Penyakit Waldenstrom Makroglobulinemia. Waldenstrom s Macroglobulinemia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

LAPORAN TUTORIAL MODUL : Ilmu Penyakit Dalam TRIGGER 5. OLEH: Kelompok Tutorial XVII

Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukimia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) dan Buta Warna. Pemeriksaan HBs Ag Malaria (untuk daerah endemis malaria)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bagian Ilmu Penyakit Dalam, sub

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

ILMU PATOLOGI KLINIK. Dr. BURHANUDDIN NST, SpPK-KN,FISH

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan bagian penting dari sistem transportasi zat-zat. a. Plasma darah merupakan bagian cair.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

Sarkoidosis DEFINISI PENYEBAB

MULTIPLE MYELOMA (MM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma

PREPARASI SPESIMEN UNTUK DIAGNOSIS LIMFOMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Cancer Society (2014), Leukemia adalah jenis kanker yang

trombosit; hematokrit; laju endap darah; hitung jenis; c) kimia darah, meliputi:

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kejadian Anemia Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

1 Universitas Kristen Maranatha

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

Ilmu Pengetahuan Alam

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr.

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

!"#!$%&"'$( )) Kata kunci: Differential counting, zona atas dan bawah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan. merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari (Astari, 2010).

SINDROMA GUILLAINBARRE

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

Kelainan darah pada lupus eritematosus sistemik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK:

LEUKEMIA. Disusun Oleh: DIAN SHEILA APRILIA HANAN MEI FATMAWATI

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Polisitemia Vera (PV) adalah salah satu jenis keganasan mieloproliferatif.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

Transkripsi:

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 23 (1) : 56-66 (215) Penyakit Waldenstrom Makroglobulinemia Waldenstrom s Macroglobulinemia Endah Purnamasari 1, Riadi Wirawan 2 1Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, YARSI University, Jakarta 2Department of Clinical Pathology, Fakulty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta KATA KUNCI KEYWORDS ABSTRAK ABSTRACT Waldenstrom Makroglobulinemia; sel limfoplasmasitoid; monoklonal immunoglobulin Waldenstrom s macroglobulinemia; lymphoplasmacitoid cell; immunoglobulin monoclonal Penyakit Waldenstrom Makroglobulinemia adalah kelainan limfoproliferatif sel B yang tidak umum, ditandai dengan infiltrasi sumsum tulang dan produksi immunoglobulin monoklonal IgM. Kami melaporkan suatu kasus penyakit Waldenstrom Makroglobulinemia. Sampel darah EDTA dan sediaan sumsum tulang diterima di laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan hematologi lengkap, gambaran darah tepi, dan pemeriksaan sediaan sumsum tulang. Waldenstrom s macroglobulinemia ( WM) is an uncommon B- cell lymphoproliferative disorder characterized by bone marrow infiltration and production of monoclonal immunoglobulin (Ig) M. We reported a case of Waldenstrom s disease. An EDTA blood and bone marrow biopsy sample from a man of 58 years old was ordered to be analyzed for routine peripheral blood assessment and morphology, erythrocyte sedimentation rate (ESR), and bone marrow morphology. Penyakit Waldenstrom Makroglobulinemia adalah kelainan limfoproliferatif sel B yang tidak umum, ditandai dengan infiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoplasmasitoid dan adanya produksi IgM monoklonal. Kasus: Sampel darah EDTA dan aspirasi sumsum tulang Tn.B, 58 tahun, Correspondence: Dr. Endah Purnamasari, SpPK., Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, YARSI UNIVERSITY, Jalan Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat 151, Telephone. 21-426674-426675, 426676, Facksimile: 21-4244574, E-mail: endah.purnamasari@yarsi.ac.id 56

