BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut (IMA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh nekrosis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian kohort selama 13 tahun di 3 wilayah di propinsi Jakarta ibukota

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

Informed Consent Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

Hubungan Kadar SGOT dengan Kadar Leukosit pada Pasien NSTEMI di ICCU RSD dr. Soebandi Jember

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infark miokard adalah nekrosis miokardial yang berkepanjangan yang

Novina Aryanti, dr., SpPK Departemen Patologi Klinik FK UWK- Surabaya 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

HS-CRP AS BIOMARKER OF CORONARY HEART DISEASE

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Hubungan Angka Neutrofil dengan Mortalitas Infark Miokard Akut. The Relationship between Neutrophil Count and Acute Myocardial Infarction Mortality

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UJI DIAGNOSTIK PLATELET LYMPHOCYTE RATIO DAN FIBRINOGEN PADA DIAGNOSIS TUMOR PADAT GANAS

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

Gambaran Kadar Troponin T dan Creatinin Kinase Myocardial Band pada Infark Miokard Akut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecepatan pertolongan pada pasien dengan kasus kegawat daruratan menjadi elemen penting dalam penanganan pasien

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Prevalensi chronic obstructive pulmonary disease (COPD) tahun 2015 di Asia Pasifik masih cukup tinggi yaitu

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN KEJADIAN INFARK MIOKARD AKUT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI BLU/RSUP PROF. DR. R.D.

HUBUNGAN JUMLAH LEUKOSIT TERHADAP KADAR TROPONIN I PADA PASIEN INFARK MIOKARD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

DAFTAR ISI. Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL... xiv

Hubungan antara Kadar Creatine Kinase-MB dengan Mortalitas Pasien Infark Miokard Akut Selama Perawatan di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) merupakan penyakit yang disebabkan oleh nekrosis iskemik miokard akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Penyakit ini merupakan salah satu dari spektrum klinis sindrom koroner akut (SKA). Data World Health Organization (WHO) tahun 2008 melaporkan bahwa penyakit IMA merupakan penyebab utama kematian di dunia yaitu sebesar 12,2%, sedangkan di Indonesia sebesar 14,1% pada tahun 2003 (Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2003). Payah jantung akut merupakan salah satu komplikasi tersering IMA. Risiko payah jantung akut telah dinilai saat penderita IMA masuk perawatan di rumah sakit (RS) sampai penderita dipulangkan. Beberapa klasifikasi telah divalidasi dalam menilai kejadian payah jantung akut pada penderita IMA (Nieminen et al., 2005) dan klasifikasi Killip merupakan salah satu yang banyak dipakai (Marcos et al., 2011). Proses inflamasi baik lokal maupun sistemik terbukti berperan pada setiap tahapan aterosklerosis, mulai dari pembentukan plak, ketidakstabilan plak, sampai terjadinya ruptur plak yang mengakibatkan trombosis (Pearson et al., 2003; Soehnlein, 2012). Infark miokard akut disebabkan oleh ketidakstabilan plak aterosklerotik sehingga penanda inflamasi dan ketidakstabilan plak berperan penting dalam diagnosis dan prognosis. Peningkatan konsentrasi penanda inflamasi berkaitan dengan prognosis yang buruk (Schaub et al., 2012). Identifikasi stratifikasi risiko yang cepat dan akurat pada penderita IMA sangat penting untuk menentukan terapi yang tepat. Proses inflamasi telah mendahului

kejadian ketidakstabilan plak, sedangkan penanda nekrosis miokard seperti mioglobin, troponin dan creatine kinase-mb (CKMB) baru meningkat 2-3 jam setelah onset nyeri dada. Penanda-penanda inflamasi dapat memberikan pengertian proses seluler yang terkait dengan ketidakstabilan plak dan pembentukan trombus sebelum terjadi nekrosis miokard. Pemeriksaan troponin merupakan penanda sensitif dan spesifik pada nekrosis miokard, namun penanda ini hanya memberikan informasi tentang ketidakstabilan plak (Altwegg et al., 2007). Kortisol merupakan hormon yang disekresi oleh korteks adrenal akibat adanya stres fisik maupun psikis. Reaksi stres akut yang terjadi pada IMA dapat menstimulasi hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis sehingga dapat meningkatkan kadar kortisol (Nito et al., 2004; Alwi, 2005). Peningkatan kadar kortisol ini akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Rhee dan Pearce, 2011). Proses inflamasi dan hipoksia yang terjadi pada payah jantung juga akan memicu pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan perubahan redox state yang dapat mengganggu kompleks kortisol-mineralocorticoid receptor (MR). Kortisol yang dalam keadaan normal berfungsi sebagai antagonis MR berubah menjadi agonis MR, menyerupai efek aldosteron (Mihailidou, 2012; Shen dan Young, 2012). Netrofil berperan menginfiltrasi plak aterosklerotik dan menyebabkan kerusakan jaringan melalui pelepasan produk-produk netrofil dan ROS dan juga terlibat dalam remodelling post infark. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan peningkatan jumlah netrofil berhubungan dengan peningkatan risiko payah jantung,

