BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS PEMBUAT AKTA PERALIHAN HARTA PAILIT YANG TANPA DIDAHULUI LELANG

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 / 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Habib Adjie Notaris/PPAT di kota Surabaya

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB II ANALISA TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II JENIS PERBUATAN HUKUM ATAS TANAH YANG TIDAK DIBUKTIKAN DENGAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Rp ,- (seratus juta rupiah

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

Jurnal Independent Vol 2 No P a g e. Oleh : Bambang Eko Muljono, SH, S.pN, M.Hum, MMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN Adwin Tista Abstrak

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB II PENGATURAN KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK MENURUT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

Transkripsi:

BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS PEMBUAT AKTA PERALIHAN HARTA PAILIT YANG TANPA DIDAHULUI LELANG 3.1 Wewenang Notaris Notaris sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) diartikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam UUJN dan Undang-Undang terkait lainnya. Dalam hukum adminsitrasi, kewenangan dapat diperoleh melalui 3 cara yaitu atribusi, delegasi maupun mandat. Atribusi adalah perolehan kewenangan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan, kewenangan ini melekat pada suatu jabatan tertentu, sedangkan delegasi dan mandat adalah bentuk perolehan kewenangan berdasarkan suatu pelimpahan kewenangan. Perbedaan antara delegasi dan mandat terletak pada prosedur pelimpahan dan tanggung jawab. Dalam delegasi prosedur pelimpahan tersebut diatur secara khusus melalui peraturan perundangundangan dan tanggung jawab juga ikut beralih kepada penerima delegasi, biasanya delegasi ini dilakukan oleh sesama instansi pemerintah. sedangkan pada mandat prosedur pelimpahannya tidak diatur secara khusus melalui peraturan perundang- 69

70 undangan dan tanggung jawab tetap pada pemberi mandat, pemberian mandat biasanya berkaitan dengan suatu keadaan tertentu misalnya pada saat terjadi peralihan seorang penjual berhalangan hadir dan memberikan kuasa kepada anaknya untuk menggantikan orang tuanya melakukan jual beli. Seorang notaris memperoleh kewenangan melalui atribusi, hal ini dikarenakan kewenangan notaris diperoleh berdasarkan UUJN. Kewenangan notaris diatur dalam pasal 15 UUJN, dimana kewenangan tersebut dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 53 1. Kewenangan Umum; 2. Kewenangan Khusus; dan, 3. Kewenangan yang akan ditentukan kemudian. Kewenangan notaris secara umum diatur dalam pasal 15 ayat 1 UUJN dimana seorang notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang permbuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan undang-undang. Ada beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga wewenang pejawab atau instansi lain yaitu : 54 53 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia : Tafsir Tematik Terhadap UU no. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008 (selanjutnya disebut Habib Adjie 1), h.78; 54 Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Zinfatama Publisher, Surabaya, 2014, h. 46;

71 1. Akta pengakuan anak di luar kawin (pasal 281 BW); 2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (pasal 1227 BW); 3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (pasal 1405 BW dan 1406 BW); 4. Akta protes wesel dan cek (pasal 143 Wvk dan 218 WvK); 5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT); 6. Membuat Risalah Lelang.s Tidak semua akta otentik merupakan akta notaris. Suatu akta otentik diartikan dalam pasal 1868 BW sebagai suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta notaris adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum dengan jaminan kepastian hukum sebagai alat bukti tulisan yang sempurna (volledig bewijs), tidak memerlukan tambahan alat pembuktian lain, dan hakim terikat karenanya. 55 Arti dan Makna pembuktian yang sempurna (volledig bewijs) dari akta notaris sebagai akta otentik karena mempunyai : 56 Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht), mempunyai kemampuan untuk membuktikan sendiri keabsahannya, lazin disebut acta publica probant sese ipsa; Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht), merupakan pernyataan pejabat dalam tulisan yang tercantum dalam akta adalah sama dengan yang dilakukan dan disaksikan oleh pejabat yang bersangkutan dalam menjalankan jabatannya, termasuk kepastian dari tanggal pembuatannya, tanda tangannya, dan tempat pembuatannya; Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht), dalam arti isi akta itu benar adanya terhadap setiap orang yang menyuruh membuatkan akta itu untuk alat bukti terhadap dirinya; Dan memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan dalam pasal 1866 BW. Unsurunsur yang disyarartkan yaitu sebagai alat bukti tulisan otentik, saksi-saksi di dalam akta sesuai dengan hukum bahkan notaris itu sendiri secara hakiki 55 A. A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia?, Selaras, Malang, 2010, h.47-48; 56 Ibid, h. 48;