ENDAH PURNAMASARI, RIADI WIRAWAN dikirim dari klinik Teratai RSCM ke laboratorium Patologi Klinik RSCM untuk pemeriksaan darah perifer rutin, LED, gambaran darah tepi, dan gambaran sediaan sumsum tulang. Gambaran darah tepi (Tabel 1, Gambar 1): Eritrosit : normositik normokrom dengan pembentukan rouleaux. Leukosit : jumlah leukosit meningkat. Pada hitung jenis leukosit didapatkan ///13/34/3. Sel limfoplasmasitoid 5%. Trombosit: Jumlah dan morfologi normal. Kesan : Anemia normositik normokrom, rouleaux (+) dan ditemukan sel limfoplasmasitoid. Tabel 1. Hasil laboratorium hematologi Tn. B DATA PASIEN NILAI NORMAL LABORATORIUM Kadar hemoglobin 9,2 >12 g/dl Jumlah leukosit 31,9 5-1 x 1 3 /µl Jumlah eritrosit 3,4 4-6 x 1 6 /µl Jumlah trombosit 28 15-4 x 1 3 /µl Hematokrit 29,4 >36% VER 86,5 82-92 fl HER 27,1 27-31 pg KHER 31,3 32-36 g/dl LED 135-1 mm Gambar 1. Gambaran Darah Tepi Tn. B 57

PENYAKIT WALDENSTROM MAKROGLOBULINEMIA Hasil pemeriksaan sumsum tulang (Tabel 2, Gambar 2): Sediaan dipulas dengan : Wright Partikel : ada Kepadatan sel : hiperseluler Sel lemak : sedang Trombopoiesis : megakariosit sulit ditemukan dan pembentukan trombosit kurang. Gambar 2. Gambaran Sediaan Sumsum Tulang Tn. B Tabel 2. Hitung jenis sumsum tulang HITUNG JENIS Jumlah (%) Nilai rujukan (%) Blas Promielosit Mielosit Metamielosit Batang Segmen Basofil Eosinofil Proeritroblas Eritroblas basofil Eritroblas polikromatofil Eritroblas asidofil Promonosit Monosit Limfosit Plasmosit Histiosit Limfoplasmasitoid 1, 1,5 3, 3,,5 3, 7, 1, 45, 9, 26, 9,% 1,% -1 1-5 2-1 5-15 1-4 1-3 -1-3 -1 1-4 1-2 5-1 -2 5-15 -1 58

ENDAH PURNAMASARI, RIADI WIRAWAN Kesan: Kepadatan sel hiperseluler. Aktivitas trombopoiesis, eritropoiesis, dan granulopoiesis tertekan. Tampak proliferasi limfosit, plasmosit, dan sel limfoplasmasitoid. Rasio M:E = 1:1. Kesimpulan: Gambaran sumsum tulang hiperseluler. Trombopoiesis, eritropoiesis, dan granulopoiesis tertekan dengan proliferasi limfosit, plasmosit, dan sel limfoplasmasitoid. Kemungkinan penyakit Waldenstrom. Saran: Pemeriksaan IgG, IgA, IgM kuantitatif, elektroforesis protein, immunofiksasi protein, dan viskositas plasma. Setelah dilakukan pemeriksaan sesuai saran, Tabel 3 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG, IgA, IgM, peningkatan kadar IgM kuantitatif. Hasil pemeriksaan elektroforesis menunjukkan kesan hipergammaglobulinemia monoklonal (Gambar 3). Tabel 3. Hasil pemeriksaan IgG, IgA, IgM kuantitatif dan viskositas plasma Pemeriksaan Hasil Rujukan Hemostasis Viskositas darah Viskositas serum Imunologi Kadar IgG Kadar IgA Kadar IgM >5.46 cp 4.83 cp 915 mg/dl 118. mg/dl 73 mg/dl 3.77 4.97 1.58 2.65 7 16 7. 4 4 23 59

PENYAKIT WALDENSTROM MAKROGLOBULINEMIA Gambar 3. Hasil Pemeriksaan Elektroforesis Protein Dengan kesan hipergammaglobulinemia monoklonal Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Immunofiksasi Protein Dengan kesan ditemukan monoklonal IgM Lambda 6

