tingkat kesehatan

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitan atau relevansi dengan penelitian yang sedang di teliti oleh peneliti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan intermediasi (Maretha, 2015). Menyalurkan suatu dana

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan strategis dalam kegiatan perekonomian. Sarana tersebut dimiliki oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima penelitian terdahulu tentang ROA (Return on Aseet) yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Hal 9-2. C tive by Ticha. Hal 9-4. C tive by Ticha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB X PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK (CAMELS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap Bank. Selain itu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penulis yaitu penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. dan evaluatif, yaitu dengan menganalisis penilaian sendiri (self assessment)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah Ibnu Fariz ini berjudul Pengaruh LDR,NPL, APB, IRR,PDN, BOPO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. beberapa pengertian ataupun definisi bank, yaitu: 1. Joseph Sinkey, bank adalah departement store of finance yang

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN KESEHATAN BANK. Muniya Alteza

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bursa Efek Indonesia Periode membutuhkan kajian teori sebagai

a. Penilaian Faktor Profil Risiko

BAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 1 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip. 1. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas

NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 31 MARET 2007 (Dalam Jutaan Rupiah)

NERACA PT BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN PER 30 SEPTEMBER 2007 DAN 2006 (Dalam Jutaan Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan sector keuangan. Banyak sekali lembaga-lembaga keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) NERACA PER 30 SEPTEMBER 2003 & 2002

MANAJEMEN RISIKO TENTANG ANALISIS MANAJEMEN BANK CENTURY (PROFIL RISK, GCG, RENTABILITAS DAN CAPITAL)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia


KONSOLIDASI POS-POS. Des 2005 Des 2004 Des 2005 Des 2004 AKTIVA 41,215 28,657

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh pada seluruh aspek di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi utama sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak

NERACA PER 31 MARET 2005 & 2004 (Dalam Jutaan Rupiah) NO POS - POS

Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan Neraca STANDARD CHARTERED BANK WISMA STANDARD CHARTERED,.JL.SUDIRMAN KAV 33 A, Telp.

BAB I PENDAHULUAN. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan di ukur dan ditentukan oleh uang sehingga eksistensi dunia

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN PENILAIAN FAKTOR RISK PROFILE, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, EARNINGS, DAN CAPITAL (RGEC) PADA PT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Desember 2012 dan 2011 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS. 31 Dec Dec 2011

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMELS DAN RGEC PADA PT. BANK XXX PERIODE

LAPORAN POSISI KEUANGAN Per 31 Maret 2013 dan 31 Desember 2012 (dalam jutaan Rupiah) No. POS - POS. 31 Mar Dec 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perantara keuangan (financial intermediary) yaitu menghimpun dana dari

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu yang dijadikan rujukan oleh penulis, diantaranya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini berjudul Pengaruh LDR, IPR, APB, NPL, IRR, BOPO,

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitianyang dilakukan oleh Lutfiatun Nukhus pada tahun 2010, Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 10 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibnu Fariz ini berjudul Pengaruh LDR,NPL, APB, IRR,PDN, BOPO, PR, Dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditulis oleh Amalina Alyani Yusrina (2013) yang berjudul "Pengaruh LDR, IPR,

BAB I PENDAHULUAN. yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK (PENDEKATAN RGEC) PADA BANK RAKYAT INDONESIA

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE RGEC PADA BANK UMUM BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Bank a. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit), serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan utama bank adalah menghimpun dana kemudian menyalurkannya kembali dan keberadaan bank di tengah masyarakat sangat membantu masyarakat untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik. Karena itu dalam

kegiatan perbankan kepercayaan masyarakat sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bank. b. Jenis Bank Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, menurut jenisnya bank terdiri dari: 1) Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2) Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Kasmir (2008 b:36-40) berdasarkan kepemilikannya bank dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Bank Milik Pemerintah Bank Milik Pemerintah adalah bank yang seluruh atau sebagian modalnya dan akte pendiriannya didirikan oleh pemerintah. 2) Bank Milik Swasta Bank Milik Swasta adalah bank yang seluruh atau sebagian modalnya dan akte pendiriannya didirikan oleh swasta. Berdasarkan status juga dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Bank Devisa Bank Devisa adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dapat memberikan pelayanan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri dan sudah mendapat izin dari Bank Indonesia. 2) Bank Non Devisa Bank Non Devisa adalah bank yang belum mendapatkan izin dari Bank Indonesia untuk memberikan pelayanan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri seperti Bank Devisa.

