BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN BELT CONVEYOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi

TUGAS SKRIPSI MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB II PEMBAHASAN MATERI

EVALUASI KINERJA BELT CONVEYOR UNTUK OPTIMALISASI KAPASITAS TRANSFER BATUBARA DI PT. KALTIM PRIMA COAL

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERHITUNGAN

SKRIPSI PERANCANGAN BELT CONVEYOR PENGANGKUT BUBUK DETERGENT DENGAN KAPASITAS 25 TON/JAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN BARK BELT CONVEYOR 27B KAPASITAS 244 TON/JAM

BAB III PERANCANGAN ULANG BELT CONVEYOR B-W600-6M DENGAN KAPASITAS 9 TON / JAM

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

IV. PENDEKATAN DESAIN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

MESIN PEMINDAH BAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. lokasi konstruksi, lokasi industri, tempat penyimpanan, bongkaran muatan dan

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA CONVEYOR BELT SYSTEM PADA PROJECT PENGEMBANGAN PRASARANA PERTAMBANGAN BATUBARA TAHAP 1 PT. SUPRABARI MAPANINDO MINERAL

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto

PERANCANGAN SISTEM KONVEYOR KAPASITAS 1500 TPH DAN ANALISA KEKUATAN PIN PADA RANTAI RECLAIM FEEDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TIORI

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Kelompok 6. Pesawat Kerja. Belt Conveyor. Ahmad Fikri Muhamad Nashrulloh

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

Kentang yang seragam dikupas dan dicuci. Ditimbang kentang sebanyak 1 kg. Alat pemotong kentang bentuk french fries dinyalakan

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Kerja Belt Conveyor 5857-V Kapasitas 600 Ton/Jam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAB II TEORI ELEVATOR

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan transmisi sabuk, menurut Sularso (1979 : 163), dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

Gambar Konstruksi belt conveyor Komponen utama Belt Conveyor Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat dilihat pada gambar berikut :

TRANSMISI RANTAI ROL

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

Metode perhitungan Belt conveyor

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016

OPTIMASI JARAK ADJUSTMENT TENSIONING DEVICE PADA DRAG CHAIN CONVEYOR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

MESIN PEMINDAH BAHAN

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB IV PERHITUNGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR BARANG

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

METODOLOGI PENELITIAN

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR

BAB IV ANALISA PENELITIAN

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

Transkripsi:

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belt Conveyor Belt conveyor atau konveyor sabuk adalah pesawat pengangkut yang digunakan untuk memindahkan muatan dalam bentuk satuan atau tumpahan, dengan arah horizontal atau membentuk sudut dakian/inklinasi dari suatu sistem operasi yang satu ke sistem operasi yang lain dalam suatu line proses produksi, yang menggunakan sabuk sebagai penghantar muatannya. Belt Conveyor pada dasarnya merupakan peralatan yang cukup sederhana. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan terhadap pengangkutan benda padat. Sabuk yang digunakan pada belt conveyor ini dapat dibuat dari berbagai jenis bahan misalnya dari karet, plastik, kulit ataupun logam yang tergantung dari jenis dan sifat bahan yang akan diangkut (Zainuri, ST, 2006). Belt Conveyor (konveyor sabuk) memiliki komponen utama berupa sabuk yang berada diatas rollerroller penumpu. Sabuk digerakkan oleh motor penggerak melalui suatu pulley, sabuk bergerak secara translasi dengan melintas datar atau miring tergantung kepada kebutuhan dan perencanaan. Material diletakkan diatas sabuk dan bersama sabuk bergerak kesatu arah. Pada pengoperasiannya konveyor sabuk menggunakan tenaga penggerak berupa motor listrik dengan perantara roda gigi yang dikopel langsung ke puli penggerak. Sabuk yang berada diatas rollerroller akan bergerak melintasi rollerroller dengan kecepatan sesuai putaran dan puli penggerak Ada beberapa pertimbangan yang mendasari dalam penelitian pesawat pengangkut : 1) Karakteristik pemakaian, hal ini menyangkut jenis dan ukuran material, sifat material, serta kondisi medan atau ruang kerja alat. 2) Proses produksi, mengngkut kapasitas perjam dari unit, kontinuitas pemindahan, metode penumpukan material dan lamanya alat beroperasi.

16 3) Prinsipprinsip ekonomi, meliputi ongkos pembuatan, pemeliharaan, pemasangan, biaya operasi dan juga biaya penyusutan dari harga awal alat tersebut. Berdasarkan pertimbangan diatas maka dipilihnya belt conveyor sebagai pesawat pengangkut yang paling sesuai untuk mengangkut pasir kedalam proses mixer dalam pembuatan tiang beton. 2.1.1 Kelebihan dan Kelemahan Belt Conveyor 2.1.1.1 Kelebihan belt conveyor 1) Mampu membawa beban berkapasitas besar. 2) Kecepatan sabuk dapat diatur untuk menetapkan jumlah material yang dipindahkan persatuan waktu 3) Dapat bekerja dalam arah yang miring tanpa membahayakan operator yang mengoperasikannya 4) Memerlukan daya yang lebih kecil, sehingga menekan biaya operasinya 5) Tidak mengganggu lingkungan karena tingkat kebisingan dan polusi yang rendah. 6) Lebih ringan dari pada konveyor rantai maupun bucket conveyor. 7) Aliran pengangkutan berlansung secara terus menerus/kontinu Belt conveyor adalah mesin pemindah yang paling universal karena kapasitas cukup besar (500 s.d 5000 m 3 /jam atau lebih), sanggup memindahkan material pada jarak relatif besar (500 s/d 1000 m atau lebih), desain yang sangat sederhana dan pengoperasian yang baik (http://www.hksystems.com, conveyor ). Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan berbagai unit material sepanjang arah horizontal atau pada suatu kemiringan tertentu pada berbagai industri. Contohnya pada industri pengecoran logam, tambang batubara, produksi beton, industri makanan dan lainlain.

17 2.1.1.2 Kelemahan belt conveyor 1) Sabuk sangat peka terhadap pengaruh luar, misalnya timbul kerusakan pada pinggir dan permukaan belt, sabuk bisa robek karena batuan yang keras dan tajam atau lepasnya sambungan sabuk. 2) Biaya perawatannya sangat mahal. 3) Jalur pemindahan (transfer line). Karena untuk satu unit belt conveyor hanya bisa dipasang untuk jalur lurus. 4) Kemiringan/sudut inklinasi yang terbatas. 2.1.2 Geometri Belt Conveyor Geometri dari belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang memperlihatkan lintasan dari belt conveyor. Gambar 2.1 Geometri belt conveyor Sudut kemiringan terhadap garis horizontal (β) tergantung pada faktor gesekan antara material yang dibawa dengan belt yang bergerak, sudut kemiringan tetap dari tumpukan material dan bagaimana cara material dibebankan keatas belt. Kemiringan yang dapat diizinkan pada belt conveyor dapat dilihat pada Tabel 2.1.

