7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi Kalkun Kalkun adalah hewan unggas (sejenis burung), asli Amerika Utara, yang sebenarnya telah dikonsumsi sehari-hari suku indian. Dalam klasifikasinya kalkun termasuk dalam Filum Sub Filum Kelas Ordo Family Sub Family Genus Spesies : Chordata, : Vertebrata, : Aves : Galliformes : Meleagididae : Miliagris : Meleagris : Meleagris gallopavo, Meleagris silvestri, dan Meleagris ocellata ( Prayitno dan Murad, 2009) Subspesies : Meleagris gallopavo gallopavo, Meleagris gallopavo intermedia, Meleagris gallopavo merriami, Meleagris gallopavo mexicana, Meleagris gallopavo osceola, Meleagris gallopavo silvestris 2.2 Sejarah Kalkun Kalkun (Turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang didomestikasikan oleh suku bangsa Indian pada zaman pro-colombia.
8 Kalkun memiliki tubuh besar serta mempuyai bentuk khas pada ekornya, selain pada pial dan gelambirnya (Rasyaf dan Amrullah, 1983). Nenek moyang kalkun piaraan adalah Meleagris gallopavo. Nenek moyang kalkun piaraan adalah Meleagris Gallopavo. Kalkun liar hidup dalam kelompok-kelompok kecil di hutan dan makanannya berupa serangga, biji-bijian dan buah-buahan yang jatuh dari pohon (Williamson dan Payne, 1993). Di Amerika sendiri terdapat banyak bangsa kalkun diantaranya Broad Breasted Bronze, Broad Breasted White, American Mammoth Bronze, White Beltsville dan Hybrid (Blakely dan Bade, 1994). Indonesia memiliki beberapa varietas kalkun yang dikembangkan yaitu jenis Broad Breasted Bronze, White Holland,dan kalkun cokelat.varietas Broad Breasted Bronzemerupakan hasil persilangan Broad Breasted Bronze Large dengan Broad Breasted White Holland. Ciri-ciri kalkun Broad Breasted Bronze memiliki warna bulu gelap dan warna perunggu pada ekor dan sayapnya, pertumbuhan yang baik ditandai dengan bobot tubuh jantan dicapai pada umur 24 minggu sebesar 4,8--5,0 kg dan pada betina pada umur 17 minggu sebesar 3,5 kg (North dan Bell, 1990). 2.3 Pemeliharaan Kalkun Kalkun yang berkembang di Indonesia memiliki tubuh yang relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan varietas kalkun yang dipelihara di negara maju. Bobot kalkun betina dewasa sekitar 3,0--3,5 kg sedangkan jantannya sekitar 6--8 kg. Warna bulunya beragam, ada yang gelap, putih, gelap/hitam bercampur putih, cokelat, dan abu-abu. Diduga kalkun ini adalah keturunan dari berbagai
9 spesies dan varietas kalkun yang ada pada waktu itu dibawa masuk oleh orangorang Belanda ke Indonesia (Prayitno dan Murad, 2009). Manajemen pemeliharaan kalkun jantan dibesarkan terpisah dari betina, karena jika dicampur antara jantan dan betina, maka pertumbuhan betina akan terganggu dan berat yang seharusnya dicapai sebelum bertelur tidak akan terpenuhi. Pada saat ada makanan jantan akan makan lebih dahulu dan dengan badannya yang lebih besar jantan akan menutupi kesempatan betina untuk makan, sehingga betina akan mendapat sisa makanan ( Rasyaf dan Amrullah,1983). Kalkun mempunyai fase hidup seperti berikut : 1) 0-4 minggu (prestarter); 2) 4-8 minggu (starter); 3) 8-12 minggu (grower I); 4) 12--16 minggu (grower II); 5) 16-20 minggu (finisher I); 6) 20 minggu keatas (finisher II). Dewasa kelamin kalkun pada umur 33 minggu dengan bobot dewasa