Berdasarkan cara menentukan harga juga dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional menetapkan bunga sebagai harga dan mengenakan biaya dalam nominal atau persentase tertentu (fee base) dalam mendapatkan keuntungan dan menentukan harga produk bank. 2) Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah menggunakan aturan perjanjian menurut hukum Islam dalam pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). c. Sumber Dana Bank Menurut Lukman Dendawijaya (2003), sumber dana bank dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Dana Sendiri (Dana Pihak Pertama) Dana Sendiri adalah dana yang berasal dari pemegang saham atau pemilik bank. Dana sendiri terdiri dari : a) Modal yang Disetor Modal yang disetor yaitu jumlah uang yang disetor secara efektif oleh pemegang saham pada waktu bank berdiri. Bank mencari tambahan modal untuk mencapai ketentuan modal minimum (Capital Adequacy Ratio) dengan cara melakukan penjualan saham (go public). b) Cadangan Cadangan Cadangan-cadangan adalah sebagian dari laba bank yang disihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang akan digunakan untuk menutup timbulnya risiko di kemudian hari nanti. c) Laba yang Ditahan Laba yang ditahan adalah bagian laba yang menjadi milik pemegang saham, akan tetapi oleh rapat umum pemegang saham diputuskan untuk tidak dibagi dan dimasukkan kembali dalam modal bank. 2) Dana Pinjaman (Dana Pihak Kedua)

Dana pinjaman adalah dana yang berasal dari pihak luar. Dana pinjaman terdiri dari : a) Pinjaman dari bank lain (Interbank Call Money) Pinjaman dari bank lain adalah pinjaman yang berasal dari bank lain di dalam negeri yang diminta bila ada kebutuhan dana mendesak yang diperlukan bank seperti menutup kewajiban kliring. b) Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan di luar negeri Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan di luar negeri adalah pinjaman dalam jangka menengah yang realisasinya harus melalui persetujuan Bank Indonesia yang bertindak sebagai pengawas kredit luar negeri (PKLN). c) Pinjaman Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) Pinjaman LKBB biasanya berbentuk surat berharga yang dapat diperjualbelikan sebelum tanggal jatuh tempo. d) Pinjaman Bank Indonesia Pinjaman Bank Indonesia adalah pinjaman yang diberikan oleh Bank Indonesia sesuai syarat dan kewajiban yang berlaku, 3) Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga) Dana masyarakat adalah dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha yang diperoleh bank dengan menggunakan instrument produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Dana masyarakat dihimpun dalam bentuk giro, deposito atau tabungan, a) Giro (Demand Deposits) Giro adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. b) Deposito (Time Deposits) Deposito adalah simpanan berjangka yang dikeluarkan oleh bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu tertentu yang telah dijanjikan sebelumnya. c) Tabungan (Savings) Tabungan adalah simpanan pihak ketiga yang dikeluarkan oleh bank yang penyetoran dan penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada masing-masing bank. 2.1.2. Tingkat Kesehatan Bank a. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, tingkat kesehatan bank adalah

hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Lebih lanjut dinyatakan bahwa bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) atas tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut : a. Profil Risiko (Risk Profile) b. Good Corporate Governance (GCG) c. Rentabilitas (earnings) d. Permodalan (capital) Setiap faktor tersebut ditetapkan peringkatnya berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan terstruktur. Peringkat akhir hasil penilaian setiap faktor tersebut disebut Peringkat Komposit. Peringkat komposit ditetapkan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadapa peringkat setiap faktor dengan memperhatikan materialitas dan signifikansi masing-masing faktor. Peringkat komposit dikategorikan sebagai berikut : a. Peringkat Komposit 1 (PK-1) PK-1 mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. b. Peringkat Komposit 2 (PK-2) PK-2 mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. c. Peringkat Komposit 3 (PK-3) PK-3 mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

