BAB I PENDAHULUAN. Warna gigi normal pada manusia adalah kuning keabu-abuan, putih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. warna gigi. Pada gigi yang mengalami perubahan warna atau diskolorisasi

BAB I PENDAHULUAN. mendorong seseorang untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ulkus mulut merupakan kelainan patologis yang sering dijumpai di rongga

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jaringan, salah satunya adalah lesi ulkus. Ulkus ditandai dengan hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. dari sistem stomatognasi gigi berfungsi sebagai alat mastikasi, estetika, fonetik

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. dan putih kekuning-kuningan. Warna gigi ditentukan oleh ketebalan ,

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ulkus yang terdapat di mukosa mulut merupakan lesi oral yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keparahan penyakit periodontal di Indonesia menduduki. urutan kedua utama setelah karies yang masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. peradangan. Inflamasi atau peradangan disebabkan oleh kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. putih akan membuat orang lebih percaya diri dengan penampilannya (Ibiyemi et

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. Warna gigi normal manusia adalah kuning keabu-abuan, putih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metabolik, kondisi sistemik dan faktor lokal seperti luka. Diskolorisasi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. pulpa. Gigi manusia dapat berubah warna, itu dinamakan diskolorisasi gigi. (perubahan warna) (Grossman dkk, 1995)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigi, puskesmas, dan rumah sakit adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN tercatat sebagai negara yang memiliki prevalensi terendah kejadian

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratoris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar,

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kerusakan secara selular dan diskontinyu anatomis pada suatu

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang bidang pekerjaannya sangat menuntut penampilan seperti pramugari

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. membentuk odontoblas terkait dengan perkembangan gigi geligi, setelah itu

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemui pada penderita periodontitis. Pertumbuhan Porphyromonas gingivalis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih percaya diri karena memiliki nilai estetika yang tinggi.perubahan warna gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warna gigi normal pada manusia adalah kuning keabu-abuan, putih keabu-abuan, dan putih kekuning-kuningan. Warna gigi ditentukan oleh ketebalan email, ketebalan dentin, warna dentin yang melapisi bawahnya, warna pulpa dan transluensi. Gigi manusia dapat berubah warna, hal tersebut dinamakan diskolorisasi gigi atau perubahan warna. (Grossman, 1995). Prosedur restorasi gigi yang digunakan untuk memodifikasi bentuk gigi, merapikan gigi atau warna gigi sangat berguna untuk mencapai tujuan estetik. Salah satu prosedur yang digunakan adalah bleaching. Prosedur bleaching merupakan alternatif perawatan restoratif yang popular yang tujuannya untuk mencapai warna enamel yang lebih terang (Kermanshah, dkk., 2013). Untuk mengetahui penggunaan teknik-teknik yang terlibat dalam bleaching, penting diketahui penyebab dan lokasi penyebab perubahan warna, serta berbagai macam metode perawatan yang dapat dilakukan (Walton dan Torabinejad, 2008). Prosedur bleaching memiliki berbagai macam cara, diantaranya; 1) Bleaching dapat dikerjakan di klinik oleh dokter gigi secara langsung (office bleaching), 2) Bleaching dapat dilakukan dirumah dengan pantauan dokter gigi (home bleaching) (Aschheim dandale, 2001). Bahan bleaching yang biasa digunakan dalam kedokteran gigi antara lain cairan hidrogen peroksida, karbamid peroksida dan natrium perborat. Bahan tersebut dapat berperan sebagai oksidator atau reduktor dan kebanyakan 1

