KELAS JALAN, MUATAN SUMBU TERBERAT, DAN PERMASALAHAN BEBAN LEBIH KENDARAAN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI UMUR LAYAN JALAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN BERLEBIH DI RUAS JALAN LINTAS TIMUR PROVINSI ACEH

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Penyajian Data

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

ANALISA BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN JALAN DAN UMUR SISA

Bab III Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

Kata-kata Kunci: Perkerasan kaku, overloading, esa (gandar standard setara), umur perkerasan.

ANALISIS DAMPAK BEBAN OVERLOADING KENDARAAN BERAT ANGKUTAN BARANG TERHADAP UMUR RENCANA DAN BIAYA KERUGIAN PENANGANAN JALAN

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau,

Perancangan Perkerasan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari

EVALUASI BEBAN KENDARAAN TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN DAN UMUR SISA JALAN (STUDI KASUS : PPT. SIMPANG NIBUNG DAN PPT. MERAPI SUMATERA SELATAN)

PENENTUAN ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN DI RUAS JALAN PADALARANG CIANJUR

ANALISA PENGARUH MUATAN BERLEBIH TERHADAP UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MUHAMMAD ALKHAIRI NIM:

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

Jenis-jenis Perkerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2006), hampir 83% pergerakan barang di Indonesia terjadi di pulau Jawa, 10% di

ANALISIS KINERJA JALAN DAN PERKERASAAN LENTUR AKIBAT PENGARUH MUATAN LEBIH (OVERLOADING)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 14 TAHUN 2007 KM. 74 Tahun 1990 TENTANG KENDARAAN PENGANGKUT PETI KEMAS DI JALAN

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

EVALUASI KONDISI PERKERASAN LENTUR DAN PREDIKSI UMUR LAYAN JALINTIM PROVINSI SUMATERA SELATAN (Study Kasus: Ruas Batas Prov. Jambi Peninggalan)

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kondisi jalan raya terjadi banyak kerusakan, polusi udara dan pemborosan bahan

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BIAYA PRESERVASI JALAN AKIBAT TRUK DENGAN BEBAN BERLEBIH DI JALAN PESISIR TIMUR PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

KARAKTERISTIK BEBAN KENDARAAN OPERASIONAL

KOMPENSASI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN BERBASIS BEBAN KENDARAAN TESIS MERY CHRISTINA PAULINA SILALAHI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Perencanaan Bandar Udara

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati jurang,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

BAB III METODA PERENCANAAN

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan

Keterangan gambar : sekunder. Gambar 2.1 Sketsa Hirarki Jalan Perkotaan. (Sumber: Tim Peneliti Puslitbang Jalan, 2002) Bandar udara

METODOLOGI. Kata Kunci--Perkerasan Lentur, CTB, Analisa dan Evaluasi Ekonomi. I. PENDAHULUAN

Disampaikan Pada. Pelatihan Pemeriksaan Keteknikan Bidang Bina Marga. Jakarta, 4 Juli 2011

Fitria Yuliati

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

BAB III. Gambar 3.1. Alur Pikir Penelitian

TUGAS AKHIR - RC

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 539

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN RUAS JALAN DI STA S/D PADA AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT. JABONTARA EKA KARSA

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERANCANGAN STRUKTUR KOMPOSIT PERKERASAN DI LENGAN SEBELAH TIMUR PERSIMPANGAN JALAN PALAGAN DAN RING ROAD UTARA YOGYAKARTA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

Transkripsi:

KELAS JALAN, MUATAN SUMBU TERBERAT, DAN PERMASALAHAN BEBAN LEBIH KENDARAAN Jakarta, 21 OKTOBER 2016 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

OUTLINE 1. Faktor Kunci Penyelenggaran Jalan 2. Kerusakan Dini 3. Beban Lalu Lintas 4. Konfigurasi Beban Standar 5. Vehicle Damage Factor (VDF) 6. Muatan Sumbu Terberat (MST) MST dalam Kaitannya dengan Kelas Jalan MST di Beberapa Negara Konfigurasi Beban untuk MST 8 Ton dan 10 Ton Kajian Peningkatan MST 7. Permasalahan Beban Berlebih Kendaraan (Overloading) Survei WIM dan Nilai VDF Aktual di Pantura Perbandingan MST Ijin dan Aktual di Pantura dan Jalintim Perhitungan CESAL Pantura Ilustrasi Pengaruh Overloading 8. Kesepakatan Awal 4 Kementerian 9. Kesimpulan 2