d. Peringkat Komposit 4 (PK-4) PK-4 mencerminkan kondisi bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurangsangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. e. Peringkat Komposit 5 (PK-5) PK-5 mencerminkan kondisi bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 2.1 di bawah ini Tabel 2.1 Matriks Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank Sumber : Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011

b. Profil Risiko (Risk Profile) Penilaian terhadap profil risiko (risk profile) merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu : 1. Risiko kredit Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Dalam menilai risiko kredit parameter/indikator yang digunakan adalah (i) komposisi portofolio asset dan tingkat konsentrasi (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan (iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana dan (iv) faktor eksternal. 2. Risiko pasar Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi risiko suku bunga (baik dari posisi trading book maupun posisi banking book yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum), risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan risiko komoditas. Dalam menilai risiko pasar parameter/indikator yang digunakan adalah (i) volume dan komposisi portofolio (ii) kerugian potensial (potential loss) risiko suku bunga dalam banking book (Interest Rate Risk in Banking Book-IRRBB) dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis. 3. Risiko likuiditas Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank atau biasa disebut risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Risiko likuiditas dapat juga disebabkan ketidakmampuan bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah atau biasa disebut risiko likuiditas pasar (market liquidity risk). Dalam menilai risiko likuiditas parameter/indikator yang digunakan adalah (i) komposisi dari aset, kewajiban, dan transaksi rekening administratif (ii) konsentrasi dari aset dan kewajiban (iii) kerentanan pada kebutuhan pendanaan dan (iv) akses pada sumber-sumber pendanaan. 4. Risiko operasional Risiko operasional adalah akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi kegiatan operasional bank. Dalam menilai risiko operasional

parameter/indikator yang digunakan adalah (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis (ii) sumber daya manusia (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung (iv) fraud, baik internal maupun eksternal dan (v) kejadian eksternal 5. Risiko hukum Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau aspek kelemahan yuridis serta ketiadaan peraturan perundangundangan yang mendasari atau kelemahan perikatan. Dalam menilai risiko hukum parameter/indikator yang digunakan adalah (i) faktor litigasi (ii) faktor kelemahan perikatan dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-undangan. 6. Risiko stratejik Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Dalam menilai risiko stratejik parameter/indikator yang digunakan adalah (i) kesesuain strategi bisnis bank dengan lingkungan bisnis (ii) strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi (iii) posisi bisnis bank dan (iv) pencapaian rencana bisnis bank. 7. Risiko kepatuhan Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku dan kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Dalam menilai risiko kepatuhan parameter/indikator yang digunakan adalah (i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan bank atau (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu. 8. Risiko reputasi Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Dalam menilai risiko reputasi parameter/indikator yang digunakan adalah (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik bank dan perusahaan terkait (ii) pelanggaran etika bisnis (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis bank (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif bank dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah. Penilaian terhadap risiko inheren dan penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh bank tetap memperhatian karakteristik dan kompleksitas usaha bank tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa walaupun terdapat risiko inheren tetapi bila dilakukan pengelolaan

manajemen risiko yang baik maka profil risikonya akan semakin kecil. Semakin kecil peringkat profil risiko maka semakin kuat bank tersebut dalam menangani risiko yang dihadapinya. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 di bawah ini Tabel 2.2 Matriks Penetapan Tingkat Risiko Sumber : Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 Penilaian peringkat profil risiko terhadap 8 (delapan) risiko inheren dan penerapan manajemen risiko di atas dikategorikan ke dalam 5 (lima) peringkat yaitu Peringkat 1 (strong), Peringkat 2 (satisfactory), Peringkat 3 (fair), Peringkat 4 (marginal) dan Peringkat 5 (unsatisfactory). Peringkat tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini

Tabel 2.3 Matriks Peringkat Profil Risiko Sumber : Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 c. Good Corporate Governance (GCG) Istilah Good Corporate Governance (GCG) bukanlah istilah asing bagi telinga kita pada masa kini. Karena awal mula penerapan GCG di Indonesia sendiri ditetapkan melalui edaran Surat Keputusan Menteri

