BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

GEOTEKNIK dan GEOMEKANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

Seri Mata Kuliah. Zufialdi Zakaria

ANALISIS KESTABILAN LERENG TANAH

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

Seri Mata Kuliah. Zufialdi Zakaria. Laboratorium Geologi Teknik Program Studi Teknik Geologi - Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB 8. Gerakan Tanah

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Bab IV STABILITAS LERENG

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV STUDI LONGSORAN

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

BAHAN AJAR. MEKANIKA BATUAN (Semester 6 / 2 SKS / TKS 1607)

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk

EROSI DAN SEDIMENTASI

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penggunaan lahan. Lahan juga diartikan sebagai Permukaan daratan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar III.1. Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

ANALISA STABILITAS LERENG PADA CAMPURAN PASIR DAN TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN PERMODELAN DI LABORATORIUM ABSTRAK

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA RUAS JALAN TENGGARONG SEBERANG KM 10 KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

(FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013

INVESTIGASI GERAKAN TANAH DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DI SEKITAR LERENG BGG JATINANGOR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODELOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB III LANDASAN TEORI

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

MAKALAH ANALISA LONGSOR MENGGUNAKAN SEISMIK REFRAKSI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

MODUL 4: MANAJEMEN BENCANA BAHAYA GERAKAN TANAH

ANALISIS TINGGI MUKA AIR PADA PERKUATAN TANAH DAS NIMANGA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bencana Benc Longsor AY 11

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENANGGULANGAN GERAKAN TANAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lereng dan Kategorinya Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das 1985). Lereng yang ada secara umum dibagi menjadi dua kategori lereng tanah, yaitu lereng alami dan lereng buatan. Lereng alami terbentuk secara alamiah yang biasanya terdapat di daerah perbukitan. Sedangkan lereng buatan terbentuk oleh manusia biasanya untuk keperluan konstruksi, seperti tanggul sungai, bendungan tanah, tanggul untuk badan jalan kereta api. Lereng alami maupun buatan masih dibagi lagi dalam dua jenis (Soepandji, 1995), yaitu : 1. lereng dengan panjang tak hingga (infinite slopes), 2. lereng dengan panjang hingga (finite slopes). Keruntuhan pada lereng bisa terjadi akibat gaya dorong yang timbul karena beban pada tanah. Lereng secara alami memiliki kekuatan geser tanah dan akar tumbuhan yang digunakan sebagai gaya penahan. Apabila gaya penahan lebih kecil dibandingkan gaya pendorong maka akan timbul keruntuhan pada lereng. 2.2. Kelongsoran dan Pengelompokannya Longsoran (landslide) adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya (Sharpe,1938 dalam Hansen, 1984). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1. 5

6 Tabel 2.1 Klasifikasi Longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984) Secara sederhana, Coates (1977, dalam Hansen, 1984) membagi longsoran menjadi luncuran atau gelinciran (slide), aliran (flow) dan jatuhan (fall). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.2. Sedangkan Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) membagi longsoran (landslide) menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide) dan nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread) dan gerakan majemuk (complex movement). Untuk lebih jelasnya klasifikasi tersebut disampaikan pada tabel 2.3.

7 Tabel 2.2 Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Coates (dalam Hansen, 1984) TIPE MATERIAL BATUAN DASAR (BEDROCK) TANAH LAPUK (REGOLITH) SEDIMEN TIPE GERAKAN (PERTAMBAHAN KECEPATAN) LONGSOR GELINCIRAN (SLIDE) ALIRAN ROTASIONAL PLANAR (FLOW) LUNCURAN BATU (ROCK SLIDE) NENDATAN BATU (ROCK SLUMP) NENDATAN TANAH (EARTH SLUMP) NENDATAN SEDIMEN (SEDIMENT SLUMP) LUNCURAN BLOK (BLOCK SLIDE) Longsoran Bahan Rombakan (Debris Slide) SLAB SLIDE Pertambahan Koherensi Batuan Lawina Bahan Rombakan (Debris Avalanche) Aliran Tanah (Earth Flow) LAWINA BATUAN (ROCK AVALANCHE) Aliran Bahan ombakan (Debris Flow) Liquefaction Flow Aliran tanah loos Aliran pasir JATUHAN (FALL) JATUHAN BATU (ROCK FALL) JATUHAN TANAH (SOIL FALL) JATUHAN SEDIMEN (SEDIMENT FALL) Pada umumnya klasifikasi para peneliti di atas berdasarkan kepada jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway Research Board Landslide Committe (1978), mengacu kepada Varnes (1978) seperti diberikan pada tabel 2.3 yang berdasarkan kepada : 1. material yang nampak, 2. kecepatan perpindahan material yang bergerak, 3. susunan massa yang berpindah, 4. jenis material dan gerakannya.

