TERBATAS. 8. Kemampuan Tempur TNI AU pada dasarnya sangat bergantung pada Kesiapan Tempur yang terdiri dari elemen-elemen :

dokumen-dokumen yang mirip
TERBATAS. Kondisi Kemampuan Tempur TNI AU Yang Diharapkan

KARANGAN MILITER PERWIRA SISWA ANGKATAN LXXIII TAHUN 2003

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN TEMPUR TNI AU MELALUI APLIKASI TEKNOLOGI FLIGHT SIMULATION PADA MASA LIMA TAHUN MENDATANG

ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU

FUNGSI UNIK LCD PROJECTOR

MEMPERTAHANKAN OPERATIONAL READINESS FLIGHT SIMULATOR TNI AU :

KARAKTER SPESIFIK SIMULATOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

E. Sumber Daya Alinfaslat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MEKANISME EFEK G PADA SIMULATOR PESAWAT TEMPUR

MISSION BRIEFING. 1. Introduction. 2. General Procedure

MEMIKIRKAN MASA DEPAN FLIGHT SIMULATOR TNI AU

DISSIMILAR AIR COMBAT FLIGHT SIMULATOR (DACFS)

Isi Perjanjian DCA RI Singapura

1. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat SUBSTANSI MATERI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Alasan Indonesia Memilih Rusia untuk Dijadikan Mitra Kerjasama

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

BAB II PARALAYANG. 2.1.Pengertian Paralayang

PENDAHULUAN. lainnya (Peraturan Menteri Nomor: PM.66 Tahun 2015). (kini bernama Bandara Internasional Jakarta Soekarno Hatta) dan Bandara

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. dan pelayanan lalu lintas udara yang telah melakukan aktivitas pelayanan jasa

APLIKASI ADMINISTRASI SISTEM UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PEMELIHARAAN FULL MISSION SIMULATOR F-16A WING 3 LANUD ISWAHJUDI

ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

Aplikasi Continuous Improvement Terhadap Pemeliharaan Overhaul Pesawat Tempur Hawk Mk-209 TNI AU

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BAB II RUANG LINGKUP PERUSAHAAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat.

1.1 Latar belakang masalah

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan

BAB II DESKRIPSI UMUM. Proyek : Museum Dirgantara Indonesia

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tamb

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

Lokasi, jarak, dan karakteristik lampu apron edge mengacu pada lampu taxiway edge dalam paragraf , dan

Bab V ANALISIS PERAN TNI ANGKATAN UDARA ALAM DALAMPENANGGULANGAN BENCANA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wira Gauthama,2014

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. kawasan Barat Indonesia sejak tahun 1984.

MENGENAL U N I X OPERATING SYSTEM

BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI YOGYAKARTA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan informasi yang akurat dan tepat untuk penyajian data sangat diperlukan

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Gambaran Umum Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

a. Menerapkan secara praktis prinsip-prinsip dan praktek-praktek akuntansi yang sehat dalam perusahaannya, ekonomis dan praktis dapat dilaksanakan.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Komando Operasi Angkatan Udara I atau Koopsau I sebagai salah satu

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/91/V/2007 TENTANG PENILAIAN KINERJA BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. Ringkasan Eksekutif. Daftar Isi.. Daftar Gambar BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang 1

Gambar : Konfigurasi lampu runway threshold pada runway lebar 30 m 9-74

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar belakang.

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. kita baru saja membenahi kondisi perekonomian yang cukup pelik,

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

MENGENAL ALINFASLAT LANUD ISWAHJUDI & FULL MISSION SIMULATOR (FMS) F-16A

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Skadron Pendidikan 204 sebagai unsur pelaksana Lanud Sulaiman dan. berkedudukan langsung dibawah Komandan Lanud Sulaiman bertugas

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BIT, BYTE, HEXADECIMAL

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

Rimawan Asri/ Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT. Dimas Fajar Uman Putra ST., MT.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

