memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

dokumen-dokumen yang mirip
beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan (Kementan RI, 2012). keunggulan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kacang tanah. Ketela pohon merupakan tanaman yang mudah ditanam, dapat tumbuh

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

PENDAHULUAN. terus melemah dan akhirnya tidak laku di pasaran. Menurut perkiraan United State Department of Agriculture (USDA)yang

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I PENDAHULUAN. manusia di bumi ini masih membutuhkan sandang, pangan dan perumahan dalam

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan adalah pilar dasar pembangunan perekonomian dan

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIVERSIFIKASI OLAHAN UMBI-UMBIAN LOKAL SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TANAMAN PENGHASIL PATI

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan sumber karbohidrat, salah satu diantaranya adalah umbiumbian.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang memadai akan mengakibatkan terjadinya kerawanan sosial berupa

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

BAB I. PENDAHULUAN. kapita pada tahun 2012 di Indonesia sebesar 87,24 kg (Anonim a, 2012) yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan lokal umbi-umbian, namun sampai saat ini pemanfaatan. Tanaman talas merupakan tumbuhan asli daerah tropis.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya terbatas. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan yang berasal dari biji-bijian tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan tersebut. Indonesia dikaruniai Allah Swt mempunyai keunggulan bahan pangan yang berasal dari umbi-umbian yang dewasa ini belum dikelola secara maksimal. Selain itu, umbi-umbian juga dapat tumbuh di mana saja mulai dari tanah yang kritis, tandus (marginal), hingga di tanah yang subur. Untuk menjaga ketahanan pangan nasional sudah harus dimulai mengembangkan bahan pangan berupa umbi-umbian sebagai cadangan pangan yang bernilai ekonomis dan strategis. Sudah banyak penelitian dari ahli gizi dan kesehatan bahwa bahan pangan yang berasal dari umbi-umbian tidak kalah mutunya dibandingkan dengan bahan pangan dari biji-bijian, seperti padi, gandum, dan jagung. Kelebihan ini harus kita manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Semoga harapan kita semua dapat terwujud menjadi negara agraris yang dapat 1

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa terpenuhi, maka upaya yang dilakukan adalah meningkatkan produktivitas budi daya pangan dengan pemanfaatan teknologi dan upaya diversifikasi pangan. Upaya diversifikasi pangan menjadi sangat penting, karena semakin terbatas kemampuan produksi pangan nasional. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan karbohidrat di masa mendatang, terdapat berbagai macam kendala seperti laju pertumbuhan jumlah penduduk yang masih cukup besar, terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian khususnya lahan sawah di Pulau Jawa dan di beberapa provinsi di luar Pulau Jawa, dengan iklim yang kurang menguntungkan di bidang pertanian maupun serangan hama dan penyakit yang eksplosif, tingkat konsumsi pangan karbohidrat (beras) per kapita per tahun yang masih meningkat, dan lain-lain. Kesemuanya itu akan mengakibatkan semakin sulitnya penyediaan pangan, lebih-lebih bila masih bertumpu kepada beras semata (single commodity). Kebutuhan karbohidrat dari tahun ke tahun terus meningkat, di mana penyediaan karbohidrat dari serealia saja tidak mencukupi, sehingga peranan tanaman penghasil karbohidrat dari umbiumbian khususnya 9 (sembilan) umbi utama seperti singkong, ubi jalar, talas, garut, suweg, gadung, uwi, dan ganyong, semakin penting. Sebagai contoh, tanaman talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki peranan cukup strategis, tidak hanya sebagai sumber bahan pangan dan bahan baku industri, tetapi juga untuk pakan ternak. Oleh karena itu, tanaman talas menjadi sangat penting artinya dalam kaitannya terhadap upaya penyediaan bahan pangan karbohidrat nonberas, diversifikasi/penganekaragaman konsumsi pangan lokal/budaya lokal, substitusi gandum/terigu, 2

