BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 banyak sekali partai politik pemilu yang mengikuti kontes demokrasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. telah menggariskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip dasar yang

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

I. UMUM

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Lex Administratum, Vol. III/No. 7/Sep/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tuntutan dari gerakan reformasi tahun 1998 adalah melakukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia merupakan tonggak awal dari lahirnya sistem demokrasi yang lebih baik. Reformasi yang di pelopori mahasiswa setidaknya mampu menjatuhkan rezim yang berkuasa pada saat itu. Jatuhnya pemerintahan pada tahun 1998 juga berdampak didesaknya segera pelaksanaan pemilu. Pada tahun 1999 banyak sekali partai politik pemilu yang mengikuti kontes demokrasi tersebut. Pelaksanaan pemilu 2009 merupakan pelaksaan pemilu yang cukup demokratis, meskipun banyak di temui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Banyak orang yang mengatakan bahwa pemilu 1999 adalah awal lahirnya demokrasi di Indonesia. Pemilihan Umum Tahun 2004 sangat strategis karena menetukan nasib dan kelanjutan transisi demokrasi. Yang apakah Indonesia akan mencapai fase demokrasi berjalan linear, transisi demokrasi akan diikuti fase konsolidasi dan kemudian menuju ke kematangan demokrasi. Adapun pola siklus, menurut Huntington, sebagai perkembangan politik dari rezim otoriter ke demokratis dan kembali lagi kepada otoriter. Menunjuk perkembangan politik tahun-tahun terakhir dengan mudah diargumentasikan bahwa demokratisasi tidak linear. Prakondisi ke arah konsolidasi demokrasi tidak mewujud, seperti pelembangan politik, pelembagaan

konflik, ketaatan terhadap hukum, berkembanganya kepemimpinan lokal dan menguatnya civil society. Dari sudut pandang ilmu hukum tata negara, Pemilu dan lembaga perwakilan merupakan obyek pembahasan yang tidak dapat dipisahkan. Pemilu merupakan awal dari keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dengan jalan memberikan suara kepada siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga perwakilan. Pemilu 2004, oleh banyak kalangan dianggap sebagai pijakan bagi proses konsolidasi demokrasi. Dalam Pemilu 2004 yang pada Pemilu Legislatifnya diikuti 24 partai politik, banyak hal baru yang diperkenalkan selain pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sistem pemilihan presiden langsung untuk pertama kalinya dilaksanakan di Indonesia. Dalam pemilu legislatif DPR/DPRD digunakan sistem proportional list atau open list system dimana pemilih wajib mencoblos tanda gambar partai atau tanda gambar dan nama calon legislatif. Sistem pemilu yang digunakan untuk memilih anggota DPD adalah simple majority dengan multimember constituency (berwakil banyak). 1 Pemilihan presiden dalam Pemilu 2004 dilakukan secara langsung. Sistem pemilu yang digunakan adalah two round system, di mana putaran pertama menggunakan sistem plurality-majority dan putaran kedua menggunakan sistem run-off majority. Sistem yang serupa juga digunakan dalam pemilihan kepala daerah, yang membedakan adalah putaran kedua dilaksanakan jika tidak pasangan 1 Saldi Isra, Dinamika Ketatanegaraan Masa Transisi 2002-2005, Andalas University Press; Padang, 2006. Hlm. 193.

calon yang menang lebih dari 25 persen. Sementara itu, penyelenggara Pemilu 2004 tidak lagi dilakukan oleh KPU yang beranggotakan wakil-wakil partai politik seperti yang dilakukan pada pemilu 1999 melainkan oleh KPU yang beranggotakan individu nonpartisan yang dipilih oleh DPR. Pemilu Presiden secara langsung untuk kali kedua dilaksanakan pada tahun 2009. Sesuai dengan aturan konstitusi, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diajukan oleh partai politik dan gabungan partai politik. 2 Pemilihan Presiden (Pilpres) yang berlangsung satu putaran tersebut dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono). SBY-Boediono berhasil mengalahkan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dan pasangan Megawati-Prabowo dengan persentase yang cukup signifikan. Tidak lama setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil resmi Pilpres, Jusuf Kalla dan Wiranto yang diusung oleh Partai Golkar dan Partai Hanura mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. Gugatan tersebut diajukan kepada Mahkamah Konstiusi sesuai dengan aturan konstitusi dan undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi serta Undang- Undang tentang Pemilu. Gugatan tim sukses Jusuf Kalla-Wiranto terhadap hasil pemilu presiden bisa dipahami sebagai salah satu dinamika demokrasi yang terus berkembang di Indonesia. Konstitusi dan Undang-undang terkait juga memberikan hak bagi peserta pemilu yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu kepada Mahkamah Konstitusi. UUD 1945 sebagai landasan konstitusional 2 Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