sebesar 15,4 kg untuk jantan dan 8,4 kg untuk betina (Rasyaf dan Amrullah, 1983). Blakely dan Bade (1994) menyatakan bahwa kalkun betina tipe ringan dapat dikawinkan pada umur 30 minggu dan pejantannya dapat mulai dikawinkan pada umur 34 minggu, sedangkan kalkun tipe berat baru dapat dikawinkan pada umur umur 36 minggu dan pejantannya pada umur 40 minggu. Kalkun jantan dan betina yang sudah dewasa kelamin akan menghasilkan telur tetas dan anak kalkun yang baik dibandingkan dengan kalkun yang belum dewasa kelamin. Pada pemeliharaan yang sempurna anak kalkun yang diperoleh bobot badan pada umur 16--24 minggu akan sama seperti yang dihasilkan oleh bibit yang lebih tua. Begitu juga dengan fertilitas dan daya
10 tetasnya. Pejantan muda sanggup melayani 20 induk. Untuk tipe berat jumlahnya lebih sedikit yaitu berkisar 14-16 ekor, sedangkan untuk tipe medium dan tipe kecil berturut-turut adalah 18 dan 20 ekor (Rasyaf dan Amrullah, 1983). 2.4 Jenis-jenis Kalkun 1. Broad Breasted White Asal dari inggris, berkembang di AS dan yang berkembang sekarang ini berasaldari AS. Warna bulu putih. Berat badan dewasa betina yaitu 6,5 10 kg, sedangkan untuk jantan sebesar11 18 kg. Merupakan petelur tidak produktif, dengan produksi 50 60 butir per musim. 2. Broad Breasted Bronze Banyak dipelihara secara besar besaran, karena badan besar, dewasa kelamin cepat dan keuntungan per ekor lebih tingi dibanding varietas lain. Berat dewasa betina yaitu 6,5 10 kg, sedangkan untuk jantan sebesar 11 18kg. Bulu mempunyai pinggiran ujung berwarna putih dengan warna bronze pada ekor dan sayap. 3. Beltsville Small White Kalkun ini memiliki Warna bulu putih, dengan berat badan dewasa betina sebesar 4,5 kg, sedangkan jantan sebesar 6,5 kg, dan rroduksi telur tinggi 100 120 butir per tahun 4. Narragansett Jenis kalkun narragansett mempunyai warna bulu hitam, abu-abu, coklat, dan putih. Seperti jenis bronze hanya saja bulu abu-abu menggantikan warna perunggu di bagian dadanya. Kalkun jenis narragansett agak sukar ditemukan, populasinya tidak sebanyak jenis bronze.
11 5. Royal Palm Kalkun ini sangat indah di pandang, keanggunan kombinasi warna putih dan hitam yang sangat sempurna. Jenis kalkun royal palm masih banyak kita jumpai di Indonesia, meskipun kadang-kadang kualitas warna sudah tidak asli karena gradasi yang disebabkan perkawinan silang. Di negara Amerika, jenis royal palm tidak dikembangkan sebagai kalkun pedaging, hanya beberapa yang mengembangkan dalam skala kecil sebagai kalkun hias yang diperlombakan. 6. Bourbon Red Berasal dari Bourbon Country Kentucky, mempunyai warna merah khas yang di padu dengan warna putih atau coklat muda pada sayap dan ekor. Jenis kalkun Bourbon red pada saat ini sedang banyak dicari, keindahan warna membuat jenis kalkun ini menjadi mahal. Perubahan warna bisa dimungkinkan karena perkawinan silang seperti coklat muda (kopi susu), atau coklat pekat tanpa warna putih pada sayap & ekor. 7. Blue slate Kalkun Blue Slate berasal dari perkawinan silang dari Black Turkey dan kalkun putih. The Slate atau Blue Slate adalah nama untuk warna biru di seluruh tubuh, dengan atau tanpa bintik-bintik hitam beberapa. Hal ini juga disebut Blue atau Lavender kalkun. Kepala, leher, dan pial berwarna merah putih kebiruan, warna mata berwarna coklat. 8. Black Spanish Kalkun jenis ini memiliki warna bulu hitam. Jenis Black Spanish / Norfolk Black adalah kalkun yang berasal dari Eropa. Dalam perkembangannya terdapat beberapa jenis kalkun hitam dengan perbedaan warna hitamnya seperti
