PERENCANAAN DAN OPTIMASI FREKUENSI PADA SIARAN RADIO FM DAN DAB Ikhwan Tauhid,13203153 Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Abstrak Pada penelitian ini dilakukan perencanaan frekuensi siaran radio FM untuk wilayah layanan kota-kota besar pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Pada salah satu prosedur perencanaan FM terdapat evaluasi interferensi yang dilakukan untuk mengetahui spasi frekuensi antar wilayah layanan, spasi frekuensi inilah yang dijadikan basis untuk melakukan optimasi frekuensi siaran radio FM. Selain itu juga dilakukan perencanaan DAB pada pulau Jawa yang bertujuan untuk mendapatkan allotment frekuensi terbaik. Dari hasil simulasi, diketahui pada beberapa wilayah layanan masih terdapat tingkat interferensi yang tinggi dan juga beberapa wilayah layanan lainnya juga terdapat spasi frekuensi yang terlalu jauh. Dari simulasi optimasi frekuensi FM didapatkan banyak kanal bisa diberikan pada beberapa wilayah layanan. Untuk perencanaan DAB, didapatkan alternatif allotment frekuensi terbaik. 1. Pendahuluan Di beberapa kota besar di Pulau Jawa, jumlah stasiun radio FM (Frequency Modulation) yang ada telah sangat padat, sementara spektrum frekuensi yang diperuntukkan untuk siaran radio FM sangat terbatas, selain itu juga permintaan izin frekuensi stasiun radio FM saat ini masih sangat banyak. Hal ini membuat perlu dilakukannya perencanaan ulang dan juga melakukan optimasi frekuensi FM untuk mengetahui apakah penambahan kanal baru yang dapat dijatahkan masih dapat dilakukan.selain itu penerapan penggunaan teknologi radio digital seperti teknologi DAB [12] juga dirasa telah mendesak untuk dilakukan guna menampung tingginya permintaan pendirian suatu stasiun radio Penggunaan teknologi baru sperti DAB ini harus dapat diterapkan dengan syarat dapat menyesuaikan diri dengan penggunaan teknologi lain pada alokasi frekuensi yang telah diterapkan yaitu Band 3 VHF, salah satunya adalah TV analog. Oleh karena itu Perencanaan siaran radio DAB sendiri mempunyai beberapa tahapan guna menghindari terjadinya interferensi dengan TV analog. 2. Perencanaan dan optimasi frekuensi 2.1. Perencanaan FM Untuk melakukan perencanaan terdapat tahapan yang harus dilakukan antara lain : 1
1. Tentukan wilayah layanan yang akan dipetakan untuk kanal frekuensi. 2. Tentukan lokasi penempatan pemancar stasiun radio FM. 3. Tentukan variasi ERP dan tinggi antena stasiun pemancar agar radius wilayah layanan sesuai dengan yang telah direncanakan. 4. Tentukan Empat titik dimana testpoint dari stasiun radio FM akan ditempatkan. 5. Tentukan kanal yang akan dialokasikan untuk setiap wilayah layanan. 6. Lakukan evaluasi interferensi, untuk mengetahui apakah perencanaan telah sesuai dengan persyaratan kualitas sesuai rekomendasi [1] 7. Jika terjadi interferensi sehingga persyaratan kualitas minimum tidak terpenuhi, maka lakukan penyesuaian sampai memenuhi persyaratan kualitas minimum diinginkan (wanted signal) dengan sinyal yang tidak diinginkan (unwanted signal). Nuisance field, merupakan kuat medan dari pemancar penginterferensi ditambah nilai protection ratio sesuai dengan spasi kanal Wilayah cakupan, merupakan wilayah yang tercakup oleh pemancar stasiun radio dimana nilai kuat medan yang diterima pada wilayah tersebut lebih dari atau sama dengan nilai usable field-strength. Wilayah layanan, Merupakan suatu wilayah yang dijaga dimana stasiun radio harus memenuhi persyaratan untuk memancarkan siaran radio. Biasanya wilayah layanan merupakan suatu