KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Berdasarkan angka 1 dan 2 diatas dan dengan pertimbangan hal-hal, antara lain: 1. Azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Demikian untuk dilaksanakan.

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Rep

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

JAKSAAGUNG REPUBLlK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

Meminimalisir Bolak Baliknya Perkara Antara Penyidik dan Penuntut Umum.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20..

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

Demikian untuk menjadi maklum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

1. Penerapan KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-005 /A/JA/03/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGAWALAN DAN PENGAMANAN TAHANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

130/PMK.03/2009 TATA CARA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Penghentian Penyidikan. Prosedur.

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

P U T U S A N Nomor : 362/Pid/2014/PT-Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. I. 1. Nama lengkap : FRENGKI TARIGAN ;

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.03/2012 TENTANG

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

KOP SURAT KEMENTERIAN ATR/BPN/PEMERINTAH PROVINSI/ PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA *) SURAT PERINTAH TUGAS Nomor: SP-../Gas-W/PPNS PENATAAN RUANG/ /20..

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

P U T U S A N NOMOR : 480/PID.SUS/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N. Nomor : 573/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tgl lahir : 44 tahun / 02 Mei 1969;

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id. P U T U S A N No. 11 / Pid.B / 2014 / PN. Sbg

P U T U S A N. Nomor : 416/Pid.Sus/2014/PN. BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidika

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N Regno. : 50 PK/Pid/2004

diatur dalam KUHAP belum dilaksanakan secara konsekuen.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

P U T U S A N. Nomor : 572/PID.SUS/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal B-58/E/Ejp/01/2004 Biasa Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Narkotika Jakarta, 19 Januari 2004 Kepada Yth : SDR. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di- SELURUH INDONESIA Sehubungan dengan pengalihan pengendalian dan pengadministrasian perkara narkotika dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum berdasarkan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-005/ JAl04/2002 tanggal 8 April 2002 dan Surat JAM PIDUM Nomor: B- 379/E/Ejp/06/2002 tanggal 10 Juni 2002 dan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-04/JAl8/2003 tanggal 25 Agustus 2003 tentang Penegasan Perkara Narkotika sebagai Perkara Penting, dipandang perlu menyusun Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Narkotika sebagai berikut: 1. Tahap Pra Penuntutan 1.1. Setelah menerima SPDP, segera ditunjuk minimal 2 (dua) orang Jaksa untuk mengikuti perkembangan penyelidikan. 1.2. Jaksa yang ditugaskan untuk mengikuti Perkembangan Penyidikan (P-16) harus Jaksa yang rnerniliki integritas kepribadian yang balk, kemampuan teknis yang handal dan tidak terindikasi narkotika/psikotropika serta obatobatan terlarang lainnya. 1.3. Jaksa yang ditunjuk segera melakukan koordinasi baik secara formal maupun informal dengan penyidik untuk memberikan arahan dan petunjuk-petunjuk supaya dalam berkas perkara dapat disajikan semua Fakta Hukum yang diperlukan guna keberhasilan penuntutan dan menghindari terjadinya bolak-balik pengambilan berkas perkara. 1

