BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. awal abad 21 dan digunakan sebagai ukuran yang reliabel terhadap pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Keterangan Jumlah kendaraan yang masuk via gerbang tol 1. Jumlah pengun jung melalui gerban.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya untuk bersenang - senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang

BAB I PENDAHULUAN. sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisa deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan path analysis, antara

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP REVISIT INTENTION WISATAWAN SAUNG ANGKLUNG UDJO

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis.

BAB I PENDAHULUAN. bidang pariwisata semakin pesat, United Nations World Tourism Organization

BAB I PENDAHULUAN. yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa (goods and service)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pemerintah daerah (Undang-Undang Kepariwisataan No.10 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhannya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. dikumpulkan dari 54 hotel berbintang dan 521 hotel non bintang di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia, industri

BAB I PENDAHULUAN. konsep pemasaran tradisional yang berfokus pada keistimewaan dan manfaat dari produk

2015 PENGARUH SERVICE RECOVERY DAN CUSTOMER EMOTIONS TERHADAP KEPUASAN TAMU DI GRAND SERELA SETIABUDHI HOTELBANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran dari pariwisata yaitu bisa meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Pariwisata Dunia PBB, United Nation World Tourism

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam meraih devisa negara. Hal ini perlu dapat perhatian khusus bagi peluang bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti

BAB V PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang sudah dijelaskan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya, dengan pariwisata juga kita bisa reffresing untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. industri yang menjanjikan, paling tidak kini pariwisata telah berarti bagi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki suatu nilai yang tidak hilang meskipun zaman sudah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan karena memiliki peran yang besar dalam kegiatan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, industri pariwisata telah menjadi sektor

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan meningkatnya edukasi yang berhubungan dengan pemasaran

BAB I. mendorong tumbuhnya berbagai industri sebagai upaya dalam memenuhi. Persaingan dalam dunia industri sebagai dampak dari beragamnya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berusaha bangkit dari krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia mulai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu fenomena yang menarik untuk dibahas. Persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menawarkan berbagai macam tipe kamar dengan potongan harga, pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi yang semakin membuka peluang pengusaha untuk turut

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Saat ini, seluruh Negara berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memberikan pelayanan yang berkualitas dengan mutu yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi global dan teknologi modern memberikan dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Sapta Nirwandar selaku Wakil

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta adalah sebuah Kecamatan yang berada di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. investor berniat berbisnis dan berinvestasi di Indonesia. Jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. internet dalam kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hampir setiap masyarakat

Bahkan pada tahun 2012 ini BPS Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan data bahwa tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang pada bulan April 2012 menc

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk kita simak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi, juga merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha lain yang terkait. Wisata itu sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis di Indonesia merupakan fenomena yang menarik untuk

BAB V PENUTUP. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan telah berkembang menjadi industri besar yang memiki

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan kajian World Economic Forum (WEF) lewat laporan

I. PENDAHULUAN. Sektor pariwisata termasuk ke dalam kelompok industri terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Wisatawan Jumlah Presentase. Sumber : Dinas Pariwisata Kota Bandung dalam Data Badan Pusat Statistik Kota Bandung Tahun 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini pariwisata merupakan salah satu kebutuhan sekunder yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri jasa di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup berarti,

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang

TABEL 1.1 PERKEMBANGAN WISMAN KE INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat

VITRI DWI MARTINI DANIATI, 2014 PENGARUH PRODUCT BUNDLING DAN PRICE BUNDLING TERHADAP KEPUTUSAN MENGINAP DI D BATOE BOUTIQUE HOTEL BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hotel Puri Artha dikenal sebagai Hotel yang menerapkan adat tradisional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki banyak kekayaan alam dan kekayaan budaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN CITY HOTEL DI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak besar terhadap pemasaran perusahaan. berbagai produk dan jasa yang semakin hari semakin homogen.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mancanegara untuk berkunjung. Seiring dengan meningkatnya kunjungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Bangunan Wiki Koffie Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

2014 ANALISIS MEAL EXPERIENCE TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang beroperasi di Indonesia, di satu sisi era globalisasi memperluas

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat menjadi lahan usaha menjanjikan bagi masyarakatnya. United