2 adalah oksidator. Hidrogen peroksida dan karbamid peroksida terutama diindikasikan untuk pemutihan secara eksternal, sedangkan natrium perborat dipakai untuk pemutihan secara internal (Walton dan Torabinejad, 2008). Contoh produk hidrogen peroksida yang ada di pasaran adalah Superoxol, bahan ini mengandung hidrogen peroksida sebesar 30%. Dan bahan ini dapat menyebabkan luka pada kulit (Sidauruk, dkk., 2009). Bleaching mempunyai 2 efek samping yang paling sering dijumpai, yaitu gigi sensitif dan iritasi gingiva. Selain itu bisa juga menyebabkan sakit tenggorokan, rasa perih pada jaringan rongga mulut dan sakit kepala(jenssen dan Tran, 2011). Secara umum, iritasi gingiva dapat menyebabkan cedera pada sel. Penyebab cedera sel sangat bervariasi, mulai dari kekerasan fisik eksternal dan penyebab endogen atau internal. Penyebab cedera sel dapat dikelompokkan dalam kategori seperti kekurangan oksigen, faktor fisik, kimiawi, dan biologis, reaksi imunologis, kelainan genetik dan ketidakseimbangan nutrisi (Syamsuhidayat, dkk., 2012). Salah satu zat kimia yang dapat menyebabkan cedera pada sel yang terkandung dalam bahan bleaching adalah hidrogen peroksida 35%. Bahan tersebut merupakan bahan yang tajam dan dapat menyebabkan gingiva terbakar dan mengelupas. Apabila bahan kimia yang kuat ini dipakai pada jaringan lunak, harus dilapisi dengan menggunakan pasta pelindung (Walton dan Torabinejad, 2008). Luka yang timbul mengakibatkan gangguan pada struktur jaringan yang utuh dan dapat mengakibatkan hilangnya struktur jaringan (Hermanto dan Taufiqurrahman,

3 2005). Adanya luka pada gingiva menyebabkan terganggunya perlindungan gingiva terhadap infeksi maupun kerusakan mekanis akibat hilangnya kontinuitas jaringan sehingga integritas jaringan tulang yang berada dibawah gingiva dapat terancam (Abrams, 1994). Selain itu luka yang biasa disebabkan oleh zat kimia adalah luka bakar (Syamsuhidayat, dkk. 2012). Penyembuhan luka yang paling sederhana dapat dilakukan secara alami oleh tubuh. Seperti pada insisi pembedahan, yang tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk dimulainya proses penyembuhan. Penyembuhan semacam itu disebut penyembuhan primer (Price & Wilson, 2006). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, meliputi fase inflamasi, fase poliferatif, dan fase remodeling (Syamsuhidayat, dkk., 2012). Dalam fase inflamasi terdapat sel limfosit yang umumnya terdapat di dalam eksudat dalam jumlah yang sangat sedikit hingga waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis. Karena fungsi-fungsi limfosit yang diketahui semuanya berada dalam bidang imunologik (Price dan Wilson, 2006). Selain hal tersebut pada proses inflamasi terdapat kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang (Ganiswara, 2005). Leukosit atau sel darah putih terdiri dari beberapa jenis Sel seperti neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit yang berinterkasi satu sama lain dalam proses inflamasi (Effendi, 2003). Limfosit adalah leukosit mononuklear yang berdiameter antara 7-20 μm, memiliki inti berwarna gelap yang mengandung kromatin tebal dan sitoplasma

4 yang berwarna biru pucat. Pada prose peradangan sel limfosit muncul sebagai reseptor antigen yang pada kondisi tepat menginduksi suatu respon imunospesifik dan bereaksi dengan produk produk respon tersebut (Dorland, 2002). Limfosit dapat menjadi lebih sensitif selama stadium seluler lebih lanjut. Sensitifitas ini dapat muncul pada saat sel plasma memproduksi antibodi atau pada saat limfosit T memproduksi limfokin untuk mempermudah proses peradangan (Saraf, 2006). Limfosit umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil untuk waktu yang cukup lama yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik (Price dan Wilson, 2005). Menurut Bellanti (1993) pada proses keradangan, limfosit berfungsi memberikan respons imunologik untuk melawan agen asing dengan fenomena humoral dan seluler spesifik. Limfosit memiliki peranan fungsional yang berbeda, yang semuanya berhubungan dengan reaksi imunitas dalam bertahan terhadap serangan mikroorganisme, makromolekul asing dan sel kanker. Limfosit T secara langsung menghancurkan sel-sel sasaran spesifik, suatu proses yang dikenal sebagai respon imun yang diperantarai sel hidup (respon imun seluler). Sel yang menjadi sasaran limfosit T mencakup sel-sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel kanker (Sherwood, 2001). Menurut Savage dan McCullough, (2005) pengobatan untuk penyembuhan luka pada mukosa mulut bisa menggunakan topikal kortikosteroid. Topikal kortikosteroid berfungsi sebagai agen anti-inflamasi. Beberapa obat topikal kortikosteroid adalah triamcinolone acetonide 0,1%,