12 Hitam Dop, Hitam Mengkilap (metalic), dan kombinasi antara hitam dengan ekor putih. Berdasarkan bobot badan, kalkun dibedakan: 1) tipe berat (12-18 kg); 2) tipe sedang ( 4-12 kg); 3) tipe ringan (3-4 kg). Varietas Tabel 1. Berat badan 7 varietas kalkun menurut The America Standard Perfection Tom ( ) Hen ( ) Adult Yearling Young Adult Yearling Young Bronze 16.33 14.973 11.33 9.07 8.16 7.25 White 14.97 13.6 10.43 8.16 7.71 6.35 Narragansett Bourbon Red Black Slate Beltsville Small White 14.97 13.6 10.43 8.16 7.25 6.35 14.97 13.6 10.43 8.16 7.25 6.35 10.43 9.97 8.61 5.89 5.44 4.98 (American Poultry Association. 1910) Satuan Kilogram Berdasarkan umur, kalkun digolongkan sebagai berikut ; Fryer Roaster Turkey : Kalkun dibawah umur 16 minggu Young Hen Turkey : Kalkun betina muda umur 5 7 bulan Young Tom Turkey : Kalkun jantan muda umur 5 7 bulan Yearling Hen Turkey : Kalkun betina muda masak kelamin dibawah umur 15 bulan Yearling Tom Turkey : Kalkun jantan muda masak kelamin dibawah umur 15 bulan Mature Turkey or Old Turkey : Kalkun yang sudah tua, baik jantan maupun betina berumur >15 bulan
13 2.5 Budidaya Kalkun 2.5.1 Pakan kalkun Secara umum pakan kalkun mirip dengan pakan unggas atau jenis burung lainnya yaitu termasuk pemakan biji-bijian, yang membedakan, kalkun sangat menyukai hijauan daun. Pemberian daun untuk ransum kalkun dapat dilakukan dengan cara dipotong-potong terlebih dahulu atau dibiarkan dimakan di lapangan terbuka. Pemberian hijauan daun dengan cara dilepas pada areal yang sudah ditanami hijauan daun akan memberi manfaat lebih yaitu kalkun secara insting dapat memilih sendiri jenis-jenis daun dan mineral dalam tanah yang dibutuhkan serta dapat mengkonsumsi aneka serangga sebagai tambahan protein. Pemberian pakan harus sesuai kondisi dan umur kalkun karena untuk kalkun anakan dan kalkun dewasa memiliki porsi dan menu berbeda. Pakan starter, pakan pada fase starter memiliki kandungan protein kasar( 26-28%) dan mikro nutrien yang tinggi. Pakan kalkun pada fase starter dapat digunakan jenis crumble atau bentuk pelet. Pakan fase grower, kandungan pakan pada fase ini memiliki kadungan protein kasar 20-24%. Pakan ini dirancang untuk pertumbuhan dan perkembangan kalkun. Pada fase ini jenis pakan yang bisa digunakan dalam bentuk crumble atau pellet. Pakan fase finisher, pakan ini mengandung 14-16% protein kasar dan relatif tinggi dalam energi dibandingkan pada fase starter dan grower. Pakan ini dirancang untuk melanjutkan pertumbuhan kalkun. Pakan pada fase finisher biasanya bisa berbentuk pellet. ( Bland dan David, 2000)
14 Tabel 2. Konsumsi Ransum Kalkun Per Ekor No. Umur (Minggu) Konsumsi Ransum (Gram) 1 1-2 272.155 2 3-4 793.786 3 5-6 861.825 4 7-8 1288.202 5 9-10 1605.716 6 11-12 1959.519 7 13-14 2485.684 8 15-16 2576.404 9 17-18 3016.389 10 19-20 3138.859 11 22-23 3596.987 12 24-25 3737.601 13 26-27 3796.568 14 28 3950.789 (Marsden and Martin, 1955) Kebutuhan tempat pakan kalkun berdasarkan rekomendasi Beutler (2007) umur 0-8 minggu 3.5 5.0 cm dan umur >8 minggu 6.5 7.7 cm. 2.5.2 Perkandangan Kalkun Pemeliharaan kalkun membutuhkan beberapa kandang sesuai dengan umur dan aktivitas kalkun. Prinsipnya, kalkun menuntut kandang yang bagus dan mahal. Bahan-bahan kandang dapat dicari dari material sederhana seperti kayu