dalam kehidupan bernegara dan berbangsa memberikan hak bagi setiap warga negara yang dilanggar hak konstitusionalnya untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi termasuk hak mengajukan gugatan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terkait hasil pemilihan umum. Berdasarkan permasalahan yang sudah disampaikan dalam latar belakang di atas maka penulis bermaksud mengajukan penelitian dengan mengetengahkan judul : B. Rumusan Masalah : 1. Apakah yang menjadi dasar pemohon mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres 2009? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memberikan putusan atas gugatan sengketa hasil Pilpres tersebut.? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah yang menjadi dasar pemohon mengajukan gugatan sengketa hasil Pilpres 2009. 2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi pertimbangan majelis Hakim konstitusi dalam memberikan putusan atas perkara tersebut.

D. Tinjauan Pustaka 1. Negara Hukum dan Demokrasi Dalam penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah organisasi kekuasaan atau Negara, norma atau hukum merupakan salah satu faktor penentu. Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa hukum itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.3 Menurut Julius Stahl, sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat itu mencakup empat elemen penting, yaitu:4 1) Pembagian kekuasaan. 2) Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 3) Peradilan tata usaha Negara. Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu: 1) Supremacy of Law. 2) Equality before the law. 3) Due Process of Law. 3 Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Orasi ilmiah Pada Wisuda Sarjana HukumFakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, 23 Maret 2004. Teerdapat di www.jimly.com dilihat pada 27 Oktober 2009. 4 ibid

Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip Rule of Law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang di mana sudah banyak mengalami modifikasi. Bahkan, oleh The International Commission of Jurist, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Jimly Asshiddiqie kemudian membagi adanya prinsip yang harus dipenuhi agar sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara hukum. Kedua-belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) yang demokratis dalam arti yang sebenarnya. 2. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak; Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary) juga merupakan prasyarat penting dalam negara hukum. Sehingga dikatakan peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara Hukum. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Dalam

menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh memihak kepada siapapun juga kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Namun demikian, dalam menjalankan tugasnya, proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus bersifat terbuka, dan dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan, hakim harus menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hakim tidak hanya bertindak sebagai mulut undang-undang atau peraturan perundang-undangan, melainkan juga mulut keadilan yang menyuarakan perasaan keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. 3. Pemilu Pemilihan umum adalah cara konstitusional untuk melakukan suksesi kepemimpinan politik baik eksekutif maupun legislatif. Pemilu juga sudah lama dipraktekkan dalam sejarah negara-negara modern. Tidak mengherankan bila Pemilu sering dijadikan ukuran apakah sebuah negara sudah demokratis atau tidak. Benjamin Ginsberg mengatakan bahwa Pemilihan Umum merupakan lembaga dan sekaligus praktek politik yang mempunyai dua dimensi, yang dilihat dari luar tampak saling berseberangan.5 Pada dimensi pertama, pemilihan umum pada umumnya dimengerti sebagai sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat. Unutk itu pemilu menjadi sarana artikulasi kepentingan warga negara untuk 5 Benjamin Ginsberg, The Consequneces of Consent: Elections, Citizens Control and Popular Acquiescence, Mass: Adison-Wesley Publishing, 1982 hlm. 160, sebagaimana dikutip dalam Syamsuddin Haris, ed, Menggugat Pemilu Orde Baru, (Jakarta: Yayasan Obor) 1980, hlm. 49-50.

