BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian pajak Berikut adalah beberapa pengertian Pajak menurut Diaz (2012:2). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung, pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum (Wikipedia, 2010). Adapun pengertian pajak menurut para ahli antara lain adalah sebagai berikut: Pengertian pajak menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R yang dikutip dari buku R. Mansury (2002) adalah sebagai berikut: Pajak dapat diartikan adanya aliran dari sektor privat ke sektor publik secara dipaksakan yang dipungut berdasarkan keuntungan ekonomi tertentu dari nilai setara dalam rangka pemenuhan kebutuhan negara dan objek-objek sosial. 7
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang dikutip dari wikipedia adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pengertian pajak menurut S.I Djajadiningrat yang dikutip dari buku Siti Resmi (2003) adalah sebagai berikut: Pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan yang ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. yaitu: Sedangkan menurut Undang-undang KUP No. 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- 8
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak menurut Wirawan, Burton (2010:7) yaitu: a. Pembayaran pajak harus berdasarkan UU. b. Sifatnya dapat dipaksakan. c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara (pusat maupun daerah). e. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum. 9
2.1.2 Fungsi Pajak Menurut Wirawan, Burton (2010:12), pada umumnya terdapat dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair (pendanaan) dan fungsi regulerend (pengatur). a. Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. b. Pajak mempunyai fungsi regularend, artinya pajak sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Namun dalam perkembangannya, fungsi pajak dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi. c. Pajak mempunyai funsi demokrasi, artinya pajak merupakan wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan. d. Pajak mempunyai fungsi redistribusi, artinya pajak lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. 10
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Terdapat 3 sistem pemungutan pajak menurut Siti (2013:11) yaitu: a. Official Assesment System Sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang oleh seseorang berada pada pemungut/ aparatur pajak, dalam hal ini WP bersifat pasif, menunggu ketetapan dari aparatur pajak, hutang baru timbul bila ada surat ketetapan pajak dari aparatur pajak. b. Self Assesment System Sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang berada pada WP, dalam sistem ini WP harus aktif menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajaknya. c. Witholding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP. Sitem pemungutan pajak yang digunakan oleh Indonesia adalah sistem Self Assessment System, dalam hal ini WP dianggap paling tahu mengenai besarnya pajak terutang. 11
2.1.4 Hukum Pajak Menurut Wirawan, Burton (2010:13), kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, dalam pengaturan materinya banyak memiliki kesamaan dengan hukum perdata dan hukum pidana. HUKUM HUKUM NEGARA HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA HUKUM TATA NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM PAJAK Pembagian Hukum Pajak: a. Hukum Pajak Materiil Mengatur tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak beserta hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. b. Hukum Pajak Formil Mengatur cara mewujudkan ketentuan materil atau cara menyelesaikan kewajiban perpajakan oleh WP kepada Negara. 12
2.2 Pajak Pertambahan Nilai 2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum PPN Pengertian PPN menurut Wirawan, Rudy (2013:233) adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam negeri, dan merupakan pajak objektif yang pengenaan PPN hanya berdasarkan objeknya dan tidak memperhatikan pihak yang melakukan konsumsi. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah UU No. 8 tahun 1983 berikut perubahannya UU No. 11 tahun 1994, UU No. 18 tahun 2000, dan UU No. 42 tahun 2009. 2.2.2 Karakteristik PPN Terdapat 7 karakteristik PPN menurut Diaz (2012:408) yaitu sebagai berikut: 1. Pajak tidak langsung Pajak menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. 2. Pajak objektif Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, kondisi subjektif pajak tidak relevan. 13
3. Multi-stage tax PPN dikenakan secara bertahap di setiap dan di seluruh rantai produksi dan distribusi. 4. Non-kumulatif PPN tidak besifat kumulatif karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan. 5. Tarif tunggal Tarif PPN yaitu 10% untuk transaksi penyerahan barang atau jasa di dalam negeri dan 0% atas transaksi ekspor. 6. Credith Method PPN terutang timbul merupakan selisih dari Pajak Keluaran (PPN yang dipungut) dengan Pajak Masukan (PPN yang diperoleh) 7. Konsumsi dalam negeri PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia, sedangkan barang atau jasa yang akan dikonsumsi di luar negri tidak dikenakan PPN. 14
2.2.3 Subjek dan Bukan Subjek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Diaz (2013:409), subjek PPN pada dasarnya adalah WP pada PPh, namun istilah PKP selalu dipakai untuk yang bertanggung jawab terhadap pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN. 1. Pengusaha Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang/jasa, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa/memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 2. PKP PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. 3. Bukan PKP Yang termasuk bukan PKP yaitu pengusah kecil, dan pengusaha yang menghasilkan dan/atau menyerahkan BKP dan/atau bukan JKP. Menurut PMK No. 68/PMK.03/2010, Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran dan/penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 15
