INTISARI POLA PENGOBATAN ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYAPADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN RSUD BRIGJEND H. HASAN BASRY KANDANGAN PERIODE 2015 Norlia Hidayati 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Erveni Aulia 3 Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan dari hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 melalui pengukuran pada umur > 18 tahun di wilayah Kalimantan Selatan menduduki peringkat kedua yakni sebanyak 30,8%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengobatan antihipertensi dan kesesuaiannya pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan periode 2015. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat deskriptif dan retrospektif dengan sampel berupa data resep dan data rekam medik kesehatan (RKM) pasien hipertensi di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan periode 2015. Sampel yang didapat dari penelitian yaitu sebanyak 210 resep pasien dengan metode systematic random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan antihipertensi yang sering digunakan pada pasien rawat jalan RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan adalah golongancalcium Channel Blokers (CCB) yaitu sebanyak 122 macam (36,86%). Obat antihipertensi yang diresepkan paling banyak adalah Amlodipin (36,25%). Kesesuaian obat antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan dengan literatur Joint National Seventh (JNC VII), dinyatakan bahwa pengobatan antihipertensi yang sesuai adalah sebanyak 115 resep pasien (54,76%) dan yang dinyatakan tidak sesuai adalah sebanyak 95 resep pasien (45,24%). Kata Kunci : Hipertensi,Antihipertensi, Pola Pengobatan, Kesesuaian 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2 RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan i
ii ABSTRACT ANTIHYPERTENSIVE TREATMENT PATTERN AND ITS SUITABILITY WITH THE HYPERTENSION OUTPATIENTS AT BRIGJEND H. HASAN BASRY HOSPITAL IN KANDANGAN PERIOD 2015 Norlia Hidayati 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Erveni Aulia 3 Hypertension is one of the main causes of heart diseases. In addition to causing heart failure, hypertension can also lead to kidney failure and cerebrovascular disease. In developing countries, hypertension has replaced the position of infectious diseases as the largest cause of mortality and morbidity. This is evidenced from the Basic Health Research in 2013 through the measurement of the age less than or at 18 years in South Kalimantan. It is at the second rank, as much as 30.8%. The purpose of this study was to determine the pattern of treatment antihypertensive drugs and its suitability with the hypertensive outpatients at Brigjend H. Hasan Basry hospital in Kandangan period of 2015. This study was a descriptive and retrospective observational study where the samples were the prescriptions and the medical records of health (RKM) of the hypertensionpatients at Brigjend H. Hasan Basry hospital in Kandangan period 2015. The samples obtained for this study were as many as 210 prescriptions taken using systematic random sampling method. The results showed that type of antihypertensive often used by the outpatients of Brigjend H. Hasan Basry hospitals Kandangan was calcium channel blockers (CCB). It was as many as 122 types or36,86%. Antihypertensive drugs most widely prescribed are amlodipine (36.25%). Based on the literature of Seventh Joint National (JNC VII), it was found that at Brigjend H. Hasan Basry hospital in Kandangan, as many as 115 prescriptions or 54.76% of the antihypertensive drug types for the hypertension outpatients were stated suitable, and as many as 95 prescriptions or 45.24% were stated not suitable. Keywords: Hypertension, Antihypertensive, Treatment patterns, Suitability 1 Academy of Pharmacy ISFI Banjarmasin 2 Brigjend H. Hasan Basry Hospital, Kandangan
3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang sering disebut sebagai silent killer (pembunuh diam-diam) termasuk penyakit yang sangat berbahaya karena tidak ada tanda khas sebagai peringatan dini. Peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik meningkatkan kejadian kardiovaskular. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin tinggi risiko terjadinya penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, atau gagal ginjal (Kabo, 2011). Menurut Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII(JNC VII)Amerika Serikat, hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia (Chobanian et al., 2004). Hipertensi menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan tuberkolosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Depkes, 2010). Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan strees psikososial di banyak negara. Hipertensi sudah menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Depkes, 2007). Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan dari hasil Riset Kesehatan Dasar melalui pengukuran pada umur 18 tahun tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%)(Riskesdas, 2013). Dan dari hasil survei Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik yang dilaksanakan pada tahun 2009, bahwa hipertensi termasuk dalam 10 penyakit yang paling sering dijumpai pada pasienpasien rawat jalan, yaitu sebanyak 123.269 kasus, berjajar bersama penyakit menular lainnya
4 seperti infeksi saluran napas, diare, dan gastroenteritis, dan lain-lain. Jumlah ini meningkat drastis, mengingat pada tahun 2007 penyakit hipertensi tidak termasuk dalam 10 penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan (Depkes, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2015) dengan judul Pola Penggunaan Obat Antihipertensi dan Kesesuaiannya pada Pasien Geriatri Rawat Jalan di RSUD Ulin Banjarmasin Periode April 2015 diperoleh hasil penelitian bahwa didomininasi oleh pasien hipertensi stage 1 dengan jumlah 105 pasien (53,30%) kemudian diikuti oleh pasien pre-hipertensi dengan jumlah 49 pasien (24,88%)dan selanjutnya pasien hipertensi stage 2 yaitu sebanyak 43 pasien (21,82%). Obat antihipertensi yang diresepkan pada pasien geriatri ini kebanyakan digunakan secara tunggal yaitu sejumlah 119 pasien (60,41%). Golongan antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan penghambat kalsium (CCB) yaitu sebanyak 116 pasien (42,02%). Kesesuaian terapi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri rawat jalan di RSUD Ulin Banjarmasin dibandingkandengan literatur Joint National Comitte Seventh (JNC VII),dinyatakan bahwa terapi penggunaan yang sesuai 100 pasien (50,77%) dan yang dinyatakan tidak sesuai adalah sebanyak 97 pasien (49,23%). Penggunaan obat antihipertensi adalah salah satu cara untuk mengobati dan mengatasi penyakit tersebut. Pemilihan obat antihipertensi ditentukan oleh keadaan klinis pasien, derajat hipertensi, dan sifat obat antihipertensi tersebut. Faktor yang perlu diperhatikan pada pemberian obat antihipertensi dari segi klinis pasien adalah keparahan pasien, usia pasien, derajat hipertensi, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit penyerta dan penggunaan obat-obat yang rasional (Depkes RI, 2006). Pengobatan yang tidak rasional merupakan masalah yang terus terjadi di masyarakat Indonesia yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada pasien hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak rasionalnya peresepan terjadi dibanyak negara terutama
5 negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ini telah menjadi perhatian yang serius karena merupakan outcome pengobatan sehingga perlu dilakukan evaluasi kerasionalan peresepan obat (Cote, et al., 2003). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.03/I/0848/2015 bahwa RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan merupakan Rumah Sakit tipe B dimana rumah sakit ini merupakan rujukan pertama sebanua anam.penelitian ini dilakukan di RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan karena dari studi pendahuluan yang dilakukan bahwa data rekam medik yang diperoleh pada periode2013, 2014 dan 2015 hipertensi termasuk 5 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dan di Poliklinik penyakit dalam hipertensi menduduki urutan pertama dari 10 besar penyakit terbanyak pada tahun 2015 dengan jumlah 883 pasien. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pola pengobatan antihipertensi dan kesesuaiannya pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD H.Hasan Basry Kandangan.