wilayah administrasi suatu daerah Osilator lokal pada perangkat penerima, biasanya memiliki frekuensi lebih besar dari 10,7 MHz dari frekuensi suatu stasiun radio yang diterima (f 1 ) pada perangkat tersebut Parameter perencanaan FM antara lain : Spasi kanal, Spasi kanal merupakan jarak frekuensi dimana suatu frekuensi dapat digunakan lagi oleh stasiun radio yang lain, spasi kanal merupakan kelipatan dari 100 khz. Kualitas penerimaan, merupakan skala subjektif yang digunakan untuk mengukur baik-buruknya penerimaan Kuat medan minimum penerimaan Usable field strength Kuat medan minimum yang diperlukan untuk memenuhi kualitas penerimaan yang baik setelah memperhitungkan protection ratio terhadap sinyal interferensi Protection Ratio, Merupakan suatu perbandingan nilai kuat medan sinyal yang Tabel 1. Kuat Medan Minimum untuk perencanaan Tipe Area Monophonic db(µv/m) Layanan Stereophonic db(µv/m) Rural 48 54 Urban 60 66 Large cities 70 74 2
Table 2. Protection ratio untuk deviasi frekuensi ±75 khz Spasi Protection Ratio (db) frekue Monophonic Stereophonic nsi Stea Troposphe Stea Troposphe ( khz ) dy ric dy ric 0 36 28 45 37 100 12 12 33 25 200 6 6 7 7 300-7 -7-7 -7 400-20 -20-20 -20 2.2. Perencanaan DAB Penerapan teknologi DAB di Indonesia menggunakan beberapa fase, yaitu fase 1 dimana pemberian perizinan TV analog yang berada satu band dengan DAB akan dihentikan, dan teknologi DAB akan diterapkan bersama-sama dengan TV analog (simulcast), fase 2 dimana TV analog mulai dihentikan satu-persatu, kanal-kanal TV tersebut diberikan pada DAB sesuai perencanaan yang ada, fase 3 semua TV analog telah mati, hanya teknologi DAB yang berjalan. Karena penerapan fase ini maka perencanaan DAB dibagi menjadi dua tahapan yaitu Perencanaan tetap yaitu perencanaan dengan tidak memperhitungkan interferensi dari dan ke TV analog karena TV analog tidak digunakan lagi pada Band 3 VHF, hal ini untuk mendapatkan perencanaan terbaik yang rapi dan teratur. Perencanaan ini akan diterapkan sepenuhnya pada fase 3. Perencanaan transisi yaitu perencanaan dengan memperhitungkan interferensi dari dan ke TV analog. Merupakan perencanaan tetap dengan penggunaan beberapa kanal transisi untuk menghindari interferensi. Perencanaan ini akan diterapkan pada fase 1 dan 2. Perencanaan tetap Pada perencanaan DAB digunakan metode lattice untuk allotment frekuensi. Metode lattice ini berguna untuk membuat pola berurutan pada wilayah layanan DAB, hal ini dilakukan untuk mendapatkan allotment frekuensi yang teratur dan rapi sehingga bila suatu saat terdapat teknologi baru yang alokasi frekuensinya berdekatan dengan teknologi DAB maka perencanaan teknologi baru tersebut dapat menjadi lebih mudah. Pola yang digunakan pada metode lattice ini adalah pola reuse 3 grup dimana masing-masing group dapat diisi kanal tertentu. Untuk perencanaan kali ini, digunakan berbagai alternatif percobaan 3 tipe reuse grup dan pergantian group untuk masing-masing wilayah layanan, ini dilakukan untuk mengetahui pola perencanaan ideal yang menghasilkan sesedikit mungkin kanal transisi. Semakin sedikit kanal transisi akan memudahkan untuk melakukan pergantian kanal transisi menjadi kanal tetap ketika perioda transisi untuk mengakomodasi TV analog telah lewat. Prosedur perencanaan tetap : 1. Tentukan wilayah layanan yang akan dipetakan. 2. Tentukan lokasi penempatan pemancar stasiun DAB 3. Tentukan variasi ERP dan tinggi antena stasiun pemancar agar radius wilayah layanan sesuai dengan yang telah direncanakan. 4. Tentukan Empat titik dimana testpoint dari stasiun radio FM akan ditempatkan 5. Tentukan kanal yang akan dialokasikan untuk setiap wilayah layanan. 3
