HASIL PENILAIAN ECO-DEGREE (Studi Kasus: Banten Waterfront City)

dokumen-dokumen yang mirip
Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Pusat Litbang Permukiman Kementrian Pekerjaan Umum 2012

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING)

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III BAHAN DAN METODE

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Capaian Pada Tahun Awal Perencan aan. Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output)

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, semua

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

BAB 5 RTRW KABUPATEN

ANALISA WILAYAH PERENCANAAN IKK NGIMBANG

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

Laporan Kemajuan INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA MODEL PERMUKIMAN BERBASIS EC0-SETTLEMENTS

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

Gambar 2. Lokasi Studi

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

RAPAT KOORDINASI TEKNIS

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

Jarak tangki septik ke sumber air bersih 10 m, ke bangunan 1,5 m. Ada bidang resapan. Ada jaringan pipa air limbah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Program dan Kegiatan Strategis

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

Transkripsi:

HASIL PENILAIAN ECO-DEGREE (Studi Kasus: Banten Waterfront City) A. PEMILIHAN LOKASI Lokasi terpilih untuk penilaian eco-degree yaitu Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi penilaian didasarkan pada hasil survey yang telah dilakukan pada tanggal 27 31 Maret 2012, bahwa lokasi yang tersebut telah memenuhi beberapa parameter penilaian awal sebagai berikut (modifikasi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2008): - Kawasan permukiman berada di kawasan perkotaan; - Merupakan wilayah permukiman yang berada di tepi air (sungai, waduk, laut, dan sebagainya); - Aktivitas penduduk menimbulkan pencemaran ke badan air; - Fungsi kawasan dominan sebagai wilayah permukiman; - Masyarakat memanfaatkan sungai untuk keperluan domestik; - Kondisi masyarakat yang kondusif (bukan daerah konflik) dan merupakan masyarakat golongan menengah kebawah; Selain itu, terdapat calon mitra kerjasama yaitu Pemerintah Provinsi Banten, Ditjen Cipta Karya, dan Banten Creative Community yang telah dan sedang merencanakan Banten Waterfront City pada lokasi yang sama. Oleh karena itu, lokasi perencanaan awal Banten Waterfront City dijadikan sebagai studi kasus dalam penerapan model permukiman berbasis eco-settlements melalui penilaian eco-degree. B. LINGKUP LOKASI PENILAIAN Wilayah studi untuk penerapan konsep Banten Waterfront City terletak di Kota Serang khususnya Kecamatan Kasemen mulai dari jalan Toll Jakarta Merak di sebelah Selatan sampai dengan pesisir pantai di sebelah Utara. Akan tetapi untuk pelaksanaan penilaian eco-degree dilakukan pada wilayah perencanaan pada Studi Awal Rencana Pembangunan Waterfront City Provinsi Banten yaitu Kecamatan Kasemen dengan fokus pada kawasan sekitar Banten Lama dengan luas kawasan ±49 km 2 dan berfungsi perkotaan. Untuk lebih jelas mengenai lingkup kawasan dapat dilihat pada Gambar 1. 1

Lingkup Lokasi Penilaian Lingkup Banten Waterfront City Gambar 1. Lingkup Lokasi Penilaian (Sumber: Pemprov Banten, 2008) C. TATA CARA PENILAIAN ECO-DEGREE (E) Tata cara penilaian didasarkan pada hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman tahun 2011 yaitu kerangka penilaian eco-degree permukiman perdesaan di hulu DAS. Digunakan instrumen tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk permukiman dengan karakteristik kota dan tidak berada di hulu DAS. Walaupun lokasi penilaian berada berdekatan dengan sumber air/tepi air, tapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan permukiman perdesaan di hulu DAS. Tata cara penilaian eco-degree melalui beberapa tahapan sebagai berikut: a. Pelaksanaan survei primer dan sekunder berdasarkan kebutuhan data untuk setiap parameter penilaian; b. Pembobotan nilai dengan berdasarkan pada skala Likert untuk setiap parameter (lihat Tabel 1 sampai dengan Tabel 4); 2