8 Tabel 2.3 Klasifikasi longsoran (landslide) oleh Varnes (1978, dalam M.J. Hansen, 1984) yang digunakan oleh Higway Reseach Board Landslide Comitte (1978, dalam Sudarsono & Pangular, 1986) Jenis gerakan (type of movement) Jatuhan (falls) Jungkiran (topple) Batuan dasar (bedrock) Jatuhan batu (rock fall) Jungkiran batu (rock topple) Jenis Material (type of material) Tanah keteknikan (engineering soils) Bebas, butir kasar (freedom, coarse) Jatuhan bahan rombakan (debris fall) Jungkiran bahan rombakan (debris topple) Berbutir halus (predominantly fine) Jatuhan tanah (earth fall) Jungkiran tanah (earth topple) Gelinciran (slides) Rotasi Translasi Satuan Nendatan batu Nendatan bahan Nendatan tanah sedikit (rock slump) rombakan (earth slump) (few units) (debris slump) Satuan banyak (many units) Gerak horisontal / bentang lateral (lateral spreads) Aliran (flow) Luncuran bongkah batu (rock block slide) Luncuran batu (rock slide) Bentang lateral batu (rock spread) Aliran batu / rayapan dalam (rock flow / deep creep) Luncuran bongkah bahan rombakan (debris block slide) Luncuran bahan rombakan (debris slide) Bentang lateral ahan rombakan (debris spread) Aliran bahan rombakan (debris flow) Luncuran bongkah tanah (earth block slide) Luncuran tanah (earth slide) Bentang lateral tanah (earth spread) Alran tanah (earth flow) Rayapan tanah (soil creep) Majemuk (complex) Gabungan dua atau lebih gerakan (combination two or more movement) Berdasarkan definisi dan klasifikasi longsoran (Varnes, 1978), maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass movement) adalah gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atas atau perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Longsoran

9 (landslide) merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide), nendatan (slump), aliran (flow), gerak horisontal atau bentangan lateral (lateral spread), rayapan (creep) dan longsoran majemuk. Untuk membedakan longsoran, landslide, yang mengandung pengertian luas, maka istilah slides digunakan kepada longsoran gelinciran yang terdiri atas luncuran atau slide (longsoran gelinciran translasional) dan nendatan atau slump (longsoran gelinciran rotasional). Berbagai jenis longsoran (landslide) dalam beberapa klasifikasi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Jatuhan (fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara, termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain. Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu, bahan rombakan maupun tanah. 2. Longsoran longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran (slide) bila dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang banyak berubah. Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak berubah dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan (slump). Termasuk longsoran gelinciran adalah : luncuran bongkah tanah maupun bahan rombakan, dan nendatan tanah.

10 3. Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau kadar air tanah yang terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis gerakan aliran kering adalah sandrun (larian pasir), aliran fragmen batu, aliran loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir lanau, aliran tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan. 4. Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan. Menurut Pastuto & Soldati (1997), longsoran majemuk diantaranya adalah bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan. 5. Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba & Mencl, 1969; Hansen, 1984). Untuk membedakan longsoran dan rayapan, maka kecepatan gerakan tanah perlu diketahui untuk lebih jelas lihat tabel 2.4. Rayapan (creep) dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: rayapan musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan bersinambungan yang dipengaruhi kuat geser dari material, dan rayapan melaju yang berhubungan dengan keruntuhan lereng atau perpindahan massa lainnya (Hansen, 1984).

