BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

KAJIAN PENINGKATAN DUKUNGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN SEKTOR INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA 1. KELOMPOK BUKU DAN MAKALAH REFERENSI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan yang mana dari penghasilan tersebut dapat digunakan untuk

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 58 TAHUN 1997 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2005 KAWASAN INDUSTRI JELITIK SUNGAILIAT B U P A T I B A N G K A,

Gambaran Umum Kondisi Daerah

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

BAB III METODE PERANCANGAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

PRESENTASI TUGAS AKHIR EVALUASI LOKASI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PERAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Jawa Timur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Berdasarkan tipologi Klaassen atas pertumbuhan ekonomi dan PDRB per

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

P E N U T U P P E N U T U P

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

VII. TATA LETAK DAN LOKASI PABRIK. pabrik, karena harus dapat memberikan keuntungan jangka panjang dan

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang STUDI KELAYAKAN POTENSI WISATA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KABUPATEN BELITUNG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK DI MUARA KALI LAMONG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 159 TAHUN 1980

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,


PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROPINSI JAWATIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

Analisis Isu-Isu Strategis

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah menyebabkan

EVALUASI DAMPAK PASCA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA SETARA DENGAN ESELON I

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG BADAN KOORDINASI WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Inti dari konsep kawasan tersebut adalah pembangunan di sektor pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, dan pariwisata. Kawasan Gerbangkertosusila mencakup 6 wilayah kabupaten di Propinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan. Dari 6 wilayah yang tercakup dalam kawasan Gerbangkertosusila, 4 kabupaten di dalamnya (Gresik, Surabaya, Mojokerto, dan Sidoarjo) kegiatan ekonominya berkonsentrasi pada sektor industri, sedangkan 2 kabupaten lainnya (Bangkalan dan Lamongan) kegiatan ekonominya berkonsentrasi pada sektor pertanian. Konsentrasi kegiatan sektor industri di wilayah tersebut terutama terjadi di Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Konsentrasi kegiatan sektor industri di wilayah tersebut terjadi di Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya karena sarana dan prasarana infrastruktur di kedua wilayah ini sangat menunjang untuk kegiatan industri. Sebagai contoh, di Kota Surabaya terdapat pelabuhan internasional terbesar kedua di Indonesia, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak. Konsentrasi kegiatan sektor industri yang hanya terjadi di 2 wilayah saja, Gresik dan Surabaya, semakin lama akan mengakibatkan pertumbuhan wilayah yang tidak seimbang dengan wilayah sekitarnya. Hal ini juga dijelaskan pada Dokumen Rencana East Java Integrated Industrial Zone (EJIIZ) Tahun 2006, bahwa 80% kegiatan industri yang terkonsentrasi di Pulau Jawa akan mengakibatkan tidak meratanya aktifitas ekonomi daerah. Terkait dengan hal ini, maka prioritas persebaran pembangunan industri diarahkan ke daerahdaerah di luar Pulau Jawa yang disertai dengan penataan ruang.