6. Lakukan evaluasi interferensi, untuk mengetahui apakah perencanaan telah sesuai dengan persyaratan kualitas sesuai rekomendasi [1] 7. Jika terjadi interferensi sehingga persyaratan kualitas minimum tidak terpenuhi, maka lakukan penyesuaian sampai memenuhi persyaratan kualitas minimum Perencanaan transisi Prosedur perencanaan transisi : 1. Tentukan pemancar-pemancar TV analog yang masih beroperasi 2. Petakan wilayah cakupan dari pemancarpemancar TV analog yang masih beroperasi berdasarkan ERP dan tinggi antena sesuai database. 3. Lakukan evaluasi interferensi terhadap wilayah layanan DAB yang sama ataupun bertetangga. 4. Jika terjadi interferensi, berikan alternatif kanal transisi untuk wilayah layanan DAB tersebut. Parameter perencanaan DAB Kuat medan minimum Protection ratio Tabel 3. Minimum Field Strength TV Field strength to be Transmit antenna protected in db(µv/m) height (m) 55 10 Tabel 4. Protection Ratio DAB-DAB Protection Ratio Co- Channel Upper Adjacent Lower Adjacent 15 db -40 db -40 db Tabel 5. Protection Ratio DAB-TV Δf (MHz) PR (db) Δf (MHz) PR (db) Δf (MHz) PR (db) -7-47 -3-31,5-0,6-3 -6,5-18 -2,5-29 0-0,5-6 -5-2 -26,5 0,6-3 -5,5-3 -1,5-23 0,7-4 -5-5 -1-18,5 0,8-12 -4,5-20 -0,9-16 0,9-16 -4-22 -0,8-9 1-19,5-3,5-31,5-0,7-5 2-45,3 Tabel 6. Protection ratio TV-DAB PR PR PR PR Δf Δf (db) (db) (db) (db) (MHz) (MHz) 1% 50% 1% 50% -1,9-1,5 1,8 5,2 31 36,8-1 30 36 5,3 31 32,6 0 42 48 5,5 31 33 1 42 48 6,2 31 31 2 37 42 6,45 31 31 3 32 36 6,85 19 19 4 39 45,3 7,25-5 -5 5 39 45,3 2.3. Algoritma Simulated Annealing Algoritma Simulated Annealing dikembangkan oleh Kirkpatrick, Gellat, Vecchi pada tahun 1982 [13]. Metode ini dikembangkan berdasarkan analogi termodinamika, yaitu proses pembekuan dan pengkristalan cairan dan juga proses pendinginan 4
suatu logam. Pada temperature tinggi, molekul cairan dapat bergerak dengan bebas satu sama lain, apabila didinginkan secara perlahan, pergerakan panas kemudian menjadi terbatas, atom-atom kemudian saling berjajar dan membentuk suatu kristal murni yang yang teratur. Kondisi pengkristalan ini merupakan suatu kondisi dimana energi menjadi minimum, yang kemudian dapat dikatakan merupakan solusi optimum dari permasalahan matematis optimasi. Untuk dapat melakukan metode diatas secara matematis dibutuhkan beberapa elemen sebagai berikut : Suatu set konfigurasi yang akan kita lakukan optimasi. Pembangkit bilangan acak untuk membangkitkan set konfigurasi baru Suatu penilaian terhadap kondisi energi suatu konfigurasi atau bisa disebut fungsi cost. Suatu parameter kontrol T (Temperature) dan suatu penjadwalan annealing yang mengatur tingkat penurunan T. Pseudocode Algoritma Simulated Annealing Tentukan T awal Bangkitkan peruntukkan frekuensi secara acak (Xlama) Selama T > Tmin Dari i = 1 : N Bangkitkan peruntukkan frekuensi baru (Xbaru) hitung energi baru hitung ΔE = Energi baru Energi Lama Jika ΔE < 0 Xlama = Xbaru Elama = Ebaru Lainnya jika random < prob = e^(- ΔE/T) Xlama = Xbaru Elama = Ebaru End If End T = 0,9 x T End 2.4. Optimasi frekuensi FM menggunakan algoritma Simulated Annealing Elemen set konfigurasi yang akan digunakan pada algoritma Simulated Annealing adalah set konfigurasi wilayah layanan X = {x 1,x 2,x 3,x 4,,x n } dimana x n menunjukkan wilayah layanan tertentu dan n adalah jumlah wilayah layanan yang akan ikut untuk dibandingkan spasi kanalnya. Nilai x n akan diisi dengan kanal yang dialokasikan untuk FM Y = {1,2,3,,201}. Elemen set konfigurasi diatas akan dibangkitkan secara acak oleh suatu pembangkit bilangan acak. Bilangan acak yg akan dibangkitkan untuk nilai x n ini kemudian akan dibatasi oleh frekuensi yang telah 5