11 Tabel 2.4 Laju kecepatan gerakan tanah (Hansen, 1984) KECEPATAN KETERANGAN > 3 meter/detik Ekstrim sangat cepat 3 meter/detik s.d. 0.3 meter/menit Sangat Cepat 0.3 meter/menit s.d. 1.5 meter/hari Cepat 1.5 meter/hari s.d. 1.5 meter/bulan Sedang 1.5 meter/bulan s.d. 1.5 meter/tahun Lambat 0.06 meter/tahun s.d. 1.5 meter/tahun Sangat lambat < 0.06 meter/tahun Ekstrim sangat lambat 6. Gerak horisontal / bentangan lateral (lateral spread), merupakan jenis longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan secara horisontal. Biasanya berasosiasi dengan jungkiran, jatuhan batuan, nendatan dan luncuran lumpur sehingga biasa dimasukkan dalam kategori complex landslide longsoran majemuk (Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah maupun bahan rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan, luncuran atau aliran yang berkembang selama maupun setelah longsor terjadi. Material yang terlibat antara lain lempung (jenis quick clay) atau pasir yang mengalami luncuran akibat gempa (Buma & Van Asch, 1997). 7. Pada longsoran tipe translasional maupun rotasional, ada batas antara massa yang bergerak dan yang diam (disebut bidang gelincir), kedalaman batas tersebut dari permukaan tanah sangat penting bagi deskripsi longsoran.

12 2.3. Faktor yang Dapat Menyebabkan Ketidakstabilan Lereng Longsornya suatu lereng bisa disebabkan oleh faktor internal lereng maupun faktor eksternal lereng, antara lain: terjadinya gempa, curah hujan yang tinggi (iklim), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991). Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah : 1. pelapukan (fisika, kimia dan biologi), 2. erosi, 3. penurunan tanah (ground subsidence), 4. deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah), 5. getaran dan aktivitas seismik, 6. jatuhan tepra, 7. perubahan rejim air. Pada beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991). Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal, yaitu yang terjadi dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya

13 peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (μ) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari massa lereng. Debit air tanah juga membesar dan erosi di bawah permukaan meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993). 2.4. Gabion 2.4.1. Defenisi gabion Gabion adalah kotak yang terbuat dari anyaman kawat baja berlapis seng yang pada penggunaannya diisi batu-batu untuk pencegah erosi yang dipasang pada tebing, tepi-tepi sungai, yang proses penganyamannya menggunakan mesin (SNI 03 0090 1999). 2.4.2. Bentuk dan ukuran gabion (SNI 03 0090 1999) membagi bentuk dan ukuran gabion dalam dua bentuk sebagai berikut : 1. ukuran anyamannya 80 mm x 100 mm atau 100 mm x 120 mm dengan ø kawat anyaman 2,70 mm atau 3,00 mm, kawat sisi ø 3,40 mm atau 4,00 mm, kawat pengikat ø 2 mm. Toleransi ukuran kotak (panjang, lebar dan tinggi) sebesar 5%. Dapat dilihat pada tabel 2.5.

14 2. ukuran anyamannya 60 mm x 80 mm, ø kawat anyaman 2 mm, kawat sisi ø 2,70 mm, kawat pengikat ø 2 mm. Untuk ukuran anyaman 80 cm x 100 cm, diameter kawat anyaman 2,7 mm, kawat sisi ø 3,40 mm dan kawat ikat ø 2 mm. Toleransi ukuran kotak (panjang, tinggi dan lebar) sebesar 5%. Dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Ukuran dan Bentuk Gabion Panjang Lebar Tinggi BENTUK I (meter) BENTUK II (meter) 2 1 0,5 3 1 0,5 4 1 0,5 3 1,5 0,5 2 1 0,5 3 1 0,5 4 1 0,5 6 2 0,17 6 2 0,23 6 2 0,30 2.5. Plaxis Plaxis adalah program komputer yang menggunakan metode elemen hingga dua dimensi secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas berbagai aplikasi dalam bidang geoteknik. Program ini memiliki empat buah sub program yaitu masukan, perhitungan, keluaran dan kurva.