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah wisatawan serta jumlah pembelanjaan yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan. Organisasi Kepariwisataan Dunia (UNWTO, United Nations World Tourism Organization) menyatakan bahwa pertumbuhan wisatawan yang melakukan kunjungan wisata pada tahun 2012 mampu menembus angka satu miliar kunjungan dengan pertumbuhan sekitar 4 persen. Pengembangan pariwisata mampu memberikan dampak positif bagi suatu negara, tidak terkecuali bagi Indonesia yang banyak menyimpan potensi pariwisata. Menurut World Trade Organization (WTO) distribusi pasar wisatawan internasional, terutama di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia menjadi daerah tujuan wisata yang akan memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Pasifik. Aktivitas sektor pariwisata telah didukung dan ditanggapi secara positif oleh pemerintah Indonesia dengan harapan dapat menggantikan sektor migas yang selama ini menjadi peringkat pertama dalam penerimaan devisa negara sedangkan sektor pariwisata menempat posisi lima besar penyumbang devisa terbanyak dalam beberapa tahun terakhir (Badan Statistik Pariwisata 2012). Situasi nasional yang

2 kini sudah mulai membaik mampu menunjukan kepada para wisatawan bahwa kestabilan dalam bidang politik dan keamanan dapat memberikan jaminan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk datang ke Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data kunjungan, lama tinggal serta pengeluaran wisatawan mancanegara sebagai berikut: TAHUN TABEL 1.1 STATISTIK KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DI INDONESIA TAHUN 2008-2012 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA RATA-RATA PENGELUARAN (USD) RATA-RATA LAMA TINGGAL (HARI) PENERIMAAN DEVISA (JUTA USD) 2008 6.429.027 1.178,54 8,58 7.377,39 2009 6.452.259 995,93 7,69 6.302,50 2010 7.002.944 1.085,75 8,04 7.063,45 2011 7.649.700 1.118,26 7,84 8.060,00 2012 8.044.462 1.133,35 7,7 9.010,00 Sumber: PES (Passenger Exit Survey) - P2DSJ Kemenparekraf, 2012 Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Sepanjang tahun 2012, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia mencapai 8.044.462 orang. Jumlah tersebut meningkat 5,16 persen dibanding tahun 2011 sebanyak 7.649.700. Selain itu, penerimaan devisa dari sektor pariwisata meningkat sebesar 5,81 persen pada tahun 2012. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menargetkan 9 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia dan 250 juta perjalanan wisatawan nusantara untuk tahun 2013. Target kunjungan wisatawan ke Indonesia yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan adanya integrasi yang baik dalam industri pariwisata. Industri pariwisata tidak dapat dipisahkan dari akomodasi, tanpa

3 adanya akomodasi maka kegiatan pariwisata akan lumpuh, oleh sebab itu akomodasi merupakan salah satu sarana pokok kepariwisataan (main tourism suprastructure). Berdasarkan informasi dari Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Yanti Sukamdani menyatakan bahwa industri perhotelan di Indonesia terus meningkat, hal ini dibuktikan dengan tingkat hunian kamar hotel rata-rata mencapai 65-70 persen pada tahun 2012. Sejumlah kalangan memperkirakan bisnis perhotelan di Indonesia akan memasuki tingkat pertumbuhan baru yang semakin tinggi. (Pusat Analisis Informasi Pariwisata, 2012). Melihat perkembangan bisnis hotel yang cukup menjanjikan, setiap wilayah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata bersaing untuk menarik investor asing sehingga tingkat persaingan bisnis hotel di Indonesia menjadi semakin kompetitif. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata adalah Provinsi Jawa Barat. Perkembangan akomodasi perhotelan di Jawa Barat cukup signifikan dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pasalnya, Jawa Barat dikenal sebagai Provinsi yang memiliki kekayaan budaya dan pariwisata yang beraneka ragam jenis. Saat ini Kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat merupakan salah satu tujuan wisata yang paling diminati oleh para wisatawan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, Herry M. Djauhari mengemukakan bahwa pada triwulan III tahun 2012, wisatawan yang berkunjung melalui gerbang kedatangan mencapai 3,8 juta dan 45% wisatawan atau sekitar 1,9 juta wisatawan menginap di seluruh hotel di Kota Bandung. Bandung memiliki