dijatahkan untuk suatu wilayah layanan F n = {f 1,f 2,f 3,f 4 4,.,f N } dimana n adalah nilai yg menunjukkan wilayah layanan tertentu, dan N adalah jumlah kanal yang telah dijatahkan pada wilayah tersebut, dan juga matriks spasi frekuensi antar wilayah layanan. Fungsi cost pada optimasi frekuensi ini akan digunakan untuk mengetahui tingkat kerapatan spasi frekuensi antar wilayah layanan dan juga sesama wilayah layanan. Semakin rapat spasi frekuensi antar/sesama wilayah layanan maka semakin optimumm nilai costnya. Tingkat kerapatan tersebut diukur dengan menggunakan jarak frekuensi rata-rata antar dan sesama wilayah layanan. Secara matematis fungsi cost adalah : Cost = (α x jarak rata2 menuju ideal) + (β x jarak rata2 dari kondisi saat ini) + (ρ x jumlah frekuensi yang dapat ditambah) Ket : α = konstanta pengali untuk jarak rata2 menuju ideal β = konstanta pengali untuk jarak rata2 dari kondisi saat ini ρ = jumlah frekuensi yang dapat ditambah Jarak rata-rata menujuu ideal adalah jarak frekuensi antara spasi frekuensi ideal (sesuai protection ratio) dengan spasi rata-rata antar frekuensi setelah melakukan pembangkitan acak kanal baru untuk allotmentt frekuensi. Merupakan jarak antara tingkat kerapatan dari kondisi setelah pembangkitan acak kanal baru baru dengan tingkat kerapatan yang ideal. Semakin kecil jarak ini maka semakin bagus tingkat kerapatannnya, karena bila mencapai tingkat kerapatan ideal maka spasi frekuensi rata-rata menjadi sangat rapat. Jarak rata-rata dari kondisi saat ini adalah jarak frekuensi antara spasi rata-rata frekuensi kondisii saat ini berdasarkan KM15 [1] dengan spasi frekuensi rata-rata setelah melakukan pembangkitan acak kanal baru untuk allotment frekuensi. Merupakan jarak antara tingkat kerapatan dari kondisi saat inii berdasarkan KM15 dengann tingkat kerapatan setelah dilakukan pembangkitan acak kanal baru. Semakin besar jarak ini maka semakin bagus tingkatt kerapatannnya, karena bila menjauhi kerapatan kondisi saat ini maka ketidakrapatan spasi rata-rata antar frekuensi menjadi berkurang atau tingkat kerapatan spasi rata-rata antar frekuensi menjadi meninggi. Gambar 1. spasi frekuensi antar dan sesama wilayah layanan 3. Hasil simulasi dan analisis 3.1. Perencanaan FM Simulasi Bandung-sekitarnya Pada simulasi untuk wilayah tingkatt Bandung dan sekitarnya, juga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terutama spasi frekuensi antaraa Bandung-Cianjur, Bandung-Purwakarta, dan juga Cianjur-Sumedang. Hal ini disebabkan karena spasi frekuensi minimum pada alokasi frekuensi KM 15 6
ternyata lebih kecil dari frekuensi minimum hasil simulasi. Pada kasus Bandung-Purwakarta, dapat diterapkan solusi kanal purwakarta dapat dipindahkan satu kanal naik (nomor kanal ditambah satu) pada kanal 3,23, 70, 90, 137. Dan untuk Cianjur-Sumedang kanalkanal yg keduanya saling co-channel harus dilepaskan pada salah satu wilayah layanan, bila kanal tersebut belum digunakan stasiun radio. Tabel 7. Spasi frekuensi minimum yg disarankan Wilayah Bandung- Cianjur Bandung- Purwakarta Cianjur- Sumedang Spasi frekuensi pada KM15 Spasi frekuensi minimum seharusnya 200 KHz 400 KHz 100 KHz 300 KHz Co-channel Simulasi Semarang-sekitarnya 100 KHz Pada simulasi