72 berfungsi sebagai saksi, merupakan pengakuan yang jelas, tegas, dan sadar dari pihak-pihak yang membuat akta dengan menandatangani akta tersebut, dihadapan pejabat yang disumpah oleh penguasa yang berwenang berdasarkan undang-undang. Pasal 15 ayat (2) UUJN mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti : 1. Mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus; 2. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat risalah lelang; Mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan jalan pendaftaran (legalisasi), yaitu :akta dibawah tangan telah selesai dibuat oleh pihak (-pihak) tetapi belum ditandatangani oleh para pihak kemudian dengan segera dibawa dan ditandatangani di hadapan notaris yang sebelumnya harus dinilai oleh notaris tentang syarat keabsahan telah terpenuhi lalu dibacakan, diterangkan termasuk akibat hukumnya oleh notaris dan tanggal akta harus sama dengan tanggal pengesahan tanda tangan.beberapa saat kemudian notaris memberikan nomor pengesahan tanda tangan dan menuliskan keterangan pengesahan tandatangan dari akta tersebut serta menandatangani dan membubuhkan stempel

73 jabatan pada akta tersebut dan notaris tidak mempunyai kewajiban untuk menyimpan atau mengfotocopy akta tersebut sebagai arsip. 57 Mendaftarkan akta dibawah tangan yang telah sempurna (Waarmerking), yaitu : akta yang telah selesai ditandatangani para pihak tidak di hadapan notaris jadi merupakan akta dibawah tangan lalu dibawa dan dicatatkan/didaftarkan kepada notaris dalam protkolnya. Notaris hanya membaca dan menilai sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian kemudian membubuhkan nomor pendaftaran serta membubuhkan tandatangan dan cap jabatannya. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi tanggal akta semacam ini tidak sama dengan tanggal pendaftaran/pencatatan pada kantor notaris. 58 Dalam melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, seorang notaris terlebih dahulu harus melihat surat aslinya, bila telah sesuai antara copy dengan surat aslinya baru notaris membubuhkan stempel legalisir dan tandatangan pada surat tersebut.s Dalam pasal 17 UUJN diatur bahwa notaris dilarang untuk: a. Menjalankan jabatannya diluar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa ada alasan yang sah; c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap sebagai pejabat negara; e. Merangkap sebagai advokat; f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta. 57 Ibid, h.70; 58 Ibid;

74 Berkaitan dengan aturan tersebut maka seorang notaris dapat merangkap jabatan diluar yang diatur pasal 17 UUJN. Jabatan yang boleh dirangkap oleh seorang notaris antara lain: 59 a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); b. Pejabat Lelang kelas II; c. Mediator sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat 6 PERMA 01/2008; d. Pengajar/dosen. Dari penjabaran diatas jelas terlihat, bahwa dengan diangkatnya menjadi notaris tidak serta merta seluruh kewenangan yang diatur dalam UUJN dapat langsung dilaksanakan. Kewenangan khusus notaris dalam membuat risalah lelang, dapat dilakukan seorang notaris dengan syarat notaris tersebut telah diangkat sebagai pejabat lelang kelas II. Senada dengan syarat pembuatan risalah lelang, dalam kewenangan notaris untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, seorang notaris terlebih dahulu harus diangkat menjadi seorang PPAT. Untuk dapat diangkat menjadi PPAT seorang notaris terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Apabila notaris tersebut telah diangkat menjadi PPAT barulah notaris tersebut berwenang untuk membuat akta-akta yang berkaitan dengan pertanahan. Akta-akta yang berkaitan dengan pertanahan yang menjadi kewenangan dari PPAT, sebagaimana disebutkan dalam pasal 95 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan 59 Ibid, h.76;

75 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, antara lain: 1. Jual Beli; 2. Tukar Menukar; 3. Hibah; 4. Pemasukan Kedalam Perusahaan (Inbreng); 5. Pembagian Hak Bersama; 6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik; 7. Pemberian Hak Tanggungan; dan, 8. Pemberian Kuasa memberikan Hak Tanggungan; Pembuatan akta-akta sebagaimana tersebut diatas hanya dapat dilakukan oleh PPAT sepanjang mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Disamping berwenang untuk membuat kedelapan jenis akta tersebut, PPAT juga berwenang untuk membuat perjanjian tentang pemilikan rumah tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia berdasarkan pasal 3 ayat 22 Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. 60 60 Habib Adjie 1, Op. Cit, h. 85;

