I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kubis (Brassica oleracea L.) adalah salah satu tanaman hortikultura yang

dokumen-dokumen yang mirip
JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

Jalan Flora No. 1 Bulak Sumur, Yogyakarta, Penulis korespondensi. Telp Fax ;

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

INSEKTISIDA YANG UMUM DIGUNAKAN OLEH PETANI KUBIS DI DATARAN TINGGI SULAWESI SELATAN SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INSEKTISIDA YANG TEPAT

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kubis (Brassica Olearecea Var Capitata). Kubis memiliki kandungan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Ulat Krop Kubis Crocidolomia pavonana

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 4, Oktober 2017

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dhora Dwifianti, 2013

PENGGUNAAN ANALISIS PROBIT UNTUK PENDUGAAN TINGKAT KEPEKAAN POPULASI SPODOPTERA EXIGUA TERHADAP DELTAMETRIN

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

POPULASI LARVA Plutella xylostella Linn. PADA TANAMAN KUBIS DI KELURAHAN PASLATEN KECAMATAN TOMOHON TIMUR KOTA TOMOHON

FEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Insektisida Bacillus thuringiensis

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

K I M I A P E R T A N I A N

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

Tahun Bawang

BAB I PENDAHULUAN. dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Ae. aegypti ini menjadi penyakit tular virus

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis L.) TERHADAP MORTALITAS ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia pavonana F.)

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi pakcoy adalah jenis sayuran yang termasuk keluargan Brassicaceae.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengujian Beberapa Konsentrasi Bacillus thuringiensis Berliner dalam Mengendalikan Hama Ulat Daun Selada {Lactuca sativa)

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis... 4

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI MUSUH ALAMI PADA ULAT DAUN KUBIS Plutella xylostella (L.) DAN ULAT KROP KUBIS Crocidolomia binotalis Zell.

II. TINJAUAN PUSTAKA

KEPEKAAN LARVA Crocidolomia pavonana ASAL CIANJUR, JAWA BARAT, TERHADAP TIGA JENIS INSEKTISIDA ANITA WIDYAWATI

EFEKTIFITAS PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN ULAT GRAYAK (Spodoptera sp.) PADA TANAMAN SAWI (Brassica sinensis L.). Deden *

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. acar, asinan, salad, dan lalap (Sumpena, 2008). Data produksi mentimun nasional

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

Monografi No. 22 ISBN : Program Komputer Pengolah Data Untuk Analisis Probit dan Petunjuk Penggunaannya. Oleh :

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

UJI INSEKTISIDA EMAMEKTIN BENZOAT TERHADAP MORTALITAS LARVA CROCIDOLOMIA PA VONANA (FABRICIUS) PADA TANAMAN KUBIS DI CISARUA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

TINJAUAN PUSTAKA. atau patah, akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya secara turun temurun telah memanfaatkan

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN HAMA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat

Oleh: Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

I. PENDAHULUAN. seluas seluas hektar dan perairan kolam seluas hektar (Cahyono,

Siti Herlinda. Keywords: Trichogrammatoidea, Plutella xylostella, population, damage PENDAHULUAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea L.) adalah salah satu tanaman hortikultura yang banyak dibutuhkan masyarakat dan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi, karena tanaman kubis sebagai sumber vitamin, mineral, karbohidrat, protein, dan lemak. Dalam 100 g kubis terdapat 1,3 g protein, 0,8 g serat, 47 mg vitamin C, 130 IU vitamin A, 0,15 mg thiamin, 0,16 mg pyridoxin, 0,05 mg riboplavin, 49 mg Kalsium, dan 0,4 mg besi (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981 cit Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Tanaman Brassicaceae mengandung sulfosida S-metilsistein yang dapat menurunkan kolesterol darah (Rubatszky & Yamaguchi, 1998). Faktor penghambat dalam usaha meningkatkan produksi kubis antara lain adalah gangguan hama, penyakit, dan gulma. Rendahnya kuantitas dan kualitas produksi kubis yang dihasilkan oleh petani kubis terutama disebabkan karena adanya bermacam-macam jenis serangga hama. Larva Plutella xylostella (L). (Lepidoptera: Plutellidae) dan Crocidolomia binotalis (Zell) (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan dua jenis hama yang sangat merusak tanaman kubis, terutama pada musim kemarau (Kalshoven, 1981). Ngengat P. xylostella adalah serangga berukuran 5-9 mm. dikenal dengan nama diamondback moth atau ngengat punggung berlian, karena terdapat tanda berbentuk berlian di bagian punggung apabila sayap depan terlipat (Murray et al., 2008). Larva P. xylostella atau ulat daun kubis merupakan hama utama pada tanaman Brassicacae (Shelton & Wayman, 1990) merusak tanaman kubis yang masih muda maupun krop 1