2 Selain itu, harga lahan di wilayah tersebut akan semakin tinggi karena kebutuhan lahan semakin meningkat, terutama kebutuhan untuk guna lahan industri. Sementara persediaan tanah untuk guna lahan apapun pada dasarnya adalah terbatas. Oleh karena itu konsentrasi kegiatan industri harus dibagi ke wilayah lainnya, sehingga perlu adanya wilayah baru yang dipilih untuk dikembangkan menjadi daerah industri baru. Wilayah baru yang dipilih untuk dikembangkan menjadi daerah lokasi industri baru harus merupakan wilayah yang strategis, yaitu dekat dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik, serta termasuk dalam kawasan industri Gerbangkertosusila. Daerah industri baru ini juga harus memiliki lahan yang cukup luas untuk dijadikan sebagai guna lahan industri. Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo kegiatan ekonominya juga terkonsentrasi pada sektor industri. Akan tetapi, kedua kabupaten ini bukan wilayah yang tepat dipilih dikembangkan menjadi daerah industri baru. Hal ini disebabkan karena kedua wilayah ini sudah menerima limpahan kegiatan industri dari Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan kegiatan industri yang terjadi di Mojokerto dan Sidoarjo berkembang di sekitar wilayah perbatasan antara Mojokerto dan Sidoarjo dengan Gresik dan Surabaya. Selain itu, kedua kabupaten ini pun tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk dijadikan sebagai guna lahan industri. Pada Rencana Struktur Tata Ruang Gerbangkertosusila Tahun 1997/1998-2011/2012 dijelaskan bahwa kegiatan industri pengolahan, perakitan, dan aneka industri akan diarahkan berada di wilayah Pantura dan Kabupaten Bangkalan. Hal ini disebabkan karena Kota Surabaya, dimana sebelumnya kegiatan industri tersebut berada, kegiatan ekonominya diarahkan lebih berkembang pada kegiatan jasa dan perdagangan. Kegiatan industri yang diarahkan di Kota Surabaya hanya terbatas, dimana akan lebih diarahkan bagi kegiatan industri yang memerlukan teknologi tinggi dan atau padat modal. Selain itu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur Tahun 2007, yang dikemukakan pada Arahan Pengelolaan Kawasan Industri dan Pertambangan, dijelaskan bahwa salah satu kawasan industri yang akan dikembangkan dan dilakukan optimalisasi pengendalian antara lain adalah

3 Kawasan Industri di Kabupaten Bangkalan. Pada Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009/2010 juga dikemukakan bahwa pengembangan kawasan industri direncanakan akan dibangun di wilayah Bangkalan Selatan, serta di Kecamatan Klampis, Sepulu, dan Tanjung Bumi. Dari dokumen rencana yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Bangkalan memang direncanakan dikembangkan sebagai daerah industri. Hal ini terjadi karena dalam waktu dekat pemerintah berencana untuk membangun Jembatan Suramadu, yang akan menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura, yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2010. Berdasarkan Laporan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Jembatan Suramadu Tahun 2002, dengan menggunakan metode benefit cost analysis, biaya yang dibutuhkan untuk membangun Jembatan Suramadu hampir mencapai 2,5 trilyun rupiah. Biaya yang sangat besar tersebut memberikan konsekuensi bahwa harus ada upaya untuk menutup kekurangan dana tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menutup kekurangan dana tersebut adalah dengan merencanakan pengembangan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah industri. Hal ini dilakukan agar pengembalian dana investasi (return of investment) dari pembangunan Jembatan Suramadu menjadi lebih cepat. Dengan kata lain, rencana pembangunan Jembatan Suramadu akan membuka peluang bagi Kabupaten Bangkalan berkembang sebagai daerah lokasi industri baru di kawasan Gerbangkertosusila. Pada Laporan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Jembatan Suramadu Tahun 2002 juga dijelaskan bahwa tujuan pembangunan Jembatan Suramadu ini adalah untuk meningkatkan pengkoordinasian faktor-faktor sumber daya pembangunan Pulau Madura pada khususnya, dan Propinsi Jawa Timur pada umumnya. Pembangunan Jembatan Suramadu merupakan kelanjutan dari pelaksanaan Rencana Pengembangan Wilayah Gerbangkertosusila, dimana Pulau Madura diharapkan akan masuk pada kesatuan wilayah pembangunan yang terintegrasi dengan Kota Surabaya sebagai pusat pertumbuhan. Sesuai dengan Keputusan Presiden yang telah ditetapkan pada tahun 2001 mengenai rencana pembangunan Jembatan Suramadu, pembangunan ini diharapkan akan menjadi katalisator pendorong perkembangan sektor industri di Kabupaten Bangkalan. Selain itu, Jembatan Suramadu ini juga diharapkan