76 Kewenangan yang akan ditentukan kemudian mengacu pada pasal 15 ayat 3 UUJN dimana seorang notaris dapat mempunyai wewenang lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan diluar UUJN. 3.2 Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Dalam pembuatan suatu Akta Notaris, wajib memperhatikan wewenang Notaris yang meliputi 4 hal yaitu : 61 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu; 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang(-orang) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat; 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; Wewenang tersebut diatas diterapkan dalam proses pembuatan akta notaris, sebagai berikut: 1. Tahapan Awal : Notaris pertama-tama harus dapat menilai penghadap/pihak apakah penghadap/pihak cakap dan berwenang serta tidak termasuk yang dilarang oleh hukum yang berlaku; 62 2. Tahapan Kedua : Pihak-pihak yang berkepentingan mengutarakan maksud dan tujuannya.notaris harus mampu melihat masud dan tujuan pihak(-pihak) tersebut membuat akta serta perbuatan hukum ini atas dasar kesepakatan yang tulus bukan ada unsur keterpaksaan, sebagaimana tertulis dalam pasal 1321 BW; 63 3. Tahapan Ketiga : apabila maksud dan tujuan pembuatan akta tidak melanggar hukum, ideologi, adat istiadat, budaya maka akan ditindak lanjuti dengan meminta kelengkapan data/dokumen baik asli maupun fotocopy yang harus dilengkapi penghadap/pihak untuk diteliti kebenarannya. 64 61 G.H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Dalam : Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2009 (selanjutnya disebut Habib Adjie 2), h. 54 60; 62 A.A. Andi Prajitno, Op. Cit, h.56; 63 Ibid, h.57; 64 Ibid;

77 4. Tahapan Kempat : setelah pihak mengerti dan memahami keterangan dari notaris dan menyatakan setuju atau semupakat, maka dengan segera notaris menyiapkan minuta aktanya, memerlukan waktu yang lamanya tergantung pada situasi dan kondisi bisa sesaat kemudian juga bisa beberapa hari; 65 5. Tahapan Kelima : minuta akta siap, dihadapan pihak dan saksi-saksi dibacakan, diterangkan sekali lagi, kemungkinan ada pembetulan dari pihak/penghadap. Setelah penghadap/pihak menerima, mengetahui, mengerti, memahami dan setuju atas apa yang direlatir dalam minuta akta oleh notaris maka dengan segera minuta akta itu diparaf/dibubuhi cap empujari tangan bila ada perbaikan (renvoi) dan ditandatangani/dibubuhi cap empujari tangan berturut-turut oleh pihak/penghadap, saksi-saksi dan terakhir notaris. 66 Kewenangan notaris mengenai orang untuk kepentingan siapa akta dibuat berkaitan dengan kecakapan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk membuat suatu perbuatan hukum diatur dalam pasal 1330 BW yaitu selain: 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; Kewenangan notaris mengani tempat dimana akta dibuat, berkaitan dengan wilayah jabatan (domisili) seorang notaris. Domisili notaris diatur dalam pasal 18 UUJN yaitu: 1. Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota; 2. Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Lebih lanjut diatur dalam pasal 19 UUJN bahwa notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya dan seorang notaris tidak berwenang secara 65 Ibid, h.58; 66 Ibid;

78 teratur menjalankan jabatannya di luar tempat kedudukannya. Dari aturan-aturan tersebut dapat disimpulkan bahwa notaris berwenang membuat akta selama masih dalam propinsi wilayah jabatannya, namun pembuatan akta yang sedemikian rupa tidak boleh dilakukan secara teratur dan terus menerus. Berkaitan dengan kewenangan-kewenangan tersebut diatas, Notaris wajib memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dikenal asasasas sebagai berikut: 67 a. Asas persamaan; b. Asas kepercayaan; c. Asas kepastian hukum; d. Asas kecermatan; e. Asas pemberian alasan (motivasi); f. Larangan detournement de pouvoir (penyalahgunaan wewenang); g. Larangan bertindak sewenang-wenang; Selain asas tersebut diatas, untuk kepentingan pelaksanaan tugas jabatan Notaris, ditambah dengan Asas Proporsionalitas dan Asas Profesionalitas. 68 Asas proporsionalitas dan Asas Profesionalitas terkandung dalam ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Dalam asas proporsionalitas, Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta 67 Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, h.270; 68 Habib Adjie 2, Op. Cit, h.75;