FAKTOR KUNCI PENYELENGGARAAN JALAN Faktor 7: Penegakan Hukum dan Peraturan Penggunaan Jalan Faktor 1 : Jaringan Jalan mendukung Pengelolaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Faktor 2: Alokasi Anggaran Tepat Sasaran Kinerja Penyelenggaraan Jalan yang Handal, Efektif dan Efisien Faktor 6 : Pemeliharaan Jalan Bersifat Responsif dan Preventif Faktor 5: Pelaksanaan tepat Mutu, Waktu dan Target Anggaran. Faktor 4: Pendekatan Desain dan Penerapan Teknologi Menjamin Minimum Life Cycle Cost Faktor 3: Delivery Sistem yang Mendukung Strategi Pencapaian Kinerja Jalan 3

KEGAGALAN KINERJA JALAN DALAM BENTUK KERUSAKAN DINI PERKERASAN LENTUR Kualitas Konstruksi 15% 20% 18% Pemeliharaan Overload 47% PERKERASAN KAKU Pemeliharaan Kualitas 5% Konstruksi Overload 29% 38% 29% Faktor faktor desain lainnya (Pondasi) faktor2 desain lainnya Sumber : Indii 4

Faktor Terkait Kerusakan Dini 5

BEBAN LALU LINTAS Beban lalu lintas kendaraan disalurkan ke permukaan perkerasan jalan melalui tekanan roda. Beban roda kendaraan mengakibatkan tegangan pada perkerasan jalan dengan daya rusak tertentu. Untuk perhitungan daya rusak, variasi beban kendaraan dikonversikan ke dalam beban sumbu standar. Beban Sumbu Standar (Standard Axle Load) adalah Beban Sumbu Kendaraan yang dianggap mempunyai daya rusak sama dengan satu satuan, yaitu sebesar 18.000 lbs (8,16 ton ~ 8 ton) dengan konfigurasi Single Axle-Dual Wheels. 6

KONFIGURASI BEBAN STANDAR Berdasarkan nilai di atas, diturunkan Konfigurasi Beban Standar untuk beberapa konfigurasi sumbu sbb : 5.4 Ton 8.16 Ton Single Axle, Single Wheel (diadopsi dari Ausroad) Single Axle, Dual Wheels 15.0 Ton Double Axles, Dual Wheels 18.0 Ton Triple Axles, Dual Wheels 7

FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN / VEHICLE DAMAGE FACTOR (VDF) adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Perbandingan ini tidak linier, melainkan exponensial sbb: VDF = Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Standar 4 VDF = P 5.4 4 P VDF = P 8.16 4 P 8

VDF = P 15 FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN / VEHICLE DAMAGE FACTOR (VDF) 4 P = 0.086 8.16 4 P VDF = P 18 4 = 0.053 P 8.16 4 P Penambahan beban sumbu pada single axle dual wheel menjadi 2 kali Beban Standar, akan mengakibatkan pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika Beban sumbu menjadi 3 kali, maka daya rusak menjadi 81 kali. Konfigurasi beban standar yang diadopsi oleh Ausroad : Single axle single wheel Single axle dual wheel Tandem axle dual wheel Triple axle dual wheel = 5.4 ton = 8.2 ton = 13.6 ton = 18.1 ton 9

CONTOH PERHITUNGAN VDF VDF = P 5.4 4 Tergantung jenis sumbu Contoh : Pada Segmen Jakarta Semarang, untuk Kendaraan Golongan 6B (1.2H) dengan komposisi sumbu seperti di bawah ini, nilai VDFnya adalah : AKTUAL VDF = 8.55 5.4 4 20.58 + = 47.200 8.16 4 8.55 ton 20.58 ton STANDAR VDF = 6.00 5.4 4 10.00 + = 3.898 8.16 4 6 ton 10 ton 10