ENDAH PURNAMASARI, RIADI WIRAWAN Data Tambahan: Pasien dirawat di RSCM dengan keluhan utama badan terasa lemah dan batuk berulang. Sebelumnya pasien dirawat di sebuah rumah sakit di Lampung dengan diagnosis leukemia akut dan infiltrat paru. Di RS Lampung dilakukan pemeriksaan laboratorium dan foto thoraks. Tabel 4. Data laboratorium tambahan selama perawatan Pemeriksaan Hasil Rujukan Krioglobulin positif negatif Urinalisa Warna Kejernihan Berat jenis ph Leukosit Esterase Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Darah/Hb Sedimen: Leukosit Eritrosit Silinder Sel epitel Kristal Bakteri Protein Bence Jones Kimia Klinik Ureum darah Kreatinin darah Asam urat LDH Kuning Jernih 1.25 6.5 2+ 16. µmol/l 1+ 1-2/LPB 4-5/LPB Silinder granula 1-2/LPK 1+ 26 mg/dl.8 mg/dl 6.5 mg/dl 281 U/L Kuning Jernih 1.5 1.3 4.5 8. 3.2-16. < 48 < 1.17 < 7. < 225 TEORI SINGKAT Penyakit Waldenstrom pertama kali ditemukan pada tahun 1944 dari 2 pasien dengan perdarahan mulut dan hidung, limfadenopati, hepatosplenomegali, anemia berat, trombositopenia, LED cepat, peningkatan viskositas serum, peningkatan kadar globulin dengan berat molekul tinggi, kadar fibrinogen rendah palsu, dominasi sel limfoid dalam sumsum tulang, dan radiografi tulang normal (Fonseca, 23; Gertz, 25; Singhal, 24). Pada tahun 28 sesuai definisi dari WHO dan Revised European American 61

PENYAKIT WALDENSTROM MAKROGLOBULINEMIA Classification of Lymphoid Neoplasms (REAL) penyakit Waldenstrom disebut sebagai Limfoma Limfoplasmasitik (LLP) (Fonseca, 23; Singhal, 24; Treon, 26; Harris, 1999; Harris, 1994). Penyakit Waldenstrom merupakan penyakit yang jarang. Di Amerika Serikat pada tahun 24 seperti yang dilaporkan oleh Treon dkk, penyakit ini diperkirakan hanya 2% dari semua keganasan hematologi (Treon, 24). Menurut laporan Gertz tahun 25, angka kejadian penyakit ini di AS yaitu 3,4 per 1 juta penduduk pada pria dan 1,7 per 1 juta penduduk pada wanita, dengan median usia 63 tahun. Angka kejadian meningkat menjadi 36,3 per 1 juta penduduk pada umur lebih dari 75 tahun (Gertz, 25). Kasus lebih sering terjadi pada ras Kaukasian daripada Afrika-Amerika (Fonseca, 23; Gertz, 25). Angka kejadian di Indonesia belum didapatkan. Penyebab penyakit Waldenstrom belum diketahui. Faktor lingkungan mungkin berperan, misalnya infeksi virus hepatitis C (HCV), paparan radiasi atau bahan kimia. Penelitian Treon dkk pada tahun 26 menemukan dugaan penyakit Waldenstrom disebabkan oleh faktor genetik karena diketahui ada hubungan keluarga tingkat pertama antara pasien penyakit Waldenstrom dengan pasien penyakit Waldenstrom lain, kelainan limfosit B seperti limfoma non- Hodgkin, mieloma, leukemia limfositik kronik (LLK), leukemia limfositik akut (LLA), monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS), dan penyakit Hodgkin (Treon, 29). Patofisiologi penyakit Waldenstrom terjadi melalui 2 peran penting, yaitu infiltrasi sel limfoplasmasitoid di berbagai organ dan peningkatan kadar protein monoklonal IgM. Infiltrasi terutama di sumsum tulang, limpa, dan kelenjar getah bening, serta dapat menginfiltrasi hati, paru, saluran cerna, ginjal, kulit, mata, dan sistem saraf pusat (SSP). Infiltrasi sel limfoplasmasitoid dan peningkatan kadar protein monoklonal IgM menyebabkan timbul sejumlah tanda dan gejala klinis (Porce, 26). Infiltrasi sel limfoplasmasitoid di berbagai organ menyebabkan gejala konstitusional, yaitu demam hilang timbul, keringat malam hari, lemah, anoreksia, dan berat badan turun. Infiltrasi sel limfoplasmasitoid di hati, limpa, dan kelenjar getah bening menyebabkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati. Infiltrasi di paru menyebabkan gejala batuk, nyeri dada dan sesak nafas, di saluran cerna menyebabkan diare, malabsorbsi, perdarahan usus, dan obstruksi usus, di kulit menyebabkan nodul kulit, di mata menyebabkan kelumpuhan saraf mata, dan di SSP menyebabkan kelainan SSP berupa sindroma Bing-Neel yang ditandai dengan bingung, hilang ingatan, disorientasi, dan disfungsi motorik. Infiltrasi sel limfoplasmasitoid juga bisa terjadi di ginjal (Fonseca, 23; Gertz, 25; Dimopoulos, 25). Peningkatan kadar monoklonal IgM dapat menyebabkan 4 macam manifestasi klinis, yaitu gejala berkaitan dengan sindroma hiperviskositas, krioglobulinemia, aktivitas autoantibodi, dan deposit IgM di jaringan. Gejala utama sindroma hiperviskositas yaitu perdarahan gusi dan hidung, gangguan penglihatan, serta kelainan neurologis. Selain itu, sindroma hiperviskositas juga dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna, perdarahan pasca operasi, tuli, sinkop, ataksia, diplopia, perdarahan 62