untuk wilayah Semarang dan sekitarnya, juga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terutama spasi frekuensi antara Semarang-Ambarawa, Semarang-Temanggung. Hal ini disebabkan karena spasi frekuensi minimum pada alokasi frekuensi KM 15 ternyata lebih kecil dari frekuensi minimum hasil simulasi. Tabel 8. Spasi frekuensi minimum yg disarankan Wilayah Pada kasus Semarang-Ambarawa, dapat diterapkan solusi kanal Ambarawa dapat dipindahkan satu kanal naik (nomor kanal ditambah satu) pada kanal 30 menjadi 31. Dan untuk kasus Semarang- Temanggung, dapat diterapkan solusi kanal purwakarta dapat dipindahkan satu kanal naik (nomor kanal ditambah satu) pada kanal 22,73, 89, 140, 156. Semarang- Ambarawa Semarang- Temanggung Spasi frekuensi pada KM15 Spasi frekuensi minimum seharusnya 300 KHz 400 KHz 100 KHz 200 KHz Simulasi Yogya-sekitarnya Pada daerah Yogyakarta dan sekitarnya tidak didapatkan wilayah layanan yang berpotensi untuk interferensi. Akan tetapi pada daerah Yogyasekitarnya banyak spasi frekuensi antar wilayah layanan yang masih sangat renggang dimanan spasi frekuensi pada allotment frekuensi KM15 lebih besar daripada spasi frekuensi berdasarkan protection ratio, ini diperlihatkan dari 28 spasi frekuensi antar wilayah sebanyak 21 spasi frekuensi antar wilayah lebih besar dari spasi frekuensi berdasarkan protection ratio. Hal ini berarti pada wilayah layanan Yogyakarta dan sekitarnya masih memungkinkan untuk menambah kanal baru. Simulasi Surabaya-sekitarnya Sama seperti Yogya dan sekitarnya, pada daerah Surabaya dan sekitarnya tidak didapatkan wilayah layanan yang berpotensi untuk interferensi. Akan tetapi pada daerah Surabaya-sekitarnya banyak spasi frekuensi antar wilayah layanan yang masih sangat renggang dimanan spasi frekuensi pada allotment frekuensi KM15 lebih besar daripada spasi frekuensi berdasarkan protection ratio, ini diperlihatkan dari 28 spasi frekuensi antar wilayah sebanyak 22 spasi frekuensi antar wilayah lebih besar dari spasi frekuensi berdasarkan protection ratio. Hal ini berarti pada wilayah layanan Surabaya dan sekitarnya masih memungkinkan untuk menambah kanal baru. 7
3.2. Perencanaan DAB Perencanaan tetap Pemetaan grup berdasarkan metode lattice untuk allotment frekuensi dapat dengan mudah dilakukan, dikarenakan DAB lebih robust terhadap interferensi sehingga kita dapat memberikan suatu grup pada wilayah layanan dengan syarat wilayah layanan tetangga tidak terdapat grup yang sama. Pemetaan grup untuk allotment frekuensi ditunjukkan pada gambar 2-4 Berdasarkan allotment frekuensi 3 grup pada perencanaan ini, kita dapat menerapkan beberapa alternatif pemberian kanal untuk tiap-tiap grup. Hal ini dilakukan untuk melakukan perbandingan alternatif mana yang paling bagus untuk menghadapi periode transisi dimana wilayah layanan yang rentan mendapatkan dan menghasilkan interferensi untuk TV analog tetap dapat diberikan kanal, dan juga kanal transisi yang diberikan sedikit Gambar 3. Allotment frekuensi pola reuse 3 grup untuk Jateng dan DIY Gambar 4. Allotment frekuensi pola reuse 3 grup untuk Jatim Gambar 2.. Allotment frekuensi pola reuse 3 grup untuk Jabar, Banten dan DKI Jakarta Perencanaan transisi Dari hasil evaluasi interferensi dengan TV analog, didapatkan kanal-kanal yang tidak dapat diberikan pada suatu wilayah layanan DAB. Dengan mencoba membandingkan alternatif kanal untuk tiap-tiap grup didapatkan bahwa alternatif 2B adalah alternatif yang terbaik. Hal ini disebabkan pada alternatif 2B kita dapat memberikan kanal pada suatu wilayah layanan baik itu kanal tetap, kanal tetap bersyarat, maupun kanal transisi. Pada alternatif lain ada beberapa wilayah layanan yang tak dapat diberikan kanal berdasarkan pola grup, terutama wilayah layanan Kuningan, DIY, dan Madiun. Pada daerah tersebut kanal transisi 11,12 juga tak dapat diberikan sebab 8