2 kubis. Serangan larva P. xylostella mengakibatkan tanaman kubis tidak membentuk \\\\\\\\\Kehilangan hasil kubis di Malaysia oleh P. xylostella mencapai 87,5% bila tanpa insektisida (Ho, 1997). Di Segunung kehilangan hasil rata-rata sebesar 58%- 100% apabila tidak dikendalikan dengan insektisida (Winarto & Nazir, 2004). Kehilangan hasil kubis di Indonesia oleh P. xylostella bersama-sama dengan C. binotalis (Zell) di musim kemarau dapat mencapai 100% bila tidak digunakan insektisida (Sastrosiswojo, 1987; Elly, 1992) Pengendalian hama kubis di Indonesia masih banyak bergantung pada penggunaan insektisida. Penggunaan insektisida oleh petani kubis dataran tinggi sangat intensif, baik insektisida yang digunakan, dosis penggunaan yang tinggi maupun interval penyemprotan yang sangat pendek (Woodford et al., 1981; Nuryanti, 2001). Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai masalah serius, diantaranya tidak efektifnya penggunaan insektisida untuk pengendalian, menurunnya nilai toksisitas, perubahan sifat toksikologi, dan perubahan karakter genétika populasi (Syed, 1990). Beberapa kelompok insektisida kimia konvensional, seperti golongan organofosfat merupakan insektisida yang paling banyak digunakan oleh petani kubis di daerah Kopeng, kemudian diikuti karbamat dan piretroid sintetik. Penggunaan insektisida B. thuringiensis oleh petani kubis Ambarawa dalam aplikasinya dicampur dengan deltametrin, dan beberapa tahun terakhir dicampur dengan profenofos. Interval pemakaiannya juga sangat intensif, yaitu antara 3-7 hari sekali. Pada musim kemarau, populasi P. xylostella tinggi sehingga penyemprotan dilakukan 3 hari sekali, sedangkan pada musim penghujan, populasi hama rendah, dan tetesan air

3 hujan mempunyai tenaga mekanis yang mampu membunuh larva instar kedua ataupun ketiga sehingga penyemprotan dilakukan 7 hari sekali. Penggunaan insektisida yang berlebihan akan mendorong semakin meningkatnya kemampuan hama menjadi resisten terhadap golongan insektisida kimia konvensional tersebut, karena individu-individu peka akan tereliminasi oleh insektisida (Nuryanti, 2001; Lystyaningrum et al., 2003; Matsumura, 1983). Data kerugian ekonomis akibat berkembangnya populasi resisten di Indonesia belum tersedia dan sulit untuk mengestimasikan. Pimentel (1991) pernah melaporkan bahwa karena masalah resistensi dibutuhkan tambahan belanja sebanyak 40 juta USD di Amerika Serikat. Kerugian oleh karena resistensi akan sangat dirasakan oleh berbagai komponen stakeholders. Produsen insektisida akan merasakan langsung akibat tersebut, karena jumlah penjualan insektisida berkurang, sedangkan petani akan mengeluarkan ongkos produksi yang lebih tinggi karena tambahan pemakaian insektisida lain, ataupun berkurangnya hasil karena efektifitas pengendalian yang menurun. Secara tidak langsung, publik juga akan menerima konsekuensi yang dapat berupa menurunnya harga maupun kualitas produk pertanian dan peternakan. Semakin banyak munculnya spesies hama yang resisten terhadap insektisida kimia konvensional, maka dikembangkan insektisida yang bersifat lebih selektif dan ramah lingkungan dibandingkan insektisida konvensional, yaitu emamektin benzoat. Emamektin benzoat termasuk dalam golongan avermektin. Avermektin merupakan hasil fermentasi mikroorganisme dalam tanah yaitu Streptomyces avermitilis (Clark et al., 1994). Cara kerja emamektin benzoat yaitu dengan merusak sistem kerja