11

MUATAN SUMBU TERBERAT (MST) Muatan sumbu adalah jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan terhadap jalan; Beban tersebut selanjutnya didistribusikan ke fondasi jalan, dan bila daya dukung jalan tidak mampu menahan muatan sumbu, maka jalan akan rusak Muatan berlebih (overloading) secara signifikan akan meningkatkan daya rusak kendaraan, yang selanjutnya akan memperpendek umur pelayanan jalan. Untuk pengendalian beban berlebih, diperlukan pengaturan melalui pembatasan beban lalu lintas dengan konsep Muatan Sumbu Terberat (MST). Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah beban gandar maksimum yang diijinkan pada jalan raya. MST dipakai sebagai Dasar Hukum (Legal Aspect) dalam pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan di jalan dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 12

MUATAN SUMBU TERBERAT (MST) Muatan Sumbu Terberat yang diterapkan di Negara Indonesia yaitu MST 8 Ton dan MST 10 Ton, seperti tercantum dalam UU No. 22 tahun 2009 pasal 19 ayat 2. 13

MUATAN SUMBU TERBERAT (MST) Tabel Kelas Jalan dan MST yang diijinkan Khusus 14

MST DI BEBERAPA NEGARA MST bervariasi untuk masing-masing negara tergantung dari nature dan kemampuan keuangan, berikut ini ketentuan Muatan Sumbu Terberat (Legal Axle Limit) di berbagai negara : Belgia : MST = 12.000 kg Denmark : MST = 10.000 kg Jerman : MST = 11.000 kg Finland : MST = 10.000 kg Perancis : MST = 13.000 kg Inggris : MST = 10.170 kg Itali : MST = 12.000 kg Belanda : MST = 11.500 kg Portugal : MST = 12.000 kg Spanyol : MST = 11.000 kg Kesepakatan MEE : MST = 13.000 kg Emirat Arab : MST TIDAK TERBATAS (UNLIMITED) 15

KONFIGURASI BEBAN UNTUK MST 8 TON GOLONGAN KONFIGURASI VDF 6B (trailer 2 sumbu) 1.2H 7A (trailer 3 sumbu) 1.2.2 7C1 (trailer 4 sumbu) 1.2+2.2 7C2 (trailer 5 sumbu) 1.2+2.2.2 7C3 (trailer 6 sumbu) 1.2.2+2.2.2 5 ton 8 ton 5 ton 15 ton 5 ton 7 ton 15 ton 5 ton 7 ton 20 ton 5 ton 15 ton 20 ton 1.716 1.774 2.316 3.246 3.687 16

KONFIGURASI BEBAN UNTUK MST 10 TON GOLONGAN KONFIGURASI VDF 6B (trailer 2 sumbu) 1.2H 7A (trailer 3 sumbu) 1.2.2 7C1 (trailer 4 sumbu) 1.2+2.2 7C2 (trailer 5 sumbu) 1.2+2.2.2 7C3 (trailer 6 sumbu) 1.2.2+2.2.2 6 ton 10 ton 6 ton 18 ton 6 ton 10 ton 18 ton 6 ton 10 ton 21 ton 6 ton 18 ton 21 ton 3.898 3.679 5.934 6.222 6.003 17

KAJIAN PENINGKATAN MST Untuk melakukan perubahan berupa peningkatan legal limit (MST) kendaraan, perlu dilakukan penelitian yang mendalam. Perubahan ini akan mempengaruhi banyak hal, diantaranya akan dibutuhkan perubahan pada kekuatan jalan dan jembatan yang telah ada dan akan membutuhkan investasi besar untuk melakukan perubahan ini yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya penanganan jalan secara umum. 18

PENINGKATAN KEBUTUHAN ANGGARAN UNTUK PENANGANAN JALAN Beban Sumbu 8 Ton (legal load) Beban Sumbu 12 Ton Beban Sumbu 16 Ton Beban Sumbu 20 Ton Aspal Hotmix tebal 20 cm Aspal Hotmix tebal 22 cm Aspal Hotmix tebal 27 cm Aspal Hotmix tebal 32 cm Tambahan Rp. 0,8 Milyar per lajur km Tambahan Rp. 2,5 milyar per lajur km Tambahan Rp. 3,9 Milyar per lajur km Semakin besar beban yang dipikul jalan semakin tebal perkerasan yang dibutuhkan sehingga semakin meningkat pula kebutuhan anggaran untuk penanganan jalan Sumber : WSDOT 2006 19