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. Kep-117/M-MBU/2002 pada tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penetapan Praktek GCG pada setiap BUMN yang berisi sebagai berikut : BUMN memiliki kewajiban untuk menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan operasionlanya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturn perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN yang sama juga dijabarkan prinsip-prinsip dalam penerapan GCG yaitu : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan prinsipprinsip korporat. 5. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian peraturan perundangundangan yang berlaku. Penilaian faktor GCG dalam sebagai salah satu bagian dari penilaian tingkat kesehatan bank merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen bank dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG dan proses penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip GCG berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Pelaksanaan GCG

bagi Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis terhadap (i) pelaksaan prinsip-prinsip GCG bank (ii) kecukupan tata kelola (governance) atas struktur, proses dan hasil penerapan GCG pada bank dan (iii) informasi lain yang terkait dengan GCG bank yang didasrkan pada data dan informasi yang relevan. Penilaian faktor GCG dikategorikan ke dalam 5 peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor GCG yang lebih kecil mencerminkan penerapan GCG yang lebih baik. Berikut penjelasannya : a. Peringkat 1 mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum sangat baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang sangat memadai atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut tidak signifikan dan dapat segera dilakukan perbaikan oleh manajemen Bank. b. Peringkat 2 mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang memadai atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal oleh manajemen Bank. c. Peringkat 3 mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum cukup baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang cukup memadai atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Apabila terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan memerlukan perhatian yang cukup dari manajemen Bank. d. Peringkat 4 mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum kurang baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang kurang memadai atas

prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Terdapat kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut signifikan dan memerlukan perbaikan yang menyeluruh oleh manajemen Bank. e. Peringkat 5 mencerminkan Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum tidak baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan yang tidak memadai atas prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Kelemahan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance, maka secara umum kelemahan tersebut sangat signifikan dan sulit untuk diperbaiki oleh manajemen Bank. d. Rentabilitas (Earnings) Faktor lain untuk mengukur tingkat kesehatan adalah rentabilitas (earnings) atau lebih dikenal dengan kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasionalnya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modal yang dimiliki oleh bank. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemn rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas rentabilitas bank, dan perbandingan kinerja bank dengan kinerja peer group, baik melalui analisis aspek kualitatif atau kuantitatif. Dalam menentukan peer group sebagai skala pembanding, bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki.

Penilaian faktor rentabilitas dikategorikan ke dalam 5 peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor rentabilitas yang lebih kecil mencerminkan rentabilitas yang lebih baik. Berikut penjelasannya : a. Peringkat 1 mencerminkan rentabilitas sangat memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan modal bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) sangat memadai. Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings sangat dominan. Komponen-komponen yang mendukung core earnings sangat stabil. Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang sangat tinggi. b. Peringkat 2 mencerminkan rentabilitas memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan modal bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) memadai. Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings dominan. Komponen-komponen yang mendukung core earnings stabil. Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang tinggi. c. Peringkat 3 mencerminkan rentabilitas cukup memadai, laba memenuhi target, namun terdapat tekanan terhadap kinerja laba yang dapat menyebabkan penurunan laba namun cukup dapat mendukung pertumbuhan permodalan bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) cukup memadai. Sumber utama rentabilitas yang berasal dari core earnings cukup dominan namun terdapat pengaruh yang cukup besar dari non core earnings. Komponen-komponen yang mendukung core earnings stabil. Kemampuan laba dalam meningkatkan permodalan dan prospek laba di masa datang cukup baik.

d. Peringkat 4 mencerminkan rentabilitas kurang memadai, laba tidak memenuhi target, dan diperkirakan akan tetap pada kondisi tersebut di masa datang sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan permodalan bank dan kelangsungan usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas) tidak memadai atau bank mengalami kerugian. Sumber utama rentabilitas berasal dari non core earnings. Komponen-komponen yang mendukung core earnings tidak stabil. Kerugian bank mempengaruhi permodalan secara signifikan. e. Peringkat 5 mencerminkan rentabilitas tidak memadai, laba tidak memenuhi target, dan tidak dapat diandalkan serta memerlukan peningkatan kinerja laba segera untuk memastikan kelangsungan usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Bank mengalami kerugian yang signifikan. Sumber utama rentabilitas berasal dari non core earnings. Komponen-komponen yang mendukung core earnings tidak stabil. Kerugian bank mempengaruhi permodalan secara signifikan. e. Permodalan (Capital) Faktor permodalan digunakan untuk menilai sampai dimana bank memenuhi permodalan bank, kecukupan penyediaan modal harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Dengan modal sendiri yang cukup, bank dapat memanfaatkan sebagian dari modal untuk membiayai kebutuhan atas prasarana dan sarana yang memadai untuk melaksanakan kegiatan operasional bank. Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin

bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan. Penilaian atas faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan, bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank seperti risiko operasional, risiko pasar dan risiko kredit. Semakin tinggi risiko bank maka semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi risiko tersebut. Penilaian faktor permodalan dikategorikan ke dalam 5 peringkat yaitu Peringkat 1, Peringkat 2, Peringkat 3, Peringkat 4, dan Peringkat 5. Urutan peringkat faktor permodalan yang lebih kecil mencerminkan kondisi permodalan bank yang lebih baik. Berikut penjelasannya : a. Peringkat 1 mencerminkan bank memilki kualitas dan kecukupan permodalan yang sangat memadai relatif terhadap profil risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha dan kompleksitas usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Bank memiliki tingkat permodalan yang sangat memadai, sangat mampu mengantisipasi seluruh risiko yang dihadapi, dan mendukung ekspansi usaha bank ke depan. Kualitas komponen permodalan pada umumnya sangat baik, permanen, dan dapat menyerap kerugian. Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi dengan sangat memadai. Bank memiliki manajemen permodalan yang sangat baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang sangat baik sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis serta kompleksitas usaha dan skala bank.

Bank memilki akses sumber permodalan yang sangat baik dan/atau memilki dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk. b. Peringkat 2 mencerminkan bank memilki kualitas dan kecukupan permodalan yang memadai relatif terhadap profil risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha dan kompleksitas usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Bank memiliki tingkat permodalan yang memadai dan dapat mengantisipasi hampir seluruh risiko yang dihadapi. Kualitas komponen permodalan pada umumnya baik, permanen, dan dapat menyerap kerugian. Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi dengan memadai. Bank memiliki manajemen permodalan yang baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang baik. Bank memilki akses sumber permodalan yang baik dan/atau memilki dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk. c. Peringkat 3 mencerminkan bank memilki kualitas dan kecukupan permodalan yang cukup memadai relatif terhadap profil risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang cukup kuat sesuai dengan karakteristik, skala usaha dan kompleksitas usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Bank memiliki tingkat permodalan yang cukup memadai dan cukup mampu mengantisipasi risiko yang dihadapi. Kualitas komponen permodalan pada umumnya cukup baik, cukup permanen, dan cukup dapat menyerap kerugian. Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi dengan cukup memadai. Bank memiliki manajemen permodalan yang cukup baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang cukup baik. Bank memilki akses sumber permodalan yang cukup baik namun dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk tidak secara eksplisit. d. Peringkat 4 mencerminkan bank memilki kualitas dan kecukupan permodalan yang kurang memadai relatif terhadap profil risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang lemah dibandingkan dengan karakteristik, skala usaha dan kompleksitas usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Bank memiliki tingkat permodalan yang kurang memadai dan tidak dapat mengantisipasi seluruh risiko yang dihadapi.