menentukkan wakil-wakil mereka. Dalam pengertian ini, maka Pemilihan Umum merupakan juga sarana evaluasi dan sekaligus kontrol baik langsung maupun tidak langsung, terhadap pemerintah dan kebijakan yang dibuatnya. Namun, di samping itu ada dimensi kedua yang ada pada pemilihan umum yaitu sebagai salah satu sarana untuk memberikan dan memperkuat legitimasi politik pemerintah. Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang menjadi inti dari demokrasi. Demokrasi memang bisa berbeda penafsiran tergantung situasi dan tempat. Menurut Sydney Hook, demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan dan kebijakan pemerintah didasarkan pada keputusan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.6 Dari pengertian tersebut maka demokrasi sebagai gagasan politik terkandung di dalamnya 5 (lima) kriteria, yakni: (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat; (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif; (3) pembeberan kebenaran yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis; (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya keputusan ekslusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan termasuk mendelegasikan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyarakat, dan 6 Ibid.

(5) pencakupan yang berarti terikutkannya masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan hukum. Secara teoritis, setidaknya ada dua mekanisme yang bisa dilakukan untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil. Pertama, menciptakan seperangkat metode atau aturan untuk mentransfer suara pemilih ke dalam suatu lembaga perwakilan rakyat secara adil, atau oleh banyak ilmuan disebut sistem pemilihan (electoral system). Kedua, menjalankan pemilu sesuai dengan aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi atau oleh banyak ilmuan disebut sebagai proses pemilihan demokratis (democratic electoral process). 7 4. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Sengketa Hasil Pilpres. Dalam rangka memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara, negara hukum modern juga lazim mengadopsi pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya Mahkamah Konstitusi (constitutional courts) ini adalah dalam upaya memperkuat sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, mahkamah ini diberi fungsi untuk melakukan pengujian atas konstitusionalitas undang-undang yang merupakan produk lembaga legislatif, dan memutus berkenaan dengan berbagai bentuk sengketa antar lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan. Keberadaan Mahkamah Konstitusi ini di berbagai negara 7 Op.cit. Saldi Isra. Hlm. 205

demokrasi dewasa ini makin dianggap penting dan karena itu dapat ditambahkan menjadi satu pilar baru bagi tegaknya negara hukum modern. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga sering dianggap sebagai lembaga yang bertugas menegakkan hak-hak konstitusional warga negara. Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan menyelesaikan perkara sengketa pemilihan umum termasuk pemilihan umum presiden dan wakil presiden juga merupakan wadah lembaga kehakiman tersebut untuk menegakkan konstitusi dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945 setelah amandemen menegaskan bahwa;8 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. (3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan 8 Pasal 24C UUD 1945 setelah perubahan ketiga.

masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. (5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. (6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. Kemudian ketentuan tersebut dipertegas dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 10 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: Bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Adapun obyek penelitian ini adalah analisis yuridis putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan sengketa hasil pemilihan umum presiden langsung yang telah diumumkan hasilnya secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum. 2. Sumber Data a. Data sekunder Data yang digunakan untuk membahas skripsi ini, yang meliputi yaitu: 1. Bahan hukum primer, antara lain terdiri dari: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pilpres. 2) Bahan hukum sekunder a. Buku yang terkait dan/atau relevan dengan tema skripsi. b. Pendapat para ahli. c. Karya tulis. d. Literatur-literatur lainnya.

3. Teknik pengumpulan data Data yang dikumpulkan dengan cara studi pustaka.yaitu studi yang dimaksudkan untuk mengumpulkan atau memahami data-data sekunder dengan berpijak pada berbagai leteratur, dokumen Yang berkaitan dengan objek penelitian 4. Metode penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu metode pendekatan dimana proses penyelidikannya meninjau dan membahas obyek dengan menitik beratkan pada aspek-aspek yuridis, kemudian disesuaikan dengan tema skripsi. 5. Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan metode diskriptif kualitatif, yaitu dinyatakan oleh sumber, baik secara lisan maupun tulisan yang dipelajari sebagai sesuatu yang utuh, yaitu dengan menggabungkan antara permasalahan dan data yang diperoleh untuk tercapainya kesimpulan tertentu sehingga diperoleh hasil yang siknifikan dan ilmiah.