1.4. Apabila diketahui ada penyitaan Narkotika baik oleh penyidik Polri maupun oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, segera dikoordinasikan agar penyitaan narkotika tersebut segera dilaporkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Kejaksaan Tinggi setempat dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. 1.5. Setelah menerima laporan adanya Penyitaan Narkotika, Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Kejaksaan Tinggi segera menentukan status barang sitaan Narkotika tersebut yaitu: - Untuk kepentingan pembuktian perkara atau; - Pemanfaatan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan - Dimusnahkan 1.6. Untuk menentukan status barang sitaan narkotika ini supaya dipedomani Keputusan Jaksa Agung RI Nomor Kep- 027/JA/3i1998 tanggal 31 Maret 1998 tentang SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN STATUS BARANG SITAAN NARKOTIKA. 1.7. Apabila Kepala Kejaksaan NegerilKepala Kejaksaan Tinggi menetapkan bahwa barang sitaan narkotika tersebut digunakan untuk kepentingan pembuktian perkara, maka untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan barang sitaan tersebut baik oleh penyidik maupun oleh Jaksa agar dikoordinasikan dengan Ketua Pengadilan Negeri serta Kepala Kepolisian setempat supaya dimusnahkan dan menyisihkan sebagian untuk kepentingan pembuktian perkara di Pengadilan. 1.8. Penahanan tersangka dalam perkara Narkotika diwaspadai dan tidak menangguhkan atau mengalihkan penahanan menjadi tahanan rumah atau tahanan kota. 1.9. Penerimaan Berkas Perkara Tahap Pertama Penelitian saksi dan keterangan saksi. - Dalam meneliti saksi dan keterangan saksi supaya diperhatikan tentang kwantitas dan kwalitas saksi yaitu: Kwantitas saksi: - Jumlah saksi - Hubungan saksi dengan tersangka dan status sosial saksi yang mungkin akan mempengaruhi saksi tersebut dalam memberikan keterangan. - Kwalitas saksi: Hubungan keterangan saksi dengan kejadian perkara. Relevansi keterangan saksi dengan kejadian perkara. Kesesuaian keterangan saksi dengan keterangan saksi lainnya dan dengan keterangan tersangka. 1.10. Penelitian keterangan ahll - Ahli dalam perkara narkotika adalah orang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. - Disumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan dalam BAP. Supaya dltellti akurasi dan relevasi analisis itrniah dan argumen ahli tersebut dengan pembuktian unsur tindak pidana yang disangkakan. 1.11. Penelitian alat bukti surat-surat - Alat bukti surat yang harus ada dalam berkas perkara adalah hasil pemeriksaan laboratorium terhadap barang sitaan narkotika. - Untuk penelitian hasil pemeriksaan laboratorium supaya dipedomani Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI Nomor: HK. 00.06.6.01133 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemeriksaan Psikotropika dan Narkotika. 2 3

1.12. Penelitian keterangan tersangka - Agar disusun konstruksi yuridis kejadian perkara dengan mencermati keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, suratsurat dan barang bukti lainnya dihubungkan dengan keterangan tersangka sehingga dapat tergambar kejadian perkara dan tersangka adalah benar sebagai pengedar, pemakai, penyimpan, dan lain-lain. 1.13. Pemberitahuan Hasil Penyidikan Belum Lengkap - Apabila ternyata hasil penyidikan belum lengkap, segera diterbitkan (P-18) dan (P-19). Dalam pemberian petunjuk, perlu mendapat penekanan agar petunjuk dibuat dengan bahasa yang mudah dimengerti dan berbobot dalam arti mengarah pada unsur tindak pidana yang disangkakan kalau dipandang perlu dijelaskan pada penyidik secara langsung. 1.14. Penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap (P-21) - Penerbitan P-21 dilaksanakan setelah hasil penelitian berkas perkara ternyata sudah lengkap baik secara formal maupun materlil. Apabila dari hasil penelitian berkas perkara masih dijumpai kekurangan alat bukti dan kelengkapan berkas perkara hendaknya tidak ditolerir lagi dan berkas perkara segera dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi (Surat JAM Pidum Nomor : R-65/E/ 12/1997 tanggal 8 Desember 1997 perihal Peningkatan Penanganan/Pelaksanaan Berkas Perkara). 1.15. Penyerahan Tanggung Jawab Atas Tersangka dan Barang Bukti. Tidak diperkenankan menerima penyerahan tahap kedua hanya tersangka atau barang bukti saja apalagi menerima sebagai titipan. 1.16. Penelitian Tersangka - Untuk menghindari error in persona supaya identitas tersangka yang tercantum dalam berkas perkara disesuaikan dengan pengakuan dan Kartu Tanda Pengenal tersangka yaitu: KTP, SIM, Paspor, dan lainlain. - Agar benar-benar ditanyakan kebenaran keterangan tersangka yang ada dalam berkas perkara. - Hasil penelitian tersangka dituangkan dalam Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Tersangka (BA-15). 1.17. Penelitian Barang Bukti - Barang bukti yang termuat dalam Daftar Barang Bukti supaya diteliti satu persatu. - Ukuran barang bukti harus terukur seperti gram, kilogram, dan seterusnya tidak menggunakan istilah yang tidak jelas seperti arnplop, bungkus, dll. - Dokumen penyitaan (Surat Perintah, Berita Acara, Izin/persetujuan penyitaan penyimpanan diteliti). - Hasil penelitian dituangkan ke dalam Berita Acara Penelitian Benda Sitaan (BA-18), kemudian dibuatkan dan ditempel Label Barang Bukti (B-10) dan dilengkapi dengan Kartu Barang Bukti (B-11). - Mekanisme penerimaan, pengumpulan dan penataan barang bukti dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: KEP-112/JA/1 0/1989 tanggal 13 Oktober 1989. 1.18. Register Perkara dan Barang Bukti. - Setelah penerimaan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti berkas perkara dicatat dalam register perkara tahap penuntutan. 1.19. Pemeriksaan Tambahan. - Apabila setelah diterbitkan (P-21), ternyata kemudian berkas perkara belum memenuhi persyaratan untuk dilim pahkan ke Pengadilan sepanjang telah pernah 4 5