MATRIKS TARGET KINERJA PEMBANGUNAN TAHUN 2012

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

TEKNOLOGI REAL-TIME : KONSEP DAN APLIKASI

Gambar : Konfigurasi lampu runway edge untuk runway lebar 45 m

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. MUSEUM KEDIRGANTARAAN NASIONAL DI BANDUNG Penekenan Desain : Ekspresi Arsitektur Hightech

EDWIN A. LINK Jr. : FATHER OF AIRCRAFT FLIGHT SIMULATOR

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan peningkatan citra (termasuk reputasi) menjadi sangat krusial

BAB I PENDAHULUAN. Hairul Azhar, 2014 kajian kapasitas terminal penumpang dan apron bandar udara h.as. hanandjoeddintanjungpandan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Pengembangan Usaha. di kawasan barat indonesia sejak tahun 1984.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PENGAWASAN UNIT APRON MOVEMENT CONTROL (AMC) DAN DISIPLIN PENGGUNA JASA DI APRON BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

laporan inspeksi terhadap FAL inspeksi terhadap inspeksi ijin usaha Agen Penjualan Umum laporan inspeksi penggunaan hak angkut dan kerjasama angkutan

KAJIAN TINGKAT PELAYANAN PENUMPANG DI BANDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

IVAO ID Special Ops Dasar Terbang Formasi

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 42 / III / 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

9 Kondisi Kemampuan Tempur TNI AU Saat Ini 8. Kemampuan Tempur TNI AU pada dasarnya sangat bergantung pada Kesiapan Tempur yang terdiri dari elemen-elemen : a. Personil (Man). Para personil TNI AU yang dalam konteks naskah ini adalah para penerbang tempur. b. Alutsista Udara (Equipment). Pesawat-pesawat tempur TNI AU yang terdiri dari F-16 Fighting Falcon, F-5E Tiger II, Hawk Mk-100/200, Hawk Mk-53, A-4E Skyhawk dan OV-10 Bronco. c. Pemeliharaan (Maintenance). Kemampuan pemeliharaan alutsista udara yang dilaksanakan di skadron-skadron udara, skadron-skadron teknik dan depodepo pemeliharaan pesawat dan perlengkapannya. d. Pelatihan (Training). Siklus teratur dan berkala yang dijadwalkan untuk mempertahankan dan meningkatkan profisiensi dan taktik pertempuran di udara serta fasilitas pelatihan diantaranya adalah flight simulator. e. Keselamatan (Safety). Tujuan yang harus dicapai dalam setiap kegiatan operasi dan pemeliharaan alutsista udara yakni zero accident. / 9. Untuk..

10 9. Untuk dapat memberikan gambaran jelas tentang kondisi Kemampuan Tempur TNI AU saat ini, ada dua fokus aspek Kesiapan Tempur yang akan ditinjau dengan mengambil contoh kecil dari Lanud Iswahjudi yaitu : a. Aspek Personel yakni penerbang tempur TNI AU, dalam hal ini adalah para penerbang F-16 Skadron Udara 3 Wing 3 Lanud Iswahjudi. b. Aspek Pelatihan yakni fasilitas latihan terbang Flight Simulator TNI AU, dalam hal ini adalah Full Mission Simulator (FMS) F-16A, Fasilitas Latihan (Faslat), Wing 3 Lanud Iswahjudi. 10. Aspek Personel. Inti dari aspek Personel ini adalah peningkatan profisiensi penerbang tempur F-16 baik dari segi aircraft handling maupun dari segi air combat tactic melalui siklus pembinaan kemampuan yang teratur. a. Pembinaan Kemampuan. Dalam pembinaan kemampuan para penerbang F-16 Skadron Udara 3 Wing 3 Lanud Iswahjudi 1 dilaksanakan siklus latihan yang diatur dalam masa satu tahun anggaran dan disesuaikan dengan alokasi jam terbang yang diberikan oleh Mabes TNI AU. Siklus latihan yang harus / dilaksanakan.. 1 Wawancara dengan Kapten Pnb Ali Sudibyo, Penerbang F-16 Skadron Udara 3 Wing 3 Lanud Iswahjudi.