pengembangan industri pengolahan hasil dan agroindustri, serta komoditas strategis sebagai pemasok devisa melalui ekspor. Di beberapa daerah/provinsi, tanaman talas telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, diversifikasi pangan, maupun bahan pakan ternak serta bahan baku industri. Tanaman talas memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir sebagian besar bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia. Tanaman talas yang merupakan penghasil karbohidrat berpotensi sebagai suplemen/substitusi beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri, dan lain sebagainya. Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan makanan utama dan substitusi karbohidrat di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Selain itu, sebagai bahan baku industri dibuat tepung yang selanjutnya diproses menjadi makanan bayi (di USA) kuekue (di Filipina dan Columbia), serta roti (di Brasil). Sementara di Indonesia dibuat menjadi makanan enyek-enyek, dodol talas, cheese stick talas, dan juga untuk pakan ternak (termasuk daun dan batangnya). Talas mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan karena berbagai manfaat dan dapat dibudidayakan dengan mudah sehingga potensi talas ini cukup besar. Negara kita, Indonesia, sebenarnya terkenal dengan beraneka ragamnya sumber daya alam, terutama hasil pertanian. Salah satu komoditas yang melimpah adalah berasal dari jenis umbi-umbian. Pengolahan umbi-umbian tersebut biasanya dilakukan secara konvensional saja, yaitu hanya sebatas digoreng, direbus, atau hanya dijadikan keripik. Namun, untuk ketela rambat dan ketela pohon, pengolahannya sudah beraneka ragam, yaitu dibuatnya tepung MOCAF (Modified Cassava Flour) yang karakteristiknya hampir mirip dengan tepung terigu, tepung kanji, sirop glukosa, pati termodifikasi, dan lain-lain. Tentu saja, masih banyak jenis umbiumbian yang lain juga berpotensi untuk dikembangkan, mengingat jumlahnya yang melimpah dan kandungan gizinya yang tinggi. 3

Ubi kayu dan ubi jalar sebagian besar juga diusahakan di lahan kering dan hanya sebagian kecil ditanam di lahan sawah dengan berbagai jenis tanah, yaitu Alfisol, Ultisol, Inceptisol yang pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah. Provinsi sentra produksi ubi kayu meliputi: Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Yogyakarta. Data produksi ubi kayu tahun 2000-2009 terlihat pada tahun 2000, Pulau Jawa masih merupakan sentra produksi ubi kayu yang dominan dalam memberi kontribusi produksi nasional (57,2%), Sumatera (25,5%), dan provinsi di pulau lainnya (17,3%). Namun, konon pada tahun 2009, kontribusi produksi ubi kayu di Pulau Jawa menurun menjadi 44,56%, sementara Pulau Sumatera naik menjadi 42,33%, dan pulau lainnya sedikit turun menjadi 12,23%. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran sentra produksi ubi kayu dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Data produksi ubi kayu tahun 2000-2009 juga memperlihatkan bahwa angka pertumbuhan produksi nasional adalah 3,25% per tahun, dengan angka pertumbuhan untuk Pulau Jawa sebesar 0,70% per tahun dan Sumatera 9,08% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan ubi kayu banyak terjadi di Sumatera dibandingkan di Jawa. Di antara enam provinsi sentra produksi ubi kayu, Provinsi Lampung menunjukkan angka pertumbuhan produksi tertinggi, yaitu 11,31% per tahun, diikuti Provinsi DIY (4,97% per tahun), Jawa Barat (2,11% per tahun), dan Nusa Tenggara Timur (1,77% per tahun). Angka pertumbuhan yang tinggi di Provinsi Lampung diduga erat hubungannya dengan berkembangnya industri-industri pengolahan berbahan baku ubi kayu. Di Provinsi Lampung angka pertumbuhan produksi ubi kayu yang tinggi terjadi pada tahun 2001 dan 2003 yang masing-masing sebesar 22,56% dan 43,60% akibat meningkatnya luas panen ubi kayu di provinsi tersebut. Hal ini diduga terkait dengan harga ubi kayu yang cukup baik pada tahun 2000 dan 2002, sehingga petani berusaha 4

meningkatkan produksi ubi kayu pada tahun berikutnya. Fluktuasi luas panen antarwaktu merupakan gambaran tanggap terhadap tinggi-rendahnya harga umbi dari waktu sebelumnya. Sejumlah peneliti pernah mengungkapkan bahwa sebagian besar usaha tani ubi kayu di Indonesia yang dilakukan oleh petani kecil dengan kemampuan modal dan teknologi terbatas sangat respons terhadap sinyal harga yang diimplementasikan dalam bentuk usaha tani ubi kayu mereka pada tahun berikutnya. Artinya, apabila harga ubi kayu baik, luas panen musim berikutnya naik. Sebaliknya, bila harga ubi kayu pada musim tersebut kurang bagus, maka luas panen pada tahun berikutnya juga berkurang. DIY merupakan provinsi sentra produksi ubi kayu yang dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka pertumbuhan positif dari 1,88% pada tahun 2002 hingga 6,93% pada tahun 2004. Kenaikan angka pertumbuhan pada tahun 2004 diduga berkaitan dengan berkembangnya industri tiwul instan dan meningkatnya kebutuhan ubi kayu sebagai substitusi bahan pangan. Seperti halnya dengan ubi kayu, Pulau Jawa masih merupakan sentra produksi ubi jalar. Pada tahun 2000, produksi ubi jalar di Pulau Jawa mencapai 0,73 juta ton yang berarti memberi kontribusi produksi nasional 39,9%, namun pada tahun 2009 kontribusinya sedikit turun menjadi 35,4%. Selama kurun waktu satu dasawarsa 2000-2009, pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh Provinsi Papua, yaitu 5,61% per tahun, diikuti Sumatera Utara yang mencapai 2,22% per tahun. Sementara provinsi lain justru mengalami pertumbuhan produksi yang negatif. Di Papua, produksi tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 0,51 juta ton, yang berarti meningkat 96% dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 0,26 juta ton. Hal tersebut diduga adanya gerakan meningkatkan pangan utama (ubi jalar), setelah terjadinya kasus kelaparan di Yahokimo pada tahun 2002. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, produksi relatif stabil antara 0,30-0,34 ton. Pada tahun 2009, Provinsi Jawa 5