18 Tabel 2.1 Sudut kemiringan maksimum yang diizinkan pada geometri belt conveyor untuk beberapa jenis material. Maximum Maximum angle of angle of Material Material incline β incline β (º) (º) Coal briquetted Gravel, washed and sized Grain Foundry sand, shaken out (burnt) Foundry sand, damp (ready) Crushed stone, unsized Coke, sized Coke unsized Sawdust, fresh Lime, powdered 12 12 18 24 26 18 17 18 27 23 Sumber : Charles G. Wilson head Agronomist 1964. Sand, dry Sand, clamp Ore, largelumped Ore, crushed Anthracite, pebbles Coal, run of mine Coal, sized, small Cement Slag, anthraciote, damp 18 27 18 25 17 18 22 20 22 2.1.3 KomponenKomponen Utama Pada Belt Conveyor 2.2. Komponenkomponen utama konveyor sabuk dapat dilihat pada gambar Gambar 2.2 Konstruksi konveyor sabuk Konveyor sabuk yang sederhana terdiri dari : 1) Rangka (Frame) 2) Pulli penggerak (Drive pulley)

19 3) Pulli yang digerakkan (Tail pulley) 4) Pulli Pengencang (Snub pulley) 5) Sabuk (Belt) 6) Rol pembawa (Carrying roller idler) 7) Rol Kembali (Return roller idler) 8) Rol pemuat 9) Motor penggerak 10) Unit pemuat (Chutes) 11) Unit pengeluar (Discharge spout) 12) Pembersih sabuk (Belt cleaner) 13) Pengetat sabuk (Belt takeup) 2.1.3.1 Belt Belt terbuat dari bahan tekstil, baja lembaran atau jalinan kawat baja. Belt yang terbuat dari tekstil berlapis karet paling banyak ditemukan dilapangan. Syaratsyarat belt: 1) Tahan terhadap beban tarik. 2) Tahan beban kejut. 3) Perpanjangan spesifik rendah. 4) Harus fleksibel. 5) Tidak menyerap air. 6) Ringan. Belt yang digunakan pada belt conveyor terdiri dari beberapa tipe seperti bulu unta, katun dan beberapa jenis belt tekstil berlapis karet. Belt harus memenuhi persyaratan, yaitu kemampuan menyerap air rendah, kekuatan tinggi, ringan, lentur, regangan kecil, ketahanan pemisahan lapisan yang tinggi dan umur pakai panjang. Untuk persyaratan tersebut, belt berlapis karet adalah yang terbaik. Belt tekstil berlapis karet terbuat dari beberapa lapisan yang dikenal dengan plies. Lapisanlapisan tersebut dihubungkan dengan menggunakan (vulkanisasi) atau dengan karet alam maupun sintetis. Belt dilengkapi dengan cover karet untuk melindungi tekstil dari kerusakankerusakan. Karena beberapa jenis material yang

20 dibawa mempunyai sifat abrasif. Bentuk penampang belt diperlihatkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Penampang belt 1 : lapisan 2 : cover δb : tebal belt δ1 : bagian yang dibebani δ2 : bagian pembalik Jumlah lapisan belt tergantung lebar belt. Hubungan antara lebar belt dengan jumlah lapisan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Jumlah lapisan belt yang disarankan. (B) Belt width (mm) 300 400 500 650 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 Sumber : MF. Spot, 1985 Minimum and maximum number of plies (i) 34 35 36 37 48 510 612 712 812 812 914 Sedangkan untuk mengetahui ketebalan dari cover dapat dihubungkan dengan jenis material yang membebani belt. Sebab tiap jenis material mempunyai ukuran dan sifat fisik yang berbeda. Ketebalan belt dapat ditentukan dari Tabel 2.3.

21 Tabel 2.3 Tebal cover yang disarankan pada belt tekstil berlapis karet untuk beban tumpukan dan beban satuan. Cover thickness, mm Load characteristics Material Loaded slide δ1 Return slide, δ2 Granular and powdered, non abrasive Section 1.01 Bulk load Grain, col dust 15 1.0 Finggrained and small Lumped, abrasive, medium and heavy weight (a <60 mm, γ<2 tons/m3) Sand, foundry sand, cement, crushed stone, coke 1.5 to 3.0 1.0 Mediumlumped, slightly, abrasive, medium and heavy weight (a <160 mm, γ < 2 tons/m3) Coal, peat briquettes 3.0 1.0 Ditto, abrasive Gravel, clinker, stone, ore, rock salt 4.5 1.5 Largelumped, abrasive, heavy weight (a <160 mm, γ < 2 tons/m3) Manganese ore, brown iron ore 6.0 1.5 Light load in paper and clocth packing Section 1.02 Unit loads 1.0 1.0 Load in soft containers Load in soft containers weighin up to 15 kg Parcels, packages, books Bag, bales, packs Boxes, barrels, baskets 1.5 to 3.0 1.5 to 3.0 1.0 1.0 Ditto weighin over 15 kg Boxes, barrels, baskets 1.5 to 4.5 1.0 to 1.5 Untared loads Sumber : Dyachkov, 1975 Machine parts, ceramic articles, building elements 1.5 to 6.0 1.0 to 1.5 Berat tiap meter belt (q b ) berdasarkan Gambar 2.3 adalah : (q b ) = 1.1B (δi + δ1 + δ2) kg/m (2.1) Tebal tiap lapisan (δ) bervariasi menurut jenis belt : 1,25 mm untuk belt berlapis katun, 2,0 mm untuk belt kekuatan tinggi, 0,9 s.d 1,4 mm untuk sintetik.