Tabel 1. Parameter Penilaian Aspek Biofisik Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan Standar Tata Guna Lahan Tutupan vegetasi IPL: Indeks Penutupan lahan Kesesuaian lahan KP: indeks kesesuaian lahan Air Kualitas Air Bersih Baku mutu (warna, kekeruhan, TDS, ph, sulfat, Nitrat sebagai N. E-coli, total bakteri coliform) Kualitas Air Limbah Baku mutu (ph, TSS, BOD, minyak, dan lemak) Kuantitas Air Baku Indeks Penggunaan Air (IPA) 5 =IPL 75% baik 3= 30 IPL<75% 1= IPL < 30% 5= KP 12-15 3= KP 7-11 1= KP 3-7 5=terpenuhi 1=tidak terpenuhi 5=terpenuhi 1=tidak terpenuhi 5=IPA<0.3 4=0.3 IPA<0.5 3=0.5 IPA<0.8 2=0.8 IPA<1.0 1=IPA 1.0 Surface Run off Koefisien run off (R) 5= R< 10% 4=10 R<20 % 3=20 R<30 % 2=40 R<50% 1= 50% Udara Kualitas Udara Baku mutu (TSP debu, PM 10, SO 2, NO 2, Hidrokarbon -HC) 5=terpenuhi 1=tidak terpenuhi Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai No. P.04/V-SET/2009 Permen PU No. 41/PRT/M/2007 mengenai Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya Kep.MenKes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Kep. MenLH No. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik Paimin, et al., 2006 The Federal Interagency Stream Restoration Working Group, 1998 PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 3

Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan Standar Tanah Tingkat erodibilitas IE: Indeks Erosi 5=0 K <0.10 USDA Soil Conservation berdasarkan kelas erosi 4=0.11 K < 0.20 service USDA-Soil Conservation 3=0.21 K <.0.32 Service 2=0.33 K < 0.43 1=K 0.43 Jenis Tanah 5=Alluvial, tanah Glei, Planosol, Paimin, et al., 2006 Hidromorf, laterik 4=Latosol 3=Brown forest soil, non calcic, brown, mediteran 2=Andosol, laterit, grumosol, podsol, podsolik 1=Regosol, litosol, organosol, renzina Perumahan Sarana prasarana Kuantitas sarana prasana air minum Kuantitas sarana prasarana sanitasi SNI 03-1733-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan dan jastifikasi tim Kualitas sarana prasarana air minum Kualitas sarana prasarana Kepadatan bangunan sanitasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Pola Permukiman 5=KDB 10 % 4=10< KDB 25% 3=25< KDB 50% 2=50< KDB 75% 1=75< KDB 100 5=Menyebar 1=Mengelompok The Federal Interagency Stream Restoration Working Group, 1998 Asdak, 2011 4

Tabel 2. Parameter Penilaian Aspek Sosial Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan standar Perilaku masyarakat Partisipasi masyarakat % kehadiran dalam kegiatan bersama terkait dengan kelestarian lingkungan hulu DAS (P) 5=P> 70% 3=40% P<70% 1=P< 40% Kegiatan mandiri masyarakat yang terkait dengan kelestarian lingkungan hulu DAS Kapasitas Masyarakat Tingkat pendidikan Jumlah masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan (>75%) Edukasi Jumlah program pelatihan (informal) bagi masyarakat terkait pemeliharaan kelestarian hulu DAS 5=lulus D1 atau lebih tinggi 4=lulus SMA atau sederajat 3=lulus SMP atau sederajat 2=lulus SD atau sederajat 1=tidak lulus SD Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai No. P.04/V-SET/2009 Tarigan, 2006 Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2000 Mata pencaharian Jumlah mata pencaharian petani dan perkebunan (M) 5=M< 50% 3=50 M<75 % 1=M 75% Jastifikasi tim 5

Tabel 3. Parameter Penilaian Aspek Ekonomi Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan Standar Tingkat pendapatan Pendapatan per kapita/tahun masyarakat (R) Kondisi ekonomi masyarakat Potensi lokal yang mendukung kelestarian lingkungan Hasil kehutanan/pertanian/perkebu nan 5=R>UMK 3=R=UMK 1=R< UMK 5=Ya 1=Tidak Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai No. P.04/V-SET/2009 Jastifikasi tim Tabel 4. Parameter Penilaian Aspek Institusi Subkriteria Atribut Parameter Standar dan Rating Acuan standar Sistem kelembagaan Kelembagaan formal Program terpadu dalam Paimin, et al., 2006 upaya pelestarian hulu DAS Jumlah program terealisasi 5=90% < F 100% Jastifikasi tim terkait dengan upaya 3=70%< F 90% pelestarian hulu DAS (F) 1=F 70% Kelembagaan informal Program dari masyarakat dalam upaya pelestarian hulu DAS Jumlah program terealisasi terkait dengan upaya pelestarian hulu DAS (I) Jumlah lembaga kemasyarakatan terkait upaya pelestarian hulu DAS 5=90% <I 100% 3=70%< I 90% 1=I 70% Jastifikasi tim Jastifikasi tim Paimin, et al., 2006 6