PENINGKATAN TRANSPORT COST Peningkatan TTC Biaya (Cost) Peningkatan legal limit akan menurunkan biaya pengguna jalan (RUC) tetapi akan meningkatkan biaya penanganan jalan (RAC) sehingga akan meningkatkan pula total biaya transport (TTC) TTC (Total Transport Cost) RAC (Road Agency Cost) Penurunan RUC Peningkatan RAC Terlalu Kecil Ideal (Road User Cost) RUC Level of service 20

21

PERMASALAHAN BEBAN BERLEBIH KENDARAAN Untuk komoditi semen Semua kendaraan pengangkut semen mengangkut dengan MST lebih dari 100% dari yang diijinkan atau mengangkut dengan beban gandar lebih dari 20 ton (padahal maksimum 10Ton). Untuk komoditi baja Untuk kendaraan pengangkut baja terdapat kelebihan muatan antara 85 s/d 100% dari diijinkan atau mengangkut dengan beban gandar 18 20 Ton (padahal maksimum 10 Ton). Untuk komoditi kimia Untuk kendaraan pengangkut bahan kimia terdapat kelebihan muatan sebesar 20 %, atau mengangkut dengan beban gandar 12 Ton, namun dalam hal desain konstruksi Tangki tidak memenuhi keselamatan lalu lintas jalan raya. Untuk komoditi pasir Untuk kendaraan pengangkut pasir terdapat kelebihan muatan lebih dari 125%, atau mengangkut dengan beban gandar lebih dari 26 ton (maksimum 10 Ton) baik mobil Tandem maupun mobil Trailler. yang ANGKUTAN SEMEN ANGKUTAN PASIR ANGKUTAN BAJA ANGKUTAN KIMIA 22

PERMASALAHAN BEBAN BERLEBIH KENDARAAN Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade Dampak Overloading Memperpendek usia layan jalan 23

SURVEI WIM PANTURA Survei WIM (Weigh In Motion / pengukuran berat sumbu kendaraan secara dinamis) pada tahun 2007, 2009, 2010 dan 2011 dilakukan di ruas-ruas : TAHUN 2007 1. Cirebon Losari, Jawa Barat 2. Arteri Utara Semarang, Jawa Tengah 3. Pati Rembang, Jawa Tengah TAHUN 2010: 1. Temangkar Tawah Widang ( Prop. Jatim) 2. Pati Rembang (Prop. Jateng) 3. Demak Trengguli ( Prop. Jateng ) 4. Arteri Utara Semarang (Prop. Jateng) 5. Cirebon Losari (Prop. Jabar) 6. Ciasem Pamanukan (Prop. Jabar) 7. Cirebon Bandung (Prop. Jabar) TAHUN 2009 1. Temangkar Tawah Widang ( Prop. Jatim) 2. Pati Rembang (Prop. Jateng) 3. Demak Trengguli ( Prop. Jateng ) 4. Cirebon Losari (Prop. Jabar) 5. Ciasem Pamanukan (Prop. Jabar) 6. Cirebon Bandung (Prop. Jabar) TAHUN 2011: 1. Ciasem Pamanukan 2. Cirebon Losari 3. Pemalang Pekalongan 4. Demak Trengguli 5. Gempol Pasuruan 6. Gresik Bts. Lamongan 24

NILAI VDF AKTUAL HASIL SURVEI DI PANTURA NO 1 VEHICLE TYPES 6B (1.2H) ACTUAL VDF LEGAL LIMIT VDF WIM 2007 WIM 2009 WIM 2010 MST 10 TON 69,626 16,966 14,685 3,898 2 7A (1.2.2) 64,549 6,785 14,161 3,679 3 7C1 (1.2+2.2) 47,143 29,162 39,368 5,934 4 7C2 (1.2+2.2.2) 99,516 69,692 82,917 6,222 7C3 (1.2.2+2.2.2) 5 56,819 64,234 52,991 6,003 25