4 banyak hotel yang merupakan kategori hotel melati hingga hotel bintang 6. Data mengenai jumlah hotel berbintang di Kota Bandung yakni sebagai berikut : TABEL 1.2 JUMLAH HOTEL BERBINTANG DI KOTA BANDUNG TAHUN 2010-2012 Hotel Tahun Berbintang Total 1 2 3 4 5 2010 7 16 28 19 6 77 2011 9 18 29 22 7 85 2012 10 23 31 25 9 98 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, 2012 Tabel 1.2 menunjukkan secara keseluruhan jumlah hotel berbintang di Kota Bandung semakin meningkat setiap tahunnya dengan total jumlah hotel berbintang sebesar 98 hotel dengan 10.274 unit kamar ditambah dengan dibangunnya sebuah hotel bintang 6 di Kota Bandung pada tahun 2012. Sebagian pangsa pasar dikuasai oleh hotel kelas menengah yakni hotel bintang empat serta bintang tiga. Berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, pada tahun 2013 ada sekitar 6 hotel bintang 5 baru yang akan dibangun di Kota Bandung. Hal tersebut menyebabkan persaingan hotel di Bandung dari tahun ke tahun semakin ketat. Setiap manajemen hotel harus dapat memberikan yang terbaik kepada tamunya. Manajemen hotel yang baik umumnya sudah dimiliki oleh hotel bintang lima. Hotel bintang lima memiliki strategi pemasaran yang baik untuk menghadapi persaingan dalam merebut pangsa pasar sesuai segmentasi dan target tamu yang ingin dicapai dari masing-masing hotel.

5 Berdasarkan data yang diperoleh dari Disbudpar Kota Bandung, pada tahun 2012 tercatat 9 hotel bintang 5 yang telah didirikan di Kota Bandung, diantaranya adalah Hotel Grand Preanger, Hotel Sheraton Bandung & Tower, Hotel Hilton, Hotel Hyatt Regency, Hotel Green Hill Universal, Hotel Grand Aquila, Padma Hotel Bandung, The Papandayan Hotel dan Grand Royal Panghegar. Hotel bintang lima di Kota Bandung bersaing satu sama lain dan hal itu memberikan tantangan tersendiri sehingga perlu adanya perbedaan untuk mendapatkan strategi keunggulan bersaing. Diantara hotel bintang lima tersebut Padma Hotel Bandung merupakan satu-satunya hotel bisnis yang berada di area resort serta menawarkan konsep yang berbeda dibandingkan dengan hotel lainnya di Kota Bandung. Padma Hotel Bandung merupakan hotel yang berada dibawah naungan manajemen Padma Hotels and Resort yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Sekar Alliance Hotel Management. Dengan nama baru tersebut, Padma Hotel and Resort berusaha untuk menciptakan pengalaman luar biasa dalam berbisnis dan berlibur. Data statistik mengenai tingkat hunian hotel bintang 5 di Kota Bandung ditunjukan dalam Tabel 1.3 berikut ini: TABEL 1.3 TINGKAT HUNIAN HOTEL BINTANG 5 DI KOTA BANDUNG TAHUN 2012 Hotel Room Inventory Room Occupancy (%) Grand Aquila 214 64.57 Sheraton 154 70.83 GH. Universal 105 72.35 Grand Hotel Preanger 187 63.13 Padma Hotel Bandung 124 70.21 Sumber: Pengolahan Berbagai Sumber. 2012

6 Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui bahwa tingkat hunian tertinggi untuk hotel bintang 5 diraih oleh Hotel Green Hill Universal sebesar 72.35% sementara itu Padma Hotel Bandung menempati peringkat tiga dengan tingkat hunian sebesar 70.21% per tahun. Sebagai national chain hotel di Kota Bandung ini Padma Hotel Bandung tidak hanya bersaing dengan hotel bintang lima, tetapi juga harus mampu bersaing dengan international chain hotel, hotel independen, maupun national chain hotel lainnya yang memiliki kesesuaian konsep dengan Padma Hotel Bandung. Dalam hal ini, Padma Hotel Bandung merupakan hotel bintang 5 yang berkonsep sebagai boutique hotel sehingga dalam persaingan pun harus mampu bersaing dengan hotel yang memiliki konsep boutique hotel lainnya seperti: Hotel Ardjuna, Arion Swiss-Belhotel, Jayakarta, Luxton. Boutique hotel di desain untuk memberikan atmosfer hotel yang unik, tentunya hal ini tidak hanya atmosfer ruangan tetapi juga pelayanan serta fasilitas yang di desain untuk memberikan kenyamanan tamu yang menginap. Hotel jenis ini memiliki desain bangunan dan interior yang sangat unik, up to date, dan bergaya modern life style sehingga hotel boutique juga dinamakan Design Hotel atau Life Style Hotel. Data statistik mengenai pangsa pasar hotel bintang 4 dan bintang 5 ditunjukan dalam Gambar 1.1 yang diketahui bahwa market share tertinggi diraih oleh hotel independen yaitu Hotel Savoy Homann sebesar 19.27%. Lebih lanjut, untuk market share tertinggi lainnya diraih oleh Hotel Jayakarta sebesar 18.98% dan hotel yang memiliki reputasi nasional yakni Hotel Grand Preanger sebesar 18.31%.