Kualitas komponen permodalan pada umumnya kurang baik, kurang permanen, dan kurang dapat menyerap kerugian. Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang kurang dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi. Bank memiliki manajemen permodalan yang kurang baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang kurang baik. Bank kurang mampu melakukan akses pada sumber-sumber permodalan dan tidak terdapat dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk. e. Peringkat 5 mencerminkan bank memilki kualitas dan kecukupan permodalan yang tidak memadai relatif terhadap profil risikonya, yang disertai dengan pengelolaan permodalan yang sangat lemah dibandingkan dengan karakteristik, skala usaha dan kompleksitas usaha bank. Bank yang termasuk dalam peringkat ini memenuhi seluruh atau sebagian besar dari contoh karakteristik berikut : Bank memiliki tingkat permodalan yang tidak memadai sehingga harus menambah modal untuk mengantisipasi seluruh risiko yang dihadapi saat kondisi normal dan krisis. Kualitas komponen permodalan pada umumnya tidak baik, tidak permanen, dan tidak dapat menyerap kerugian. Bank telah melakukan stress test dengan hasil yang tidak dapat menutup seluruh risiko yang dihadapi. Bank memiliki manajemen permodalan yang tidak baik dan/atau memiliki proses penilaian kecukupan modal yang tidak baik. Bank tidak mampu melakukan akses pada sumber-sumber permodalan dan tidak terdapat dukungan permodalan dari kelompok usaha atau perusahaan induk. 2.1.3. Analisis Rasio Keuangan a. Pengertian Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor dan investor untuk menentukan kebijakan pemberian kredit

dan penanaman modal suatu perusahaan (Bahtiar Usman, 2003). Analisis rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang banyak digunakan. Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterprestasikan dengan tepat mengidentifikasi area yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Analisa rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masingmasing komponen yang membentuk rasio. Seperti alat analisis lainnya, rasio paling bermanfaat bila berorientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering menyesuaikan faktor-faktor yang mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa depan. Kita juga harus menilai faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi rasio di masa depan. Karenanya, kegunaan rasio tergantung pada keahlian penerapan dan interprestasinya dan inilah bagian yang paling menantang dari analisis rasio (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Pada dasarnya macam atau jumlah rasio itu banyak sekali yaitu sesuai dengan kebutuhan penganalisis, namun angka-angka rasio yang ada pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan atau kelompok (Munawir, 2001:68), yakni : Pertama, berdasarkan sumber data keuangan yang merupakan unsur atau elemen dari angka rasio tersebut. Kedua, berdasarkan tujuan dari penganalisa.

b. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) terhadap Total Kredit Salah satu kegiatan utama bank ialah menyalurkan dana kepada debitur dalam bentuk kredit, dimana dana dalam bentuk Dana Pihak Ketiga tersebut diperoleh dari kreditur. Jika debitur tidak dapat membayar tunggakan kreditnya maka bank akan mengambil alih jaminan atas kredit debitur tersebut. Jika jaminan atas kredit tersebut tidak dapat menutupi tunggakan kreditnya, maka bank harus melakukan sesuatu untuk mengatasi kerugian kreditnya. Oleh karena itu, untuk mengatasinya maka bank wajib membentuk atau menyisihkan dana untuk menutupi risiko atas kerugian kredit bank tersebut. Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Namun dengan adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka istilah dari PPAP pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur itu mengalami impairment (penurunan), maka bank itu harus membentuk dana atau cadangan atas kredit tersebut. Karena hasil evaluasi kredit debitur tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan

dana untuk kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang terdapat dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) setelah adanya revisi PSAK 55. Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008 dibagi menjadi: 1. Individual Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode seperti di bawah ini : a. Discounted Cash Flow : Estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga. b. Fair Value of Collateral : Dengan memperhitungkan nilai arus kas atas jaminan atau agunan di masa yang akan datang. c. Observable Market Price : Ditentukan dari harga pasar dari kredit tersebut. 2. Kolektif Setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut: a. Dilihat dari perhitungan arus kas kontraktual kreditur di masa akan datang. b. Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya Dari beberapa metode pengukuran CKPN diatas, maka akan

diperoleh besarnya cadangan atau penyisihan dana atas kredit debitur tersebut. Jika membandingkan cara pembentukan dana menurut PPAP dan CKPN, maka dapat dilihat bahwa perhitungan PPAP lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan CKPN, karena hanya memperhitungkan penyisihan dananya berdasarkan tingkat kolektibilitas kredit dari debitur tersebut. Sedangkan untuk perhitungan CKPN, perlu dicek satu per satu apakah kredit debitur tersebut mengalami impairment atau tidak. Setelah itu baru akan membentuk cadangan dana setelah terdapat bukti bahwa kredit debitur tersebut mengalami impairment. Walaupun perhitungan CKPN lebih rumit, tetapi dengan adanya pengecekan kredit tersebut secara satu per satu, maka pengontrolan kredit tersebut pun menjadi lebih terarah, karena apabila terjadi impairment, maka bank akan segera mencari jalan keluar agar kredit debitur tersebut tidak menimbulkan kerugian pada bank tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya perhitungan pembentukan atau penyisihan dana kredit berdasarkan perhitungan CKPN ini, maka setidaknya bank dapat mengurangi terjadinya risiko kredit yang akan dialaminya. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis menggunakan rasio CKPN atas Kredit terhadap Total Kredit sebagai salah satu rasio untuk mengukur tingkat kesehatan bank terutama dari risiko kredit. Total kredit yang digunakan dalam rasio ini adalah total kredit kepada pihak ketiga bukan bank.