5 kenalog in orabase, salep hydrocortisone acetate 1% dan salep bethamethasone dipropionate 0,05%.Obat kimia merupakan upaya untuk mempercepat proses penyembuhan luka, seperti penggunaan topikal kortikosteroid yang dianjurkan untuk pengobatanulserasi pada mukosa mulut. Kenalog merupakan jenis topical kortikosteroid yang sudah banyak digunakan sebagai agen anti inflamasi untuk mengobati luka pada mukosa mulut (Krasteva,dkk., 2010). Menurut Skidmore Roth (2014), triamcinolone acetonide memiliki kontraindikasi terhadap infeksi jamur, virus, atau bakteri pada mulut dan tenggorokan. Hal tersebut perlu diperhatikan karena penggunaan kortikosteroid pada masa infeksi aktif dapat menekan sistem imun tubuh (McGee dan Hirschmann, 2008). Salah satu efek samping kortikosteroid topikal pada mukosa oral adalah meningkatnya pertumbuhan Candida sp. dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan kandidiasis (Eisen dan Lynch, 2001; Savage dan McCullough, 2005). Adanya kontraindikasi dan efek samping yang tinggi akibat penggunaan obat antiinflamasi golongan steroid, maka saat ini banyak dikembangkan pengobatan yang berasal dari bahan alami seperti suplemen dan obat herbal sebagai pereda rasa nyeri dan inflamasi (Maroon dkk., 2010). Indonesia mempunyai lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obatdan 300 jenis diantaranya sudah dimanfaatkan sebagai obat herbal. Pepaya (Carica papaya) adalah salah satu tanaman berkhasiat yang bisa dijadikan obat. Salah satu bagian dari tanaman pepaya yang berkhasiat obat ialah daunnya. Daun pepaya sering dijadikan bahan makanan sehari-hari walaupun rasanya pahit

6 (Yapian, dkk., 2013).Daun papaya memiliki kandungan senyawa aktif berupa enzim papain dan flavonoid sebagai anti inflamasi. Ekstrak daun pepaya mempunyai efek antiinflamasi berupa penurunan jumlah sel makrofag (Aldelina, dkk., 2013). Berbagai macam tumbuhan herbal yang ada dibumi memiliki banyak manfaat dan pada dasarnya semua tumbuhan yang ada dibumi itu baik, sesuai dalam Al-Quran surat Asy-Syuara ayat 7 yang berbunyi : أ و ل م ي ز و ا إ ل ى ا ل ر ض ك م أ و ب ت ى ا ف يه ا م ه ك ل س و ج ك ز يم Artinya, Dan apakah mereka tidak memperlihatkan bumi, betapa kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik. Penggunaan sumber daya yang ada dibumi harus dimanfaatkan dengan bijaksana dan maksimal sesuai manfaatnya, sesuai dalam surat Al-Quran surat Al-Isra ayat 27 : اك ف ىر ل ز ب ه الش ي ط او ى ك او الش ي اط يى إ خ ى او ك او ىاال م ب ذ ر يى إ ن Artinya, Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudarasaudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Berdasarkan ayat diatas peneliti memaknai bahwa Allah SWT menciptakan semua tumbuhan di dunia ini baik dan mempunyai manfaat, kita harus memaksimalkan pemanfaatan dari tumbuhan tersebut agar kita tidak termasuk orang yang boros. Bahan uji seperti obat yang akan dimanfaatkan pada manusia harus lolos dari pengujian laboratorium secara tuntas dan dilanjutkan dengan penelitian pada hewan percobaan untuk mengetahui kelayakan dan keamanannya. Hewan percobaan diperlukan untuk mengamati