7 Sedangkan bagi Padma Hotel Bandung pangsa pasar yang diperoleh sebesar 13.05% per tahun. 18,31% 19,27% 9,86% 13,05% 8,95% 11,58% 18,98% Padma Hotel Bandung Ardjuna Arion Swiss Bellhotel Jayakarta Luxton Grand Preanger Savoy Homann Sumber: Manajemen Padma Hotel Bandung. 2012 GAMBAR 1.1 MARKET SHARE HOTEL BINTANG 4 DAN BINTANG 5 DI KOTA BANDUNG TAHUN 2012 Data statistik mengenai jumlah persentase tingkat hunian Padma Hotel Bandung dibandingkan dengan hotel bintang 5 dan hotel bintang 4 di Kota Bandung selama tahun 2012 ditunjukan dalam Tabel 1.4 sebagai berikut: TABEL 1.4 TINGKAT HUNIAN HOTEL BINTANG 4 DAN BINTANG 5 DI KOTA BANDUNG TAHUN 2012 Hotel Room Occ Average Room Inventory (%) Rate (Rp) Padma Hotel Bandung 124 70,21 1.059.726 Ardjuna 77 74.83 421.387 Arion Swiss-bellhotel 102 73.92 484.080 Jayakarta 210 63.89 454.230 Luxton 94 70.27 479.036 Grand Preanger 187 63.13 561.225 Savoy Homann 185 70.76 489.356 Sumber: Front Office Department, Padma Hotel Bandung. 2012 Berdasarkan Tabel 1.4 diketahui bahwa tingkat hunian tertinggi diraih oleh Hotel Ardjuna sebesar 74.83% per tahun. Sedangkan tingkat hunian terendah

8 selama tahun 2011 yakni Hotel Grand Preanger yang memiliki tingkat rata-rata hunian sebesar 63.13% per tahun. Tabel 1.4 menunjukan pula bahwa Padma Hotel Bandung pada tahun 2012 memiliki rata-rata tingkat hunian sebesar 70,21% per tahun dengan rata-rata harga kamar paling tinggi dibanding hotel-hotel lainnya yakni sebesar Rp. 1.059.726,-. Data mengenai tingkat hunian Padma Hotel Bandung selama 3 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.5. TABEL 1.5 TINGKAT HUNIAN DAN RATA-RATA HARGA KAMAR PADMA HOTEL BANDUNG Tahun Jumlah Persentase Keterangan Average Room Hunian (%) (Target Hunian) Rate (Rp) 2010 23.798 67,16 Tercapai 805.271 2011 25.568 68,59 Tercapai 813.881 2012 31.744 70,21 Tidak Tercapai 1.059.726 Sumber: Front Office Department, Padma Hotel Bandung. 2012 Berdasarkan Tabel 1.5 diketahui bahwa tingkat hunian Padma Hotel Bandung pada tahun 2012 mengalami peningkatan, namun demikian tingkat hunian pada tahun 2012 belum mencapai target yang telah ditetapkan oleh Manajemen Padma Hotel Bandung yakni sebesar 72%. Target tingkat hunian kamar yang tidak tercapai pada tahun 2012 salah satunya diindikasikan sebagai dampak dari penurunan jumlah penjualan kamar yang berasal dari tamu reguler. Data mengenai jumlah kamar yang terjual berdasarkan tamu reguler di Padma Hotel Bandung dapat dilihat secara jelas pada Tabel 1.6. TABEL 1.6 TINGKAT PENJUALAN KAMAR PADMA HOTEL BANDUNG BERDASARKAN TAMU REGULER TAHUN 2011-2012 TAHUN TAMU INDIVIDU TAMU GROUP 2011 7129 Kamar 11755 Kamar 2012 6554 Kamar 12362 Kamar Sumber: Front Office Department, Padma Hotel Bandung. 2012