4 berfungsi membuka keterisolasian Madura serta berfungsi sebagai stimulator pertumbuhan wilayah di Pulau Madura. Terkait dengan hal ini, maka diperkirakan akan terbukanya peluang bagi Kabupaten Bangkalan berkembang sebagai daerah lokasi industri di Propinsi Jawa Timur, selain Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Oleh karena itu kajian mengenai peningkatan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur yang terkait dengan pembangunan Jembatan Suramadu perlu dilakukan. I.2 Rumusan Persoalan Kabupaten Bangkalan dengan kondisi eksistingnya saat ini masih belum mendukung rencana pengembangan kawasan industri seperti yang telah dituangkan pada dokumen rencana terkait, yaitu Rencana Struktur Tata Ruang Gerbangkertosusila Tahun 1997/1998-2011/2012, Rencana East Java Integrated Industrial Zone (EJIIZ) Tahun 2006, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur Tahun 2007, serta pada Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009/2010. Dengan kondisi eksisting saat ini, dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah industri hanya terletak pada aspek pertanahannya saja. Dukungan pada aspek pertanahan ini dilihat dari persediaan tanah di Kabupaten Bangkalan yang sesuai dengan kriteria dan kesesuaian lahan industri yang hampir mencapai 40.000 Ha, dimana hal ini dikemukakan pada Rencana East Java Integrated Industrial Zone (EJIIZ) Tahun 2006. Aspek lain selain aspek pertanahan, misalnya saja aspek transportasi dan fasilitas dasar, masih belum mendukung Kabupaten Bangkalan sebagai daerah industri. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bangkalan Tahun 2008-2013 dikemukakan bahwa kapasitas listrik di Kabupaten Bangkalan saat ini hanya 40.000 KVA, dan produksi air bersih di Kabupaten Bangkalan saat ini hanya 200 liter/detik. Kapasitas listrik dan produksi air bersih ini dinilai hanya mampu memenuhi kebutuhan penduduk lokal. Selain itu, kurangnya keberadaan jaringan jalan yang ada di Kabupaten Bangkalan, serta kondisi jalan di Kabupaten Bangkalan yang termasuk dalam

5 kategori rusak berat mencapai hampir 20% dari total luas jalan menjadikan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah industri masih kurang. Dengan adanya pembangunan Jembatan Suramadu, diharapkan akan meningkatkan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah industri, karena dengan adanya pembangunan Jembatan Suramadu akan mempermudah aksesibilitas ke Pulau Jawa. Selain itu sejalan dengan hal ini, terdapat rencana pembangunan infrastruktur lain yang mendukung keberadaan Jembatan Suramadu, dimana rencana ini tertuang dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2009/2010 dan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kaki Jembatan Suramadu Sisi Bangkalan Tahun 2006. Terkait dengan hal ini, penelitian ini ingin mengetahui peningkatan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan pembangunan Jembatan Suramadu. I.3 Tujuan dan Sasaran Studi Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian mengenai peningkatan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan pembangunan Jembatan Suramadu. Kajian peningkatan dukungan yang akan dilakukan mencakup berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti sehingga hasil studi ini bisa digunakan untuk memutuskan apakah Kabupaten Bangkalan bisa menjadi daerah lokasi kegiatan industri di Propinsi Jawa Timur, selain kota-kota industri utama, yaitu Surabaya dan Gresik. Adapun aspek-aspek yang akan dikaji dan diteliti untuk menentukan peningkatan dukungan tersebut adalah aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar. Berdasarkan tujuan di atas, maka sasaran dari penelitian ini adalah : 1. Teridentifikasinya dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur terkait dengan kondisi eksisting Kabupaten Bangkalan. 2. Teridentifikasinya dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bangkalan.