11 dilaksanakan oleh para penerbang F-16 dalam satu tahun anggaran adalah sebagai berikut : 1) General Flight (GF). Tahapan untuk familiarisasi karakteristik dan limitasi kemampuan pesawat F-16 dalam melakukan manuver di udara. 2) Instrument Flight (IF). Tahapan untuk melatih kemampuan terbang dengan mengandalkan peralatan instrumen pesawat F-16. 3) Basic Flight Maneuver (BFM). Tahap latihan untuk mengaplikasikan kemampuan dalam GF dengan skenario satu pesawat lawan satu pesawat (1 V 1). 4) Air Combat Maneuver (ACM). Tahap latihan tingkat lanjut GF dengan skenario dua pesawat lawan satu pesawat (2 V 1). 5) Air Combat Tactical (ACT). Tahap latihan tingkat lanjut GF dengan skenario 2 V 2 atau 2 V 2 + 1. 6) Air-to-Ground (ATG). Tahapan untuk melatih kemampuan penembakan sasaran di darat. / 7) Surface..

12 7) Surface Attack (SA). Tahapan untuk melatih teknik serangan udara ke darat. 8) Surface Attack Tactical (SAT). Tahapan pengembangan dari SA dengan penerbangan low level altitude. 9) Versi SAT lainnya adalah latihan operasi udara yang melibatkan unsur sweeper, bomber/striker dan escort dan melibatkan berbagai jenis pesawat terbang. Dalam versi latihan combined aircraft ini diperlukan aircraft handling skill yang handal dan taktik pertempuran udara yang mumpuni karena pergerakan di udara dihitung dalam detik. b. Kendala Pembinaan Kemampuan. Kendala utama dalam pelaksanaan pembinaan kemampuan penerbang F-16 Skadron Udara 3 adalah kesiapan pesawat tempur untuk latihan dan pengetatan jam terbang. Sebagai contoh : pada Triwulan I TA 2003 ini kesiapan pesawat F-16 adalah 3 pesawat dari 10 pesawat yang tidak sebanding dengan jumlah penerbangnya. Alokasi jam terbang untuk TA 2002 adalah sekitar 1.080 jam. Dengan jumlah kurang lebih 15 penerbang F- 16 di Skadron Udara 3 yang ada saat ini, setiap penerbang rata-rata mendapat alokasi 5 jam terbang per bulan atau jauh dari batas minimal safe flying 2. / 11. Aspek.. 2 Untuk standar penerbang tempur, 10 jam per bulan adalah kategori safe flying, 12 jam per bulan adalah kategori maintain skill dan dan di atas 15 jam per bulan adalah kategori peningkatan kemampuan.

13 11. Aspek Pelatihan. Inti dari aspek Pelatihan adalah fasilitas latihan berupa Full Mission Simulator F-16A yang mampu mendukung siklus pembinaan kemampuan penerbang F-16 Skadron Udara 3 dari tingkat pemula (novice) hingga tingkat lanjut (advanced). a. Kemampuan Full Mission Simulator F-16A. Cukup banyak feature menguntungkan yang ditampilkan oleh FMS F-16A yaitu : 1) Jam Latihan Tak Terbatas. Pada kondisi pengetatan jam terbang dan keterbatasan pesawat tempur yang siap operasi, FMS F-16A mampu mengatasi kekurangan jam latihan terbang penerbang F-16 Skadron Udara 3. Alokasi jam terbang yang disediakan oleh Faslat Wing 3 Lanud Iswahjudi pada setiap tahun anggaran adalah 7 jam sehari atau 35 jam per bulan atau berkisar antara 1.680 1.740 jam per tahun 3. Dengan 15 penerbang F-16 aktif di Skadron Udara 3 maka tiap penerbang akan mengantongi minimal 10 jam terbang di flight simulator per bulan. Bila diakumulasi dengan jam terbang di pesawat F-16 maka tiap penerbang minimal dapat membukukan 15 jam terbang per bulan dengan asumsi mereka mendapat alokasi 5 jam terbang per bulan. Bila memang sangat diperlukan FMS F-16A dapat digunakan 24 jam penuh. / 2) Quick.. 3 Dikutip dari Laporan Kesiapan Operasi Faslat Wing 3 Lanud Iswahjudi Triwulan I T.A. 2003.

14 2) Quick Environment Changing. FMS F-16A dapat diprogram sedemikian rupa mengikuti skenario yang diinginkan seperti latihan terbang malam, perubahan kecepatan dan arah angin, perubahan cuaca dan lain sebagainya. Dengan semakin banyaknya variabel environment ini akan dapat meningkatkan skill penerbang dalam menghadapi segala macam situasi yang mungkin terjadi saat melaksanakan operasi udara. Di samping itu, penerbang dapat di-set up untuk melaksanakan latihan operasi dari pangkalan udara yang diinginkan yang ada dalam database flying area. 3) Variasi Persenjataan dan Target. Hal ini dapat dikaitkan dengan Perencanaan Penggunaan Sistem Senjata (rengunsista). Dengan sejak awal mengetahui jenis sasaran atau target yang akan dihancurkan, penerbang dapat merencanakan jenis senjata yang harus digunakan untuk menghancurkan sasaran dan persentase kehancurannya. Perhitungan di atas kertas tidak selalu tepat sama dengan hasil di lapangan sehingga dengan mensimulasikan situasi ini dapat memberikan gambaran mendekati kenyataan hasil yang akan diperoleh sesuai dengan rencana yang telah dibuat. / b. Keterbatasan..

15 b. Keterbatasan Full Mission Simulator F-16A. Dibalik keuntungan dan kelebihan yang ada, masih terdapat kendala untuk latihan-latihan (exercise) tertentu khususnya yang memerlukan training area yang luas dan yang melibatkan lebih dari satu jenis pesawat seperti dalam suatu operasi udara. Keterbatasanketerbatasan tersebut adalah : 1) Database Flying Area. Lingkup database flying area FMS F-16A dibatasi hanya hanya mencakup semua pangkalan udara di P. Jawa (gambar 1) dan hanya Lanud Iswahjudi yang dibuat sangat detil tampilan visualnya. Pangkalan udara lainnya seperti Lanud Halim Perdanakusuma, Husein Sastranegara, Adisutjipto, Adisumarmo, Abdulrahman Saleh dan Surabaya adalah database generic atau standar suatu pangkalan udara yang dilengkapi landasan (runway), fasilitas penerbangan seperti tower dan runway light. Dengan kondisi seperti ini FMS F-16A tidak dapat digunakan untuk mensimulasikan latihan di Air Combat Maneuvering Range (ACMR) Pekanbaru atau Air-to-Ground (ATG) di Tanjung Pandan. Selain itu dengan cakupan flying area yang terbatas, penerbang tidak dapat mempelajari flying area lainnya, padahal hal ini akan sangat membantu saat melaksanakan operasi udara lintas daerah atau bahkan lintas negara. / Gambar..

16 Gambar 1. Cakupan database flying area FMS F-16A 4. 2) Stand Alone. Dalam suatu latihan Dissimilar Air Combat Training (DACT) dengan skenario 1 V 1 atau 1 V 2 dan SAT combined aircraft integrasi antara dua atau lebih flight simulator akan sangat membantu penerbang dalam menemukan taktik yang tepat untuk bertempur di udara. FMS F-16A diinstalasi stand alone (berdiri sendiri) dan tidak diintegrasikan dengan flight simulator lain sehingga misi DACT tidak dapat dilakukan / dengan.. 4 http://www.lib.utexas.edu/maps/middle_east_and_asia/indonesia_rel_2002.jpg

17 dengan sempurna meskipun sudah disediakan fasilitas untuk memprogram dan memunculkan serta mengendalikan opponent aircraft. Kesalahan mempersepsikan kemampuan pesawat lawan dapat berakibat fatal pada saat melaksanakan pertempuran udara yang sesungguhnya.