kematian, buruknya reperfusi dan risiko reinfark (Olson, 2009; Abbase dan Khadim, 2010; Khatri et al., 2010; Haan et al., 2013) Peningkatan netrofil yang diikuti penurunan limfosit seringkali terjadi sebagai respon lekosit terhadap inflamasi. Netrofilia pada inflamasi sistemik disebabkan karena demarginalisasi netrofil, delated apoptosis netrofil dan stimulasi stem sel oleh granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF), sedangkan limfositopenia disebabkan akibat marginalisasi dan redistribusi limfosit dalam sistem limfatik dan ditandai adanya peningkatan apoptosis (O Connor et al., 2000; Zahorec, 2001). Peningkatan neutrophil lymphocyte ratio (NLR) telah terbukti bermanfaat sebagai prediktor prognostik pada penderita SKA (Carbone et al., 2013; Ghaffari et al., 2014). Myeloid-related protein 8/14 (MRP 8/14) merupakan penanda aktivasi fagosit yang terlibat pada ketidakstabilan plak, terutama diekspresikan oleh netrofil dan monosit. Peningkatan kadar MRP 8/14 pada SKA terdapat pada lokasi oklusi koroner dan sirkulasi sistemik. Penanda inflamasi ini meningkat sebelum peningkatan penanda nekrosis jantung (mioglobin, troponin, dan CKMB) (Altwegg et al., 2007; Dekker et al., 2010; Katashima et al, 2010). Peningkatan kadar MRP 8/14 pada lokasi inflamasi miokard berkaitan dengan injuri iskemia/reperfusi yang memfasilitasi remodelling miokard dan perkembangan payah jantung. Peran MRP 8/14 pada payah jantung diperantai oleh aktivasi toll-like receptors 4 (TLR-4) dan receptor for advanced glycation ends products (RANGE) (Averill et al., 2012; Haan et al., 2013). Beberapa penelitian sebelumnya telah

menggunakan penanda ini dalam menilai faktor risiko kardiovaskuler, aterosklerosis, SKA dan target terapi (Schiopu dan Cotoi, 2013). Uji diagnostik pemeriksaan kadar kortisol baru dilakukan pada penderita SKA dengan delirium dengan titik potong optimal 10,8 µg/dl memiliki sensitivitas 96%, spesifisitas 89% dan area under curve (AUC) 0,93 (Colkesen et al., 2013). Uji diagnostik kortisol pada payah jantung akut belum banyak dilakukan dan hasilnya secara keseluruhan menunjukkan nilai diagnostik yang rendah. Hasil penelitian Yamaji et al. (2009) menunjukkan nilai diagnostik kombinasi pemeriksaan kadar kortisol dan brain batriuretic peptide (BNP) dapat memprediksi cardiac event. Uji diagnostik penanda MRP 8/14 pada payah jantung akut post IMA juga belum banyak dilakukan. Penelitian Nora et al. (2012) yang mengevaluasi MRP 8/14 pada penderita chest pain di instalasi gawat darurat (IGD) menyatakan bahwa hasil uji diagnostik MRP 8/14 secara keseluruhan masih rendah. Hasil penelitian Schaub et al. (2012) tentang uji diagnostik MRP 8/14 dan penanda ketidakstabilan plak lainnya myeloperoxidase (MPO), pregnancy-associated plasma protein-a (PAPP-A) dan C- reactive protein (CRP) juga masih rendah. Keempat penanda ini kadarnya lebih tinggi bermakna pada IMA dibanding parameter lainnya, namun receiving operating curve (ROC) ke-4 penanda tersebut lebih rendah dibanding troponin.

B. Perumusan Masalah Nekrosis miokard berperan sebagai stresor untuk mengaktifkan HPA axis yang meningkatkan sekresi kortisol dan adanya inflamasi akan memicu aktivasi netrofil dan monosit untuk mensekresi MRP 8/14 sehingga meningkatkan risiko kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA. Hasil uji diagnostik kedua penanda ini masih rendah dan belum pernah dibandingkan dengan klasifikasi Killip. Belum terdapat data penelitian di Indonesia tentang penggunaan kortisol dan MRP 8/14 serta kombinasi keduanya pada hari pertama perawatan dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA. C. Pertanyaan Penelitian Apakah kadar kortisol, MRP 8/14 serta kombinasi kortisol dan MRP 8/14 pada hari pertama perawatan dapat dipakai sebagai penanda diagnostik dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA berdasarkan klasifikasi Killip. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis uji diagnostik pemeriksaan kadar kortisol, MRP 8/14 serta kombinasi kortisol dan MRP 8/14 pada hari pertama perawatan dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA berdasarkan klasifikasi Killip.

