PERAWATAN DENTAL FLUOROSIS PADA ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Erosi gigi adalah luruhnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Hasil rata rata pengukuran kekerasan pada spesimen adalah sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

Penanganan fluorosis pada gigi sulung dengan menggunakan teknik mikroabrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. palatum, lidah, dan gigi. Patologi pada gigi terbagi menjadi dua yakni karies dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. alat Micro Vickers Hardness Tester. Alat tersebut bekerja dengan cara

PENGGUNAAN FLUOR DALAM KEDOKTERAN GIGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

PENGGUNAAN FLUOR DALAM KEDOKTERAN GIGI

Definisi Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia adalah cabang dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. atau biofilm dan diet (terutama dari komponen karbohidrat) yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

Perbedaan Tingkat Kekerasan antara Gigi Desidui Dengan TAF dan Tanpa TAF Sebelum dan Sesudah Perendaman pada Susu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bir merupakan minuman beralkohol dengan tingkat konsumsi nomor 2

Ind. J. Chem. Res, 2014, 1, Pengaruh Minuman Bersoda Terhadap Demineralisasi Gigi Dengan Penambahan Natrium Fluorida Ruslan*

Pencegahan dekalsifikasi setelah perawatan ortodonsi

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

Maulidar. Staf Medis RSUD Jantho Kabupaten Aceh Besar

BAB 2 PASTA GIGI SEBAGAI SALAH SATU MEDIA DALAM MENJAGA KESEHATAN RONGGA MULUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang bidang pekerjaannya sangat menuntut penampilan seperti pramugari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih percaya diri karena memiliki nilai estetika yang tinggi.perubahan warna gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berperan dalam interaksi sosial manusia (Tin-Oo dkk., 2011). Sebuah survei yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karies. Hal ini dipengaruhi oleh morfologi dan kandungan mineral penyusun gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi merupakan jaringan keras pada rongga mulut yang berfungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

Transkripsi:

PERAWATAN DENTAL FLUOROSIS PADA ANAK Amandia Dewi Permana Shita Bagian Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember ABSTRACT Dental fluorosis is a health condition caused by a child receiving too much fluoride during tooth development. Excessive fluoride can cause white spots, and in severe cases, brown stains or pitting or mottling of enamel. Dental fluorosis can be cosmetically treated by a dentist. The cost and success can vary significantly depending on the treatment. Tooth bleaching, microabrasion, and conservative composite restorations or porcelain veneers are commonly used treatments. Generally speaking, bleaching and microabrasion are used for superficial staining, whereas the conservative restorations are used for more unaesthetic situations. Key Words : dental fluorosis, fluoride, mottled enamel Korespondensi (Correspondence) : Amandia Dewi permana Shita, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, Jl. Kalimantan No. 37 jember 68121, Telp (0331) 333536, Fax (0331) 331991 Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang penting, karena memiliki fungsi dalam membantu pencernaan makanan, berbicara, dan juga fungsi estetik. Terdapat beberapa gangguan dalam masa pembentukan gigi atau dikenal dengan gangguan formatif, misalnya kelainan numerik seperti adanya kekurangan jumlah gigi atau adanya gigi ekstra. Selain itu terdapat juga kelainan bentuk dan ukuran gigi, dan yang terakhir adalah gangguan dalam struktur jaringan. 1 Gangguan dalam struktur jaringan dapat timbul pada berbagai fase pembentukan gigi. Gangguan di dalam struktur email dapat terjadi sewaktu pembentukan matriks, mineralisasi atau resorpsi matriks sebelumnya. Gangguan tersebut akan menyebabkan suatu defisiensi ketebalan email yang disebut hipoplasi. Hipoplasi email bisa disebakna oleh pemberian fluoride yang berlebihan sehingga menyebabkan dental fluorosis. 1 Tanda pertama dari berlebihnya pemasukan fluor ke dalam tubuh selama periode pembentukan gigi adalah erupsi gigi dengan email yang berbintik-bintik. Walupun mekanisme yang tepat mengenai terjadinya fluorosis email belum sepenuhnya diketahui, diduga bahwa fluor yang berlebihan tersebut mempengaruhi fungsi ameloblast yang salah satu akibatnya adalah tak sempurnanya mineralisasi. Fluorosis email bisa disebabkan oleh dosis tunggal yang tinggi, dosis berulang kali yang rendah, atau kontak dengan zat berkadar F rendah yang terus menerus. Oleh karena itu, fluorosis dapat timbul karena fluor pada air minum atau pemberian suplemen fluor. 2 Secara klinis fluorosis pada gigi dapat dilihat seperti bercak putih (opaque) pada enamel, yang kemudian bisa menjadi tampak bergaris-garis, bercak, atau seperti stain kekuningan sampai coklat tua. 3 Apabila fluorosisnya ringan, email hanya akan kehilangan cahayanya, yang jika dikeringkan akan tampak bintik putih kusam. Akan sukar dibedakan antara kasus fluorosis ringan dengan kekusaman email yang disebabkan oleh infeksi pada masa anak-anak, sebabsebab genetik atau karena trauma. Akan tetapi kekusaman demikian biasanya tidak mengganggu estetika. 2 Pada keadaan dental fluorosis yang lebih parah (TF 5-9), perubahan pasca erupsi mengakibatkan pembentukan pit-pit atau gempilnya email bagian luar. Kerusakan email luar yang sedemikian itu meningkatkan resiko terjadinya retensi deposit mikroba yang berhubungan dengan karies gigi. Oleh karena itu adalah mungkin bahwa gigi yang sudah rusak tersebut menjadi lebih rentan terhadap karies. 4,5 Perawatan gigi yang mengalami fluorosis harus ditangani sejak dini untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Selain itu penampakan fisik dari perubahan pasca erupsi dari dental fluorosis kadang-kadang tidak bisa diterima, untuk itu peran dokter gigi disini adalah melakukan perawatan kosmetik untuk mengatasi problem estetik yang diakibatkan oleh fluorosis. TINJAUAN PUSTAKA Menurut WHO (1962) yang dimaksud dengan karies gigi adalah suatu proses patologi dimulai dari bagian luar gigi, dengan melemahnya jaringan keras gigi dan terbentuk lubang, yang dapat terjadi sesudah gigi tumbuh (erupsi). Enamel adalah lapisan gigi yang paling luar, lebih keras dibandingkan dengan lapisan di bawahnya yang disebut dentin. Hal ini disebabkan karena enamel lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik. Struktur enamel gigi terdiri dari susunan kimia komplek dengan gugus kristal yang terpenting yaitu hidroksil apatit. Unsur-unsur kimia yang lebih banyak terdapat di permukaan enamel adalah F, Cl, Zn, Pb dan Fe, sedangkan karbonat dan magnesium lebih sedikit dibanding bagian lainnya. Ion kimia paling

Perawatan dental fluorosis (Amandia S) penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor, di mana hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit dan lebih tahan terhadap asam. 6 Fluoride memegang peranan penting dalam pencegahan dan kontrol karies. Di seluruh dunia, fluoride telah digunakan untuk pencegahan karies dengan berbagai cara yaitu fluoridasi pada air minum, dicampurkan dalam garam dapur, dengan pemberian aplikasi topikal baik berupa gel atau larutan, tak terkecuali pemberian yang dicampurkan dalam pasta gigi. Penemuan sifat anti-kariogenik fluoride bermula dari suatu penelitian mengenai hubungan antara fluoride dalam air minum dengan terjadinya gangguan pada pembentukan gigi, yaitu mottling pada enamel atau dental fluorosis. 4 Fluor berperan untuk menghambat karies di dalam lingkungan mulut melalui mekanisme demineralisasi melalui pembentukan fase tahan asam dan meningkatkan remineralisasi enamel yang karies dan belum berlubang. Sebaliknya, fluor juga menghambat metabolisme karbohidrat oleh mikroflora plak asidogenik. 7 Fluor memiliki tiga peranan, yaitu pada pembentukan enamel gigi dengan terbentuknya fluor apatit sehingga membuat gigi lebih resisten terhadap demineralisasi oleh asam dari bakteri, mempengaruhi metabolisme bakteri, selain itu mempengaruhi pembentukan polisakarida di dalam sel yang digunakan sebagai cadangan untuk menghasilkan asam, menambah atau merangsang remineralisasi yang akan menghentikan proses karies berlangsung. 8 Banyak cara mempengaruhi kadar fluor dalam email karena fluor dapat memasuki email dalam tiga tahap pada periode pertumbuhannya. Fluor dalam kadar rendah, sesuai dengan kadar rendahnya fluor dalam cairan jaringan, akan menyatu dengan kristal apatit selama periode pembentukan gigi. Setelah kalsifikasi gigi selesai, tetapi sebelum erupsi, lebih banyak lagi fluor yang diserap oleh permukaan email yang berkontak dengan cairan jaringan. Akhirnya setelah erupsi dan selama hidup, email terus menyerap fluor dari lingkungan sekitarnya. 2 Penggunaan fluoride dalam waktu yang lama selama pembentukan enamel mengakibatkan perubahan-perubahan klinik yaitu mulai dari timbulnya garis putih yang kecil pada enamel sampai dengan yang parah yaitu enamel menjadi putih seperti kapur dan opaque, dan mungkin sebagian patah segera sesudah gigi erupsi. Keparahannya tergantung dari banyaknya pemakaian fluoride selama periode pembentukan gigi. 4 Pada tahun 1930-an, melalui studi banding binatang percobaan dan epidemiologis, diketemukan pertama kali hubungan sebab akibat antara fluoride di dalam air minum dengan mottled enamel (yang sejak itu disebut dental fluorosis). Studi ini dilakukan oleh suatu tim yang dipimpin oleh H. Trendley Dean, seorang staff kesehatan gigi dan epidemiologist di Amerika. Dengan melakukan sejumlah survai yang ektensif di Amerika, Dean menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara konsentrasi fluoride di dalam air minum dengan dental fluorosis. 4 Agar bisa diikat oleh email, maka fluor harus diletakkan dalam bentuk fluoroapatit, dimana ion hidroksil digantikan oleh ion fluor. Fluor yang diperoleh dari cairan jaringan selama periode pembentukan gigi dan dari saliva serta air minum pada periode pasca erupsi, diikat email dalam bentuk ini (Kidd). Selama proses mineralisasi email, fluor akan bergabung dan membentuk ikatan dengan rumus Ca10(PO4)6(OHF) yang disebut hidroksi-fluoroapatit. Fluor bersama-sama dengan ion kalsium dan fosfat akan bergabung dan membentuk fluorapatit dengan ikatan kimia Ca10(PO4)6F2 yang bersifat lebih stabil dan tidak mudah larut dalam asam. Pada konsentrasi fluor yang tinggi, maka akan terbentuk endapan CaF2. Bila fluor dalam konsentrasi yang tinggi terdapat pada awal periode mineralisasi email maka CaF2 dapat terbentuk lebih dahulu, sehingga proses mineralisasi selanjutnya terhambat menyebabkan hipoplasi yang biasa disebut dengan fluorosis email. 8 Pendapat lain tentang mekanisme terjadinya fluorosis dianggap sebagai penyakit perkembangan. Ameloblasameloblas sangat peka terhadap fluorida. Fluorida mungkin dapat menyebabkan fluorosis dalam tiap stadium dentogenesis. Karena terlalu banyak fluorida mungkin dapat terjadi kista antara lapisan ameloblas dan email yang telah terbentuk dan terutama pada tempat dimana terdapat ameloblasameloblas bersekresi aktif. Pada tempattempat itu kelak ditunjukkan bahwa sewaktu pematangan pre eruptif terjadi fluorosis. Fluorida tidak hanya berpengaruh pada ameloblas. Pembentukan nukleus kristal-kristal email, pertumbuhan kristal yang berlangsung disana sesudahnya dan pertukaran kalsium dipengaruhi juga. Berdasarkan yang terakhir ini, kekurangan kalsium berlangsung bersamasama dengan bertambahnya parathormon. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak fluorida akan menghambat resorpsi matriks email dan dengan demikian terjadilah fluorosis. 1 Tampilan klinis dari dental fluorosis bisa dikelompokkan menjadi 10 kelas, berkisar antara 0-9, yang menggambarkan secara berurutan tingkat keparahan dental fluorosis. Karena pada waktu erupsi semua permukaan gigi menerima pengaruh yang sama, maka sistem klasifikasi ini tidak perlu diterapkan pada semua permukaan gigi tetapi hanya pada permukaan fasial saja, yang mana hal tersebut sudah bisa menggambarkan keparahan dari seluruh permukaan gigi. 119

Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 118-23 Klasifikasi ini didasarkan pada indeks TF yang aslinya diusulkan oleh Thylstrup dan Fejerskov pada tahun 1978. Berikut ini klasifikasinya: 4 Skor TF 0 : Translusensi normal, warna putih krem dan mengkilapnya enamel tetap bertahan sesudah dilakukan pengeringan dan pengusapan pada permukaannya Skor TF 1 : Terlihat garis-garis putih opaque kecil-kecil menyilang permukaan gigi. Garis-garis itu terdapat di seluruh permukaan gigi. Letak garis ini sesuai dengan letak perikimata. Pada beberapa kasus, mungkin terlihat adanya sedikit snow capping pada cusp/insisal edge Skor TF 2 : Garis opaque putih lebih menonjol, dan sering berfusi untuk kemudian membentuk daerah berkabut (buram) yang kecil, yang menyebar ke seluruh permukaan. Biasanya terjadi snow capping pada insisal edge dan puncak cusp Skor TF 3 : Terjadi fusi garis-garis putih, dan daerah opaque berkabut di beberapa bagian permukaan. Diantara daerah berkabut tersebut bisa terdapat garis-garis putih Skor TF 4 : Pada seluruh permukaan terlihat adanya opasitas atau nampak putih seperti kapur (chalky white). Sebagian dari permukaan yang terdedah terhadap atrisi atau pemakaian, nampak kurang terserang Skor TF 5 : Seluruh permukaan opaque, dan ada pit-pit bulat (hilangnya enamel permukaan setempat) yang diameternya kurang dari 2 mm Skor TF 6 : Pit-pit kecil sering berfusi sehingga membentuk pita yang lebarnya dalam arah vertikal kurang dari 2 mm. Klas ini meliputi juga kasus dimana cuspal rim dari enamel fasial telah terlepas dan berkurangnya dimensi vertikal yang terjadi kurang dari 2 mm Skor TF 7 : Ada enamel bagian terluar yang terlepas, sehingga membentuk daerah yang tidak teratur pada permukaan gigi. Permukaan yang terserang lebih dari separuh. Enamel utuh yang tersisa, opaque Skor TF 9 : Hilangnya sebagian besar enamel luar yang mengakibatkan perubahan bentuk anatomis pada permukaan gigi. Sering dijumpai adanya rim enamel yang opaque di servikal Selain indeks TF diatas, berikut ini juga dikemukakan sistem klasifikasi fluorosis dari Dean yang direkomendasikan pada tahun 1942: 4 1. Normal. Enamel menunjukkan translusensi normal, yaitu strukturnya mirip dengan kaca, permukaan halus mengkilap, dan warnanya putih krem muda 2. Questionable. Terjadi abrasi sedikit pada enamel, yang berkisar mulai bintik putih yang kecil sampai terjadinya white spot. Klas ini diperuntukkan pada kasus-kasus meragukan antara normal dan very mild 3. Very Mild. Terjadi bercak putih kecil, opaque, tidak teratur pada permukaan gigi tetapi tidak melibatkan lebih dari 25% permukaan gigi. Yang sering dimasukkan dalam kelompok ini adalah gigi-gigi premolar atau molar kedua yang menunjukkan adanya opasitas pada puncak cusp yang tidak melebihi 1-2 mm 4. Mild. Terjadi daerah opaque putih pada enamel yang lebih luas, tetapi tidak melebihi 50% dari permukaan gigi 5. Moderate. Semua permukaan enamel terserang, dan pada permukaan yang biasanya menjadi subyek atrisi, nampak adanya atrisi yang jelas. Sering terjadi pewarnaan coklat Severe. Semua permukaan enamel terserang dan hipoplasia sangat jelas, ditandai dengan perubahan bentuk umum gigi. Terjadi pembentukan pit-pit yang saling bergabung. Pewarnaan coklat menyebar, dan pada gigi sering terjadi kerusakan seperti karatan. Gambar 1. Mild dental fluorosis Skor TF 8 : Hilangnya lapisan enamel terluar melibatkan lebih dari separuh. Enamel utuh yang tersisa opaque 120

Perawatan dental fluorosis (Amandia S) Gambar 2. Moderate fluorosis (kiri) dan Severe fluorosis (kanan) tingkat dental fluorosis mulai dari yang paling ringan sampai yang paling parah. 4 Penampakan fisik dari perubahan pasca erupsi dental fluorosis mild dan more severe kadang-kadang tidak bisa diterima, dan untuk itu pasien bisa meminta bantuan pada dokter gigi agar dilakukan perawatan kosmetik (Fejerskov). Perawatan yg biasanya dilakukan adalah dengan melakukan grinding dan polishing, mengetsa gigi dengan bahan asam hidroklorit, memutihkan gigi dengan hidrogen peroksida, remineralisasi dengan sodium fluoride dan larutan calcium sucrose phosphate, mahkota veneer dari bahan resin atau porselen, serta mahkota tiruan. Dengan beberapa upaya juga telah dicoba untuk menghilangkan fluorosis dari sebelah luar, yaitu dianjurkan aplikasi dengan 18% asam garam, yang selama beberapa detik dengan kapas diletakkan pada gigi yang berubah warna. Sesudahnya dipoles (< 2000 putaran/menit) dengan serbuk batu apung halus dan rubbercup serta dinetralisasi dengan natrium bikarbonat dan dipoles kembali akan memberi hasil yang memuaskan. Juga dapat digunakan 18 HCl yang dicampur dengan serbuk batu apung dan digosok beberapa kali (5 detik) dengan cotton pellet pada bagian yang berubah warna, dilanjutkan dengan memoles menggunakan kepingan amril yang halus agar email mengkilap lagi, hasilnya bagus sekali, kecuali bila lesinya dalam (Murray, Schuurs). PEMBAHASAN Gambar 3. Moderat effect (kiri) dan Severe effect (kanan) dari fluoridasi air minum Berdasarkan pengalaman para peneliti pada beberapa tempat didunia, indeks TF banyak memberikan manfaat, karena jelas, teliti, dan sensitif untuk pengukuran dental fluorosis dalam berbagai keadaan. Kisaran skore dari Indeks TF yang luas menjadikannya sebagai suatu sistem klasifikasi multiguna, yang bisa digunakan untuk mengukur pengaruh fluoride yang timbul pada populasi, yang menunjukkan Setiap pemeriksaan dento-enamel harus dimulai dengan pemeriksaan gambaran umum dari gigi-gigi yang ada. Pemeriksaan dental fluorosis juga mengikuti hukum tersebut. Dental fluorosis hampir selalu menyerang semua gigi. Semua permukaan gigi yang terserang, mendapatkan serangan yang sama pada waktu gigi tersebut erupsi ke dalam mulut. Meskipun ada sedikit perbedaan yang terjadi (karena perubahan pasca erupsi) pada permukaan yang berbeda pada gigi yang sama, adalah cukup apabila skore dilakukan pada permukaan fasial saja. Gigi yang homolog juga mendapatkan pengaruh yang setara, walaupun demikian, setiap gigi yang ada di dalam mulut harus di skore. 4 Beberapa penelitian terakhir telah menunjukkan bahwa pemasukan suplemen fluor dapat merupakan faktor resiko terjadinya fluorosis gigi. Tingkat perkembangan email yang paling rentan terhadap kelebihan pemasukan fluor adalah pada tingkat transisi, yang terjadi diantara tingkat sekretori akhir dan tingkat maturasi dini. Pada gigi seri tetap pertama dan kedua yang penting untuk estetik, periode resiko terbesar adalah pada waktu anak berusia sekitar 8 bulan sampai 3 tahun. 9 Derajat porositas email pada waktu erupsi akan menentukan sifat gigi pasca 121

Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 118-23 erupsi. Tekanan fisik dalam mulut seperti atrisi, abrasi, dapat menyebabkan lepasnya permukaan enamel yang porus karena fluorosis, dan akhirnya mendedahkan enamel di bawahnya yang biasanya normal. Gigi yang pada waktu erupsi menunjukkan porositas yang ekstensif (skore TF 4), segera sesudah erupsi, pori-pori tersebut akan menjadi pit-pit atau enamel permukaannya lepas. Gambaran yang dihasilkan mempunyai kharakteristik seperti pada skore TF 5-9. Ciri-ciri lain dari perubahan pasca erupsi pada dental fluorosis yang lebih parah, adalah kecenderungan untuk terjadinya atrisi pada bagian oklusal. Hal ini disebabkan karena enamel yang porus mudah terlepas oleh karena tekanan oklusal. Enamel yang mengalami hipomineralisasi pada permukaan fasial yang berbatasan dengan permukaan oklusal juga sering mengelupas. Lepasnya enamel di dekat cusp, sebagian disebabkan oleh adanya tekanan fisiologis pada permukaan oklusal. 4,10 Pada beberapa populasi yang dental fluorosisnya cukup parah, penduduknya, khususnya para wanita, sering menggerinda permukaan fasial (yang berubah warna dan bentuknya) gigi insisivus atas untuk alasan kosmetik (dengan menggunakan suatu benda yang abrasif atau kikir) untuk menghilangkan permukaan enamel yang berubah warna dan porus. Penampakan fisik dari perubahan pasca erupsi dental fluorosis mild dan more severe kadang-kadang tidak bisa diterima, dan untuk itu pasien bisa meminta bantuan pada dokter gigi agar dilakukan perawatan kosmetik. Biasanya perawatannya dengan jalan mengggerinda enamel bagian luar yang porus dan fluorotik sampai struktur dibawahnya yang merupakan enamel yang padat, dan mineralisasinya baik terbuka. Bentuk dental fluorosis yang lebih ringan (Skore TF 2-3) bisa dirawat oleh dokter gigi dengan prinsip perawatan yang serupa dengan diatas. Opasitas yang jelas dan pewarnaan pada gigi insisivus biasanya diambil dengan mengoleskan phosphoric acid pada permukaan enamel, dan kemudian dipoles dengan pumice. Prosedur ini diulang beberapa kali pada tiap kunjungan, dan perawatan diakhiri dengan mengoleskan larutan mineral dan fluoride topikal. Pada kasus dental fluorosis yang lebih parah, bercirikan adanya pit-pit atau terlepasnya enamel permukaan (TF 5-9), perlu dilakukan restorasi pada permukaan labial gigi-gigi insisivus atas dengan komposit resin, menggunakan teknik etsa asam atau porcelain veneers. Perlu diingat bahwa perawatan awal dengan asam pada enamel yang fluorotik, mungkin memerlukan waktu yang lebih lama apabila dibandingkan dengan enamel normal. Hasil dari perawatan semacam ini, dalam jangka panjang secara kosmetik tidak memuaskan, dan pada tahap berikutnya harus dibuatkan mahkota. Namun prosedur ini tidak dapat dilakukan pada gigitan edge to edge dan pada pasien yang memiliki kebiasaan bruxism. Kelebihan kontur dapat merugikan periodontium. Dan sebagai tindakan pencegahan, anak-anak seharusnya diawasi pada saat menggunakan pasta gigi dan juga perawatan topikal fluoride seharusnya diberikan setelah anak mencapai usia 3 tahun. 4,11 KESIMPULAN 1. Dental fluorosis terjadi sebagai akibat dari penggunaan fluoride dalam waktu yang lama selama pembentukan gigi. Ciricirinya adalah meningkatnya porositas enamel permukaan dan subsurface, menjadikan enamel tampak opaque. 2. Penyebaran dental fluorosis simetris di dalam mulut, tetapi tidak semua gigi menerima pengaruh yang sama. Gigi yang erupsinya lebih awal jarang yang terkena, sedangkan yang erupsinya belakangan adalah yang paling sering terkena dan paling parah. 3. Perawatan dental fluorosis pada anakanak bertujuan untuk memulihkan fungsi estetik gigi. Perawatan yang dilakukan berupa grinding dan polishing, mengetsa gigi dengan bahan asam hidroklorit, memutihkan gigi dengan hidrogen peroksida, remineralisasi dengan sodium fluoride dan larutan calcium sucrose phosphate, mahkota veneer dari bahan resin atau porselen, serta mahkota tiruan. 4. Anak-anak harus didampingi pada saat menggosok gigi untuk menghindari tertelannya pasta gigi. DAFTAR PUSTAKA 1. Schuurrs, AHB. Patologi Gigi geligi: Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press. 1993. 2. Kidd Edwina, Bechal Sally J. Dasar-Dasar karies: Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC. 1991. 3. Murray JJ. Appropriate Use of Fluorides for Human Health. WHO Geneva. 1986. 4. Fejerskov Ole, Manji F, Baelum V, Ingolf JM. Fluorosis. Jakarta: Hipokrates. 1991. 5. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Toxicological Profile for Fluorides, Hydrogen Fluoride, and Fluorine. Atlanta: Department for Health and Human Services. 2003. 6. Newburn E. Cariology. The Williams and Wilkins CO. Baltimore. 1978. 7. Anusavice, Kenneth. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC. 2004. 122

Perawatan dental fluorosis (Amandia S) 8. Indriawati S, Rantinah SBS. Perawatan Fluorosis Pada Gigi Anak. Majalah Kedokteran Gigi. 2007; 14 (1): 59-64. 9. Departemen Kesehatan. Fluor dan Kesehatan Gigi-Mulut: Laporan Ahli WHO Tentang status kesehatan gigi-mulut dan Fluor. Jakarta. 1997. 10. Levy SM. An Update on Fluorides and Fluorosis. Journal of The Canadian Dental Association. 2003; 69:286-91 11. Cortes DF, et al. Drinking Water Fluoride Levels, Dental Fluorosis, and caries Experience in Brazil. Journal of Public Health Dentistry. 1996; 56:226-8 123