22 Jumlah lapisan (number of plies) dapat ditentukan dari persamaan : Dimana: I KS B maks Kt (2.2) S maks = gaya tarik maksimum teoritis dari belt, kg K t = gaya tarik ultimate per cm dari lebar per lapisan, kg/cm K = faktor keamanan (dari Tabel 2.4) B = lebar belt, cm Tabel 2.4 Faktor keamanan sesuai dengan jumlah lapisan belt. Number of plies (i) 2 to 4 4 to 5 6 to 8 9 to 11 12 to 14 Safety factor (k) 9 9,5 10 10,5 11 Sumber : Sularso, 1987 Menurut standar USSR, tegangan tarik maksimum untuk belt adalah 55 kg/cm untuk belt tipe b820, 115 kg/cm untuk belt tipe OIIb5 dan OIIb12, 119 kg/cm untuk belt katun dan 300 kg/cm untuk belt sintetik. 2.1.3.2 Idlers Belt disangga oleh idler. Jenis idler yang digunakan kebanyakan adalah roller idler. Berdasarkan lokasi idler di conveyor, dapat dibedakan menjadi idler atas dan idler bawah. Gambar susunan idler atas dapat dilihat pada Gambar 2.4. Sudut antara idler bawah dan idler atas dapat divariasikan sesuai keperluan. Gambar 2.4 Idler bagian atas

23 Idler atas menyangga belt yang membawa beban. Idler atas bisa merupakan idler tunggal atau tiga idler. Sedangkan untuk idler bawah digunakan idler tunggal. Gambar idler bawah dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini. B Gambar 2.5 Idler bagian bawah Idler dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibongkar pasang. Ini dimaksudkan untuk memudahkan perawatan. Jika salah satu komponen idler rusak, dapat dilakukan penggantian secara cepat. Kontruksi idler dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Kontruksi roller Idler Komponenkomponen roller idler diatas adalah: 1) selubung bagian luar, yang langsung berfungsi untuk menopang belt. 2) Selubung bagian dalam. 3) Bantalan. 4) Karet perlindung, yang berfungsi untuk melindungi bantalan dari debu atau kotoran lainnya. 5) Pengunci bantalan. 6) Poros idler. 7) Baut. 8) Bantalan

24 Diameter (D) idler tergantung pada lebar belt (B) yang disangganya. Hubungan antara lebar belt dengan diameter idler dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Hubungan antara diameter roller idler dengan lebar belt. (D) Roller diameter (mm) (B) Belt width (mm) 108 400 to 800 159 800 to 1600 194 1600 to 2000 Sumber : Sularso, 1987 Dalam perancangan, panjang idler L id dibuat lebih panjang 100 s/d 200 mm dari lebar belt. Untuk saluran pemasangan komponen belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.7. Jika idler pada loading zone adalah 1 1 0.51 dan pada belt bagian bawah 1 2 21. Training idler berfungsi untuk menjaga agar belt berjalan lurus dan efektif jika dipasang pada belt conveyor yang panjangnya lebih dari 50 meter. Jarak idler tergantung pada belt dan berat jenis dari beban seperti tertera pada Tabel 2.7. Gambar 2.7 Susunan Idler pada belt conveyor Tabel 2.6 Jarak maksimum idler pada belt conveyor. Bulk weight of load, (ton/ m 3 ) γ < 1 γ = 1 to 2 γ > 2 ( B ) Spacing 1 for belt width (mm) 400 500 650 800 1000 1200 1400 1600 2000 1500 1400 1300 Sumber : Sularso, 1987 1500 1400 1300 1400 1300 1200 1400 1300 1200 1300 1200 1100 1300 1200 1100 1200 1100 1000 1100 1000 1000

25 2.1.3.3 Unit penggerak Daya penggerak pada belt conveyor ditransmisikan kepada belt melalui gesekan yang terjadi antar belt puli penggerak yang digerakkan dengan motor listrik. Unit penggerak terdiri dari beberapa bagian, yaitu puli, motor serta roda gigi transmisi antara motor dan puli. Tipetipe susunan puli penggerak untuk belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar a dan b menunjukkan pulli penggerak tunggal (single pulley drive) dengan sudut α = 180 dan α 210 0 s.d 230 0. Peningkatan sudut kontak seperti Gambar b dapat diperoleh jika idler pembalik diletakkan lebih keatas dan jarak dengan puli penggerak lebih dekat. Gambar c dan d menunjukan dua puli penggerak dengan sudut kontak 350 0 dan 480 0. Pada gambar e dan f diperlihatkan puli penggerak khusus, dan digunakan pada conveyor yang panjang serta beban yang berat. Susunan puli penggerak pada gembar e menggunakan pegas tekan pada gambar f menggunakan beban takeup (Metriadi, 2005). Tetapi dalam aplikasi dilapangan, konstruksi seperti pada Gambar 2.8 (b) lebih banyak digunakan. (a ) (b) (d) (c) (e) (f) Gambar 2.8 Susunan puli pengegrak belt conveyor a dan b puli tunggal; c dan d sistem dua puli; e dan f menggunakan bagian penekan

26 Untuk kondisi tak ada slip antara belt dengan puli seperti pada Gambar 2.8, diperoleh persamaan berikut : S t S s1 e μα (2.3) Keterangan notasi : S t S t Μ α = gaya tarik pada sisi belt yang kencang = gaya tarik pada sisi belt pembalik = koefisien gesekan antara belt dengan puli = sudut lilit e 2,718 Gaya tarik keliling W o pada puli penggerak, dengan mengabaikan losses pada puli penggerak dengan mengacu pada kekuatan belt, diberikan oleh persamaan : W 0 = S t S t1 (2.4) Sehingga: W o = S t S s1 S t1 e μα S s1 = S s1 (e μα 1) (2.5) µα e Atau; W o 1 εµα Sumber : Bell, Idler An Pulley Catalogue Dari persamaan di atas, besar gaya tarik yang dapat ditransmisikan oleh puli penggerak ke belt meningkat dengan penambahan sudut kontak. Koefisien gesek dan tegangan belt. Besar koefisien gesek tergantung pada permukaan puli dan sudut kontak. Dan dapat dilihat pada Tabel 2.7, yaitu hubungan antara sudut kontak dan bagaimana belt dililitkan pada puli. Tegangan belt tergantung dari kekuatan belt. Sedangkan kekuatan belt ditentukan lebar dan jumlah lapisan belt.

