A. Minyak Sawit Bab II Tinjauan Pustaka Minyak sawit berasal dari mesokarp kelapa sawit. Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleatlinoleat. Minyak sawit tersusun dari unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri atas asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat (4,5%). Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tak jenuh yang terdiri atas asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%) (Mangoensoekarjo & Semangun, 2005). Minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati yang lain, di antaranya adalah adanya kandungan komponenkomponen minor antara lain karotenoid dan tokoferol. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 400 700 ppm dan tokoferol (vitamin E) berkisar antara 500 700 ppm. Kandungan karotenoid yang cukup tinggi dalam minyak sawit dapat dijadikan nilailebih untuk produk lanjutan dari pengolahan minyak 7
sawit (Siregar, 2009). Minyak sawit dan produkproduknya memiliki ketahanan yang baik terhadap oksidasi dan panas pada suhu tinggi yang terus-menerus karena minyak sawit juga mengandung tokoferol (Aziz, 2006). Namun kandungan tokoferol pada minyak sawit tergantung dari kehati-hatian perlakuan dalam pengolahan yaitu minyak yang berkadar asam lemak bebasnya tinggi biasanya kadar tokoferolnya lebih rendah (Mangoensoekarjo & Semangun, 2005). Warna minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karotenoid dalam minyak tersebut. Karotenoid dikenal sebagai sumber vitamin A, pada umumnya terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning, termasuk kelapa sawit, tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu, para produsen berusaha untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan ialah dengan menggunakan tanah pemucat. Tanah pemucat merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida, dan besi oksida. Daya pemucat tanah pemucat disebabkan karena ion Al 3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam tanah pemucat. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasinya dengan air telah 8
hilang sehingga mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna (Serlahwaty, 2007). Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena jika kadar asam lemak bebasnya tinggi, maka akan timbul bau tengik di samping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan naiknya kadar asam lemak bebas dalam CPO adalah kadar air dalam CPO dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam CPO. Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas karena air pada CPO dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan enzim lipase dalam CPO tersebut. B. Karotenoid Karotenoid adalah kelompok pigmen fotosintesis yang memberi keanekaragaman warna. Pigmen-pigmen ini bertanggung jawab terhadap warna jingga sampai merah yang sering muncul pada akar, daun, bunga, maupun buah. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik (Gambar 1) yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprene (Gross, 1991), dan kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi (Anon., 2010). 9
H 3 C H 3 C H 3 C Beta-Karoten Gambar 1. Struktur kimia karotenoid ( -karoten). Karotenoid menimbulkan warna jingga tua pada CPO, disebabkan karena ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid yang menunjukkan bahwa adanya gugus kromofor yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka semakin pekat warna karotenoid pada CPO. Karotenoid larut dalam asam lemak, minyak, lemak dan pelarut minyak serta pelarut lemak, tetapi tidak larut dalam air. Karotenoid harus disimpan dalam ruang gelap dan dalam ruangan vakum pada suhu - 20 0 C. Karotenoid dapat dihilangkan dengan proses adsorpsi dengan tanah pemucat. Fraksi karotenoid yang paling berpengaruh dalam CPO adalah -karoten. Pigmen ini juga tidak stabil terhadap pemanasan. C. Karotenoid sebagai Prekursor Vitamin A Salah satu fungsi karotenoid adalah berperan sebagai prekursor vitamin A (Gross, 1991). -karoten merupakan salah satu karotenoid yang mempunyai cincin pada kedua sisi struktur molekulnya yang 10