Muatan Sumbu (ton) Muatan Sumbu (ton) PERBANDINGAN MST IJIN DAN AKTUAL DI PANTURA 50 40 PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN JAKARTA - SEMARANG, PANTURA JAWA UNTUK (MST 10 TON) 45.55 50 40 PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN SEMARANG - SURABAYA, PANTURA JAWA UNTUK (MST 10 TON) 48.88 38.10 37.56 30 30 20 20.58 18.00 21.00 20 20.14 18.00 21.00 10 10.00 10 10.00 0 0 Single Axle Tandem Triple Single Axle Tandem Triple 1.2 H 1.2.2 1.2+2.2.2 1.2 H 1.2.2 1.2+2.2.2 MST IJIN MST AKTUAL MST IJIN MST AKTUAL Data tahun 2007 26

Muatan Sumbu (ton) Muatan Sumbu (ton) PERBANDINGAN MST IJIN DAN AKTUAL DI JALINTIM 40 PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN LAMPUNG-PALEMBANG, JALINTIM UNTUK (MST 10 TON) 40 PERBANDINGAN MST IJIN DAN MST AKTUAL DI SEGMEN PALEMBANG - JAMBI, JALINTIM UNTUK (MST 10 TON) 30 29.01 30 31.77 20 23.05 18.00 21.00 20 21.73 18.00 21.00 10 12.86 10.00 10 12.04 10.00 0 Single Axle Tandem Triple 0 Single Axle Tandem Triple 1.2 H 1.2.2 1.2 H 1.2.2 1.2+2.2.2 1.2+2.2.2 MST IJIN MST AKTUAL MST IJIN MST AKTUAL Data tahun 2007 27

CESAL x10^6 PERBANDINGAN NILAI CESAL PANTURA - JALINTIM Perbandingan Nilai CESAL Pantura Vs Jalintim 300,00 268,71 250,00 200,00 178,67 150,00 100,00 50,00 78,31 70,62 33,31 57,85 CESAL Aktual 2011 CESAL Design 2011 0,00 CESAL Rata2 Pantura CESAL Rata2 Jalintim CESAL Seluruh Ruas Tebal Lapis Tambah Pantura Jalintim Seluruh Aktual 18.2 cm 11.2 cm 16 cm Design 11.8 cm 8 cm 10.3 cm 28

PERHITUNGAN CESAL (CUMMULATIVE EQUIVALENT STANDARD AXEL LOAD) RUAS JAKARTA - SEMARANG No. Jenis Kendaraan Vehicle Damage Factor (VDF) Average Daily Koefisien Distribusi Traffic Umur Rencana CESAL (x10 6 ) Traffic (ADT) Growth (%) MST 10 Ton WIM 2007 Arah (DD) Lajur (DL) (tahun) MST 10 Ton WIM 2007 1 6B (1.2H) 3.90 47.20 3,389 0.5 1.0 3.0 10 27.65 334.66 2 7A (1.2.2) 3.68 48.50 1,140 0.5 1.0 3.0 10 8.78 115.68 3 7C1 (1.2+2.2) 5.93 44.70 68 0.5 1.0 3.0 10 0.84 6.36 4 7C2 (1.2+2.2.2) 6.22 60.80 352 0.5 1.0 3.0 10 4.58 44.78 5 7C3 (1.2.2+2.2.2) 6.00 52.90 99 0.5 1.0 3.0 10 1.24 10.96 43.10 512.43 RUAS SEMARANG - SURABAYA No. Jenis Kendaraan Vehicle Damage Factor (VDF) Average Daily Koefisien Distribusi Traffic Umur Rencana CESAL (x10 6 ) Traffic (ADT) Growth (%) MST 10 Ton WIM 2007 Arah (DD) Lajur (DL) (tahun) MST 10 Ton WIM 2007 1 6B (1.2H) 3.90 44.00 1,365 0.5 1.0 3.0 10 11.14 125.66 2 7A (1.2.2) 3.68 45.00 1,070 0.5 1.0 3.0 10 8.24 100.74 3 7C1 (1.2+2.2) 5.93 32.00 143 0.5 1.0 3.0 10 1.77 9.57 4 7C2 (1.2+2.2.2) 6.22 80.50 384 0.5 1.0 3.0 10 5.00 64.67 5 7C3 (1.2.2+2.2.2) 6.00 47.90 60 0.5 1.0 3.0 10 0.75 6.01 26.90 306.65 29