6 3. Teridentifikasinya dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. I.4 Ruang Lingkup Studi I.4.1 Ruang lingkup wilayah Wilayah yang menjadi lingkup kajian dalam penelitian ini pada umumnya adalah wilayah kawasan tertentu Gerbangkertosusila, tetapi wilayah yang khususnya termasuk dalam ruang lingkup studi adalah Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, terutama Kabupaten Bangkalan. Ketiga wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah kawasan tertentu di Propinsi Jawa Timur, yaitu kawasan tertentu Gerbangkertosusila. Kabupaten Bangkalan akan dikaji peningkatan dukungannya sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di wilayah Gerbangkertosusila terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Sedangkan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik merupakan dua wilayah yang akan dibandingkan dengan Kabupaten Bangkalan, karena dua wilayah ini merupakan pusat konsentrasi kegiatan industri di Gerbangkertosusila. Wilayah kawasan tertentu Gerbangkertosusila memiliki batas-batas administratif sebagai berikut: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Kab. Sampang dan Selat Madura Sebelah Selatan : Kab. Jombang, Pasuruan, dan Malang Sebelah Barat : Kab. Tuban dan Bojonegoro Gambaran lokasi kawasan Gerbangkertosusila tersaji dalam bentuk peta seperti di bawah ini.

7 GAMBAR 1.1 RUANG LINGKUP WILAYAH STUDI GERBANGKERTOSUSILA I.4.2 Ruang lingkup materi Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan sektor industri yang mencakup aspek transportasi, pertanahan/guna lahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar. Penentuan faktor-faktor lokasi industri tersebut didapat dari kesimpulan atas studi perbandingan terhadap beberapa teori lokasi yang dikemukakan oleh Weber, Von Thunen, Isard, dan Hoover. I.5 Metodologi Studi I.5.1 Pendekatan studi Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peningkatan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai lokasi industri, terkait dengan pembangunan Jembatan Suramadu. Penelitian ini akan melihat apakah dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai lokasi industri, yaitu kondisi yang sesuai dengan kriteria,

8 indikator, dan tolak ukur akan meningkat atau menurun sejalan dengan adanya Jembatan Suramadu. Perubahan tingkat dukungan tersebut dilihat dari pergeseran yang terjadi diantara tingkat dukungan yang terkait dengan kondisi eksisting, tingkat dukungan yang terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur, serta tingkat dukungan yang terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Untuk itu langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan telaah literatur mengenai teori lokasi industri sebagai landasan untuk tahapan-tahapan berikutnya. Penelaahan dilakukan terhadap teori lokasi industri yang dikemukakan oleh Von Thunen, Isard, Weber, dan Hoover untuk mendapatkan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri. 2. Melakukan tinjauan literatur mengenai kriteria, indikator, dan tolak ukur dari 5 faktor lokasi, yaitu aspek transportasi, pertanahan/guna lahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar. Kriteria, indikator, dan tolak ukur ini yang selanjutnya digunakan secagai acuan untuk menilai tingkat dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur. 3. Selain kriteria, indikator, dan tolak ukur yang diperoleh dari tinjauan literatur, kriteria dan indikator faktor lokasi tersebut juga didapat dari wawancara pada Dinas Perindustrian Kabupaten Gresik dan Dinas Perindustrian Kota Surabaya. 4. Melakukan pengumpulan data, baik melalui survey lapangan maupun survey sekunder terhadap instansi-instansi terkait. 5. Mengkaji 5 faktor lokasi yang menentukan tingkat dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri dari data-data yang diperoleh, baik data yang didapat melalui survey primer maupun survey sekunder. Kajian ini dilakukan dengan membandingkan kriteria, indikator, dan tolak ukur yang didapat dari tinjauan literatur dan wawancara Dinas Perindustrian dengan kondisi yang ada sekarang. 6. Kajian yang dilakukan tidak hanya terkait dengan kondisi eksisting Kabupaten Bangkalan saja, tetapi kajian yang dilakukan juga terkait