diterbitkan (P-18) dan (P-19), maka untuk melengkapi dapat dilakukan pemeriksaan tambahan. - Pelaksanaan pemeriksaan tambahan dimaksud penting dilakukan untuk melengkapi berkas perkara dan kemungkinan untuk melakukan penyitaan barang bukti (Pasal 27 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I. dan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B-536/E/E/11 /1993 perihal Melengkapi Berkas Perkara dengan melakukan Pemeriksaan Tambahan. 1.20. Kegiatan pra penuntutan sebagaimana disebutkan di atas dilaksanakan tanpa mengurangi ketentuanketentuan sebagai dimaksud dalam Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B-401/E/9/1993 tanggal 8 September 1993 perihal Pelaksanaan Tugas Pra Penuntutan, beserta lampirannya. 2. Tahap Penuntutan 2.1. Berkas Perkara yang sudah dinyatakan lengkap supaya segera ditentukan apakah Berkas Perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan Negeri yang berwenang. 2.2. Jaksa Penuntut Umum menyusun Surat Dakwaan sebagaimana dimaksud dalam SE-004/JA/11/1993 tanggal 16 Nopember 1993 dan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B-607/E/11/1993 tanggal 22 Nopember 1993 perihal Pembuatan Surat Dakwaan. 2.3. Surat dakwaan Perkara Narkotika yang telah disiapkan Jaksa Penuntut Umum dilampiri matrik dan dikonsultasikan secara berjenjang. 2.4. Diupayakan supaya pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan dilaksanakan dalam waktu yang wajar. 2.5. Pad a waktu pemeriksaan perkara di Pengadilan agar pengawalan terdakwa Narkotika dilakukan ekstra hatihati mulai dari Lembaga - Pengadilan dan kembali ke Lembaga supaya tidak ada kelalaian/celah untuk melarikan diri. 2.6. Pembuktian Perkara supaya dipedomani ketentuan dalam KUHAP dan Petunjuk teknis Nomor: 69/E/02l1997 tanggal 19 Februari 1997 perihal Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. 2.7. Rencana Tuntutan Pidana Perkara Narkotika supaya disampaikan kepada: - 1-50 gr Kepala Kejaksaan Negeri 51-100 gr Kepala Kejaksaan Tinggi tembusan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia - 100 - seterusnya : Kejaksaan Agung RI 2.8. Jaksa Penuntut Umum berupaya maksimal membuktikan pasal-pasal yang berat ancaman hukumannya dan tidak terkesan menguntungkan terdakwa (Pedoman SE- 001/JA/4/1995 tanggal27 April 1995 jo Surat Nomor: B-88/E/Ejp/05/2000 tanggal 11 Mei 2000 tentang Pedoman Tuntutan Pidana. 2.9. Supaya putusan yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap supaya segera mengeksekusi Hukuman Badan dan Barang Buktinya supaya tidak timbul halhal yang tidak diinginkan. 2.10. Karena Perkara Narkotika adalah Perkara Penting maka setiap tahap penanganannya supaya dibuat laporan khusus kepada Jaksa Agung cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Jaksa Agung RI Nomor: INS-004/JA/3/1994 tanggal 9 Maret 1994 tentang Pengendalian dan Perkara Penting Tindak Pidana Umum dan Surat JAM PIDUM Nomor: R-16/E/03/1994 6 7

tanggal 11 Maret 1994 tentang Pengendalian Perkara Penting Tindak Pidana Umum. 2.1. Para Kepala Kejaksaan Tinggi wajib mensosialisasikan pola penanganan dan penyelesaian perkara narkotika ini kepada para Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dan Jaksa di wilayah masing-masing. Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM Ttd. HARYADI WIDYASA, S.H 8