Barat dan Papua masing-masing memberi kontribusi sebesar 20% dan 17,43%. Besarnya produksi ubi jalar di Provinsi Jawa Barat juga diduga didorong oleh adanya perusahaan yang bermitra kerja dengan kelompok tani dan mengekspor ubi jalar ke Negara Jepang, Malaysia, dan Taiwan. Sementara Provinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan NTT memberi kontribusi antara 5,6-7,17% (Tabel 4). Di Sumatera Utara, ubi jalar selain sebagai pangan, juga digunakan sebagai pakan babi. Pada beberapa tahun terakhir, ubi jalar (jenis Beniazuma) banyak dikembangkan untuk diekspor ke Jepang. Sementara itu, Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) pernah menyatakan bahwa ubi kayu atau singkong layak dijadikan sebagai komoditas pangan strategis sejajar dengan beras, jagung, ataupun kedelai. Bahkan, Ketua I MSI Suharyo Husein di Jakarta, belum lama ini menambahkan bahwa seperti halnya komoditas pangan lain seperti beras, jagung, maupun kedelai, singkong memiliki potensi yang sangat besar sebagai pangan pokok alternatif. Namun, dia menyayangkan singkong belum ditetapkan sebagai komoditas strategis nasional sehingga kurang diperhatikan oleh pemerintah. Hal itu tercermin pada ketersediaan APBN maupun APBD yang sangat kecil sehingga komoditas ini kurang berkembang di Indonesia. Maka, kami rasa, perlunya diusulkannya kepada pemerintah agar singkong dijadikan sebagai komoditas strategis nasional seperti padi, jagung, dan kedelai. Karena bagaimanapun juga, singkong termasuk delapan umbi utama lainnya dapat dijadikan sebagai pangan alternatif nasional. Kedelapan umbi utama yang kami maksudkan, yaitu ubi jalar, talas, garut, suweg, gadung, uwi, dan ganyong. Oleh karena itulah, buku ini diberi judul: 9 Umbi Utama sebagai Pangan Alternatif Nasional. Maka, jika ada yang mengatakan bahwa singkong dan delapan umbi utama itu sebagai komoditas strategis, kami sebagai penulis buku ini sependapat dan bahkan kami berani mengatakan, 6

hal itu sangat layak. Selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif, 9 umbi utama tersebut juga potensial sebagai bahan sumber kalori yang sangat baik untuk kesehatan tubuh, bahkan juga ada yang memanfaatkan untuk pakan ternak, sumber energi, bioethanol, bahan pupuk organik, bahan pembuat plastik, serta lainnya. Bahkan, untuk singkong juga sangat dibutuhkan oleh berbagai bahan produksi berbagai macam industri termasuk di dalamnya industri kertas dan industri kimia. Nah, melihat besarnya potensi 9 umbi utama tersebut, maka peningkatan produktivitas tentunya harus dilakukan. Dan khusus untuk produksi singkong menurut catatan Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), pada 2011 lalu luas panen singkong diperkirakan mencapai 1,2 juta hektar dengan produktivitas sebesar 19,5 ton per hektar, sehingga dihasilkan sekitar 23,5 juta ton singkong basah. Meski naik 1,7 persen pada 2011, luas panen singkong cenderung turun selama 10 tahun terakhir. Namun demikian, produksi singkong cenderung naik, rata-rata 4,3 persen per tahun. Kenaikan produksi tersebut terjadi karena peningkatan hasil per hektar dari 12,9 ton menjadi 19,5 ton per hektar. Dalam konteks inilah, maka tidak mengherankan kalau kemudian Kementerian Pertanian kita saat ini terus berupaya menurunkan tingkat konsumsi beras masyarakat dengan mencari pengganti pangan lainnya, seperti halnya singkong dan delapan umbi utama dalam meningkatkan ketahanan pangan dan ini sekaligus untuk memperkuat ketahanan pangan alternatif nasional kita. Memang, singkong dan delapan umbi utama tersebut selama ini diasosiasikan sebagai makanan kelas dua dan hanya dikonsumsi oleh penduduk desa. Namun demikian, seiring dengan berbagai perkembangan penelitian dan inovasi teknologi, 9 umbi utama tersebut dapat diolah menjadi produk olahan bernilai jual tinggi. 7