ENDAH PURNAMASARI, RIADI WIRAWAN serebral, kejang, dan gagal jantung (Fonseca, 23; Gertz, 25). Gejala biasanya terjadi pada kadar IgM 3 g/dl atau viskositas serum > 4 centipoises (cp). Penurunan sedikit saja dari kadar protein IgM dapat secara dramatis menurunkan viskositas dan menyebabkan perbaikan gejala. Manifestasi klinis krioglobulinemia yaitu Fenomena Raynaud, akrosianosis, dan nekrosis pada bagian tubuh yang sering terpapar dingin seperti ujung hidung, telinga, serta jari tangan dan kaki. Keadaan ini dapat diatasi dengan plasmaferesis atau plasma exchange. Aktivitas autoantibodi monoklonal IgM terhadap Myelin Associated Glycoprotein (MAG) menimbulkan gejala neuropati khas yang sifatnya simetris, distal ekstremitas, mempengaruhi fungsi sensorik berupa parestesi atau nyeri tumpul, serta fungsi motorik seperti ataksia, atropi otot lengan, dan gaya berjalan abnormal. Aktivitas autoantibodi monoklonal IgM terhadap Fc dari IgG menimbulkan gejala purpura, artralgia, lemas, neuropati perifer, gangguan fungsi hati dan gangguan ginjal berupa glomerulonefritis krioglobulinemia. Aktivitas autoantibodi monoklonal IgM terhadap antigen spesifik eritrosit menyebabkan terjadi anemia hemolitik kronis. Deposit monoklonal IgM di membran basalis kulit menyebabkan timbul bula dan papul, di usus menyebabkan diare, malabsorbsi, dan perdarahan gastrointestinal, serta di ginjal mengakibatkan proteinuria ringan. Deposit imunoglobulin rantai ringan di jantung, paru, ginjal, hati, dan saraf perifer/otonom menyebabkan timbulnya gejala lemas, penurunan berat badan, edema, hepatomegali, makroglossi, dan disfungsi organ terkait (Fonseca, 23; Treon, 29). Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit Waldenstrom terdiri dari pemeriksaan hematologi dan imunologi. Pemeriksaan hematologi untuk diagnosis penyakit Waldenstrom terdiri dari pemeriksaan darah perifer dan pemeriksaan sediaan aspirasi sumsum tulang. Pemeriksaan darah perifer yaitu kadar hemoglobin, laju endap darah (LED), gambaran darah tepi, dan viskositas serum (Treon, 29). Kadar hemoglobin bervariasi, tetapi nilai rerata pada pasien penyakit Waldenstrom adalah 1 g/dl (Fonseca, 23; Gertz, 25; Dimopoulos; 25). Jumlah leukosit dan trombosit umumnya berada dalam rentang nilai normal. LED cepat karena kadar protein monoklonal IgM yang tinggi dalam serum. Molekul IgM diketahui bermuatan positif, bila ada dalam jumlah banyak maka molekul tersebut akan mengikat eritrosit secara elektrostatik sehingga terbentuk rouleaux dan mempercepat LED (Fonseca, 23; Treon, 29). Gambaran darah tepi umumnya memperlihatkan eritrosit normositik normokrom, adanya formasi rouleaux, dan ditemukan sel limfoplasmasitoid (Fonseca, 23; Gertz, 25; Treon, 29, Dimopoulos, 25). Viskositas serum diperiksa untuk menentukan adanya hiperviskositas (Treon, 24). Pada sediaan aspirasi sumsum tulang dapat ditemukan 3 tipe sel yaitu limfosit kecil, sel limfoplasmasitoid dan sedikit sel plasma matur. Sel mast biasa ditemukan bersama agregat tumor dan dihubungkan dengan patogenesis (Fonseca, 23; Singhal, 24, Treon, 24). Selain itu, sekitar 4-8% pasien penyakit Waldenstrom mengalami proteinuria rantai ringan yang disebut 63