2. Tujuan Khusus Menganalisis sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), rasio kemungkinan positif (RKP), rasio kemungkinan negatif (RKN) dan nilai AUC pemeriksaan kadar kortisol, MRP 8/14 serta kombinasi kortisol dan MRP 8/14 pada hari pertama perawatan dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA berdasarkan klasifikasi Killip. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada berbagai pihak, antara lain 1. Bagi klinisi, diharapkan dapat lebih mengetahui peran pemeriksaan kortisol sebagai penanda stres dan MRP 8/14 sebagai penanda inflamasi dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA, sehingga dapat bermanfaat dalam pertimbangan keputusan dalam penatalaksanaan penderita. 2. Bagi peneliti dan perkembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan informasi pengetahuan dan bukti ilmiah dalam mengoptimalkan pemanfaatan pemeriksaan kortisol dan MRP 8/14 pada hari pertama perawatan dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

F. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian No. Peneliti dan Judul Penelitian 1. Nito et al. Correlation Between Cortisol Levels and Myocardial Infarction Mortality Among Intensive Coronary Care Unit Patients during First Seven Days in Hospital [Acta Med Indones-Indones J Intern Med. 2004. 36(1) :8-1] 2 Yamaji et al. Serum cortisol as a useful predictor of a cardiac events in patients with chronic heart failure. The impact of oxidative stress. [Circ Heart Fail. 2009.109 : 608-615] 3. Nora et al. Diagnostic evaluation of the MRP-8/14 for the emergency assessment of chest pain. [J ThrombThrombolysis. 2012. 34 : 229-234] Jumlah Tujuan dan Kasus Hasil Penelitian 35 Menilai kadar kortisol pada IMA dan menentukan korelasi peningkatan kadar kortisol dengan outcome IMA. Kadar kortisol >25 ug/dl dapat dipakai sebagai penanda prognostik kematian miokard. Kadar kortisol meningkat sebanding dengan luasnya infark dan komplikasi IMA (shock, Aritmia dan payah jantung 520 Menilai prediksi cardiac event kadar kortisol pada payah jantung kronik dibanding dengan Aldosteron (ALD) dan BNP. Hasil uji diagnostik kortisol, sensitivitas 58,6% dan spesifisitas 77,7% pada titik potong 12,5 µg/dl, sedangkan BNP pada 187 pg/ml memiliki sensitivitas 65,5% dan spesivisitas 67,2%. Hasil kombinasi kortisol dan BNP dalam memprediksi cardiac event pada kategori cortisol low- BNP high (p=0,05), cortisol high-bnp low (p=0,04) dan cortisol high-bnp high (p<0,0003). 442 Menilai diagnostic performance MRP 8/14 pada penderita acute non-traumatic chest pain di IGD. Hasil uji diagnostik MRP 8/14 secara keseluruhan rendah dengan sensitivitas 28%, spesifisitas 82%, PPV 36%, NPV 77% dan AUC 0,55 pada titik potong 3 µg/ml.

No. Peneliti dan Judul Penelitian 4. Stahli et al. Clinical Criteria Replenish High- Sensitive Troponin and Inflammatory Biomarkers in the Stratification of Patients with Suspected Acute Coronary Syndrome. [Plos One. 2014. 9 (6) : 1-13] 5. Jensen et al. Plasma Calprotectin Levels Reflect Disease Severity in Patients with Chronic Heart Failure. [European Journal of Preventive Cardiology 2012.19 (5) : 999-1004] Jumlah Tujuan dan Hasil Penelitian Kasus 377 Menentukan suatu alat untuk memprediksi risiko cardiac event dalam 30 hari setelah masuk perawatan. Hasil uji diagnostik MRP 8/14 pada penderita IMA pada titik potong 3,7 µg/ml menunjukkan sensitivitas 45%, spesifisitas 75%, PPV 33%, NPV 84% dan AUC 0,63. 193 Meneliti kegunaan protein inflamasi Calprotectin sebagai penanda chronic heart failure (CHF). Kadar Calprotectin meningkat signifikan pada penderita payah jantung kronik dibanding kelompok kontrol (p<0,01) dan kadarnya berkorelasi dengan New York Heart Association (NYHA) kelas III dan IV. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang uji diagnostik pemeriksaan kadar kortisol, MRP 8/14 serta kombinasi keduanya pada hari pertama perawatan dalam menilai kejadian payah jantung akut akibat komplikasi IMA berdasarkan klasifikasi Killip belum pernah dilakukan di Indonesia.