ILUSTRASI PENGARUH OVERLOADING ILUSTRASI PENGARUH OVERLOADING TERHADAP UMUR RENCANA JALAN No. NAMA SEGMEN CESAL (x10 6 ) KENAIKAN CESAL (%) MST 10T WIM 2007 MST 10 T WIM 2007 PENURUNAN UMUR RENCANA (Tahun) MST 10 Ton WIM 2007 1. Jakarta Semarang 43.10 512.43 1.189 10 0.84 2. Semarang Surabaya 26.90 306.65 1.139 10 0.88 Berdasarkan survey pada tahun 2007 CATATAN : Koefisien Distribusi Arah (DD) dan Koefisien Distribusi Lajur (DL) merupakan angka yang digunakan untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana/lajur terpadat. Untuk Pantura Nilai DL = 1.0 (terdapat 1 lajur per arah), DD = 0.5 UR = Umur Rencana = 10 tahun (Bina Marga) i = traffic growth (%) = diambil berdasarkan trend pertumbuhan kendaraan pada lokasi dimaksud, untuk Pantura i = 3% CESAL = Cummulative Equivalent Standard Axle (Kumulatif Beban Gandar Standar) pada lajur rencana sampai akhir umur rencana CESAL = (ADT x 365) x (1 + i) UR -1 x DD x DL x VDF i 30

KESEPAKATAN AWAL 4 KEMENTERIAN No. Langkah - Langkah Mengatasi Overloading KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM PERHUBUNGAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN 1. 2. 3. 4. 5. Perubahan Jalur Pantura Jawa dan Jalintim Sumatera menjadi MST 10 ton. - - - Peningkatan kualitas desain, pelaksanaan dan pemeliharaan jalan dan jembatan. - - - Perubahan ijin laik jalan untuk ban dalam hal kekuatan ban sehingga dapat memenuhi SNI Bersama Kepolisian RI melakukan penegakkan hukum (enforcement ) bagi kendaraan yang tidak masuk atau melebihi Bersama dengan Pemerintah Daerah mengembangan dimensi jembatan timbang untuk mengakomodasi semua jenis - - - - - - - - - 6. Sosialisasi penggunaan kontainer 31

KESEPAKATAN AWAL 4 KEMENTERIAN No. 7. 8. 9. 10. Langkah - Langkah Mengatasi Overloading Mengakomodasi kendaraan dengan beban berlebih diatas 3 sumbu (axle ) untuk memakai moda transportasi kereta api dan Sosialisasi dan penegakkan hukum untuk komoditas yang mengakibatkan beban lebih pada kendaraan (besi, batubara, Penambahan jumlah sumbu untuk kendaraan yang bermuatan lebih. Penegakkan hukum terhadap dimensi kendaraan yang banyak diubah karoserinya. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM PERHUBUNGAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN - - - - - - - - - - - - 11. Pengaturan ijin kendaraan masuk dari segi dimensi. - - - 12. Pengaturan pembatasan ukuran ban. - - - 32

KESIMPULAN 1. Untuk mempertahankan pelayanan jalan sesuai dengan umur rencana, maka sangat diperlukan pembatasan muatan kendaraan 2. Untuk jalur utama perekonomian di Pulau Jawa (Pantura) dan di Pulau Sumatera (Jalintim) serta jalur yang menuju pusat-pusat produksi / pelabuhan, diterapkan pembatasan muatan dengan MST = 10 Ton 3. Diluar Jalur Pantura dan Jalintim, diterapkan pembatasan Muatan dengan MST = 8 Ton. 4. Truk dengan sumbu tunggal (single axle) paling banyak melalui Pantura dan Jalintim serta memberikan kontribusi paling cepat atas kerusakan jalan. Direkomendasikan penggunaan kendaraan sumbu ganda (tandem) dan triple. 33

KESIMPULAN 5. Diperlukan peran aktif dan koordinasi intensif antar Kementerian terkait a) Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubdar): diperlukan pengawasan lebih ketat dalam pembatasan jumlah muatan kendaraan di Pantura dan Jalintim sehingga tidak melebihi Muatan Sumbu Terberat (MST) 10 ton. b) Kementerian Perindustrian/Perdagangan: Produksi kendaraan / truk dengan prioritas sumbu ganda / triple dan membatasi sumbu tunggal. c) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: diperlukan pelaksanaan konstruksi yang tepat mutu terutama terkait dengan sistem drainase, kekuatan tanah dasar, dan perkerasan jalan. 34

TERIMA KASIH 35