27 Tabel 2.7 Harga koefisien gesek μ dan e μα. Type of pulley and atmospheric conditions Cast iron of steel pulley and very humid (wet) atmosphere; dirty Friction factor μ 0.1 e μα for wrap angles α, deg and radians 180 0 210 0 240 0 300 0 360 0 400 0 480 0 3,14 3,66 4,19 5,24 6,28 7,0 8,38 1.37 1.44 1.52 1.69 1.87 2.02 2.32 Wood or ruber lagged pulley and very humid (wet) atmophere; dirty 0.15 1.60 1.73 1.87 2.19 2.57 2.87 3.51 Cast iron or steel pulley and humid atmosphere; dirty 0.20 1.87 2.08 2.31 2.85 3.51 4.04 5.34 Cast iron or steel pulley and dry atmosphere; dusty 0.30 2.56 3.00 3.51 4.81 6.59 8.17 12.35 Wood lagged pulley and dry atmosphere; dusty 0.35 3.00 3.61 4.33 6.25 9.02 11.62 18.78 Rubber lagged 0.45 3.15 4.33 pulley and dry atmosphere; dusty Sumber : Bell, Idler An Pulley Catalogue 5.34 8.12 12.35 16.41 28.56 Puli penggerak terbuat dari besi cor atau baja lembaran (sheet steel) yang dibuat menggunakan proses pengelasan. Permukaan puli harus lebih besar 100 s.d 200 mm dari lebar belt. Diameter puli D p ditentukan oleh jumlah lapisan belt yang diberikan oleh persamaaan berikut : D p > K p. i, mm (2.6) Dimana : D p K p I = diameter puli, mm = faktor proporsional = jumlah lapisan belt

28 Harga K p adalah 125 s.d 150 (K p = 150 untuk I = 8 s/d 12). Diameter puli dihitung dari persamaan diatas dan dibulatkan ke diameter terdekat yaitu: 250, 320, 400, 500, 630, 800, 1000, 1250, dan 1600 mm. 2.1.3.4 Pengencang Belt (take up) Pengencang belt dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu screw take up dan gravity take up, atau sering juga disebut pengencang horizontal dan vertical. Gravity take up terdiri dari tiga puli seperti pada gambar 2.9. b a c a. Horizontal Gravity type b. Vertical Gravity type c. Screw type Gambar 2.9 Berbagai cara pengencangan sabuk/belt 2.1.3.5 Penekuk Belt Belt ditekuk dengan puli atau roller pembelok. Penggunaan roller pembelok adalah untuk merubah kemiringan sistem seperti dari arah horizontal menjadi seperti miring. Tekukan belt dapat dibedakan atas dua macam yaitu tekukan kearah pembalik (Gambar 2.10a) dan tekukan kearah pembebanan (Gambar 2.10b), kedua jenis tekukan tersebut mempunyai jarijari tekukan minimum yang berbeda.

29 a. Tekukan kearah pembalik b. Tekukan kearah pembebanan Gambar 2.10 Pembeloken belt Untuk kondisi pada gambar 2.10a, jika B adalah lebar belt maka harga R 12 B dan I2 = (0,40,5). Sedangkan untuk kondisi seperti gambar 2.10b, lintasan belt berubah dari arah horizontal menjadi miring. Harga jarijari kelengkungan minimum (R min ) diberikan pada persamaan berikut : R min S K 1 (m) (2.7) q b Dimana : S = Gaya tarik belt pada akhir lengkungan (kg) qb = Berat beban tiap meter panjang belt (kg/m) K 1 = Factor numerik (K 1 = 1 untuk β 7, k1 =1,05) untuk β = 825 ) dan K 1 = 1, 1 untuk β = 1620 Diameter dan panjang idler yang digunakan untuk penekuk belt sama dengan digunakan untuk system horizontal. 2.1.3.6 Conveyor Frame Struktur penyangga (frame) terbuat dari susunan baja batangan atau besi siku yang disambung dengan menggunakan las listrik. Frame dibuat kaku (rigit). Atruktur tersebut terbuat dari batangan membujur, tegak dan menyilang. Tinggi dari frame biasanya 400 s/d 500 mm dan jarak batang tegak/tiang adalah 2 s/d 3,5 meter. 2.1.3.7 Komponenkomponen Pendukung

30 Dalam pengoperasian belt conveyor dilapangan, ada beberapa komponen pendukung yang ditambahkan pada sistim tersebut seperti : 1) Hopper, berfungsi untuk mencurahkan bebas keatas belt conveyor. Kapasitas beban dapat diatur dari curahan hopper tersebut. 2) Peralatan pembongkar (discharging device), berfungsi untuk membongkar muatan belt conveyor 3) Rem penahan otomatis (automatic hold back brakes) berfungsi untuk mematikan sistem seketika jika ada gangguan. 4) Pembersih belt, yang dipasangkan pada puli bagian depan. Alat ini dipasang untuk conveyor yang membawa material basah dan lengket 5) Feeder, sebagai pengumpan dari hopper ke belt, feeder ini memiliki dua bentuk yaitu sudu dan screw. 2.1.4 Perhitungan Belt Conveyor Dalam merancang belt conveyor, ditetapkan data awal perancangan. Kemudian dipilih belt dan motor penggerak yang sesuai. 2.1.4.1 Data Awal Perhitungan Untuk merancang dimensi utama dan daya motor yang diperlukan untuk belt conveyor diperlukan data awal sebagai dasar perancangan. Seperti karakteristik material, kapasitas perjam, geometri belt dan kondisi operasi dari belt conveyor. 2.1.4.2 Lebar Belt Untuk beban tumpukan, lebar belt ditentukan berdasarkan kapasitas conveyor dan ukuran material yang dibawa atau sebaliknya. Untuk material aliran bebas seperti gambar 2.11

31 Gambar 2.11 Tumpukan bulk material diatas belt Luas penampang irisan aliran material pada gambar 2.11 dibagian atas (A 1 ) adalah luas segitiga : bh A 1 = 1 2 C =,8 0,4C 1 tanφ 2 0 1 Bila kemiringan idler samping adalah 20 dan panjang idler tengah 11 = 0,4B maka luas penampang irisan A2 adalah luas trapezium, yaitu : A2 = 0,0435B 2 (2.8) Maka luas total aliran tersebut adalah : A = A 1 + A 2 = 0,16B 2 C 1 tan 0,35φ + 0,043B 2 (2.9) Jika persamaan tersebut disubstitusikan ke persaaman sebelumnya maka didapat persamaan untuk kapasitas yaitu : Q = 3600AFvγ = F 2 vγ [576C1 tan (0,35φ) + 1 ] = 160 B 2 vγ [3,6C1 tan (0,35φ) + 1 ] (ton/ jam) (2.10) Harga factor koreksi bervariasi tergantung harga sudut kemiringan idler. Harga C1 = 1, untuk β = 010, C1 = 0,95 untuk β = 1015, C1 = 0,85 untuk β 20.

32 Lebar belt yang dihitung dari persamaan diatas disesuaikan dengan ukuran ukuran butir material (lumpsized) sesuai dengan ukuran berikut : Untuk unsized material : B 2a + 200 mm (2.11) Untuk sized material : B 3,3a + 200 mm (2.12) Lebar belt yang dipilh adalah pembulatan terhadap harga terbesar yang terdekat dari lebar standar. Kecepatan belt tergantung pada sifat material yang dibawa, lebar belt dan kemiringan konstruksi conveyor, kecepatan belt dengan berbagai variasi diberikan pada Tabel 2.8 berikut : Tabel 2.8 Kecepatan belt yang direkomendasikan Bulk load characteristics Nonbrasive and abrasive material, crusched, without downgrading. Material Coal, run of mine, salt, sand, peat Belt width B (mm) 400 500 and 650 800 and 1000 1.0 1.6 Belt speed v (m/sec) 1.25 2.04.0 2.0 1200 and 1600 2.04.0 Abrasive, small and medium lumped, a <160 mm Gravel, ore, stone Rock, ore, stone 1.01.25 1.01.6 1.0 1.6 2.33.0 Abrasive, large lumped, a >160 mm Fragile load, downgraded by crushing Pulverized load, dusty Grain Coke, sizedcoal, charcoal Flour, cement, apatile Rye, wheat 1.01.25 1.62.0 1.01.6 1.251.6 1.01.6 0.41.0 2.04.0 1.62.0 1.62.0 Sumber : MF. Spot, Machine Element, 1985

33 2.1.4.3 Penentuan Tahanan Gerak Belt Untuk belt yang dijalankan diatas idler, losses (rugirugi) tahanan disebabkan gesekan pada bantalan idler, belt slip diatas roller dan tekukan dari idler. Gaya dari tahanan belt conveyor ditentukan dari persamaan berikut : Untuk belt yang membawa beban : W1 = (q + qb + qp ) Lω cos β ± (q + qb) L sin β = (q + qb + qp ) Lhor ω cos β ± (q + qb) H (kg) Dan untuk belt pembalik : W1 = (qb + qp ) Lhor ω cos β ± qb H (kg) (2.13) Arti notasi : q = berat beban (kg/m) qb = berat belt (kg/m) qp = berat bagian berotasi pada idler beban (kg/m) q = berat bagian berotasi pada idler pembalik (kg/m) β = sudut kemiringan kontruksi conveyor, ( ) L = Panjang lintasan conveyor (m) L hor H = Panjang proyeksi horizontal lintasan conveyor, (m) = beda ketinggian awal dan akhir conveyor ω = koefisien tahanan belt Pada persamaan diatas, tanda plus berarti gerakan naik dan tanda minus berarti gerakan turun. Berat idler tergantung pada disainnya. Jika berat bagian berotasi untuk satu idler adalah Gp maka berat permeter dari bagian berotasi idler dari persamaan berikut : q p = q p = G p I G p I 2 (kg/m) (kg/m) Arti notasi : I I 2 = jarak idler yang menahan beban (m) = jarak idler pembalik (m) Harga koefisien tahanan ω rolling bearing diberikan pada tabel 2.9, sedangkan untuk sliding bearing harga ω akan lebih besar 3 s/d 4 dari rolling hearing.

34 Tabel 2.9 Faktor tahanan untuk rolling hearing Operating Characteristics of the operating condition condition Favorable Operating in clean, dry premises in the absence of abrasive dust Faktor ω for idlers Flat troughing 0.018 0.020 Medium Operation in heated premises in the presence of a limited amount of abrasive dust, normal air humanity 0.022 0.025 Operation in unheated premises Adverse or outofdoor, large amount of abrasive dust, excessive moisture or other factor present adversely affecting the operation of the bearing Sumber : MF. Spot, Machine Element, 1985 0.035 0.040 Tahanan gerak puli penekuk diberikan oleh persamaan berikut dengan harga faktor K = 1.05 untuk sudut lilit α = 180 dan K = 1.07 untuk sudut lilit α = 180 Gambar 2.12 Sudut Lilit Pada Puli Wcury = (K 1) St, kg (2.14) Atau: Sst = K.St, kg (2.15) Sedangkan tahanan untuk puli penggerak (Wdr) adalah: Wdr = (0,03 s/d 0,05)(Sst + Sst), kg (2.16) Tahanan untuk peralatan pembongkar (Wpt) adalah : Wpt 2.7 qb, kg (2.17)

35 2.1.4.4 Penentuan Daya Motor Penggerak Pada belt conveyor, tegangan dari titiktitik yang terpisah pada sistem dapat diketahui dari persamaan berikut : Si = S11 = W(i1).1, kg Arti notasi : i = 1,2,3 S = gaya tarik, kg W = tahanan gerak (kg) Gaya tarik efektif pada belt adalah : Wo = St Ssl, kg (2.18) Jika efisiensi transmisi adalah ηg maka daya motor penggerak yang dibutuhkan adalah : N = = W ov 75η W ov g 102η g (HP) (KW) (2.19) Faktor tahanan total dari belt conveyor adalah : 270 ω = (2.20) QL Daya spesifik motor adalah : ω N' = 270 N = QL (2.21) 2.2 Ukuran Butir Pasir 2.2.1 Definisi Pasir Pasir merupakan material alam yang banyak di dapatkan dipermukaan bumi. Pasir adalah material yang dibentuk oleh silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Butiran pasir umumnya berukuran antara 0,06 sampai 2 mm. Pasir merupakan meterial alam yang berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Misalnnya pasir kuarsa digunakan pada industri pembuatan kaca,

36 pasir silika dimanfaatkan untuk memisahkan kotoran dari baja cair pada pengecoran baja. Selain itu, pasir juga adalah material yang paling utama dalam kegiatan konstruksi bangunan seperti pada pembuatan tiang beton, hingga keindustri kerajinan, dekorasi maupun kegiatan lainnya. Namanama pasir dalam bisnis bangunan kadang identik dengan daerah asal pasir itu didapat. Misalnya, pasir yang berasal dari Cileungsi, orang menyebutnya dengan sebutan Pasir Cileungsi. Pasir yang berasal dari daerah Cikalong, orang menyebutnya Pasir Cikalong. Pasir dari daerah Lampung, disebut Pasir Lampung. Pasir dari daerah Bangka disebut Pasir Bangka, karena warnanya putih lebih lengkap dengan sebutan Pasir Putih Bangka. Namun demikian meskipun memiliki nama berbeda, corak dan tekstur yang berbeda semua itu tetaplah Pasir yang bermanfaat dalam kehidupan. 2.2.2 Karakteristik Material Pasir Karakteristik bulk ditentukan oleh sifat mekanik (berat spesifik, abrasivitas, angle of repose) dan sifat fisik (ukuran buitr) (Joseph, 1993). Berikut ini adalah beberapa karakteristik material pasir : 1) Ukuran Butir Menurut ukuran butir, bulk material dikenal sebagai nilai bongkah (a ) dan mempunyai satuan mm. Dimensi linier material terdiri dari diagonal besar a maks dan diagonal kecil a min yang menentukan karakteristik partikel serta jumlah parameter untuk perhitungan alat pemindahan dan peralatan pembantunya. Bentuk ukuran bongkah dapat dilihat pada Gambar 2.13. a maks a min Gambar 2.13 Dimensi Partikel Bulk

37 Untuk menentukan ukuran bongkah material yang lebih besar dari 0,1 mm, dilakukan penyaringan secara bertingkat. Ukuran bongkah bulk material dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,1 mm ditentukan melalui metoda khusus, yaitu berdasarkan kecepatannya jika dimasukkan kedalam air atau udara. Menurut keseragaman komposisi bongkah, bulk material dibagi menjadi dua jenis, yakni terukur (sized) dan tidak terukur (unsized). Jika rasio ukuran terbesar a maks terhadap ukuran terkecil a min dibawah 2,5 dianggap tidak terukur (unsized). Material terukur (sized) adalah material homogen dengan a maks /a min 2,5. Karakteristik material terukur ditentukan oleh ukuran bongkah ratarata. Persamaan yang digunakan untuk menghitung ukuran bongkah tersebut adalah : a = a maks + a min 2 (2.22) Karakteristik material tak terukur ditentukan oleh ukuran bongkah yang terbesar (a maks ). Menurut ukuran partikelnya, bulk material diklasifikasikan menjadi bongkah dengan ukuran besar, sedang, kecil, granular atau bubuk. Ukuran bongkah partikel dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut. Tabel 2.10 Pengelompokan bulk material menurut ukuran partikelnya. Load Group Size of largest characteristic particle a (mm) Largelumped Over 160 Mediumlumped 60160 Smalllumped 1060 Granular 0,510 Powdered Below 0.5 Sumber : Hardyanto, 1992. Ukuran bongkah bulk material harus diperhatikan karena akan berpengaruh dalam menentukan ukuran mesin pemindah material, hopper serta sistem salurannya. 2) Berat Spesifik Berat spesifik/massa jenis bulk material adalah berat material per satuan volume dengan satuan ton/m 3 atau kg/m 3. Berat dari bulk material yang berbentuk

38 butiran atau serbuk diukur dengan peralatan khusus yang terdiri dari container dengan volume tertentu (13 liter), batang yang dipasangkan ke container dan kerangka berputar pada batang. Makin besar ukuran bongkah maka makin besar ukuran container yang dibutuhkan. Untuk menentukan berat bulk material, material dimasukkan kedalam container melalui kerangka sampai penuh. Putaran kerangka akan membuang kelebihan material dalam container. Selanjutnya container di timbang. Container ini dapat dilihat pada Gambar 2.14. Berat bulk material dihitung sebagai berat bersih material dalam container relatif terhadap volume. Perbedaan dibuat antara berat bulk material yang terbuka (γ) dan material yang dikemas (γ packed ). Bulk material yang dikemas mengalami kompresi statis atau dinamis yang seragam akibat goncangan. Gambar 2.14 Container untuk menghitung berat bulk material aliran bebas Berat material yang dikemas dibandingkan dengan berat sebelum dikemas, dikenal sebagai packing coeficient yang harganya bervariasi untuk berbagai jenis bulk material dari 1,051,52. Penggolongan bulk material berdasarkan beratnya dapat dilihat pada Tabel 2.11.

39 Tabel 2.11 Distribusi bulk material berdasarkan berat. Weight group Bulk weight γ (ton/ m 3 ) Material Up to 0,6 From 0,6 to 1,1 From 1,2 to 2,0 Over 2,0 Light Medium Heavy Very heavy Sumber : Hardyanto, 1992 Saw dust, peat, coke Wheat, rye, coal, slag Sand, gravel, core, raw mix Iron core, cobbe stone Berat bulk material berpengaruh dalam menghitung kapasitas alat pemindah material dan tekanan pada dinding serta sisi keluar hopper. Berat spesifik bulk material diberi simbol G dan dapat dihitung dengan menggunakan formula : G = W V s s Dimana : W s = Berat spesifik bulk material V s =Volume spesifi bulk material 3) Abrasivitas Abrasivitas adalah sifat partikel yang mengikis permukaan saat terjadi kontak dalam pergerakannya. Permukaan saluran belt dan pin, merupakan objek yang akan mengalami abrasivitas oleh material yang dipindahkan. Pengikisan akan terus terjadi tergantung pada kekerasan, kondisi permukaan, bentuk, serta ukuran partikel. Beberapa material seperti abu, bouksit, aluminium oksida, semen, pasir, dan kokas bersifat abrasif. Sifat spesifik material yang dipindahkan adalah kelembaban, kemampuan untuk dikemas, kekakuan, kerapuhan, pengkaratan penggumpalan serta sifat mudah meledak. Semua sifat ini harus diperhatikan dalam perancangan alat pemindah material dan peralatan pembantunya. 4) Angle of Refose Sudut antara kemiringan tumpukan material dengan garis horizontal disebut angle of repose yang dilambangkan dengan φ. Besarnya sudut φ tergantung pada mobilitas partikel. Jika mobilitas partikel semakin besar maka

40 sudut φ semakin kecil. Angle of repose bisa berbentuk statik atau dinamik (φ dyn ). Angle of repose dinamik besarnya sekitar 0,7φ. Angle of repose statik bisa ditentukan dengan peralatan sederhana seperti silinder berlubang pada Gambar 2.15. Material dimasukkan kedalam selinder dan dibiarkan tersebar di lantai sampai berbentuk kerucut. Sudut yang dibentuk oleh kerucut material dengan bidang horizontal itulah disebut angle of repose statik. Gambar 2.15 Angel of Repose statik Koefisien gesekan suatu bulk material terhadap baja, kayu, beton, karet, dan lainya harus diperhatikan dalam perancangan mesin pemindah material. Faktor gesekan menentukan sudut kemiringan dinding dan sisi hopper, saluran dan inklinasi maksimum suatu mesin pemindah (conveyor). Hubungan antara faktor gesekan dan sudut gesekan material diberikan dalam bentuk : atau: f 0 = tan ρ 0 (2.23) f = tanρ (2.24)