PENYAKIT WALDENSTROM MAKROGLOBULINEMIA protein Bence Jones, tapi kadar melebihi 1 g/24 jam hanya terjadi pada 3% kasus (Fonseca, 23; Treon, 24; Treon, 29). Pada pemeriksaan imunologi diperiksa kadar IgM, krioglobulin, serta elektroforesis dan imunofiksasi protein (Treon, 29). Kadar protein IgM, monoklonal serum bervariasi, tapi umumnya antara 1,5-4,5 g/dl (Gertz, 25; Treon, 29). Krioglobulin positif sangat menunjang diagnosis penyakit Waldenstrom. Pada pemeriksaan elektroforesis protein serum dapat terlihat adanya M spike, yaitu peningkatan monoklonal protein dengan mobilitas beta ke gamma. Dengan imunofiksasi dapat diketahui adanya protein IgM monoklonal (Fonseca, 23; Singhal, 24). Kriteria diagnosis penyakit Waldenstrom berdasarkan Second International Workshop on Waldenstrom s Macroglobulinemia tahun 22 yaitu protein monoklonal IgM pada berbagai konsentrasi, infiltrasi sumsum tulang oleh limfosit kecil, sel limfoplasmasitoid dan sel plasma, gambaran intertrabekular sumsum tulang, dan profil imunofenotip sigm +, CD5 ±, CD1 -, CD19 +, CD2 +, CD22 +, CD23 -, CD25 +, CD27 +, FMC7 +, CD13 -, CD138 -. Gambaran intertrabekular sumsum tulang dan profil imunofenotip hanya bersifat menunjang, (Singhal, 24, Dimopoulos, 25, Vijay, 27), sehingga diagnosis penyakit Waldenstrom dapat ditegakkan dari adanya protein monoklonal IgM pada berbagai konsentrasi dan infiltrasi sumsum tulang oleh limfosit kecil, sel limfoplasmasitoid dan sel plasma. DISKUSI Pasien dirawat di RSCM dengan keluhan badan lemah dan batuk berulang. Sebelumnya pasien dirawat di RS Lampung dengan diagnosis leukemia akut dan infiltrat paru. Dari RS Lampung pasien mendapat terapi antituberkulosis. Pada Tabel 1 memperlihatkan kadar hemoglobin rendah, jumlah leukosit meningkat, LED cepat, serta ditemukan rouleaux dan sel limfoplasmasitoid. Hasil visualisasi ditunjukkan pada Gambar 1. Kadar hemoglobin rendah disebabkan adanya penekanan eritropoiesis. Jumlah leukosit tinggi disebabkan adanya limfoproliferatif dengan sel limfoplasmasitoid sebanyak 5% dari keseluruhan hitung jenis leukosit. Laju endap darah cepat dan pembentukan rouleaux eritrosit yang terlihat pada gambaran darah tepi dapat disebabkan peningkatan kadar protein IgM, untuk mengkonfirmasi hal tersebut maka disarankan pemeriksaan kadar protein IgM kuantitatif. Sel limfoplasmasitoid yang ditemukan pada Gambar 1 didukung hasil pemeriksaan sumsum tulang yang menunjukkan ada proliferasi 3 tipe sel yaitu limfosit, sel limfoplasmasitoid, dan sel plasma yang dapat dilihat pada Tabel 2, serta hasil visualisasi dapat dilihat pada Gambar 2. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria diagnosis penyakit Waldenstrom. Untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini, maka disarankan pemeriksaan IgG, IgA, IgM kuantitatif, elektroforesis protein, immunofiksasi protein, dan viskositas plasma yang dapat dilihat pada Tabel 3. Pada hari berikutnya didapatkan hasil kadar IgM kuantitatif meningkat, hal ini sesuai dengan hasil LED cepat dan gambaran rouleaux eritrosit yang didapat pada hari sebelumnya. Pada Gambar 3 hasil elektroforesis protein memperlihatkan 64