c. Perhitungan nilai E Untuk menghitung nilai E suatu kawasan yang dievaluasi digunakan Persamaan 1. Ri E = Si max R i [ 1, 5] (1) 5 N i= 1 dengan E= tingkat ke-eko-an, R i =rating untuk atribut ke-i yang dinyatakan dalam Skala Likert 1-5, S imax =skor maksimum yang mungkin dicapai untuk atribut i (Tabel 5). Tabel 5. Ketentuan Penilaian E Subkriteria Bobot Maksimum Atribut Bobot Maksimum Tata guna lahan 16,00 Tutupan vegetasi 8,00 Kesesuaian lahan 8,00 Air 13,00 Kualitas Air Minum 5,00 Kualitas Air Limbah 2,00 Kuantitas Air Baku 3,50 Surface Run off 2,50 Tanah 10,00 Erodibilitas 7,50 Jenis Tanah 2,50 Udara 6,50 Kualitas udara 6,50 Perumahan 6,50 Sarana prasarana 3,25 Kepadatan bangunan 3,25 Perilaku masyarakat 16,00 Partisipasi masyarakat 16,00 Kapasitas masyarakat 10,00 Tingkat pendidikan 3,33 Edukasi 3,33 Mata pencaharian 3,33 Kondisi ekonomi masyarakat 14,00 Tingkat pendapatan 7,00 Potensi lokal 7,00 Sistem kelembagaan 8,00 Kelembagaan formal 3,00 Kelembagaan informal 5,00 Total 100 100 Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2011 Kategorisasi kawasan permukiman berdasarkan nilai E dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kategorisasi Ke-eko-an Wilayah Kategori Eco Degree (E) Eco-settlements 75 < E 100 Semi Eco-settlements 50 < E 75 Tidak Eco-settlements 20 E 50 Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2011 Nilai E yang dihitung mencakup dua kondisi, yaitu: 1. Kondisi awal sebelum diterapkan konsep Banten Waterfront City dan penataan lainnya yang terkait, yang dinyatakan sebagai E baseline (E b ). 2. Prediksi nilai E (Eprediksi atau E p ) dengan adanya penerapan Banten Waterfront City. 7

D. HASIL PENILAIAN E baseline (E b ) Berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi terkait kondisi eksisting lokasi penilaian, maka dapat diperoleh data dasar lokasi lokasi studi yang terdapat pada Tabel 7. Data dasar tersebut digunakan sebagai dasar untuk menghitung nilai E. Berdasarkan Persamaan (1) dapat diperoleh nilai E b seperti yang terlihat pada Tabel 8. Tabel 7. Data Dasar Kondisi Lokasi Studi Atribut Parameter Kondisi Eksisting Rating Tutupan vegetasi Indeks Penutupan Lahan 50% 3 (modifikasi dengan luas kawasan hijau) Kesesuaian lahan Indeks Kesesuaian Lahan 7 3 Kualitas Air Minum Warna, kekeruhan, TDS, ph, sulfat, Nitrat >baku mutu 1 sebagai N. E-coli, total bakteri coliform (untuk nitrat dan e- coli) Kualitas Air Limbah ph, TSS, BOD, minyak, dan lemak >baku mutu 1 (TSS) Kuantitas Air Baku Indeks Penggunaan Air (IPA) Sulit air tetapi ada 2 PDAM Surface Run off Koefisien run off (Dilihat dari kepadatan 40% 2 Erodibilitas Jenis Tanah Kualitas udara bangunan) IE: Indeks Erosi berdasarkan kelas erosi USDA-Soil Conservation Service TSP debu, PM 10, SO 2, NO 2, Hidrokarbon HC Tidak ada data 4 (bukan daerah rawan longsor karena relatif datar) Regosol dan 3 Alluvial Tidak ada data 5 (tidak ada sumber pencemar berat) Tidak ada 1 Sarana prasarana Kualitas dan kuantitas (air minum dan sanitasi) Kepadatan bangunan Koefisien Dasar Bangunan 55% 2 Pola Permukiman Mengelompok 1 Partisipasi masyarakat % Kehadiran dlm kegiatan bersama Belum ada 1 partisipasi Kegiatan bersama terkait kelestarian Tidak 1 sungai Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan formal (mayoritas) SD dan SMP 2,5 Edukasi Pelaksanaan pelatihan (informal) Tidak 1 Mata pencaharian Mayoritas petani/berkebun >75% (petani lahan 1 basah dan nelayan) Potensi lokal yang Ada (perikanan) 5 mendukung kelestarian hulu DAS Kelembagaan formal Jumlah program Ada 5 Realisasi program Tidak 1 Kelembagaan informal Jumlah lembaga kemasyarakatan Tidak 1 Program mandiri masyarakat Tidak 1 Realisasi program Tidak 1 8