ada wilayah layanan TV analog kanal 11,12 yang berdekatan dapat terkena interferensi. Tabel 9. Alternatif 2B Group Kanal Kanal A 6 9 B 7 8 C 5 10 Tabel 10. Kanal yg diberikan untuk tiap periode Wilayah Layanan Banten, Jabar, Jabotabek Kanal periode tetap Kanal Periode transisi Cilegon 7,8 8C,D Pandeglang 6,9 11 Malingping 5,10 10 Jabotabek 5,10 5 Pelabuhan Ratu 7,8 8C,D Sukabumi 6,9 6C,D,9 Purawakarta 6,9 6C,D Bandung 7,8 12 Cianjur Selatan 5,10 5,10 Garut/Tasik 5,10 10 Sumedang 5,10 11 Cirebon 7,8 12 Majalengka 7,8 12 Kuningan 6,9 6C,D Jawa Tengah Tegal 5,10 5 Purwokerto 7,8 11 Purworejo 6,9 6 DIY 5,10 10C,D Magelang 7,8 12 Semarang 6,9 6C,D,9C,D Rembang 7,8 7,8 Cepu 5,10 10 Jawa Timur Madiun 6,9 9 Pacitan 7,8 8C,D Trenggalek 7,8 8C,D Kediri 5,10 10C,D Tuban 7,8 7,8 Surabaya 6,9 6C,D,9 Malang 7,8 7 Jember 5,10 10 Situbondo 7,8 7 Banyuwangi 6,9 6C,D,9 Pamekasan 5,10 5,10 3.3. Optimasi frekuensi FM Simulasi Bandung-sekitarnya Dari hasil simulasi wilayah layanan Bandung dan sekitarnya didapatkan 43 kanal baru. Wilayah layanan Bandung tidak mendapatkan tambahan kanal, sedangkan wilayah layanan cimahi dan sumedang masing-masing mendapatkan tambahan 1 kanal, wilayah layanan cianjur mendapatkan tambahan 3 kanal, wilayah layanan Purwakarta mendapatkan tambahan 22 kanal, wilayah layanan Garut mendapatkan tambahan 16 kanal Tabel 1. Kanal baru Bandung-sekitarnya yang dapat ditambah Bandung 126,193 Cimahi 81 Sumedang 105 Cianjur 15,55,82 Purwakarta Garut 20,13,36,40,60,53,67,80,87,99, 104,121,127,133,142,146,154, 166,170,182,190,194 32,8,16,48,64,56,75,83,107,115, 123,131,150,158,174,198 9
21 kanal, wilayah layanan Klaten mendapatkan tambahan 11 kanal, wilayah layanan Magelang Simulasi Semarang-sekitarnya mendapatkan tambahan 6 kanal Dari hasil simulasi wilayah layanan Semarang dan sekitarnya didapatkan 43 kanal baru. Wilayah layanan Semarang tidak mendapatkan tambahan kanal, sedangkan wilayah layanan Ungaran, Ambarawa, Kendal, dan Jepara masing-masing mendapatkan tambahan 1 kanal, wilayah layanan Temanggung mendapatkan tambahan 38 kanal, wilayah layanan Purwodadi mendapatkan tambahan 7 kanal, wilayah layanan Kudus mendapatkan tambahan 2 kanal Tabel 12. Kanal baru Semarang-sekitarnya yang Tabel 13. Kanal baru Jogja-sekitarnya yang dapat ditambah Jogja 59 Bantul 127,194 Wates 25,92,109 1,6,14,30,42,50,61,73,77,81,85,97, Wonosari 117,132,144,148,156,164,168,160, 199 Sleman 0 Klaten 18,10,64,69,101,108,136,129,152, 175,196 Solo 34,140,184 Magelang 23,55,90,122,158,189 dapat ditambah Semarang 126,193 Ungaran 59 Ambarawa 23,92,109,159 26,14,10,6,34,61,77,85,89,97, Kendal 101,117,136,140,144,148,152,15 6,164,168,176,199 Temanggung 0 Purwodadi 30,18,42,50,64,69,73,81,108,128,132,195 Kudus 184 Jepara 55,189 Simulasi Surabaya-sekitarnya Dari hasil simulasi wilayah layanan Semarang dan sekitarnya didapatkan 45 kanal baru. Wilayah layanan Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan tidak mendapatkan tambahan kanal, sedangkan wilayah layanan Surabaya, Gresik dan Bangkalan masingmasing mendapatkan tambahan 1 kanal, wilayah layanan Lamongan mendapatkan tambahan 24 kanal, wilayah layanan Jombang mendapatkan tambahan 18 kanal. Simulasi Yogya-sekitarnya Dari hasil simulasi wilayah layanan Semarang dan sekitarnya didapatkan 47 kanal baru. Wilayah layanan Jogja mendapatkan tambahan 1 kanal, wilayah layanan Wates dan Solo masing-masing mendapatkan tambahan 3 kanal, wilayah layanan Bantul mendapatkan tambahan 2 kanal, wilayah layanan Sleman tidak mendapatkan tambahan kanal, wilayah layanan Wonosari mendapatkan tambahan Tabel 14. Kanal baru Surabaya-sekitarnya yang dapat ditambah Surabaya 199 Gresik 63 Sidoarjo 0 Bangkalan 130 Mojokerto 0 Lamongan 4,8,12,16,20,36,48,44,56,67,71, 79,83,87,103,115,119,134,142, 10
146,154,170,182,201 Pasuruan 0 24,28,52,75,91,95,111,123,138, Jombang 149,158,162,174,166,178,186, 190,197 telekomunikasi khusus untuk keperluan radio siaran FM. Departemen Perhubungan. 2003 [2] ITU-R BS.412-9. Planning Standards for terrestrial FM sound Broadcasting at VHF. ITU, 1998 4. Kesimpulan 1. Pada wilayah layanan kota-kota besar pulau Jawa dan daerah sekitarnya, terdapat beberapa wilayah layanan yang mempunyai tingkat interferensi yang tinggi. Beberapa solusi yang sebaiknya diambil antara lain: memindahkan kanal, mengurangi daya pancar dari pemancar radio FM, maupun menurunkan kelas stasiun radio. 2. Terdapat celah untuk melakukan optimasi untuk mendapatkan penjatahan kanal baru, karena banyak wilayah layanan yangs spasi frekuensi pada KM15[1] jauh lebih besar daripada spasi frekuensi berdasarkan protection ratio, 3. Kanal baru masih dapat diberikan pada kebanyakan wilayah layanan yang dilakukan optimasi. 4. Pada perencanaan DAB, allotment frekuensi yang terbaik adalah dari alternatif 2B. Penggunaan alternatif 2B dilakukan setelah melakukan banyak pertimbangan, dan pertimbangan paling utama adalah ada beberapa wilayah layanan seperti Kuningan, Yogyakarta, dan Madiun yang tak boleh mendapatkan kanal transisi 11, 12 karena untuk menghindari interferensi terhadap TV analog. [3] ITU-R P.1546-1. Method for point-to-area predictions in terrestrial services in the frequency range 300 MHz to 3000 MHz. ITU, 2003. [4] J.David, Janos. Determination of Progression steps in Lattice Planning Method. IEEE Transaction on Broadcasting. 1989 [5] Quelmallz, A. Knallman, A. Muller,B. Efficient frequency assignment with simulated Annealing. Antennas and Propagation Conference Publication, 1995. [6] Thiel, S.U. Hurley, S. Smith, D.H. Frequency Assignment Algorithm. Radiocommunication Agency Agreement, Final Report Year 2. 1996/1997. [7] CEPT. Final Acts of the CEPT T-DAB Planning Meeting. Maastricth.2002 [8] Keputusan Menteri No.76. Rencana induk (Master Plan) frekuensi radio penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan televisi siaran analog pada pita UHF. Departemen Perhubungan, 2003. [9] ITU-R BT.655. Radio-frequency protection ratios for AM vestigial sideband terrestrial television systems interfered with by unwanted analogue 5. Referensi [1] Keputusan Menteri No.15. Rencana Induk (Master Plan) frekuensi radio penyelenggaraan vision signals and their associated sound signals. ITU, 2000. [10] ITU-R BS.1660. 11
[11] ITU. Final Acts of the Regional Radiocommunication Conference for planning of the digital terrestrial broadcasting service in parts of Regions 1 and 3, in the frequency bands 174-230 MHz and 470-862 MHz (RRC-06). Geneva, 2006. [12] ETSI EN 300 401. Radio Broadcasting Systems; Digital Audio Broadcasting (DAB) to mobile, portable and fixed receivers. 2005 [13] Kirkpatrick, S. Gelatt, C.D. Vecchi, M.D. Optimization by simulated Annealing, Science, 1983 12