15 dan bambu. Dari segi fungsi dibutuhkan beberapa kandang sesuai fungsinya (Paulus, N. 2012). Kandang kalkun memiliki fungsi yang tak kalah pentingnya seperti juga halnya makanan. Pembuatan kandang perlu dilakukan cermat dengan mempperhitungkan segala segi manfaat serta kelemahannya. Kandang dimaksudkan sebagai tempat tumbuh dan berkembangknya seekor kalkun dari mulai telur sampai dengan menjadi kalkun dewasa siap panen (Yahya dan Murtie 2013). 1. Kandang untuk mengumbar Kalkun membutuhkan ruangan untuk bergerak dan beraktivitas seharihari. Diperlukan lokasi yang berguna sebagai umbaran. Lokasi umbaran harus dikelilingi pagar yang rapat agar aman. Penggunaan pagar bertujuan menjaga keamanan dari tangan jahil dan binatang pengganggu (Paulus, N. 2012). 2. Kandang kalkun umur 0 30 hari Kalkun berumur satu hari sampai satu bulan membutuhkan kandang boks yang hangat. Kandang dapat dibuat dari bambu, kayu, atau kawat strimin dengan rangka kayu. Kandang kawat sangat membantu terutama bagi daerah yang terdapat banyak hama tikus. Kandang dibuat dengan ukuran 1 meter, lebar 80 cm, tinggi 40 cm dan kaki-kaki setinggi 10 cm. Kandang dengan luas seperti diatas cukup untuk menampung 20 ekor kalkun. Sebagai alas kandang, gunakan lapisan koran, yang berfungsi untuk mencegah kaki-kaki kalkun terjepit alas kandang. Koran juga akan menyerap cairan yang berasal dari kotoran atau sisa minuman. Pemberian lampu sebagai penghangat sebaiknya dilakukan dengan memilih beberapa
16 lampu yang memiliki watt kecil agar hangatnya merata. Lampu yang menyala terang akan merusak pandangan mata kalkun yang berpengaruh pada saat kalkun dewasa seperti menjadi rabun dan mengurangi aktivitas kalkun (Paulus, N. 2012). 3. Kandang kalkun umur 2,5 bulan ke atas Kalkun berumur 2,5 bulan akan terus mengalami pertumbuhan, karena itu kandang yang diperlukan dibuat kandang yang memiliki ukuran sesuai. Ukuran kandang dengan panjang 2 meter, tinggi 70 cm, dan lebar 80 cm, dan kaki-kaki menyesuaikan pada kondisi dapat diisi dengan 20 ekor kalkun. Saat umur kakun 3 bulan, maka populasinya dikurangi menjadi 10 ekor/kandang. Pada umur 3,5 bulan dikurangi lagi sehingga dalam satu kandang hanya terdapat 8 ekor/ kandang (Paulus, N. 2012). 4. Kandang pejantan Kandang pejantan mutlak diberi kandang boks tersendiri. Hal ini berguna agar kalkun tidak berkelahi yang dapat mengakibatkan luka dan bulu rontok. Ukuran kandang untuk pejantan ini 80 x 80 x 80 cm. Tiap kandang hanya berisi satu ekor kalkun. Kepadatan kandang pada pemeliharaan kalkun yang direkomendasikan oleh Beutler (2007) berturut-turut pada umur 0-1; 1-8; 8-12; dan >12 minggu adalah 0.05; 0.1-0.19; 0.2-0.28; dan 0.37 m 2 per ekor. 2.6 Sifat Kualitatif Tahapan karakterisasi ternak yang pertama kali dilakukan adalah dengan menggunakan karakteristik genetik eksternal. Tahapan ini meliputi sifat kualitatif dan kuantitatif ternak. Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat
17 dideskripsikan dimana individu individu dapat diklasifikasikan ke dalam satu, dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lain. Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur (Kumnirdpetch, 2002). Identifikasi dari karakterisasi merupakan persyaratan awal untuk melakukan karakterisasi dan pemanfaatan sumber daya genetik (Weigend dan Romanoff, 2001). Tahapan karakteristik genetik eksternal merupakan cara dasar untuk menentukan jenis ternak yang diwariskan pada generasi berikutnya. Karakteristik genetik eksternal yang diamati meliputi sifat kualitatif seperti warna bulu bentuk jengger dan warna kulit kaki/shank. (Nishida, Nozawa, Hayasi, Hashiguchi, dan Mansjoer 1982). Sifat kualitatif adalah suatu sifat dimana individu-individu dapat diklasifikasikan ke dalam satu dari dua kelompok lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lain. Dalam arti luas, sifat kualitatif dapat diklasifikasikan sebagai berikut ; a. Sifat Luar Sifat luar yang tampak dengan sedikit atau bahkan tak ada hubungannya dengan dengan kemampuan produksi. Kelompok ini termasuk sifat-sifat seperti warna, bentuk, ada tidaknya tanduk, dan sebagainya. Walaupun ada sedikit hubungannya dengan produksi, sifat-sifat ini mungkin penting bagi para pemualia sebagai trade marks dan akibatnya sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan. Juga sifat-sifat dapat netral, bermanfaat, atau merugikan tergantung dari keadaan dimana ternak itu dipelihara (Hutt dan Rasmusen, 1982).
18 b. Cacat Genetik Cacat genetik berkisar dari yang hanya sedikit pengaruhnya terhadap kemampuan produksi (hanya didapatkan oada beberapa keadaan saja), sampai yang mematikan yaitu individu yang cacat. Kebanyakan cacat genetik adalah resesif. Apabila homosigot resesif tidak mampu berkembang biak, maka terjadi seleksi otomatis melawan gen resesif, dan biasanya cukup untuk menjaga frekuensi sifat cacat dalam populasi agak rendah. Umumnya sifatsifat tersebut mempunyai arti ekonomis rendah (Ricordeau, 1981). Karakteristik kualitatif dinyatakan sebagai sifat-sifat yang ada pada suatu jenis ayam yang menjadi penciri bagi ayam tersebut. Sifat ini sangat berguna bagi pengembangan bibit ayam karena menggambarkan secara jelas tingkat keragaman genetik pada suatu jenis ayam (Mansjoer, 2003). Pola warna bulu pada unggas merupakan salah satu faktor utama yang menentukan proses identifikasi, selain itu bentuk dan ukuran tubuh, bentuk jengger (comb) serta warna cakar (May, 1971). Warna bulu terkait dengan pigmen melanin yang terbagi menjadi dua tipe, yaitu eumelanin yang membentuk warna hitam dan biru pada bulu, dan pheomelanin yang membentuk warna merah-cokelat, salmon, dan kuning tua (Brumbaugh dan Moore, 1968). Kerja pigmen ini diatur oleh gen I (inhibitor) sebagai gen penghambat produksi melanin dan gen i sebagai gen pemicu produksi melanin sehingga ada dua sifat utama pada sifat warna bulu ayam, yaitu sifat berwarna dan sifat tidak berwarna. Warna bulu putih pada ayam yang membawa gen I (inhibitor) kadangkadang resesif terhadap warna bulu lain. Warna bulu ayam yang membawa gen i (gen pembawa sifat warna) tidak selalu hitam tergantung ukuran dan pengaturan granula pigmen (Hutt, 1949).
19 Distribusi melanin pada bulu primer akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola warna bulu primer. Pola warna ini dipengaruhi oleh faktor pendistribusian dan penghambat distribusi eumelanin. Faktor pendistribusi eumelanin adalah lokus E (Hutt, 1949) terdiri dari tiga alel yaitu E (hitam polos), e+ (tipe liar), dan e (Colombian) yang telah diteliti kemudian terdiri dari delapan alel, yaitu E>ER>eWh>e+>eb>es>ebc>ey (Crawford, 1990). Kerja alel dari lokus E ini biasanya juga dibatasi oleh beberapa alel yang bersifat menghambat distribusi eumelanin pada bulu primer, yaitu alel Db (dark brown), Co (colombian), dan Mh (mahogany). Kerja ketiga alel ini akan berpengaruh bila berinteraksi dengan lokus E pada bagian punggung, sayap, kaki, dan bulu ekor (Smyth, 1976). Distribusi melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola bulu sekunder atau istilah lainnya adalah corak bulu. Corak bulu pada unggas ada dua jenis corak, yaitu lurik/burik (barred) dilambangkan oleh gen B dan tidak lurik (non barred) dilambangkan oleh gen b. Gen pembawa sifat corak bulu ini terpaut kelamin. Kerja gen B ini adalah menghambat deposisi melanin dan akan menimbulkan garis-garis pada warna dasar hitam sehingga bulu terlihat hitam bergaris-garis putih (Hutt, 1949). Warna shank merupakan penampakan dari adanya beberapa pigmen tertentu pada epidermis dan dermis (Jull, 1951). Warna shank ada yang putih/kuning (Id), hitam (id) atau kehijauan (Mansjoer et al., 1985). Warna kuning pada shank, pada unggas bangsa Amerika dan bangsa-bangsa yang lain, adalah karena adanya lemak atau pigmen lipokrom (lypocrome) pada lapisan epidermis, sedangkan pigmen hitam atau melanin tidak terdapat pada epidermis dan dermis. Shank yang berwarna hitam disebabkan oleh adanya pigmen
20 melanin pada epidermis.shank warna putih, pada beberapa unggas bangsa Inggris muncul karena tidak adanya kedua pigmen tersebut pada epidermis maupun pada dermis. Shank biru (cerah dan gelap) pada bangsa unggas kulit putih didapatkan karena adanya pigmen melanin pada dermis, tetapi melanin dan lipokrom tidak terdapat pada epidermis. Adanya pigmen lipokrom pada epidermis dan pigmen melanin pada dermis menyebabkan shank warna hijau (Jull, 1951). Perubahan warna shank kuning pada unggas betina dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat produksi telur yang akan dihasilkan. Pigmen lipokrom yang terdapat pada shank sama dengan pigmen kuning yang terdapat pada telur, sehingga warna shank dapat dijadikan indikasi tingkat produksi telur seekor ayam. Faktor tersebut (warna kuning pada shank) bisa digunakan dalam proses pengafkiran ayam petelur (Jull, 1951). Adanya gen B pada ayam akan dapat mengurangi jumlah pigmen melanin pada shank (Hutt, 1949). Semua unggas kecuali golongan albino mempunyai warna mata gelap pada saat menetas. Warna mata sesungguhnya belum dapat dilihat sampai dewasa kelamin ketika pigmen melanin dan karoten diekspresikan secara penuh (Crawford, 1990).