Tabel 8. Hasil Perhitungan Nilai E b Atribut Rating Skor Skor Maksimum Tutupan vegetasi 3 4,80 8,00 Kesesuaian lahan 3 4,80 8,00 Kualitas Air Minum 1 1,00 5,00 Kualitas Air Limbah 1 0,40 2,00 Kuantitas Air Baku 2 1,40 3,50 Surface Run off 2 1,00 2,50 Erodibilitas 4 6,00 7,50 Jenis Tanah 3 1,50 2,50 Kualitas udara 5 6,50 6,50 Sarana prasarana 1 0,65 3,25 Kepadatan bangunan 1,5 1,00 3,25 Partisipasi masyarakat 1 3,20 16,00 Tingkat pendidikan 2,5 1,67 3,33 Edukasi 1 0,67 3,33 Mata pencaharian 1 0,67 3,33 Tingkat pendapatan 1 1,40 7,00 Potensi lokal 5 7,00 7,00 Kelembagaan formal 3 1,80 3,00 Kelembagaan informal 1 1,00 5,00 Nilai E total 46,46 100,00 Sebagaimana tersaji, nilai E baseline (E b ) adalah 46,46 dari skor maksimum 100. Berdasarkan kategorisasi ke-eko-an wilayah (Tabel 6) dapat disimpulkan lokasi studi termasuk kawasan yang tidak eco-settlements. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan. Program pemerintah yang terkait dengan penataan di lokasi studi yaitu Banten Waterfront City. Untuk mengetahui efektifitas dari penerapan program tersebut, maka diperlukan skenario peningkatan nilai E yaitu melalui perhitungan nilai E prediksi (E p ) dan nilai E real (E r ). Program Banten Waterfront City akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2025. Oleh karena itu, penentuan nilai E r tidak dapat dilakukan. Sebelum dilakukan penilaian E p, diperlukan penjelasan terlebih dahulu mengenai program Banten Waterfront City. E. PROGRAM BANTEN WATERFRONT CITY Program Banten Waterfront City akan dipaparkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam penilaian eco-degree. Hal tersebut diperlukan untuk memudahkan dalam penilaian E p. 1. Program terkait kriteria biofisik Tata Ruang / Konsepsi Banten Waterfront City merupakan sarana perbaikan lingkungan/ekosistem perairan pesisir yang ada dengan penanaman kembali pohon bakau di pesisir pantai, serta penghijauan lainnya di wilayah darat. Konservasi lingkungan pantai 9

dan penghijauan lingkungan berupa hutan bakau atau tanaman lainnya merupakan salah satu fungsi yang direncanakan dalam masterplan Banten Waterfront City agar tejadi keseimbangan antara manusia dan alam. Selain itu, berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Serang tahun 2011 khususnya pada koridor yang sama dengan lokasi Banten Waterfront City direncanakan penataan ruang terbuka hijau, yang terbagi atas RTH pasif dan RTH aktif (Gambar 2). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa komposisi ruang terbuka hijau dalam hal ini diartikan sebagai tutupan vegetasi akan bertambah dibandingkan dengan kondisi eksisting. Gambar 2. Rencana Penataan RTH di Koridor Karangantu (Sumber: RTBL Kota Serang, 2011) Terkait dengan pengembangan permukiman, terdapat beberapa arahan pengembangan sebagai berikut: Permukiman yang sudah mantap/stabil, dilakukan pemeliharaan terhadap perumahan dan sarana penunjangnya. Sedangkan pada beberapa lokasi yang belum tersedia sarana penunjang yang layak akan dilakukan perbaikan dan penyediaan sarana penunjang. KDB di lokasi permukiman maksimum 50% 10