c. Posisi Devisa Neto (PDN) terhadap Total Modal Posisi Devisa Neto adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut dari selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing ditambah dengan selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing (valas) yang semuanya dinyatakan dalam Rupiah. Aktiva valas terdiri dari kas, emas, giro (termasuk giro pada BI), deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, surat berharga, kredit yang diberikan, nilai bersih wesel ekspor yang telah diambil alih, rekening antarkantor aktiva dan tagihan lainnya, dalam valas baik kepada penduduk maupun bukan penduduk. Sementara pasiva valas meliputi giro, deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan impor, rekening antarkantor pasiva, pendapatan komprehensif lainnya dari surat-surat berharga valas selain saham dan kewajiban lainnya dalam valas, baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/10/PBI/2010 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum dinyatakan Bank Umum Devisa wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja secara keseluruhan setinggi-tingginya 20% dari modal. Selain wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja, Bank wajib

mengelola dan memelihara PDN paling tinggi 20% dari modal setiap 30 menit sejak sistem tresuri bank dibuka sampai dengan sistem tresuri bank ditutup. PDN merupakan salah satu bentuk pengendalian terhadap risiko pasar yang memberi gambaran seberapa besar potensi kerugian bank apabila terjadi perubahan suku bunga yang berlawanan dengan posisi bank. Dengan PDN (20% dari modal), kerugian bank yang terjadi akibat perubahan kurs valas masih dapat dicover oleh modal dan tidak sampai menggangu kelangsungan bank. Bank yang melakukan pelanggaran PDN selama lebih dari satu hari kerja dan tidak menyampaikan laporan dalam waktu yang ditentukan, selain dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar denda sebesar Rp 250 juta setiap hari pelanggaran atau paling banyak Rp 5 miliar dalam satu tahun kalender. juga dikenakan sanksi berupa penurunan satu peringkat penilaian faktor manajemen dan peningkatan penilaian profil risiko untuk risiko kepatuhan pada penilaian tingkat kesehatan bank dalam dua periode penilaian setelah exit meeting. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis menggunakan rasio PDN terhadap Total Modal sebagai salah satu rasio untuk mengukur tingkat kesehatan bank terutama dari risiko pasar. Total modal yang digunakan dalam rasio ini adalah total modal sebagaimana diatur ketentuan Bank Indonesia mengenai PDN.

d. Non Performing Loan (NPL) Bruto NPL atau kredit bermasalah merupakan salah satu risiko kredit yang harus dihadapi oleh bank. Non performing loan (NPL) adalah kredit yang bermasalah dimana debitur tidak dapat memenuhi pembayaran tunggakan peminjaman dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian. Yang termasuk ke dalam non performing loan adalah kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP Tanggal 14 Desember 2001, NPL dapat dihitung dengan rumus : Peningkatan NPL dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank dituntut untuk selalu menjaga kredit tidak dalam posisi NPL yang tinggi. Agar dapat menentukan tingkat wajar atau sehat maka ditentukan ukuran standar yang tepat untuk NPL. Dalam hal ini Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat NPL yang wajar adalah 5% dari total portofolio kreditnya. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa rasio ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator penentu tingkat kesehatan bank. NPL bruto maksudnya nilai kredit sebelum dikurangi cadangan penyisihan untuk kredit tidak tertagih/macet.

e. Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikumpulkan bank yang mencakup giro, tabungan dan deposito. Menurut Lukman Dendawijaya (2003), Loan to Deposit Ratio (LDR) menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Jika bank dapat menyalurkan seluruh dana yang dihimpun memang akan menguntungkan, namun hal ini terkait risiko apabila sewaktu-waktu pemilik dana menarik dananya atau pemakai dana tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjamnya. Sebaliknya, apabila bank tidak menyalurkan dananya maka bank juga akan terkena resiko karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan, batas minimum pinjaman yang diberikan bank adalah 80% dan maksimum 110%. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa rasio ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator penentu tingkat kesehatan bank karena mengukur seberapa besar keinginan bank untuk memperoleh keuntungan melalui penyaluran kredit kepada pihak ketiga dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan kecukupan dana yang dimiliki bank bila sewaktu-waktu terjadi penarikan oleh nasabah dalam jumlah yang cukup besar.

f. Return on Assets (ROA) ROA merupakan salah satu indikator kinerja bank dalam menghasilkan laba (rentabilitas). Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. ROA dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total assets. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Informasi mengenai kinerja sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Bagi kelompok investor, kreditor maupun masyarakat umum yang menanamkan investasi pada bank perlu untuk mengetahui kinerja bank tersebut. Pengembalian atas investasi modal berguna bagi evaluasi manajemen, analisis profitabilitas, peramalan laba, serta perencanaan dan pengendalian. Menggunakan angka pengembalian atas investasi modal untuk tujuan tersebut membutuhkan pemahaman mendalam mengenai ukuran pengembalian ini. Karena ukuran pengembalian mencakup komponen yang berpotensi memberikan kontribusi pada pemahaman kinerja perusahaan (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005).

g. Net Interest Margin (NIM) NIM dihitung berdasarkan pendapatan bunga bersih terhadap ratarata total aset produktif. Pendapatan bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga (disetahunkan). Sedangkan Rata-rata total aset produktif adalah rata-rata bulanan aset yang menghasilkan bunga baik di neraca maupun Transaksi Rekening Administratif (TRA). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dimaksud dengan aktiva produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Oleh karenanya bank wajib menjaga selalu kualitas aktiva produktifnya dan melaporkan perkembangannya ke Bank Indonesia secara berkala. h. Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi di bidang perkreditan karena menyangkut kecukupan modal bank. Dalam prakteknya perhitungan CAR yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank

(KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank memerlukan rincian dan kesamaan pengertian apa yang masuk sebagai komponen untuk menghitung ATMR dan bagaimana menghitungnya. Begitu juga modal, perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan sebagai modal bank. 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa tinjauan terdahulu terkait penelitian ini antara lain: Tabel 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Dan Tahun Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) Titik Aryati dan Shirin Balafif (2007) Judul Variabel Hasil Penelitian Analisis Rasio CAMEL Terhadap Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesehatan Bank Dengan Regresi Logit CAR,ATTM, APB, NPL, PPAP terhadap Aktiva Produktif, Pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO dan LDR. Periode penelitian 2000-2002. NPL, CAR, ROA, ROE, LDR dan NIM. Periode Rasio yang memiliki perbedaan signifikan antara bank-bank kategori bermasalah dan tidak bermasalah adalah CAR, APB, NPL, PPAP, ROA, NIM, BOPO. Hasil pengujian hipotesis II, rasio yang berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah bank-bank swasta nasional di Indonesia adalah rasio CAR dan BOPO. Hanya rasio NPL yang memiliki pengaruh signifikan terhadap probabilitas sehat dan tidak sehat pada bank tersebut. Sedangkan rasio CAR, ROA, ROE, LDR dan NIM menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak ada pengaruh probabilitas bank

Welthi Sugiarti (2012) Analisis Kinerja Keuangan dan Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode CAMEL pada Bank Umum yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia CAR, KAP, NIM, ROA, BOPO dan LDR. Periode penelitian 2009-2011. sehat dan tidak sehat. Secara parsial variabel KAP dan NIM berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesehatan. Sedangkan variabel CAR, ROA, BOPO dan LDR berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat kesehatan bank. 2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka analisa tingkat kesehatan perusahaan dengan metode Camels pada Perusahaan Perbankan Pemerintah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual