KARAKTERISTIK PROFIL JARINGAN LUNAK PADA PENDERITA OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS DENGAN KEBIASAAN BERNAPAS MELALUI MULUT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN POSTUR KEPALA DENGAN TUMBUH KEMBANG MANDIBULA PADA PENDERITA OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS DENGAN KEBIASAAN BURUK NAPAS MULUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM:

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

GAMBARAN KOMPONEN SENYUM PASIEN SEBELUM PERAWATAN ORTODONTI (Kajian Foto Frontal di Klinik Ortodonti RSGMP FKG UI)

DETEKSI DINI KETIDAKSEIMBANGAN OTOT OROFASIAL PADA ANAK. Risti Saptarini Primarti * Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MENANGGULANGI KEBIASAAN BURUK BERNAFAS MELALUI MULUT DENGAN ORAL SCREEN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

Hubungan tweed triangle dan posisi bibir terhadap garis estetik (Relationship between tweed triangle and the lips position to esthetic line)

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

Korelasi antara lebar mesiodistal gigi dengan kecembungan profil jaringan lunak wajah orang Bugis-Makassar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

Volume 46, Number 4, December 2013

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan Ortodonti pada Geligi Campuran. Abstrak

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU

Volume 46 Number 2 June 2013

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN AJAR Pertemuan ke 9

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2017

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

BAB 4 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan estetik wajah yang kurang baik (Wong, dkk., 2008). Prevalensi

PERUBAHAN KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH SETELAH RETRAKSI ANTERIOR DENGAN PENCABUTAN EMPAT PREMOLAR PERTAMA T E S I S MARTHA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. Nama mata kuliah : Ortodonsia. II. Kode/SKS : KGO 1/2. III. Prasarat : Anatomi IV. V. Deskripsi Mata Kuliah. VI. Tujuan Pembelajaran

ANALISA KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT SUBTELNY PADA MAHASISWA INDIA TAMIL FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak

GAMBARAN ORAL HABIT PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN

LAPORAN P E N E L I T I A N. O I eh. Drg. ISNANIAH MALIK NIP

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Karakteristik profil jaringan lunak Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15 (1 ): 44-49 http//www.fkg.ui.edu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ISSN 1693-9697 KARAKTERISTIK PROFIL JARINGAN LUNAK PADA PENDERITA OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS DENGAN KEBIASAAN BERNAPAS MELALUI MULUT Erly Budianto*, Miesje K. Purwanegara**, Erwin Siregar*** Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Keywords: Obstruction of the upper respiratory tract (OURT); Mouth breathing habit; Soft tissue profile characteristics Abstract Obstruction of the upper respiratory tract (OURT) will cause mouth breathing that is known to influence neuromuscular activity. This will lead to malformation of face growth pattern and head posture that can result in dentocraniofacial deformity. This research aimed to identify the differences in soft tissue profile characteristics in OURT patients compared to normal subjects, and to analyze the differences between boys and girls in this respect. An analytic descriptive study with cross sectional design was applied. The sample consists of 96 subjects including 64 OURT patients (32 boys and 32 girls) and 32 normal subjects (11 boys and 21 girls). The results showed that the OURT patients had convex profile and longer distance than the normal subjects between upper or lower lip to esthetic line (p<0.05). Furthermore, normal male subjects had longer distance of upper lip to E-line than females (p=0.039). The same was also shown in OURT patients, i.e. male patients had longer distance of upper and lower lip to E-line compared to females (p<0.05). Pendahuluan Estetika wajah yang seimbang dan oklusi fungsional yang baik merupakan salah satu tujuan perawatan ortodonti. Angle merupakan salah seorang ortodontis yang menulis mengenai keseimbangan wajah dan pentingnya profil jaringan lunak. Beliau mengatakan bahwa perawatan ortodonti terkait erat dengan wajah seseorang oleh karena mulut merupakan salah satu faktor yang berperan membentuk karakteristik wajah. 1 Pasien yang memerlukan perawatan ortodonti biasanya datang dengan kelainan dentokraniofasial. Kelainan ini disebabkan faktor genetik dan lingkungan. 2 Faktor penyebab Alamat Korespondensi : Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jl. Salemba Raya 4, Jakarta 10430. Indonesia

Erly Budianto, Miesje K. Purwanegara, Erwin Siregar maloklusi adalah herediter dan faktor yang didapat. Faktor yang didapat diperinci menjadi gangguan perkembangan, trauma, faktor fisik, kebiasaan buruk, malnutrisi, dan penyakit. Perawatan ortodonti diharapkan dapat menyelesaikan masalah ketidakharmonisan posisi, hubungan gigi-geligi dan rahang. 3 Fungsi pernafasan melalui hidung dan mulut mempengaruhi perkembangan wajah dan gigi-geligi. Cara bernafas menentukan postur kepala, rahang dan lidah. 4 Oleh karena itu, pemeriksaan ada tidaknya pengurangan kemampuan pernafasan hidung penting untuk dilakukan. Obstruksi saluran nafas atas (OSNA) diartikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya sumbatan kronis saluran nafas atas pada kavitas nasal, nasofaring, atau orofaring. 5 Adanya hambatan atau obstruksi saluran nafas atas mengakibatkan seseorang mencari alternatif cara bernafas melalui mulut, yang dilakukan secara total atau kombinasi hidung dan mulut. Bernafas melalui mulut diperkirakan dapat mempengaruhi aktivitas otot-otot orofasial seperti otot bibir, lidah. Perubahan aktivitas otot-otot tersebut dapat menuntun terjadinya penyimpangan pola pertumbuhan wajah dan postur kepala yang dapat mengakibatkan timbulnya deformitas dentofasial. 6 Sampai saat ini, penelitian yang dilakukan pada umumnya berkaitan dengan analisis skeletal. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa profil jaringan lunak berhubungan langsung dengan dengan profil skeletal di bawahnya. Subtelny mengatakan bahwa perubahan yang terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak tidak menunjukkan hubungan yang linear. Beliau melakukan pengukuran horisontal dan vertikal, dan menemukan bahwa tidak semua profil jaringan lunak mengikuti pola skeletal. Burstone menyetujui pendapat Subtelny dengan memberikan alasan bahwa variasi ketebalan jaringan lunak yang menutupi skeletal menjadi penyebab ketidaksesuaian antara profil jaringan lunak dengan jaringan keras di bawahnya. Adapun karakteristik profil jaringan lunak ini dapat diketahui melalui analisis sefalometri lateral. Ada beberapa cara penilaian jaringan lunak, antara lain: pengukuran menurut Steiner (garis S), Ricketts (garis E), Burstone, Sushner, Holdaway (garis H), Merrifield (sudut Z), Rakosi, dan Arnett. Kesemuanya memberikan informasi mengenai karakteristik profil jaringan lunak yang seringkali dipakai dalam perawatan ortodonti dan bedah ortognati. 1 Case menyatakan bahwa dalam mengkoreksi maloklusi, profil wajah seseorang menjadi penuntun yang penting dalam menyusun rencana perawatan yang tepat. 1 Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik profil jaringan lunak penderita obstruksi saluran nafas atas (OSNA) dengan kebiasaan bernafas melalui mulut. Besar harapan para ortodontis diharapkan dapat lebih memperhatikan cara bernafas pasien sebagai bagian dari pemeriksaan klinis sehingga keberhasilan perawatan ortodonti dapat tercapai. Bahan dan Cara Kerja Populasi penelitian adalah anak ras Deuter omalayid dari Klinik THT RSUPN-CM FK UI, Klinik ortodonti RSGM-P FKG UI, SMPN 270 Cilacap dan SMPN 76, Jakarta Pusat. Subyek penelitian diambil dari populasi penelitian secara konsekutif. Kriteria untuk subyek OSNA dengan nafas mulut yaitu adanya sumbatan kronis pada saluran napas atas pada kavitas nasal, nasofaring, atau orofaring, dengan kebiasaan buruk napas mulut. Kondisi ini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik secara visual dan wawancara yang telah dilakukan oleh Purwanegara. Sedangkan untuk subyek normal, yaitu saluran napas atas pada kavitas nasal, nasofaring, atau orofaring normal tanpa kebiasaan buruk napas mulut. Subyek dengan penampilan dentokraniofasial normal dari sisi profil maupun frontal. Kriteria inklusi subyek yaitu orang Indonesia ras Deuteromalayid usia 12 15 tahun. Kriteria eksklusinya pernah atau sedang dirawat ortodonti, memiliki riwayat asma atau penyakit sistemik lain, sedang batuk pilek akut, dan memiliki kebiasaan buruk oral lain, selain 45 Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(1): 44-49

bernapas melalui mulut dan tongue thrust untuk subyek OSNA. Bahan dan alat yang digunakan yaitu foto sefalometri yang baik, kertas asetat 0.003, pinsil 3 H, dan viewer. Cara kerja dimulai dengan, penapakan foto lateral di atas kertas asetat 0.003 dengan bantuan viewer, penentuan titik dan garis referensi. Analisis statistik univariat untuk mendapatkan nilai rerata dan simpang baku dari masing-masing variabel dan bivariat untuk menguji perbedaan nilai rerata masing-masing variabel antara kelompok OSNA dan kelompok normal, pada kelompok normal antara laki-laki dengan perempuan; serta pada penderita OSNA antara laki-laki dan perempuan dengan menggunakan t-test. Penilaian karakteristik profil jaringan lunak fasial pada penelitian ini ditentukan berdasarkan variabel-variabel berikut. Sudut kecembungan fasial jaringan lunak total, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan antara garis yang ditarik dari nasion (N ) ke pronasion (Pn) dengan garis Karakteristik profil jaringan lunak yang ditarik dari pogonion (Pg ) ke pronasion (Pn). Sudut kecembungan fasial jaringan lunak, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan antara garis yang ditarik dari nasion (N ) ke subnasion (Sn) dengan garis yang ditarik dari pogonion (Pg ) ke subnasion (Sn). Sudut nasolabial, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan antara garis yang ditarik dari pinggir bawah hidung ke subnasion (Sn) dan garis dari labialis superior (Ls) ke subnasion (Sn). Jarak bibir atas garis estetik (E-line), yaitu jarak tegak lurus antara bagian teranterior dari bibir atas dengan garis estetik menurut Ricketts (E-line) yaitu garis yang ditarik dari ujung hidung (Pn) ke bagian teranterior dari dagu (Pg ). Jarak bibir bawah garis estetik (E-line), yaitu jarak tegak lurus antara bagian teranterior dari bibir bawah dengan garis estetik menurut Ricketts (E-line) yaitu garis yang ditarik dari ujung hidung (Pn) ke bagian teranterior dari dagu (Pg ). A B C D Gambar 1. A. Kecembungan fasial jaringan lunak total menurut Subtelny. (Rakosi, 1982) 7 B. Kecembungan fasial jaringan lunak menurut Subtelny. (Rakosi, 1982) 7 C. Sudut nasolabial (Jacobson, 1995) 8 D. E-line menurut Rickett s. (Jacobson, 1995) 8 Hasil Penelitian Jumlah subyek penderita obstruksi saluran napas atas yang diambil sebagai sampel 64 orang, terdiri atas 32 orang laki-laki dan 32 orang perempuan. Jumlah subyek normal 32 orang, terdiri atas 11 orang laki-laki dan 21 orang perempuan. Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(1): 44-49 46

Erly Budianto, Miesje K. Purwanegara, Erwin Siregar Tabel 1. Nilai sebaran dan hasil uji t-test karakteristik profil jaringan lunak fasial antara subyek penderita OSNA dengan nafas mulut dan subyek normal, Jakarta 2003-2005. Kriteria Jumlah Rerata Simpangan P Subyek Baku Kecembungan fasial total Normal 32 140,91 0 5,48 0 0,079 (N -Pn-Pg ) OSNA 64 138,98 0 4,77 0 Kecembungan fasial (N -Sn-Pg ) Normal 32 167,34 0 5,60 0 0,000* OSNA 64 161,13 0 5,52 0 Sudut nasolabial Bibir atas terhadap E-line Bibir bawah terhadap E-line Normal 32 94,78 0 7,35 0 0,053 OSNA 64 91,03 0 11,22 0 Normal 32-0,45 mm 1,53 mm OSNA 64 3,84 mm 1,99 mm 0,000* Normal 32 0,86 mm 1,86 mm OSNA 64 5,54 mm 2,84 mm 0,000* Signifikan pada p<0.05; * Perbedaan bermakna Hasil uji t-test pada Tabel 1, nilai kecembungan fasial, jarak bibir atas terhadap E- line, dan jarak bibir bawah terhadap E-line pada subyek OSNA berbeda bermakna dengan subyek normal. Nilai p yang diperoleh sebesar 0,000 (p< 0,05). Hal ini bisa diartikan bahwa subyek penderita OSNA memiliki wajah yang lebih cembung, bibir atas dan bawah yang lebih maju secara bermakna dibandingkan dengan subyek normal. Tabel 2. Nilai sebaran dan hasil uji t-test karakteristik profil jaringan lunak fasial antara subyek normal laki-laki dan perempuan, Jakarta 2003-2005. Jumlah Simpangan Jenis kelamin Rerata P Subyek Baku Kecembungan fasial total (N -Pn-Pg ) Kecembungan fasial (N -Sn-Pg ) laki-laki 11 138,82 0 5,85 0 0,120 perempuan 21 142,00 0 5,08 0 laki-laki 11 164,96 0 7,34 0 0,080 perempuan 21 168,60 0 4,11 0 Sudut nasolabial Bibir atas terhadap E-line Bibir bawah terhadap E-line laki-laki 11 96,00 0 5,62 0 perempuan 21 94,14 0 8,16 0 0,506 laki-laki 11 0,32 mm 1,52 mm perempuan 21-0,85 mm 1,41 mm 0,039* laki-laki 11 1,43 mm 1,40 mm perempuan 21 0,56 mm 2,03 mm 0,214 Signifikan pada p<0,05; * Perbedaan bermakna Berdasarkan analisis perbedaan menggunakan independent t test tabel 2, pada karaktertristik profil jaringan lunak ditemukan bahwa nilai rata-rata jarak bibir atas terhadap E- line mempunyai nilai p=0,039 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa jarak bibir atas terhadap E- line pada subyek normal laki-laki lebih besar secara bermakna dibanding perempuan. Karakteristik profil jaringan lunak subyek penderita OSNA dengan nafas mulut pada lakilaki dan perempuan. 47 Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(1): 44-49

Tabel 3. Nilai sebaran dan hasil uji t-test pada subyek penderita OSNA dengan nafas mulut antara laki-laki dan perempuan, Jakarta 2003-2005. Jenis kelamin Jumlah Subyek Rerata Karakteristik profil jaringan lunak Simpangan Baku p Kecembungan fasial total (N -Pn-Pg ) Kecembungan fasial (N -Sn-Pg ) Sudut nasolabial Bibir atas terhadap E-line Bibir bawah terhadap E-line laki-laki 32 138,4531 0 4,67381 0 0,385 Perempuan 32 139,5000 0 4,88909 0 laki-laki 32 159,8281 0 5,54106 0 0,058 Perempuan 32 162,4375 0 5,25441 0 laki-laki 32 90,9609 0 11,07600 0 0,958 Perempuan 32 91,1094 0 11,53238 0 laki-laki 32 4,4922 mm 1,52332 mm perempuan 32 3.1953 mm 2.20770 mm laki-laki 32 6.8516 mm 2.46987 mm perempuan 32 4.2344 mm 2.59103 mm Signifikan pada p<0.05, * Perbedaan bermakna 0,008* 0,000* Berdasarkan analisis perbedaan menggun akan independent t test (Tabel 3), pada karakteristik profil jaringan lunak ditemukan bahwa nilai rata-rata jarak bibir atas terhadap E- line dan bibir bawah terhadap E-line mempunyai nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata jarak bibir atas terhadap E- line dan jarak bibir bawah terhadap E-line pada subyek penderita OSNA laki-laki lebih besar secara bermakna dibanding perempuan. Pembahasan Subyek penderita OSNA terbukti memiliki wajah yang lebih cembung, bibir atas dan bawah yang lebih maju secara bermakna dibandingkan dengan subyek normal. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh pengaruh jaringan keras terhadap jaringan lunak di atasnya. Pertumbuhan jaringan lunak dan keras tidak berlangsung sendiri-sendiri, melainkan saling berpengaruh dan saling bergantung. Pertumbuhan otot dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang di bawahnya. Soehardono, dalam penelitiannya mengenai profil fasial mengemukakan adanya korelasi positif antara bagian jaringan keras dan bentuk profil muka jaringan lunak. 9 Menurut Ricketts konfeksitas skeletal dapat dijadikan indikator kontur wajah. 4 Keadaan skeletal retrognati, adanya rotasi mandibula searah jarum jam, protrusi gigi anterior atas, dan overjet yang besar (gambaran adenoid facies) pada subyek penderita OSNA dengan nafas mulut membuat wajah tampak lebih cembung dibandingkan dengan subyek normal. Selain itu, jarak bibir atas terhadap E- line dan jarak bibir bawah terhadap E-line yang besar pada subyek penderita OSNA kemungkinan disebabkan oleh protrusi gigi anterior atas, nostril yang kecil, dan dagu yang retruded yang sering dijumpai pada penderita OSNA. 2 Jarak bibir atas dan bawah terhadap E-line dipengaruhi oleh pertumbuhan hidung, posisi bibir, dan pertumbuhan dagu. Pada usia ini, pertumbuhan mandibula pada laki-laki lebih lambat 2 tahun dibandingkan perempuan, sehingga mandibula pada laki-laki nampak lebih retruded dan bibir atas lebih maju dibanding perempuan. Hal ini terlihat baik pada subyek normal maupun subyek penderita OSNA 2,10,11 Kesimpulan Subyek penderita OSNA dengan napas mulut memiliki wajah yang lebih cembung, jarak bibir atas dan jarak bibir bawah terhadap E-line yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek normal. Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(1): 44-49 48

Erly Budianto, Miesje K. Purwanegara, Erwin Siregar Hasil penelitian ini menunjukkan subyek normal laki-laki memiliki jarak bibir atas terhadap E-line yang lebih besar secara bermakna dibandingkan perempuan (p=0,039). Hal serupa juga tampak pada subyek penderita OSNA dengan napas mulut, yaitu penderita OSNA laki-laki memiliki jarak bibir atas danjarak bibir bawah terhadap E-line yang lebih besar dibandingkan penderita OSNA perempuan (p<0,05). Daftar Acuan 1. Bishara SE, Hession TJ, Peterson LC. Longitudinal soft-tissue profile changes: A study of three analyses. Am J Orthod 1985; 88: 209-23. 2. Bishara SE. Text Book of Orthodontics. Philadelphia: WB Saunders. 2001: 83. 3. Moyers RE. Handbook of Orthodontics 4 th ed. Chicago: Med Pub. 1988: 157,171,200,207-8. 4. Proffit WR. Contemporary Orthodontics. 2 nd ed. St.Louis: Mosby. 2000: 75,137-9,207. 5. Purwanegara MK. Karakteristik Maloklusi pada Penderita Pernafasan Mulut di Bagian THT RSUPN Ciptomangunkusumo. Jurnal PDGI ed.khusus 2005: 270-6. 6. Achmad H. Pernafasan mulut pada anak akibat obstruksi saluran nafas atas. Jurnal PDGI ed.khusus 2005: 478-83. 7. Rakosi T. An Atlas and Manual of Cephalometric Radiography. New York: Wolfe. 1982: 80-83. 8. Jacobson A. Radiographic Cephalometry. Chicago: Quintessence. 1995: 114,249 9. Suhardono D. Korelasi Biometrik antar Organ Profil Muka Orang Indonesia (Tesis). Surabaya: Universitas Airlangga. 1983. 10. Van der Linden. Facial Growth and Facial Orthopedics. Chicago: Quintessence. 1987: 19-31. 11. Sudarso ISR. Pola kebiasaan dan akibatnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan kompleks maksilomandibular fasial pada anak. Jurnal PDGI ed.khusus 2002: 391-400. 49 Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(1): 44-49