4 neurotransmitter, menstimulasi ion klorida masuk ke dalam sel syaraf. Jumlah ion klorida yang masuk akan merusak sistem impuls syaraf dan menyebabkan sel syaraf kehilangan fungsi utamanya, sehingga serangga tidak dapat bergerak. Karena serangga tidak dapat bergerak, maka proses makan akan berhenti dalam waktu kurang dari 12 jam (Vijaykumar et al., 2004). Emamektin benzoat merupakan racun perut dan digunakan untuk mengendalikan Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah, S. litura, Heliothis sp dan Thrips sp pada tanaman cabai, P. xylostella pada tanaman kubis, dan H. armigera (Zell.) pada tanaman tomat (Dybas at al., 1989). Penelitian tentang resistensi P.xylostella terhadap emamektin benzoat dilakukan di beberapa daerah sentra produksi kubis di Jawa Tengah, meliputi Puasan, Babrik, Kaponan, Keteb (Magelang), Plalar, Gedongsongo, Kenteng, Selo (Semarang), Gondosuli (Karanganyar), Kejajar, Kertek (Wonosobo). Daerah Puasan, Babrik, Kaponan, Keteb, Plalar menggunakan emamektin benzoat untuk mengendalikan P. xylostella dilakukan 2-3 kali seminggu bila terjadi kerusakan berat pada tanaman kubis, dan jika kerusakan ringan biasanya dilakukan hanya seminggu sekali. Petani kubis di daerah tersebut, menyatakan bahwa efektifitas emamektin benzoat (Proclaim 5 SG* Syngenta Indonesia) terhadap P. xylostella telah menurun dibandingkan saat insektisida tersebut pertama kali digunakan. Penggunaan emamektin benzoat yang intensif menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya masalah besar dalam pengendalian hama kubis, P. xylostella yang salah satunya adalah timbulnya resistensi hama.

5 Resistensi merupakan salah satu fenomena evolusi akibat proses seleksi yang berlangsung selama beberapa generasi pada hama yang selalu diberi insektisida dengan bahan aktif yang sama (Untung, 2006). Tingkat resistensi tinggi biasanya ditemukan pada wilayah yang intensif menggunakan insektisida dan kondisinya terbuka (Shelton et al., 2000). Walker et al. (2012) menyatakan, bahwa di New Zealand penggunaan insektisida lambda-cyhalothrin dapat menyebabkan resistensi populasi P. xylostella sangat tinggi, yaitu sebesar 885 kali, tetapi terhadap spinosad dan indoxacarb sedikit resisten bahkan sama sekali tidak resisten dan sifat resistensinya berkurang terhadap methamidophos. Hasil penelitian Stone & Sims (1993) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepekaan antar populasi Heliothis virescens terhadap Dipel 3,6 kali dan terhadap endotoksin 8 kali. Besarnya tingkat resistensi populasi Pseudoplusia includends di Amerika Serikat terhadap emamektin benzoat bervariasi antara 1-6,21 kali (Mascarenhas & Boethel, 1997). Kepekaan populasi P. xylostella di California terhadap emamektin benzoat antara 1 13 kali (Shelton et al., 2000). Hasil penelitian Wearing et al. (1997) menunjukkan telah terjadi peningkatan resistensi 269 kali pada Planotortrix octo terhadap tebufenozida dibanding strain peka. Menurut Mascharenhas & Boethel (1997) menyatakan bahwa LC 50 metoksifenozida pada Spodoptera exigua strain lapangan lebih tinggi dibanding strain laboratorium. Resistensi tidak hanya terjadi terhadap insektisida konvensional saja, tetapi juga terhadap insektisida generasi ke-3 yaitu golongan Insect Growth Regulators (IGRs) seperti agonis ekdison, hormon juvenil (JH). Hormon juvenil yang digunakan untuk

6 pengendalian serangga di Amerika Serikat adalah metropin, kinoprin, dan hidroprin, sedangkan insektisida penghambat khitin adalah diflubenzuron (Ware, 1986). Monitoring resistensi perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab kegagalan pengendalian hama karena faktor resistensi populasi terhadap insektisida atau faktor lain (Curtis, 1985 dalam Roush dan Miller, 1986). Monitoring resistensi biasanya dilakukan secara konvensional dengan 4-5 seri konsentrasi untuk mendapatkan nilai Lethal Dose (LD) atau Lethal Concentrasion (LC), namun metode ini kurang peka terhadap peristiwa resistensi yang baru muncul (Halliday dan Burnham, 1990 dalam Marcon et al. 2000). Oleh karena itu perlu dikembangkan metode monitoring yang lebih sensitif terhadap perubahan kecil frekuensi resistensi, yaitu dengan menggunakan konsentrasi diagnostik (Halliday & Burnharm, 1990; Untung, 2004). Penentuan mekanisme resistensi populasi P. xylostella terhadap insektisida emamektin benzoat dapat dilakukan apabila resistensi populasi P. xylostella pada daerah tertentu telah terdeteksi. Penentuan mekanisme dapat dilakukan dengan analisis hambatan aktivitas asetilkolinesterase (AChE) dan aktivitas esterase oleh insektisida emamektin benzoat (Ellman et al., 1961). Resistensi akibat penggunaan insektisida dengan bahan aktif yang sama secara berlebihan tidak dapat dihindari namun dapat diperlambat, sehingga perlu diketahui karakteristik sifat resistensi P. xylostella terhadap emamektin benzoat. Pengetahuan tentang karakteristik sifat resistensi adalah penting sebagai dasar strategi pengelolaan resistensi yang akan dikembangkan untuk mengantisipasi dan memperlambat laju perkembangan resistensi (Tabashnik et al., 1992).

7 Sifat resistensi serangga terhadap insektisida dikendalikan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor genetik. Di alam, frekuensi allel individu peka lebih besar dibandingkan frekuensi alel individu resisten. Frekuensi alel homozigot resisten berkisar antara 10-2 sampai 10-13 (Georghiou & Taylor, 1986). Adanya tekanan seleksi akibat penggunaan insektisida yang terus menerus menyebabkan populasi yang pada mulanya peka berubah menjadi populasi resisten terhadap insektisida yang digunakan (Yu, 1993). Pengetahuan tentang genetika populasi serangga yang resisten terhadap insektisida akan berguna untuk memperlambat perkembangan resistensi serangga. Mekanisme sifat resistensi serangga terhadap insektisida dapat diidentifikasi menggunakan analisis genetik (Tabashnik et al., 1992). Penelitian tentang status resistensi P. xylostella terhadap emamektin benzoat akan sangat berguna dalam menentukan strategi pengelolaan P. xylostella. B. Permasalahan Perlakuan insektisida yang terus menerus mengakibatkan terbunuhnya individuindividu peka dan akhirnya akan didominasi oleh individu-individu yang resisten. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahannya adalah: 1. Apakah yang menyebabkan populasi P. xylostella di daerah Puasan, Babrik, Kaponan, Keteb dan Plalar yang terpapar emamektin benzoat dalam waktu tertentu toksisitasnya menjadi kurang efektif dibandingkan populasi yang tidak terpapar oleh insektisida tersebut?

8 2. Apakah yang menyebabkan populasi P. xylostella di daerah yang terpapar ataupun yang tidak terpapar eemamektin benzoat tingkat kepekaannya berbeda? 3. Apakah metode pengujian hayati yang sering digunakan selama ini untuk monitoring resistensi populasi P. xylostella terhadap emamektin benzoat dapat mendeteksi perubahan kecil frequensi individu resisten? 4. Apakah populasi P. xylostella yang telah menurun tingkat kepekaanya melibatkan proses lain yang berkaitan dengan emamektin benzoat yang masuk ke dalam tubuh serangga? 5. Apakah ada faktor genetis pada populasi P. xylostella yang tingkat kepekaannya telah menurun, sehingga perkembangannya sangat cepat di lapangan dan kurang efektif dikendalikan dengan emamektin benzoat? C. Tujuan Penelitian Tujuan secara umum adalah mengetahui status resistensi populasi P. xylostella terhadap aplikasi emamektin benzoate yang terus menerus sehingga toksisitas insektisida tersebut sudah tidak atau kurang efektif lagi untuk pengendalian dibandingkan toksisitas sebelumnya, sedangkan penelitian ini secara khusus dilakukan dengan tujuan: 1. Mengetahui tingkat kepekaan populasi P. xylostella di daerah yang terpapar ataupun yang tidak terpapar dengan emamektin benzoat, mengingat bahwa ttingkat kepekaan populasi di daerah yang terpapar, toksisitas insektisida tersebut tidak efektif lagi dibandingkan daerah yang tidak terpapar dengan insektisida tersebut.

9 2. Mengetahui faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat kepekaan populasi P. xylostella baik yang terpapar ataupun yang tidak terpapar ememamektin benzoat 3. Mengetahui metode penetapan konsentrasi diagnostik yang dapat mendeteksi perubahan kecil populasi resisten terhadap emamektin benzoat. 4. Mengetahui mekanisme terjadinya resistensi yang menyebabkan populasi P. xylostella menjadi resisten terhadap emamektin benzoat. 5. Mengetahui pewarisan sifat resistensi populasi P. xylostella terhadap emamektin benzoat, dan jumlah gen pengendali resistensi D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang status resistensi P. xylostella terhadap emamektin benzoat pada tanaman kubis di Indonesia, terutama metode monitoring resistensi dengan penetapan konsentrasi diagnostik, mekanisme resistensi, dan pewarisan sifat resistensi P. xylostella terhadap emamektin benzoat sampai saat ini belum banyak diteliti. Oleh karena itu penelitian ini akan sangat berguna dalam pengelolaannya. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain : 1. Memberikan landasan ilmiah bahwa aplikasi emamektin benzoat dengan dosis dan frekuensi aplikasi yang lebih tinggi dari dosis anjuran akan meningkatkan potensi serangga P. xylostella untuk berkembang menjadi populasi resisten.

10 2. Memahami perbedaan frekuensi penggunaan emamektin benzoat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kepekaan populasi P, xylostella untuk menentukan standart aplikasi 3. Monitoring resistensi P. xylostella terhadap emamektin benzoat dengan penetapan konsentrasi diagnostik lebih cepat untuk mendeteksi frekuensi resistensi rendah atau peristiwa resistensi yang baru muncul, selain itu serangga uji yang diperlukan lebih sedikit, waktu lebih singkat dan dapat digunakan untuk bioassay populasi dalam jumlah yang besar, metode ini cepat dan sederhana untuk mendeteksi resistensi pada wilayah geografis yang berbeda. 4. Mengetahui mekanisme resistensi P. xylostella untuk digunakan sebagai landasan kebijakan pengendalian lain dalam pengendalian hama 5. Memahami pewarisan sifat resistensi populasi P. xylostella terhadap emamektin benzoat, sehingga dapat dilakukan strategi pengendalian yang dapat menghambat perkembangan resistensi.