79 notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk akta notaris. 69 Sedangkan asas profesionalitas mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, berdasarkan UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. 70 Dalam hal seorang notaris lalai menjalankan kewenangannya, maka notaris tersebut dapat dikenai sanksi. Sanksi yang dapat dikenakan pada seorang notaris yang lalai dalam menjalankan kewenangannya dapat berupa : 1. Sanksi Administratif 2. Sanksi Pidana 3. Sanksi Perdata 3.2.1 Sanksi Administratif Sanksi administratif diberikan kepada notaris yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan/atau UUJN. Pemberian sanksi administratif ini hanya berkaitan dengan jabatan sebagai notaris saja, tidak berdampak kepada kehidupan pribadi seorang notaris. berdasarkan pasal 85 UUJN ada 5 sanksi administratif yaitu: 71 a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pemberhentian sementara; d. Pemberhentian dengan hormat; e. Pemberhentian tidak hormat; 69 Ibid, h.81; 70 Ibid; 71 Habib Adjie 1, Op. Cit, h.213;

80 Sanksi berupa teguran biasanya diberikan kepada notaris yang melakukan pelanggaran ringan. Teguran ini diberikan untuk mengingatkan notaris akan aturan yang ada pada kode etik maupun UUJN. Biasanya teguran dilakukan sebanyak 3 kali sebelum diberikan sanksi administrasi lainnya. Pada sanksi administratif berupa pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam pasal 9 UUJN dinyatakan bahwa notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya apabila notaris tersebut dalam proses pailit, lebih lanjut diatur dalam pasal 12 UUJN bahwa notaris yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diberhentikan secara tidak hormat. Sebelum diberhentikan dari jabatannya dikarenakan alasan tersebut diatas, notaris diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan dimuka dewan etik. Pemberhentian notaris yang dikarenakan adanya putusan pailit bertentangan dengan dasar dalam kepailitan, mengingat kepailitan seharusnya hanya berkaitan dengan hak keperdataan seseorang yaitu berkaitan dengan perbuatan pengurusan dan pemilikan harta kekayaan bukan pada profesi seseorang. Selain karena adanya putusan pailit, seorang notaris juga diberhentikan secara tidak hormat apabila telah ada putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang menyatakan seorang notaris terbukti melakukan tindakan pidana dengan hukuman pidana penjara 5 tahun atau lebih.

81 Dalam pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 jenis sanksi, jika notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lain, yaitu: 72 1. Akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai surat dibawah tangan; dan, 2. Akta notaris menjadi batal demi hukum. Batasan akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai surat dibawah tangan sebelum diatur dalam pasal 1869 BW, dimana dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa suatu akta tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, memmpunyai kekuatan dibawah tangan bila ditandatangani para pihak. Setelah berlakunya UUJN, aturan mengenai batasan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai surat dibawah tangan tersebut diatur dengan lebih rinci. Ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini mencantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh notaris, sehingga akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, yaitu: 73 1. Melanggar ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf i UUJN, yaitu tidak membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; 2. Melanggar ketentuan pasal 16 ayat 7 dan ayat 8 UUJN yaitu, jika notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta; dan, 72 Habib Adjie 1, Op. Cit, h.205; 73 Ibid, h.207;

82 3. Melanggar ketentuan pasal 41 dengan menunjuk kepada pasal 39 UUJN dan pasal 40 UUJN yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan: a. Pasal 39 bahwa: i. Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum; ii. Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 penghadap lainnya. b. Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 orag saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas atau kebawah tanpa derajat pembatasan derajat dan garis kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan notaris atau para pihak; c. Melanggar ketentuan pasal 52 yaitu, membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, ataupun dengan perantaraan kuasa. Sanksi berupa penurunan kekuatan pembuktian akta notaris ini lebih mengacu kepada kesalahan mengenai wilayah jabatan dan prosedur pembuatan akta seperti struktur akta. Akta notaris batal demi hukum apabila tidak memenuhi syarat-syarat objektif suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 BW mengenai keabsahan perjanjian yaitu syarat ketiga dan keempat. 3.2.2 Sanksi Pidana Sanksi pidana sebagaimana diatur dalam KUHP yang berkaitan dengan jabatan notaris antara lain sebagaimana diatur dalam pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP

83 mengenai penyertaan, pasal 216 KUHP mengenai penguasaan umum, dan pasal 263 KUHP dan 264 KUHP mengenai pemalsuan surat. Dalam pasal 55 KUHP, yang dimaksud dengan penyertaanyaitu turut melakukan tindakan pidana, turut melakukan disini dibedakan menjadi 4 katagori yaitu : 1. Orang yang melakukan/pelaku (daders) Makna yang melakukan disini yaitu : 74 a. setiap orang yang melakukan sendiri suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang; b. Setiap orang yang melakukan sendiri suatu perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang.. 2. Orang yang menyuruh melakukan (middelijke daderschap); Menurut Satochid Kartanegara dalam buku Kumpulan Kuliah dan Pendapat Para Ahli Hukum terkemuka, makna dari yang menyuruh melakukan yaitu seseorang yang berkehendak untuk melakukan sesuatu tindak pidana, tidak melakukannya sendiri akan tetapi menyuruh orang lain yang melakukannya. 75 3. Orang yang turut melakukan; Keadaan ini terjadi manakala beberapa orang beberapa orang bersama-sama melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana.patut dicatat di sini bahwa niat atau kehendak atau rencana secara bersama-sama untuk melakukan tindak pidana, tidak mutlak harus ditentukan sebelum tindakan pidana tersebut dilakukan. 76 4. Orang yang memberi upah, janji-jani, dan sebagainya untuk membujuk (uitlokking) orang lain melakukan tindakan pidana. Syarat suatu tindak pidana masuk katagori pembujukan (uitlokking) yaitu: 77 74 Didik Endro Purwoleksono, Hukum Pidana, Airlangga University Press (AUP), Surabaya, 2014, h.59; 75 Ibid; 76 Ibid, h.60; 77 Ibid, h.60-61;

84 a. Harus ada orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana; b. Harus digunakan ikhtiar-ikhtiar yaitu: 1) Pemberian-pemberian, misalnya uang, barang; 2) Janji-janji, misalnya kenaikan pangkat, sejumlah uang; 3) Menyalahgunakan kekuasaan; 4) Menyalahgunakan kedudukan; 5) Kekerasan; 6) Ancaman; 7) Muslihat; 8) Memberi kesempatan, sarana atau penerangan (keterangan). c. Harus ada orang lain yang juga dapat digerakan dengan ikhtiar tersebut; d. Orang tersebut harus melakukan tindak pidana sebagaimana digerakan atau dibujuk. Sedangkan yang dimaksud penyertaan sebagaimana diatur dalam pasal 56 KUHP yaitu membantu melakukan. Membantu melakukan disini dapat dilakukan dengan cara membantu melakukan kejahatan atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan untuk melakukan tindakan kerjahatan tersebut. Pengenaan pasal 216 KUHP mengenai penguasaan umum dapat dikenakan berhubungan dengan tugas dan wewenang notaris untuk menyimpan minuta akta. Dalam hal terjadi suatu tindak pidana yang berkaitan dengan akta notaris, maka kepolisian dapat menjadikan suatu minuta akta sebagai barang bukti. Apabila notaris yang bersangkutan tidak mau memberikan minuta tersebut maka kepolisian dapat mengenakan pasal 216 KUHP pada notaris tersebut. Namun harus diingat bahwa seorang notaris juga memiliki tugas untuk menyimpan minuta akta, sehingga apabila notaris memberikan minuta akta untuk menjadi barang bukti kepolisian, maka notaris tersebut telah melanggar tugas jabatannya. Untuk itu disarankan agar notaris hanya

85 memberikan fotokopi minuta saja apabila kepolisian meminta, hal ini untuk menghindari notaris dari pelanggaran pasal 216 KUHP maupun UUJN. Pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP maupun pasal 264 KUHP dapat dilakukan dengan cara mengubah sebagian isi dari surat maupun mengubah seluruh isi surat. Surat-surat yang dapat dipalsukan adalah surat yang dapat menimbulkan hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal, sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP. Dalam pasal 264 KUHP, pemalsuan surat lebih ditekankan mengenai pemalsuan surat yang berbentuk akta otentik, surat hutang, surat sero, talon, maupun surat kredit. Pengenaan pasal 263 dan pasal 264 KUHP ini dapat dikaitkan dengan tugas dan wewenang notaris untuk membuat suatu akta otentik. Dalam membuat akta otentik tersebut, seorang notaris harus melihat kelengkapan dokumen-dokumen pendukung yang diperlukan, apabila notaris membuat suatu akta tanpa adanya dokumen pendukung yang diperlukan maka notaris tersebut dapat dikenakan pemalsuan akta otentik. Dalam prakteknya, pasal 264 KUHP ini sering dikaitkan dengan pasal 56 KUHP. Selain tindakan-tindakan diatas, seringkali seorang notaris terkena sanksi pidana berkaitan dengan perpajakan, mengingat adanya tugas dan kewenangan notaris dalam hal penyetoran pajak misalnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