9 dengan rencana pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bangkalan, serta kajian terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. 7. Berdasarkan hasil analisis, selanjutnya dikemukakan kesimpulan studi yang merupakan jawaban atas tujuan dan sasaran yang telah dibuat sebelumnya. 8. Kesimpulan studi dibuat sebagai dasar untuk penetapan rekomendasi studi. Rekomendasi studi dalam hal ini menyangkut upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri. Selain itu juga akan dikemukakan kelemahan studi serta rekomendasi untuk penelitian lanjutan dari studi ini. Metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini dapat dilihat dalam bentuk kerangka pemikiran studi pada Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Studi. 1.5.2 Metode pengumpulan data Untuk mendukung analisis yang akan dilakukan, data dan informasi yang dibutuhkan adalah data dan informasi mengenai kegiatan industri, terutama faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri di Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, serta di Kabupaten Bangkalan. Data dan informasi tersebut diperoleh melalui : 1. Studi literatur yang berkaitan dengan teori lokasi industri dan faktorfaktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri. Studi literatur ini juga berkaitan dengan kriteria, indikator, dan tolak ukur dari faktor lokasi tersebut, yaitu aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar. 2. Survey sekunder melalui instansi yang terkait dengan faktor penunjang sektor industri di Propinsi Jawa Timur, yaitu Biro Pusat Statistik, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal, serta Bappeda wilayah Kabupaten Bangkalan. Survey sekunder ini dilakukan guna memperoleh data dan informasi mengenai aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar di wilayah studi terkait, yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, serta Kabupaten Bangkalan.

10 3. Survey primer di wilayah terkait, yaitu dengan teknik observasi ke lapangan. Selain itu juga dilakukan survey primer dengan teknik wawancara pada Dinas Perindustrian Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya guna memperoleh kriteria, indikator, dan tolak ukur yang selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk penilaian tingkat dukungan aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar di Kabupaten Bangkalan. 1.5.3 Teknik Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perbandingan, yaitu membandingkan kondisi eksisting lapangan maupun hasil rencana dengan kriteria, indikator, dan tolak ukur tingkat dukungan sebagai daerah industri. Analisis tersebut terbagi menjadi 3 macam analisis, yaitu : 1. Analisis dukungan yang terkait dengan kondisi eksisting. Analisis ini membandingkan kriteria, indikator, dan tolak ukur dukungan sebagai daerah industri dengan kondisi eksisting di Kabupaten Bangkalan. 2. Analisis dukungan yang terkait dengan kondisi eksisting dan rencana pembangunan infrastruktur. Analisis ini membandingkan kriteria, indikator, dan tolak ukur dukungan sebagai daerah industri dengan kondisi eksisting di Kabupaten Bangkalan, serta dikaitkan dengan rencana pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bangkalan. 3. Analisis dukungan yang terkait dengan kondisi eksisting dan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Analisis ini membandingkan kriteria, indikator, dan tolak ukur dukungan sebagai daerah industri dengan kondisi eksisting di Kabupaten Bangkalan, serta dikaitkan dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu.

11 Tingkat dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai lokasi industri diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu : Tidak mendukung, bila kondisinya tidak memenuhi kriteria, indikator, dan tolak ukur. Cukup mendukung, bila kondisinya berada di bawah standar, tetapi hampir memenuhi kriteria, indikator, dan tolak ukur. Mendukung, bila kondisinya memenuhi kriteria, indikator, dan tolak ukur. Sangat mendukung, bila kondisinya berada di atas standar kriteria, indikator, dan tolak ukur. Selanjutnya dari ketiga analisis yang telah dilakukan didapat kesimpulan analisis yang menunjukkan tingkat dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah industri, terutama terkait rencana pembangunan Jembatan Suramadu. I.6 Sistematika Pembahasan Struktur penulisan tugas akhir ini dibagi atas 5 bagian disajikan secara sistematik untuk memperoleh suatu hubungan yang menyeluruh sesuai dengan tujuan studi. Pembahasan membentuk suatu sistematika yang disajikan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan penjelasan mengenai latar belakang mengapa studi ini dilakukan, rumusan permasalahan dari studi, tujuan penulisan yang ingin dicapai, ruang lingkup studi, metodologi studi dan sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka yang digunakan untuk mendasari penulisan studi ini, yaitu mengenai sektor industri, teori lokasi industri, faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri, serta teori mengenai kriteria, indikator, dan tolak ukur dukungan sebagai lokasi industri.