Permukiman yang berada di sempadan rel kereta api/sempadan sungai dibatasi oleh greenbelt/rth. Penataan Banten waterfront City harus mampu menjaga baku mutu kualitas serta kebersihan air sungai agar konsepsi Waterfront City dapat mengakomodir unsur estetika, kesehatan lingkungan dan kenyamanan. 2. Program terkait kriteria sosial Program yang terkait dengan kriteria sosial yaitu peningkatan kapasitas masyarakat ditinjau dari tingkat pendidikan. Hal ini didasarkan pada tingkat pendidikan masyarakat setempat yang masih rendah (dominan SD SLTP). 3. Program terkait kriteria ekonomi Konsepsi Banten Waterfront City mengakomodir pengembangan ekonomi lokal nelayan, dan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang sebagian besar merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Selain pengembangan ekonomi lokal nelayan, juga dikembangkan sawah teknis yang sudah ada, guna meningkatkan pendapatan masyarakat serta menjaga keseimbangan ekosistem. 4. Program terkait kriteria kelembagaan Dalam penerapan Banten waterfront city diharapkan dapat membentuk jejaring koordinasi antar pemangku kepentingan yang terkait, sehingga dalam perencanaan maupun pelaksanaan serta pengawasan penerapan program dapat direalisasikan dengan baik. F. HASIL PENILAIAN E prediksi (E p ) Berdasarkan program yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat diperoleh perhitungan nilai E p sebagaimana tersaji pada Tabel 9. Perhitungan tersebut sebagian besar merupakan jastifikasi dikarenakan dokumen perencanaan tidak mencantumkan secara mendetail tolak ukur keberhasilan dari penerapan program yang telah disusun. Hal tersebut merupakan kesulitan dalam melakukan penilaian. 11

Tabel 9. Hasil Perhitungan Nilai E Prediksi (E p ) Atribut Rating Skor Baseline Prediksi Baseline Prediksi Skor Tutupan vegetasi 3 3 4,80 4,80 0,00 Kesesuaian lahan 3 5 4,80 8,00 0,00 Kualitas Air Minum 1 5 1,00 5,00 4,00 Kualitas Air Limbah 1 5 0,40 2,00 1,60 Kuantitas Air Baku 2 2 1,40 1,40 0,00 Surface Run off 2 2 1,00 1,00 0,00 Erodibilitas 4 4 6,00 6,00 0,00 Jenis Tanah 3 3 1,50 1,50 0,00 Kualitas udara 5 5 6,50 6,50 0,00 Sarana prasarana 1 5 0,65 3,25 2,60 Kepadatan bangunan 1,5 2 1,00 1,30 0,30 Partisipasi masyarakat 1 5 3,20 16,00 12,80 Tingkat pendidikan 2,5 3 1,67 2,00 0,33 Edukasi 1 1 0,67 0,67 0,00 Mata pencaharian 1 1 0,67 0,67 0,00 Tingkat pendapatan 1 5 1,40 7,00 5,60 Potensi lokal 5 5 7,00 7,00 0,00 Kelembagaan formal 3 5 1,80 3,00 1,20 Kelembagaan informal 1 1 1,00 1,00 0,00 Nilai E total 46,46 78,09 31,63 Berdasarkan Tabel 9, diprediksi bahwa dengan adanya Banten Waterfront City, maka nilai E akan meningkat sebesar 31,63 menjadi 78,09. Nilai tersebut menyatakan bahwa lokasi penilaian menjadi kawasan eco-settlements. Nilai E p masih memerlukan konfirmasi kepada pihak pemerintah daerah dikarenakan tolak ukur program yang disusun tidak mendetail sehingga penentuan prediksi banyak menggunakan asumsi berdasarkan pemaparan program yang disampaikan secara deskriptif dalam dokumen perencanaan. G. KESIMPULAN Lokasi penilaian yang dipilih merupakan kawasan tidak eco-settlements, dengan adanya penerapan Banten Waterfront city diprediksi akan meningkatkan nilai E kawasan sebesar 31,63 menjadi kawasan eco-settlements; Dalam melakukan penilaian dengan menggunakan instrumen kerangka penilaian ecodegree, dialami kesulitan dalam hal memperoleh data terkait masyarakat terutama partisipasi dan keberadaan kelembagaan informal. Akan tetapi berdasarkan survey instansional, instrumen tersebut masih memungkinkan untuk digunakan Dalam dokumen perencanaan belum mencantumkan tolak ukur yang jelas mengenai tingkat keberhasilan penerapan program, sehingga terjadi kesulitan dalam penentuan nilai E prediksi. 12