86 3.2.3 Sanksi Perdata Sanksi perdata sebagai bentuk pertanggung jawaban notaris mengacu pada pengaturan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 BW. Dalam pasal 1365 BW tersebut dijelaskan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, menimbulkan kewajiban bagi orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut. Lebih lanjut dalam pasal 1366 BW dijelaskan bahwa pertanggung jawaban sebagaimana dimaksud pasal 1365 BW tersebut tidak hanya terbatas pada kerugian yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan melainkan juga atas kerugian yang timbul disebabkan kelalaiannya Dalam menentukan perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, diperlukan 4 syarat: 78 1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; 2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain 3. Bertentangan dengan kesusilaan; 4. Bertentangan dengan kepatutuan, ketelitian dan kehati-hatian; Terdapat 2 pandangan mengenai penentuan suatu perbuatan dianggap melawan hukum atau tidak, yaitu : 1. Apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang, maka di situ ada kekeliruan. Letak melawan hukumnya perbuatan sudah ternyata dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang, kecuali jika termasuk pengecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang pula. Bagi mereka ini melawan hukum berarti melawan undang-undang, sebab hukum adalah undang-undang, Pendirian demikian dinamakan pendirian yang formal. 79 78 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, h. 117; 79 Moeljatno, Asas-asas hukum pidana (cetakan ketujuh),rineka Cipta. Jakarta, 2002, h.130;

87 2. Belum tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan undangundang bersifat melawan hukum. Bagi mereka ini yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang (hukum yang tertulis) ada pula hukum yang tidak tertulis, yaitu norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendirian yang demikian dinamakan pendirian yang materiel. 80 Perbedaan antara pandangan yang formil dan pandangan yang materiil adalah: 1. Pandangan Materiil mengakui adanya pengecualian /penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis; sedangkan pandangan yang formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang; 81 2. Pandangan materiil sifat melawan hukumnya adalah unsur mutlak dari tiaptiap perbuatan-perbuatan pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut tidak; sedangkan bagi pandangan formal, sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana. Hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi unsur delik. 82 Suatu perbuatan melawan hukum dapat berupa perbuatan pidana maupun perbuatan yang bersifat perdata. Untuk menentukan suatu perbuatan melawan hukum termasuk dalam perbuatan pidana atau perdata, Munir Fuadi berpendapat : Yang membedakan antara perbuatan (melawan hukum) pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping mungkin juga ada kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hukum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja. 83 3.2.4 Tanggung Jawab Notaris Pembuat Akta Dalam hal seorang notaris membuat suatu akta peralihan hak atas harta pailit yang tidak didahului oleh lelang, maka notaris tersebut dapat dikenai sanksi administrasi, 80 Ibid, h. 130-131; 81 Ibid, h. 134; 82 Ibid; 83 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, h. 22;

88 sanksi perdata dan sanksi pidana. Apabila notaris tersebut membuat akta peralihan dikarenakan adanya suatu kelalaian maka notaris tersebut hanya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa teguran dan dinyatakannya batal demi hukum/dapat dibatalkannya perjanjian peralihan tersebut dan notaris tersebut juga dapat dimintai sanksi perdata berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul dari kelalaiannya tersebut oleh pihak yang dirugikan. Sedangkan apabila notaris tersebut membuat akta peralihan dikarenakan adanya niat untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain dengan cara bekerjasama dengan kurator, maka notaris tersebut dapat dikenai sanksi administrasi berupa pemberhentian dan dinyatakannya batal demi hukum/dapat dibatalkannya perjanjian peralihan, sanksi perdata berupa ganti rugi atas kerugian yang timbul, dan sanksi pidana. Sanksi administrasi berupa pemberhentian dapat dilakukan bilamana notaris tersebut telah terbukti melakukan tindakan pidana melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada notaris dapat berupa penyertaan maupun pemalsuan isi surat otentik.