2.2.4 Objek Pertambahan Nilai Menurut Untung (2011:23) objek PPN diatur dalam pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16D UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No.42 Tahun 2009 (untuk selanjutnya disebut UU PPN 1984). a. Ps. 4 ay. (1) huruf a, Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha. b. Ps. 4 ay. (1) huruf b, impor BKP. c. Ps. 4 ay.(1) huruf c, Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha. d. Ps. 4 ay. (1) huruf d, pemanfaatan BKP tidak Berwujud dari luar di dalam Daerah Pabean. e. Ps. 4 ay. (1) huruf e, Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. f. Ps. 4 ay. (1) huruf f, Ekspor BKP berwujud oleh PKP. g. Ps. 4 ay. (1) huruf g, Ekspor BKP tidak Berwujud oleh PKP. h. Ps. 4 ay. (1) huruf f, Ekspor JKP oleh PKP. 16
i. Ps. 16C, Membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pek. oleh orang pribadi/badan. j. Ps. 16D, Penyerahan BKP berupa Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP. 2.2.5 Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) 1. BKP (Barang Kena Pajak) Menurur Untung (2011:30) pada pasal 1 angka 2 dan angka 3 UU PPN 1984 BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya daat berupa barang bergerak / tidak bergerak, dan barang tidak berwujud dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. 2. Bukan BKP Menurut Untung (2011:32), barang yang dikatagorikan sebagai barang bukan BKP menurut Pasal 4A ayat 2 adalah: a. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi: minyak mentah, gas bumi; b. Barang kebutuhan pokok, meliputi: beras, gabah, jagung, sagu; 17
c. Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restauran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; d. Uang, emas batangan, dan surat berharga. 3. JKP (Jasa Kena Pajak) Menurut Untung (2011:35) pada Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984 Jasa yang dimaksud yaitu setiap kegiatan pelayanan beradasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termsasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan/permintaan dengan bahan dan atas pemesan. 4. Bukan JKP Menurut Untung (2011:36) Jasa yang dikategorikan sebagai jasa bukan JKP pada Ps. 4A ayat 3 adalah: a. Jasa pelayanan kesehatan medis; b. Jasa pelayanan sosial; c. Jasa pengiriman surat dengan perangko melalui kantor Pos; d. Jasa keuangan; e. Jasa asuransi; 18
f. Jasa keagamaan; g. Jasa pendidikan; h. Jasa kesenian dan hiburan; i. Jasa penyiaran yang tidak besifat iklan; j. Jasa angkutan umum di darat dan di air; k. Jasa tenaga kerja, termasuk peserta magang; l. Jasa perhotelan; m. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. Jasa penyediaan tempat parkir; o. Jasa telpon umum dengan uang logam; p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; q. Jasa boga atau katering. 19
B 2.3 Faktur Pajak 2.3.1 Pengertian dan Jenis jenis Faktur Pajak Pengertian Faktur Pajak menurut Wirawan, Rudy (2013:289), Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan PPN atas transaksi impor, penyerahan dalam negri, dan ekspor. Faktur Pajak juga merupakan bukti pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP. Menurut Untung (2011:80), dalam pasal 1 angka 23 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jenis jenis Faktur Pajak menurut Untung (2011:82) 1. Faktur Pajak yang dapat berupa Faktur Penjualan (Pasal 13 ayat 1) 2. Faktur Pajak Gabungan (Pasal 13 ayat 2) 3. Faktur Pajak PKP Pedagang Eceran (PER-58/PJ.20/2010) 4. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak (Pasal 13 ayat 1) 5. Faktur Pajak khusus (Pemenkue No. 76/PMK.03/2010) 20
2.3.2 Klasifikasi Umum Faktur Pajak Menurut Untung (2011:83) terdapat syarat formal dalam Faktur Pajak yaitu : 1. Paling sedikit memuat keterangan (Ps. 13 ayat 5 UU PPN 1984) : a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga. d. PPN yang dipungut e. PPnBM yang dipungut f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak 2. Kode Faktur Pajak: 2 digit kode transaksi, 1 digit status Faktur Pajak, 3 digit Kode Cabang, diikuti dengan nomor seri: 2 digit tahun pembuatan, 8 digit nomor urut. Contoh : 010.000.11-00000001 3. Bentuk dan ukuran disesuaikan dengan kepentingan PKP. 21
2.3.3 Faktur Penjualan Menurut Wirawan, Rudy (2013:291) pada pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan No.38/PMK.03/2010 menyebutkan bahwa Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dipersamakan dengan Faktur Pajak. Faktur Penjualan atau dalam istilah asingnya yaitu Sales Invoice adalah lembar bukti tagihan atau bukti transaksi kepada pelanggan atas pembelian suatu barang dan jasa. Faktur Penjualan biasanya dikirim oleh pemasok bersamaan dengan atau setelah pengiriman barang/ jasa. Tidak ada bentuk baku faktur sehingga perusahaan dapat mengubah bagian-bagian faktur sesuai dengan keperluan. 22
berikut: Secara terperinci, kegunaan faktur dapat diuraikan sebagai 1. Sebagai informasi barang/jasa yang dibeli oleh pelanggan. 2. Sebagai informasi nilai tagihan dan termin pembayaran yang harus dibayar oleh pelanggan. 3. Pelanggan dapat memperbaiki barang/jasa dan/atau nilai yang dibeli jika yang tercantum tidak sesuai dengan pesanan. 4. Rujukan yang absah sebagai faktur pajak. 5. Rujukan yang absah untuk memasukkan transaksi ke pembukuan keuangan. 23
2.3.4 Faktur Pajak Cacat PKP membuat Faktur Pajak Standar pengganti apabila Faktur Pajak standar cacat, atau salah dalam pengisisan. Ketentuan menurut Diaz (2012:498) mengenai Faktur Pajak cacat, yaitu: a. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP, wakil atau kuasanya yang sah. b. PKP melakukan kesalahan dalam pengisisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak. c. Faktur Pajak yang dibuat tidak dimulai dengan nomor urut 1 pada awal tahun kalender bulan Januari. d. Faktur Pajak yang diterbitkan tidak/terlambat dalam menyampaikan pemberitahuan pemusatan kepada kepala KPP tempat PKP dikukuhkan. 24
2.3.5 Saknsi 1. Berdasarkan Pasal 4 ayat 4 UU KUP ditetapkan bahwa Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau tidak mengisi selengkapnya, dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% dari DPP. 2. Berdasarkan Pasal 39A UU KUP, bagi setiap orang yang: a. Membuat atau menggunakan Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau b. Belum dikukuhkan sebagai PKP dengan sengaja membuat faktur pajak akan dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak. 25