7 dan mengkaji seluruh reaksi dan interaksi bahan uji yang diberikan, serta dampak yang dihasilkan secara utuh dan mendalam (EndiRidwan, 2013). Pemanfaatan daun papaya (Carica Papaya L ) masih jarang, terutama dalam bidang kedokteran gigi. Berdasarkan latarbelakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) terhadap penyembuhan luka gingiva akibat bahan bleachin gyaitu hidrogen peroksida melalui pengamatan penurunan diameter luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun - tahun. Hal ini disebabkan karena tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Pada penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley jantan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu apakah gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% efektif mempercepat penyembuhan luka yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan. 2. Tujuan khusus Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% terhadap penurunan diameter luka dan jumlah sel limfositpada proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan. D. Manfaat Penelitian Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti Menambah pengalaman dan mendapat informasi baru mengenai manfaat gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan melalui pengamatan penurunan diameter luka dan jumlah sel limfosit.

9 2. Bagi masyarakat Menambah wawasan publik tentang terapi alternatif dalam upaya peningkatan durasi penyembuhan luka gingiva dan menambah nilai ekonomis dari daun pepaya. 3. Bagi ilmu pengetahuan Memberikan informasi baru dalam ilmu kedokteran khususnya kedokteran gigi dan diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh iritasi hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching. E. KeaslianPenelitian Terdapat beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya yaitu: 1. Efek Ekstrak Etanol Daun Awar-Awar (Ficus Septica Burm.F) terhadap Kemampuan Epitelisasi pada Tikus (Rattus Norvegicus). Oleh Rahman, dkk. pada tahun 2013. Penelitian tersebut menggunakan ekstrak etanol daun awar-awar pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5%. Pada perlukaandilakukandengan menempelkan logam panas (100 0 C) selama 2 detik pada daerah kulit punggung tikus.ekstrak etanol daun awar-awar memiliki kemampuan epitelisasi pada tikus putih dan pada konsentrasi 1.5 % sangat signifikan sebagai obat untuk penyembuhan. Perbedaannya dengan penelitian saya adalah bahan yang digunakan berupa daun pepaya dan perlukaannya menggunakan bahan bleaching hidrogen peroksida

10 35%. Persamaannya adalah variabel yang diamati yaitu penurunan diameter luka sebagai indikator penyembuhan. 2. Pengaruh Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Jumlah Sel Limfosit Pada Gingiva Tikus Wistar Jantan Yang Mengalami Periodontitis. Oleh Bramanto dkk tahun 2014. Penelitian tersebut dilakukan dengan memberikn induksi P. gingivalis dengan jumlah bakteri 3 x 106 (McFarlan) dan dipasang ligature pada regio molar kiri rahang bawah pada tikus. Dan dekapitulasi rahang tikus untuk menghitung jumlah sel limfosit pada mikroskop. Hasil penelitian membuktikan bahwa terjadi penurunan jumlah sel limfosit pada gingiva tikus wistar jantan yang mengalami periodontitis setelah diberikan ekstrak daun pepaya. Konsentrasi ekstrak daun pepaya yang paling efektif adalah 75%. Perbedaan dengan penelitian saya adalah, induksi luka yang digunakan yaitu menggunakan bahan hidrogen Peroksida sebagai bahan bleaching 35%. Persamaannya adalah yang diamati yaitu sel radang limfosit melalui mikroskop. 3. Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya) terhadap Jumlah Sel Makrofag pada Gingiva Tikus Wistar yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis. Oleh Aldelina, dkk. pada tahun 2013. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat efek anti inflamasi ekstrak daun pepaya berupa penurunan jumlah sel makrofag. Peradangan (inflamasi) dilakukan dengan menginduksikan Porphyromonas gingivalis dengan konsentrasi 3x10 6 pada sulkus gingiva. Penelitian tersebut menggunakan ekstrak daun

11 papaya konsentrasi 25%, 50% dan 75%.Konsentrasi 75% mempunyai efek terbesar dalam menurunkan jumlah sel makrofag. Perbedaan dengan penelitian saya adalah indicator penyembuhan luka yang diamati berupa penurunan diameter luka dan induksi lukanya menggunakan bahan bleaching hidrogen peroksida 35%. Persamaannya adalah menggunakan ektrak daun pepaya sebagai perlakuannya.