ENDAH PURNAMASARI, RIADI WIRAWAN adanya peningkatan protein dengan mobilitas beta ke gamma dan gambaran M-spike. Pemeriksaan imunofiksasi protein menunjukkan adanya protein monoklonal IgM, sesuai dengan kriteria diagnosis untuk penyakit Waldenstrom. Dengan terpenuhi dua kriteria diagnosis yaitu protein monoklonal IgM pada berbagai konsentrasi, infiltrasi sumsum tulang oleh limfosit kecil, sel limfoplasmasitoid dan sel plasma, maka pada kasus ini sudah dapat ditegakkan diagnosis penyakit Waldenstrom. Pada data laboratorium tanggal 13 November 29 didapatkan data tambahan yaitu krioglobulin positif terjadi karena protein monoklonal IgM bersifat sebagai krioglobulin tipe 1, yaitu protein monoklonal yang berpresipitasi pada suhu dingin. Viskositas serum dan viskositas darah meningkat menunjukkan adanya hiperviskositas karena peningkatan kadar IgM, tetapi pada pasien ini belum didapatkan sindroma hiperviskositas yang ditunjukkan pada Gambar 4. Dari hasil urinalisa diketahui terdapat proteinuria 2+, hematuria mikroskopis 4-5/LPB, dan silinder granula 1-2/LPK yang ditunjukkan pada Tabel 4. Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hal ini, yaitu sel limfoplasmasitoid sudah menginfiltrasi ginjal, deposit protein monoklonal di ginjal, atau aktivitas autoantibodi monoklonal IgM yang dapat menimbulkan gangguan ginjal berupa glomerulonefritis krioglobulinemia. Selain itu rantai ringan immunoglobulin juga dapat mengendap di ginjal dan menyebabkan amiloidosis. Kadar ureum dan kreatinin masih normal menandakan fungsi ginjal masih baik, kemungkinan karena proses penyakit masih awal. Aktifitas LDH meningkat disebabkan karena proliferasi sel meningkat, dalam hal ini adalah sel limfoplasmasitoid, limfosit, dan sel plasma. Kadar asam urat masih normal disebabkan karena proses penyakit masih awal. Peningkatan kadar IgM tidak disertai penurunan kadar IgA dan IgG karena pada sediaan sumsum tulang terdapat peningkatan jumlah plasmosit 9% yang masih bisa menghasilkan IgG dan IgA, selain adanya 26% sel limfoplasmasitoid yang hanya bisa menghasilkan IgM. Gejala utama pada pasien ini adalah badan terasa lemah dan batuk berulang. Selain merupakan gejala konstitusional, lemah badan kemungkinan disebabkan karena anemia yang berlangsung lama. Keluhan batuk berulang mungkin disebabkan karena sudah terjadi infiltrasi sel limfoplasmasitoid di paru. Hal ini dapat dikonfirmasi dari data tambahan, bahwa saat pasien dirawat di RS Lampung sudah dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan hasil dikatakan ada infiltrat dan diberi terapi antituberkulosis. Berdasarkan kriteria diagnosis yang ditetapkan oleh Second International Workshop on Waldenstrom s Macroglobulinemia tahun 22, maka pada pasien ini sudah terpenuhi dua kriteria, yaitu protein monoklonal IgM yang terlihat pada elektroforesis dan imunofiksasi, serta infiltrasi sumsum tulang oleh limfosit kecil, sel limfoplasmasitoid dan sel plasma. Oleh karena itu pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis penyakit Waldenstrom. SIMPULAN Telah dilakukan pemeriksaan hematologi dan imunologi terhadap 65

PENYAKIT WALDENSTROM MAKROGLOBULINEMIA Tn. B, 58 tahun dengan keluhan utama badan lemah dan batuk berulang. Hasil pemeriksaan laboratorium mendukung diagnosis penyakit Waldenstrom, yaitu ditemukan protein monoklonal IgM dan infiltrasi sumsum tulang oleh limfosit kecil, sel limfoplasmasitoid dan sel plasma. Hasil lain yang menyokong yaitu adanya rouleaux dan sel limfoplasmasitoid pada gambaran darah tepi, LED cepat, kadar IgM tinggi, krioglobulin positif, dan viskositas serum meningkat. KEPUSTAKAAN Dimopoulos MA, Kyle RA, Treon SP 25. Diagnosis and Management of Waldenstrom's Macroglobulinemia. Journal of Clinical Oncology 23:1564-1577. Fonseca R, Witzig TE 23. Waldenstrom Macroglobulinemia. Di dalam: Greer JP, Foerster J, Lukens JN, editor. Wintrobe's Clinical Hematology. Edisi ke-11. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 5352-5383. Gertz MA, Fonseca R, Rajkumar V 25. Waldenstrom's Macroglobulinemia. The Oncologist 5:63-67. Harris NL, Jaffe ES, Diebold J 1999. The World Health Organization Classification of Neoplastic Diseases of the Hematopoietic and Lymphoid Tissues. Report of the Clinical Advisory Commitee Meeting Annals of Oncology 1:1419-1432. Harris NL, Jaffe ES, Stein H 1994. A revised European-American Classification of Lymphoid Neoplasms: a Proposal from The International Lymphoma Study Group. Blood 84:1361-1392 Porce D, Seiter K 26. Waldenstrom Hiperglobulinemia. http://www.emedicine.com/med/top ic2395.htm#section~author_informatio n. Singhal N, Bapsy PP, Babu KG, Sahoo TP 24. Waldenstrom's Macroglobulinemia. JAPI 52:981-984. Treon SP, Hatjiharissi E, Leleu X, Roccaro A, Merlini G 29. Waldenstrom Macroglobulinemia/Lymphoplasacyti c Lymphoma. Di dalam: Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ, editor. Hematology; Basic Principles and Practice. Edisi ke- 5. Philadelphia: Churchill Livingstone. hlm. 1413-1423. Treon SP, Hunter ZR, Anggarwal A, Ewen EP 26. Characterization of Familial Waldenstrom's Macroglobulinemia. Annals of Oncology 17:488-494. Treon SP, Merlini G 24. Amyloidosis and Waldenstrom Macroglobulinemia. American Society of Hematology.:27-28. Vijay A, Gertz MA 27. Waldenstrom Macroglobulinemia. Blood 19:596-513. 66