12 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum wilayah studi Kabupaten Bangkalan, mencakup kedudukan Kabupaten Bangkalan dalam lingkup Propinsi Jawa Timur, serta karakteristik wilayahnya yang mencakup aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar. Pada bab ini juga akan dipaparkan mengenai dokumen perencanaan terkait. BAB IV ANALISIS DUKUNGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN SEKTOR INDUSTRI Pada bab ini akan dijelaskan sampai sejauh mana tingkat dukungan Kabupaten Bangkalan dijadikan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri, dilihat dari faktor-faktor lokasi yang mempengaruhinya, yang mencakup analisis mengenai aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi, dan fasilitas dasar. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan kriteria, indikator, dan tolak ukur yang didapat dari tinjauan literatur dan wawancara Dinas Perindustrian dengan kondisi yang ada sekarang. Analisis dukungan yang dilakukan tidak hanya terkait dengan kondisi eksisting Kabupaten Bangkalan saja, tetapi juga terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bangkalan, terutama rencana pembangunan Jembatan Suramadu. BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU Pada bab ini akan diuraikan mengenai temuan dan kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian. Dilanjutkan dengan rekomendasi dan kelemahan studi serta saran studi lanjutan yang dapat melengkapi penelitian ini.

13 GAMBAR 1.2 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI Latar Belakang Konsentrasi kegiatan sektor industri di kawasan Gerbangkertosusila hanya terjadi di Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Semakin lama kedua wilayah tersebut akan semakin padat dan akan mengakibatkan pertumbuhan wilayah yang tidak seimbang dengan wilayah sekitarnya. Harga lahan akan semakin tinggi karena kebutuhan lahan semakin meningkat, terutama kebutuhan untuk guna lahan industri. Perlu ada alternatif wilayah baru yang dipilih untuk dikembangkan menjadi daerah industri. Rumusan Persoalan Rencana pembangunan Jembatan Suramadu akan membuka peluang bagi Kabupaten Bangkalan berkembang sebagai salah satu daerah penunjang sektor industri di Jawa Timur. Kemungkinan Kabupaten Bangkalan, Madura dijadikan wilayah baru untuk dikembangkan menjadi daerah lokasi kegiatan sektor industri di Jawa Timur. Tujuan Studi Melakukan studi mengenai dampak rencana pembangunan Jembatan Suramadu terhadap peningkatan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur. Tinjauan literatur Wawancara dengan Dinas Perindustrian Kriteria, indikator, dan tolak ukur dukungan suatu daerah sebagai lokasi kegiatan sektor industri Analisis Aspek transportasi (keberadaan jaringan jalan dan pelabuhan laut) Aspek pertanahan (kondisi, persediaan, dan harga tanah) Aspek tenaga kerja (kuantitas dan kualitas tenaga kerja) Aspek Aglomerasi (industri yang memiliki keterkaitan huluhilir yang kuat) Aspek Fasilitas Dasar (ketersediaan listrik dan air bersih) Analisis perbandingan kriteria, indikator, dan tolak ukur terkait dengan kondisi eksisting Kabupaten Bangkalan Analisis perbandingan kriteria, indikator, dan tolak ukur terkait dengan rencana pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bangkalan Analisis perbandingan kriteria, indikator, dan tolak ukur terkait dengan keberadaan Jembatan Suramadu Kesimpulan dan rekomendasi Terjadi peningkatan dukungan Kabupaten Bangkalan, salah satu kabupaten di Pulau Madura, sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait rencana pembangunan Jembatan Suramadu Upaya-upaya pengembangan yang harus dilakukan untuk meningkatkan dukungan Kabupaten Bangkalan sebagai daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu