III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

BAB III METODE PENELITIAN. faktor produksi yang kurang tepat dan efisien. Penggunaan faktor produksi

BAB IV METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

1). PRODUKSI, 2). BIAYA DAN 3).KEUNTUNGAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. π = f (Py; Pxi; ;Pzj)

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

Soal kasus 5.1 Jawaban soal kasus 5.1 Soal kasus 5.2 Jawaban soal kasus 5.2 Soal kasus 5.3 Jawaban soal kasus 5.3

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Bahan Kuliah7:Ek_Manajerial

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI CABAI BESAR (Capsicum annum L.) DI DESA PETUNGSEWU, KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2012) efisiensi produksi kain batik

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi dalam hal ini

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk

Kajian Biaya, Penerimaan & Keuntungan Usahatani

Petani lidall buaya dalam mengelola usahataninya bertujuan. beberapa kendala. Tujuan yang hendak dicapai dan kendala yang dihadapi

TINJAUAN PUSTAKA. dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

Transkripsi:

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya (Hernanto, 996). Dari batasan itu dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada di atas seperti bangunan-bangunan, saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong,973). Dari definisi mengenai usahatani dapat diturunkan pengertian adanya empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani (Hernanto,996): a. Tanah Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang: ) relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, 2) distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah mempunyai sifat antara lain: ) luas relatif tetap atau dianggap tetap, 2) tidak dapat dipindah-pindahkan, 3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani. 4

b. Tenaga Kerja Tenaga kerja usahatani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal, dan pengelolaan. Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga, yaitu: ) tenaga kerja manusia, 2) tenaga kerja ternak, dan 3) tenaga kerja mekanik. c. Modal Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barangbaru, yaitu produksi pertanian. Modal yang tinggi di antara tiga faktor produksi yang lain, khususnya modal operasional. Modal operasional dimaksudkan sebagai modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan. d. Pengelolaan (management) Pengelolaaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktifitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. 3..2 Pengaruh Status Petani Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Soeharjo dan Patong (973) membedakan status petani dalam usahatani menjadi tiga, yaitu: 5

. Petani Pemilik (owner operator) Petani pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor produksi, baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian petani pemilik bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya, tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang sedikit berbeda statusnya ialah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga mengusahakan tanah orang lain (part owner operator). Keadaan semacam ini timbul karena tanah yang dimilikinya kecil atau karena persediaan tenaga kerja dalam keluarga banyak. Maka untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga kerja ini, petani tersebut mengusahakan tanah orang lain. 2. Petani penyewa Petani penyewa ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, risiko usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi oleh risiko usahatani yang mungkin terjadi. 3. Penyakap Penyakap ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi-hasil. Resiko usahatani ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penyakap dalam sistem bagi-hasil. Besarnya bagi-hasil tidak sama untuk tiap 6

daerah. Biasanya bagi-hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah masing-masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya permintaan dan penawaran, dan peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya bagihasil ialah 50 persen untuk pemilik dan 50 persen untuk penyakap setelah dikurangi dengan biaya produksi yang berbentuk sarana. Status petani mengenai kepemilikan lahan merupakan sesuatu yang penting dalam proses produksi ataupun usahatani. Dalam proses usahatani, petani pemilik penggarap sering kali lebih efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi dibandingkan dengan petani penyewa ataupun penyakap. Hal ini karena petani pemilik penggarap biasanya memiliki luas garapan yang relatif kecil dan tidak terpencar-pencar sehingga kontrolnya lebih baik dari pada petani penggarap (petani penyewa dan penyakap) yang mengusahakan luas lahan garapan yang cukup luas. Lahan yang diusahakan oleh petani penggarap biasanya letaknya terpencar-pencar karena berasal dari beberapa bidang lahan milik orang. Usahatani yang memiliki lahan yang cukup luas, sering terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang, karena hal berikut:. Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. 2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada akhirnya akan memepengaruhi efisiensi usaha pertanian teresebut. 3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala luas tersebut. 7

3..3 Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor produksi. Umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja, dan modal (Lipsey et al, 995). Hubungan antara input (factor-faktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002). Fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi et al, 986). Menurut Doll dan Orazem (984), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = F(, 2, 3,, n ).. (3.) Keterangan : Y, 2, 3,, n = Hasil produksi (output) = Faktor-faktor produksi (input) Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan. Hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja dalam produksi pertanian. Untuk 8

dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menaganalis peranan masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan. Berdasarkan fungsi produksi dapat digambarkan Marginal Products (MP) dan Average Products (AP). MP adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan AP adalah tingkat produktivitas yang dicapai oleh setiap satuan produksi. MP dan AP dapat dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004): TambahanOutput ΔY MP = = = f '. (3.2) TambahanInput Δ Output Y AP = =. (3.3) Input Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004): ΔY Δ ΔY MP Ep = =. =... (3.4) Y Δ Y AP Pada gambar, dapat dilihat hubungan antara Marginal Product (MP) dan Average product (AP) yang menggambarkan perbandingan antara produksi total dengan jumlah input yang digunakan. Pada saat produksi total meningkat, produksi marjinal lebih besar dari produksi rata-rata dalam bentuk keadaan menaik. 9

. Daerah I memperlihatkan Marginal Product (MP) lebih besar dari Average Product (AP), hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input () ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga AP mencapai maksimal pada akhir daerah I. 2. Daerah II terjadi ketika MP menurun dan lebih rendah dari AP. Pada keadaan ini MP sama atau lebih rendah dari AP, tetapi sama atau lebih tinggi dari nol. Daerah II berada di antar 2 dan 3. Efisiensi variabel input diperoleh saat awal daerah II. 3. Daerah III dicapai ketika MP negatif. Daerah III tercapai ketika jumlah berlebih dari input variabel yang dikombinasikan dengan input tetap. Selain itu pada kenyataannya total output mulai menurun. Selain itu dari Gambar juga dapat dilihat hubungan antara MP dan TP serta MP dan AP dengan besar kecilnya elastisitas produksi (Ep) (Soekartawi, 2002): - Ep = bila AP mencapai maksimum atau bila AP sama dengan MP-nya. - Ep = 0 terjadi saat MP = 0 dalam situasi AP sedang menurun. - Ep > terjadi bila TP menaik increasing rate dan AP juga menaik di daerah I. Daerah ini menyatakan petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan. - 0 < Ep <, dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa seperti ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan maka TP tetap menaik pada tahapan decreasing rate. 20

- Ep < 0 yang berada di daerah III, pada situasi demikian TP dalam keadaan menurun, nilai MP menjadi negatif dan AP dalam keadaan menurun. Maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan. Y Y=f () TP 0 MP/AP Keterangan: TP = Total Product AP = Average Product MP = Marginal Product I = Daerah 0 sampai 2 II = Daerah 2 sampai 3 I II III AP III = Daerah lebih dari 3 0 2 3 MP Gambar. Kurva Fungsi Produksi Sumber : (Nicholson, 995) 2

Bentuk fungsi produksi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, seperti fungsi linier, fungsi transidental, fungsi produksi semi-log, dan fungsi produksi Cobb-Douglas. Diantara bentuk fungsi produksi tersebut yang paling sering digunakan dalam menduga dalam menduga produksi dalam bidang pertanian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002): b b2 b3 b4 b5 bn Y = b 0 2 3 4 5 n e u (3.5) Keterangan : Y = Produksi b 0 = Intersep b = Koefisien regresi penduga variabel ke i x i = Jenis faktor produksi ke-i, dimana i =,2,3,,n e = Bilangan natural (e = 2,782) u = Unsur sisa (galat) Peubah boneka (dummy varibel) digunakan jika di dalam model terdapat peubah atau variabel yang bersifat kualitatif, yaitu peubah yang menunjukkan kualitas, jenis, atau sifat. Dalam fungsi Cobb-Douglas dapat juga digunakan untuk menguji fase pergerakan skala usaha (return to scale) yaitu decreasing return to scale, constant return to scale, dan increasing return to scale. Pemilihan model Cobb-Douglas karena pertimbangan kelebihan yang ada pada model ini (Soekartawi,99), antara lain: a. Merupakan fungsi produksi yang banyak dipakai dalam penelitian khususnya dalam bidang pertanian. b. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas (varian atau ragam tidak sama atau konstan). 22