41 Tabel 2.12 Berat bulk, angle of repose dan faktor gesekan bulk material. Material Anthracite, dry fine, Bulk weight γ, ton/m 3 0,8 0,95 Angle of repose, (º) Static friction factor (f 0 ) Dynamic φ dyn Static φ steel wood rubber 27 45 0,84 small Gypsum, lumped 1,2 1,4 40 0,82 Clay, dry, smalllumped 1,0 1,5 40 50 Gravel 1,5 1,9 30 45 Ground, dry 1,2 30 45 Foundry shakeout sand, 1,25 30 45 0,61 Ash, dry 1,30 40 50 1 Lime stone, smalllumped 0,4 0,6 30 0,7 Coke 1,2 1,5 35 50 1,0 Wheat flour 0,36 0,53 49 55 0,85 Oat 0,45 0,66 28 35 0,78 0,50 Sawdust 0,40 0,50 39 0,65 Sand, dry 0,16 0,32 30 45 0,56 Wheat 1,40 1,65 25 35 0,58 0,50 Iron one 0,65 0,83 30 50 Peat, dry, lumped 2,10 2,40 40 45 0,80 Coal, run,ofmine 0,33 0,41 35 50 1,0 0,64 Cement, dry 0,65 0,78 Sumber : Afrizal, 1998 35 50 0,64

42 2.2.3 Berat Volume Pasir dan Hubunganhubungannya Segumpal pasir terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam pasir yang kering, hanya akan terdiri dari dua bagian, yaitu butirbutir tanah dan poripori udara. Dalam pasir yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori.dalam keadaan tidak jenuh, pasir terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, poripori udara, dan air pori. Bagianbagian pasir dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti gambar dibawah ini. V u Udara V v V V a Air M a M V t Tanah M t Gambar 2.16 Diagram fase pasir Gambar 2.16 diatas menunjukkan elemen pasir yang mempunyai volume V dan berat total W dan hubungan berat dan volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut : (E.Bowks, 1995) W = W s + W w dimana : dan V = V s + V w + V a V v = V w + V a W s = berat butiran padat W w = berat air V s = volume butiran padat V w = volume air V a = volume udara Dengan berat udara dianggap nol, hubunganhubungan volume yang biasa digunakan adalah angka pori, porositas dan derajat kejenuhan. Adapun hubunganhubungan tersebut adalah sebagai berikut :

43 Kadar air (w) didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air (W w ) dengan berat butiran (W s ) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen (%). w (%) = W w 100 (2.25) W s Porositas (n), didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (V v ) dengan volume total (V). Dalam hal ini dapat digunakan dalam benntuk persen maupun decimal. n = V V v (2.26) Angka pori (e), disefinisikan sebagai perbandingan volume rongga (V v ) dengan volume butiran (V s ). Biasanya dinyataka dalam desomal. e = V V v s (2.27) Berat volume basah (γ b ), adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume total tanah (V). γ b = V W (2.28) dengan W = W w + W s + W v (W v = berat udara = 0). Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (V a = 0), maka tanah menjadi jenuh. Berat volume kering (γ b ), adalah perbandingan antara berat butiran (W s ) dengan volume total (V) tanah. γ b = V W s (2.29) Berat butiran padat (γ s ), didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat (W s ) dengan volume butiran padat (V s ). γ s = W V s s (2.30)

44 Berat jenis (specific gravity) tanah (G s ) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat (γ s ) dengan berat volume air (γ w ) pada temperatur 4 C. G s = γ γ s w (2.31) G s tidak berdimensi. Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 sampai 2,75. Nilai berat jenis sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanahtanah tak berkohesi. Sedangkan untuk tanah kohesip tak organik berkisar antara 2,68 sampai 2,72. (Hardyanto, 1992) Untuk melihat berat jenis dari pasir dapat dilihat pada tabel berbagai jenis tanah dibawah ini. Tabel 2.13 Tabel berat jenis tanah Keadaan tanah Kerikil Pasir Lanau tak organik Lempung organik Lempung tak organiok Humus Gambut Sumber : Hardyanto, 1992 Berat Jenis G s 2,652,68 2,652,68 2,622,68 2,582,65 2,682,75 1,37 1,251,80 Derajat kejenuhan (S), adalah perbandingan volume air (V w ) dengan volume total rongga pori tanah (V v ). Biasanya dinyatakan dalam persen (%). S (%) = V w 100 % (2.32) V v 2.2.4 Analisis Ukuran Butiran pasir Sifatsifat tanah sangat berngantung pada ukuran butirannya. Karena besarnya butiran tanah mempengaruhi volume dan persentase berat butiran pada suatu unit saringan dengan ukuran mesh yang tertentu. Oleh karena itu, analisis butiran ini merupakan pengujian yang sangat penting untuk dilakukan (E.Bowks, Joseph, 1993).

45. Karena pemeriksaan makroskopis massa butiran tanah menunjukkan bahwa hanya sedikit pastikelpartikel yang bundar. Kasar Sedang Halus Gambar 2.17 Jenis besar butiran pasir Dan karena itu mempunyai diameter, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ini merupakan deskripsi mengenai tanah yang agak longgar. (4,76 mm) # 4 (2,00 mm) # 10 (0,84 mm) # 20 (0,42 mm) # 40 (0,25 mm) # 60 (0,147 mm)#100 Gambar 2.18 Analisis saringan pasir 2.2.4.1 Pasir Berbutir Kasar Distribusi ukuran butir dari pasir berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringanya. Pasir berbeda uji disaring (screening) standar untuk pengujian pasir. Berat pasir yang tinggal pada masingmasing saringan ditimbang

46 dan persentase tehadap berat kumulatif pada tiap saringan dihitung. Contoh nomornomor saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 2.14 Standar ukuran saringan Nomor Saringan 4 10 20 40 60 100 140 200 Sumber : E.Bowks Joseph, 1993 Diameter Lubang (mm) 4,75 2,00 0,85 0,425 0,25 0,15 0,106 0,075 2.2.4.2 Pasir Berbutir Halus Distribusi ukuran butiran pasir berbutir halus atau bagian yang berbutir haluis dari pasir berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Metode inididasarkan pada hukum Stokes yang berkenaan dengan kecepatan butiran mengendap pada larutan suspensi. Menurut Stokes, kecepatan mengendap butiran dapat ditentukan oleh persamaan berikut : v = γ s γ 18µ w (2.33) dimana: v = kecepatan, sama dengan jarak (L/t) γ w = Berat volume air γ s = berat volume butiran padat (gr/cm 3 ) µ = kekentalan air absolute (g det/cm 2 ) Ukuran butiran ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkast saringan yang disusun dengan lobang yang paling besar berada paling atas, dan makin kebawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tertentu disebut sebagaisalah satu dari ukuran butiran pasir.

47 2.3 Tingkat Kelembaban Pasir Kelembaban atau kadar air pasir dapat didefinidikan sebagai rasio berat air di dalam poripori pasir terhadap butiran air atau disebut dengan tingkat kebasahan pasir. Perbedaan telah dibuat antara penentuan kadar air yang dilakukan di laboratorium lewat sejumlah jenis pasir yang menunjukkan nilai pada suatu saat di lapangan Untuk mengetahui pengaruh kebasahan terhadap kapasitas transfer maka pasir tersebut diberi air dan diukur kelembabannya dengan menggunakan Formula di bawah ini : Kelembaban = Basah ker ing ker ing x 100 % Kelembaban biasanya diberi simbol w N, dan biasanya tingkat kebasahan/kelembaban ini adalah bervariasi, tergantung pada lokalisasi dari pasirnya. 2.4 Kapasitas Transfer Pemindah Material Yang Bergerak Kontinu Pemilihan kapasitas dari peralatan pemindah material yang bergerak kontinu tergantung pada berat dari beban per meter panjang mesin (q dalam satuan kg/m) dan pada laju pemindahan (v dalam satuan m/dt). Jika laju aliran pada conveyor adalah (kg/dt), maka kapasitas perjamnya adalah : 3600 Q = qv = 3,6 qv (ton/jam) (2.34) 1000 Jika beban mempunyai bulk weight (γ dalam satuan ton/m 3 ) dan dipindahkan dalam aliran yang kontinu yang mempunyai luas penampang A dalam (m 2 ), maka beban per meternya adalah : q = 1000 Aγ (kg/m) (2.35) Contoh sketsa potongan melintang belt conveyor yang bergerak secara kontinu dengan mempunyai luas penampang (A) material dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut ini :

48 Gambar 2.19 Penampang Lintang Material pada Belt Conveyor Saat material dipindahkan dalam saluran atau pipa yang mempunyai luas penampang A 0 dalam satuan (m 2 ), efisiensi pembebanan ψ, maka luas penampang : A = A 0.ψ Sehingga: q = 1000A 0.γ.ψ (kg/m) (2.36) Dengan mensubtitusikan persamaan diatas dengan persamaan yang sebelumnya maka untuk material dalam aliran kontinu, didapatkan kapasitas per jam : Q = 3600A.v.γ = 3600A 0.v.γ.ψ (ton/jam ) (2.37) Kapasitas mesin pemindah tersebut dapat dinyatakan tanpa berat per unit, atau Q (ton/jam), dan selanjutnya dapat juga dinyatakan dalam bentuk volume per unit V (m 3 /jam). Bila kapasitas mesin pemindah tanpa berat per unit, maka Q dinyatakan dalam ton/jam seperti persamaan berikut : Q = V.γ (ton/jam) (2.38) Sedangkan untuk kapasitas mesin pemindah dalam bentuk bulk, maka kapasitasnya dapat dihitung dengan persamaan : Q = massapasir( kg), atau waktutransfer( m) Q = t m (2.39) 2.4.1 Pengaruh Beban Terhadap Laju Dalam penelitian ini yang akan menjadi topik utama pembahasan adalah bagaimana pengaruh Beban terhadap Laju pada conveyor yang yang digunakan pada PT.WIKA BETON. Untuk menghindari salah penafsiran

49 tentang hal tersebut, maka diperlukan penegasan istilah sebelum masuk ke landasan teori mengenai hal tersebut, yaitu: a) Beban, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti barang yang dibawa atau muatan yang dibawa. Dalam penelitian ini beban berarti muatan yang mempengaruhi kerja bagian lain. Satuan beban yang digunakan adalah Kg. b) Laju, sebelum memahami istilah laju harus dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian laju dan kecepatan, dan mengapa dalam penulisan skripsi ini digunakan istilah kecepatan bukan menggunakan istilah laju. Istilah laju dalam Fisika karangan Giancoli, menyatakan seberapa jauh sebuah benda berjalan dalam suatu selang waktu tertentu, atau dapat diartikan bahwa laju ratarata adalah jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk untuk menempuh jarak tersebut (Giancoli, 2001). Berdasarkan rumus dapat ditulis demikian : Laju ratarata = jarak yang tempuh waktu tempuh diperlukan Sedangkan kecepatan didefinisikan sebagai sebuah vektor yang berhubungan dengan waktu yang diperlukan untuk perpindahan sesuatu (Giancoli, 2001). Dalam hal ini pengertian perpindahan berarti perubahan posisi benda. Berdasarkan rumus dapat ditulis sebagai berikut : Kecepatan ratarata = Atau dapat dituliskan : V = t s perpindahan (m) waktu yang tempuh diperlukan (dt) ( 2.40) 2.5 Pengatur Debit aliran material (Hopper) Hopper berfungsi sebagai pencurah dan pengatur kapasitas material pada belt conveyor. Konstruksi hopper dapat dilihat pada gambar 2.20.

50 Gambar 2.20 Hopper Gambar 2.21 Sudu Pencurah dan Poros Volume material yang dicurahkan dapat dihitung berdasarkan volume bagian yang cekung dari hopper (gambar 2.21). Jika sudu pencurah mempunyai diameter dalam d 0, diameter luar d 1 dan panjang sudu I s maka volume curahan untuk satu putaran adalah : 2 2 1 π V =. ( d1 d 0 ) 2 4 I s 2 2 1 π =. ( 11 2,7 ) 2 = 670 4 15 (2.41) Kapasitas curahan hopper akan bervariasi tergantung putaran sudu (nh) dan jenis material yaitu : Q h = 0,00067. n h. γ (ton/menit) (2.42) = 0,0402. n h. γ (ton/jam) Arti notasi: Q h = kapasitas curaahan hopper (ton/jam) n h = putaran sudu hopper (rpm)