berarti bahwa mampu menghasilkan provitamin A lebih banyak dari jenis karotenoid lainnya. Buah kelapa sawit adalah salah satu buah yang mengandung pigmen -karoten 54% lebih banyak dari -karoten (Mustafa et al., 2011) sehingga mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin A. -karoten buah sawit merupakan provitamin A yang sangat mudah diserap sel mukosa saluran percernaan manusia, kemudian diubah menjadi vitamin A atau retinol (Gambar 2) dengan potensi konversi sebesar 98% (Mukherjee & Mitra, 2009). OH Retinol Gambar 2. Struktur kimia retinol (provitamin A). Vitamin A adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia dan diperlukan dalam jumlah terbatas. Vitamin A mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu dalam proses penglihatan, pertumbuhan, dan reproduksi, melindungi sel dan jaringan dari efek merusak radikal bebas yang berpeluang untuk mendatangkan penyakit degeneratif (Mukherjee & Mitra, 2009). Kekurangan Vitamin A (KVA) menyebabkan kegagalan dalam fungsi sistemik, yang dicirikan dengan 11
kelainan perkembangan janin, anemia, dan lemahnya fungsi imun. KVA juga dapat menyebabkan keratinisasi pada membran mukosa yang melapisi saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran urinari, kulit dan epitelium pada mata (Mahan & Stump, 2004 dalam Widhiastuti, 2011). D. Stabilitas Biopigmen Buah Kelapa Sawit Pemanasan terbukti mempengaruhi sifat fisik, kimia dan berbagai macam komponen yang terdapat di dalam minyak sawit, seperti karotenoid, tokoferol, senyawa polar, kekentalan, dan bilangan peroksida. Selama pemanasan warna minyak sawit berubah dari merah jingga menjadi kuning muda yang menunjukkan terjadinya degradasi karoten. Semakin tinggi suhu dan semakin lama pemanasan, semakin pucat pula warna minyak. Isomerisasi karoten dari bentuk trans menjadi cis menyebabkan terjadinya penurunan intensitas warna karoten. Warna karoten mulai menghilang jika sudah terbentuk produk-produk degradasi oksidatif seperti turunan-turunan epoksidanya (Nienaber et al., 1996). Sama halnya dengan faktor cahaya yang dipaparkan pada karotenoid meyebabkan penurunan warna sebagai indikasinya. Sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang merupakan kromofor menyerap cahaya yang memberikan warna yang menarik dan suatu dasar untuk mengidentifikasinya. Kehilangan atau 12
perubahan warna selama analisis memberikan indikasi langsung degradasi atau modifikasi struktural (Rodriguez-Amaya, 2001). E. Pengolahan Minyak Sawit Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil sampingannya (Chuango, 2010). Dalam pengolahan TBS untuk menghasilkan minyak sawit, TBS hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut (Mangoensoekarjo & Semangun, 2005). TBS yang telah dimasukkan ke dalam lori selanjutnya direbus di dalam ketel rebus (sterilizer). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 90 menit, atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 0 C (Naibaho, 1996). Penebahan bertujuan untuk melepaskan buah dan kelopak dari tandan yang sudah direbus. Keberhasilan penebahan juga tergantung pada proses perebusan (Mangoensoekarjo & Semangun, 2005). Brondolan yang telah ditebah diangkut ke bagian pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses 13
pencacahan brondolan yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buahnya (Naibaho, 1996). Brondolan yang telah mengalami pencacahan kemudian diperas minyaknya sebanyak mungkin dari massa remasan, sehingga diharapkan bahwa kehilangan minyak dari massa remasan sekecilkecilnya (Mangoensoekarjo & Semangun, 2005). Pemurnian dilakukan untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran-kotoran seperti padatan (solid), lumpur (sludge) dan air (Basiron, 2005 dalam Ayustaningwarno, 2010) kemudian minyak kasar dikeringkan yang dapat dilakukan dengan panas dalam udara terbuka, pemanasan dalam ruangan tertutup dan dalam ruangan hampa. Mekanisme pemanasan minyak dapat mempengaruhi mutu minyak, dapat diketahui dari hasil pengeringan yaitu kadar air 0% jika pengeringan sempurna, dan nilai DOBI (Deteration of Bleachability Index) yang rendah sehingga menggambarkan tingkat kerusakan minyak dalam proses pengolahan seperti oksidasi, kegosongan, dan perombakan karoten (Naibaho, 1996). 14