c. Parameter penduga yang terdapat dalam persamaan fungsi produksi ini langsung dapat menunjukan besarnya elastisitas produksi (Ep) dari masingmasing faktor produksi yang digunakan. Hal ini ditunjukan oleh turunan pertama fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi,99) yaitu: Y = b 0 b 2 b2 y x Ep =.... (3.6) x y Untuk mencari elastisitas produksi, turunan variabel Y = b 0 b 2 b2 terhadap. y x = b b 0 b b2 2 Persamaan tersebut dikali dengan y x, diperoleh: y x x y = b b 0 b b2 2 x y = b b 0 b b2 2 b 0 b b2 2 = b d. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi (input) yang digunakan merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha (return to scale). Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale.. Increasing return to scale, bila (b + b 2 + + b n ) >. Keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 2. Constant return to scale, bila (b + b 2 + + b n ) =. Keadaan demikian dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proposional dengan penambahan produksi. 23

3. Decreasing return to scale, bila (b + b 2 + + b n ) <. Keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. e. Perhitungan fungsi produksi Cobb-Douglas sederhana dapat ditransformasikan dalam bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut sehingga menjadi: lny = ln a + b ln n i= i i + u (3.7) dimana: Y = Variabel yang dijelaskan = Variabel yang menjelaskan A = Koefisien intersep b i = Parameter variabel ke-i u = Kesalahan pengganggu i =,2,,n Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga mempunyai beberapa kelemahan (Soekartawi,99), yaitu:. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila faktorfaktor produksi yang digunakan tidak lengkap. 2. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol. 3. Terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas adalah situasi dimana nilai-nilai pengamatan dari n mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel tertentu tidak begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel lainnya. 24

3..4 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Efisiensi terkait dengan perbandingan antara nilai hasil atau output terhadap nilai masukan atau input (Lipsey et al, 990). Menurut Soekartawi (2002), model pengukuran efisiensi tergantung dari model yang dipakai. Umumnya model yang dipakai adalah model fungsi produksi. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input sama dengan harga nilai produk (input) tersebut. Dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan maksimal tercapai pada saat Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM). Konsep efisiensi mempunyai tiga pengertian yaitu efisiensi ekonomi, efisiensi teknis, efisiensi alokatif. Efisiensi teknis dan alokatif merupakan komponen dari efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis menyatakan sejumlah produk yang dapat diperoleh dengan pengggunaan kombinasi masukan yang paling sedikit. Sedangkan efisiensi alokatif menyatakan bahwa nilai produk marjinal sama dengan opportunitas dari masukan dimana hal ini berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu menghasilkan tambahan penerimaan yang besarnya sama dengan tambahan biaya. Umumnya kondisi efisiensi suatu perusahaan terkait dengan tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan keuntungan. Keuntungan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total biaya. Secara sistematik keuntungan dapat ditulis sebagai berikut : Π = Y Py n i= Px i i + BTT (3.8) 25

Keterangan: Π = Keuntungan Y = Hasil Produksi (output) Py = Harga output per unit i Px i BTT i = Faktor produksi ke-i yang dipakai dalam proses produksi = Harga faktor produksi ke-i = Biaya Tetap Total =, 2,, Keuntungan maksimal tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut: Π i Y = i Py Px i = 0... (3.9) Keterangan: Y = Py = Px.. (3.0) i i Y = Produk marginal faktor produksi ke-i = MPxi. Py = Pxi = NPMxi = BKMxi NPMxi = Nilai Produkk Marginal x i BKMxi = Biaya Korbanan Marginal x i Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut: NPMxi = BKMxi NPMx BKMx = 26

apabila: Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka efisiensi tercapai NPMx NPMx2 NPMxi = =... = = BKMx BKMx BKMx 2 i. (3.) 3..5 Produktivitas Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dikeluarkan (output) dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung, seperti tanah, bahan baku, dan tenaga kerja. Berdasarkan beberapa pengertian tentang produktivitas, secara sederhana merupakan hubungan yang ada antara barang yang diproduksi atau jasa-jasa yang diberikan (output/keluaran) dan sumberdaya yang dikonsumsi dalam melakukan kegiatan produksi (input/masukan). Produktivitas yang lebih tinggi berarti lebih banyak dihasilkan dengan menggunakan sumber yang sama, yakni dengan biaya seperti tanah, bahan baku, waktu, mesin atau tenaga kerja. Produktivitas tidak hanya dilihat sebagai hasil bagi antara jumlah yang dikeluarkan dengan jumlah yang dihasilkan, tetapi juga sebagai hasil penjumlahan antara efektivitas dan efisiensi. Produktivitas adalah pencapaian tingkat tertinggi dari kinerja dengan pemakaian sumber daya yang minimum. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila semakin besar input yang sebenarnya digunakan, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Akan tetapi semakin kecil input, maka semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran target yang dapat dicapai dengan menunjukan dan menyelesaikan persoalan dengan baik. 27

Efisiensi dan efektivitas yang tinggi menghasilkan produktivitas yang tinggi, tetapi efektivitas yang tinggi dan efisiensi yang rendah mengakibatkan terjadinya pemborosan atau rugi. Efisien yang tinggi dan efektivitas yang rendah artinya tidak mencapai sasaran atau menyimpang dari target yang telah direncanakan. Jadi efisien dan efektivitas memiliki hubungan yang sangat erat dalam hasil guna dan daya guna. 3..6 Pendapatan Usahatani Secara umum pendapatan merupakan hasil selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikorbankan. Usahatani juga menerapkan hal tersebut. Besar kecil pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan usahatani yang dilakukan. Untuk memperhitungkan pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran yang diperhitungkan dalam jangka yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara itu, biaya atau pengeluaran produksi usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk (Hernanto,996). Menurut Hernanto (996) ada empat pengelompokan biaya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk 28

biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan benih, biaya tenaga kerja, biaya pestisida. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih, biaya pupuk, biaya tenaga kerja luar keluarga. Di lain pihak, biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan petani. Biaya ini dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. 3..7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki fungsi efisien penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu (Soeharjo dan Patong, 973). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan petani secara finansial. Analisis ini menunjukan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin basar nilai R/C Ratio, maka menunjukan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika R/C ratio >, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani layak. Apabila R/C ratio <, berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang 29

lebih kecil dari pada tambahan biaya yang dikeluarkan atau secara sederhana usahatani tidak layak untuk diusahakan. Tetapi jika R/C ratio =, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi keuntungan normal (normal profit). 3.2 Hipotesis Dalam penelitian ini dikemukakan tiga hipotesis sebagai dasar analisis:. Produksi padi di Desa Pasir Gaok diduga dipengaruhi oleh luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat, pestisida cair dan tenaga kerja. 2. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. 3. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi biaya dan pendapatan petani. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Usahatani padi merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian yang memiliki kontribusi yang cukup besar karena beras merupakan bahan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan usahatani padi menggunakaan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, pupuk dan benih. Lahan merupakan salah satu modal utama bagi petani untuk usahataninya. Meningkatnya jumlah penduduk dan terjadinya konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian menjadi berkurang. Hal ini berdampak pada kepemilikan lahan petani. Petani yang memiliki lahan sempit makin bertambah dan tidak sedikit petani yang tidak mempunyai lahan milik sama sekali. Mereka disebut dengan petani 30

penggarap dan biasanya mereka melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan. Petani akan berusaha meningkatkan produksi jika sistem yang dijalaninya menguntungkan. Tetapi kenyataanya sistem bagi hasil seringkali merugikan petani penggarap. Selain itu, pendapat kurang efisiennya sistem bagi hasil disebabkan oleh pandangan bahwa petani penggarap tidak memiliki kebebasan dalam memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya. Petani penggarap juga umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan dalam mengelola usataninya, sehingga sulit mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan produksi padi. Pada penelitian ini dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi dengan mengambil sampel petani yang telah dibagi berdasarkan status petani yaitu petani pemilik penggarap dan petani penggarap. Masing-masing sampel tersebut akan dianalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi. Kerangka pemikiran operasional dapat diringkas seperti Gambar 2. 3

Peningkatan jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian Lahan pertanian berkurang dan perubahan status petani Petani Petani pemilik penggarap Berdasarkan status petani Petani penggarap Produksi Padi Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi Analisis efisiensi ekonomi produksi Analisis fungsi produksi (model Cobb-Douglas) Pendapatan Usahatani Padi Analisis pendapatan dan biaya Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani Efisiensi Produksi Usahatani Padi dan Peningkatan Pendapatan Petani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 32