9 Tabel 1.6 menunjukan bahwa tingkat penjualan kamar dari tamu yang menginap kembali di Padma Hotel Bandung mengalami penurunan sebesar 5,75 persen pada tahun 2012. Sedangkan tamu reguler yang berasal dari tamu grup cenderung stabil. Penyebab turunnya tingkat penjualan kamar dari tamu individu yang menginap disebabkan tamu memilih menggunakan produk dan jasa hotel pesaing dan tidak memilih kembali menginap di Padma Hotel Bandung. Berdasarkan tingkat penjualan kamar dari tamu individu, maka dapat dilihat jumlah tamu reguler yang menginap di Padma Hotel Bandung sebagai berikut: TABEL 1.7 JUMLAH TAMU REGULER YANG MENGINAP DI PADMA HOTEL BANDUNG TAHUN 2011-2012 TAHUN TAMU REGULER 2011 2964 Orang 2012 2718 Orang Sumber: Front Office Department, Padma Hotel Bandung. 2012 Tamu reguler adalah tamu individu yang menginap di Padma Hotel Bandung sebanyak lebih dari 2 kali. Jumlah tamu reguler berimplikasi terhadap loyalitas sehingga dengan adanya penurunan jumlah tamu reguler juga akan mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan pada sebuah hotel. Menurut informasi dari Dewi Intan selaku salah satu staff reservasi Padma Hotel Bandung, saat ini tamu yang menginap sebagian besar merupakan tamu reguler atau tamu yang pernah menginap sebelumnya di Padma Hotel Bandung. Terjadinya penurunan jumlah tamu reguler yang menginap dan mempengaruhi tingkat hunian kamar maka akan berujung pada berkurangnya pendapatan perusahaan dan hal ini tentunya harus segera diatasi mengingat semakin ketatnya persaingan industri hotel

10 di Kota Bandung yang menuntut untuk melakukan konsep atau strategi pemasaran yang efektif. Menurunnya tingkat penjualan kamar dan jumlah tamu reguler yang menginap di Padma Hotel Bandung menunjukan bahwa tingkat loyalitas tamu di Padma Hotel Bandung masih rendah. Carmen Tideswell (2005:3) mendefinisikan loyalitas sebagai kesetiaan dan keyakinan tamu untuk melakukan pembeliaan ulang secara teratur terhadap barang atau jasa dalam jangka waktu yang lama. Keberadaan loyalitas tamu menjadi aset penting bagi perusahaan karena pelanggan yang loyal mempunyai kecenderungan lebih rendah untuk melakukan switching (berpindah merek), menjadi strong word of mouth (Bowen & Chen:2004). Sementara itu, Griffin (2005:11) mengungkapkan bahwa dengan memiliki konsumen yang loyal berarti perusahaan akan memperoleh berbagai keuntungan. Loyalitas tidak hanya diukur dari jumlah kunjungan berulangnya tetapi juga sejauh mana tamu loyal dalam menggunakan fasilitas pendukung yang disediakan oleh hotel. Padma Hotel Bandung kini semakin menyadari bahwa adanya tamu yang loyal akan memberikan keuntungan yang berujung pada tingkat profitabilitas yang tinggi. Khususnya tamu yang memiliki karakteristik menginap kembali, menggunakan fasilitas lainnya, serta mau merekomendasikan Padma Hotel Bandung kepada orang lain. Oleh sebab itu, pihak manajemen Padma Hotel Bandung terus berupaya agar semakin banyak tamu yang menginap kembali di Padma Hotel Bandung. Serangkaian strategi dilakukan agar tingkat hunian dan jumlah tamu yang kembali menginap di Padma Hotel Bandung semakin

11 meningkat. Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah pemberian discount, special offers, personal selling, direct marketing, service excellence, peningkatan kualitas layanan, dan lain sebagainya. Namun, saat ini Padma Hotel Bandung lebih berfokus pada pemberian manfaat emosional, berupa memorable experience yaitu adanya pengalaman mengesankan yang tidak akan terlupakan, dan pengalaman holistik melalui panca indera tamu. Hal tersebut berdasarkan misi dari Padma Hotel Bandung sendiri, yakni To provide a unique, beautiful and exceptional hotel experience for our guest that greatly exceeds their expectations. Jika dilihat dari teori pemasaran, strategi tersebut dinamakan sebagai experiential marketing. Experiential marketing merupakan upaya pengembangan konsep pemasaran dalam menghadapi perubahan yang terjadi di pasar. Dalam experiential marketing, tamu hotel akan dilibatkan secara emosional dalam setiap kegiatan sehingga para tamu memiliki pengalaman unik, mengesankan, dan kemudian timbul keninginan untuk kembali mengggunakan, lebih dari itu mereka akan membangun merek tersebut karena secara antusias akan mempromosikan dari mulut ke mulut (word of mouth promotion) pada orang lain. Schmitt (2008:34) mengemukakan bahwa ada beberapa manfaat yang akan diperoleh suatu perusahaan apabila menerapkan experiential marketing. Manfaat yang dapat diperoleh apabila perusahaan menerapkan experiential marketing diantaranya adalah untuk membedakan produk dengan produk lain, untuk menciptakan citra dan identitas perusahaan, mempromosikan inovasi, dan untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen. Dalam mewujudkan hal tersebut pihak manajemen Padma Hotel Bandung melakukan konsep experiential

12 marketing. Menurut Schmitt (1999:63) experiential marketing terdiri dari sense, feel, think, act dan relate. Untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan bagi setiap tamu, Padma Hotel Bandung berupaya menciptakan sense yang berkaitan dengan alam (konsep natural) dalam pengemasan desain hotel yang berada di atas bukit dan ditengah hutan yang masih segar. Pemilihan warna putih untuk menimbulkan kesan elegan serta desain hotel yang minimalis dibuat agar tamu merasa betah dan nyaman saat berada di hotel. Selain itu Padma Hotel Bandung memiliki restoran dengan konsep open kitchen sehingga tamu dapat meyakini kebersihan dan kualitas makanan yang diberikan. Setelah panca indera tamu terangsang diharapkan muncul perasaan yang baik yang mendorong munculnya mood dan emosi yang diharapkan oleh tamu, oleh karena itu Padma Hotel Bandung berusaha untuk menciptakan feel yang baik antara tamu dengan pegawai hotel dan dengan lingkungan hotel. Agar dapat menciptakan feel yang baik, pegawai Padma Hotel Bandung memberikan pelayanan yang terbaik dimulai dari saat tamu datang dengan memberikan warm greeting, membantu membawa barang-barang milik tamu, menjelaskan fasilitas yang tersedia serta tipe kamar yang ada di Padma Hotel Bandung. Seluruh pegawai Padma Hotel Bandung senantiasa membuat tamu hotel merasa nyaman dengan cara melayani dengan ramah dan berusaha mengerti kebutuhan setiap tamu yang datang. Padma Hotel Bandung juga memberikan layanan butler (pembantu pribadi) selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan setiap tamu. Feel yang baik akan menciptakan ikatan yang baik antara tamu dengan pegawai, sehingga akan menciptakan kepuasan dan sikap loyal pada pengunjung.

13 Tagline Padma Hotel Bandung, yakni Experience nature in total comfort, tipe kamar, harga dan fasilitas yang beragam, musik yang diputar di hotel serta sense dan feel yang dilakukan Padma Hotel Bandung diharapkan akan mampu mendorong tamu berpikir serta memiliki penilaian positif (think) terhadap Padma Hotel Bandung sehingga diharapkan akan menumbuhkan kesan mendalam hingga akhirnya menimbulkan aksi (act) positif dari tamu. Act marketing ialah dampak dari strategi sense, feel dan think yang dilakukan Padma Hotel Bandung. Pada saat act terjadi, Padma Hotel Bandung mencoba menyisipkan nilai feel dan menjawab think yang ada dalam pikiran tamu yang akhirnya dapat menciptakan pengalaman menarik bagi tamu. Implementasi terakhir dari experiential marketing yang dilakukan Padma Hotel Bandung adalah relate marketing, yakni setelah tamu mengulang pengalamannya dalam berbagai bentuk diharapkan tercipta hubungan yang baik antara tamu dengan Padma Hotel Bandung, salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut yakni dengan membuat komunitas Padma Resident. Hubungan yang tercipta dari pengalaman tamu dengan Padma Hotel Bandung diharapkan dapat membentuk gaya hidup tamu, budaya, perilaku serta unsur sosial lainnya. Berdasarkan penjelasan mengenai implementasi experiential marketing pada Padma Hotel Bandung, apabila menerapkan seluruh strategi experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act dan relate dengan harapan bahwa experiential marketing merupakan salah satu strategi yang tepat yang dilakukan oleh Padma Hotel Bandung agar semakin banyak tamu yang melakukan pembelian ulang, tidak terpengaruh terhadap hotel lain, tetap memilih Padma Hotel

14 Bandung meskipun terjadi perubahan harga serta bersedia merekomendasikan Padma Hotel Bandung kepada orang lain. Oleh sebab itu, penulis memilih judul untuk mengkaji penelitian mengenai Pengaruh Implementasi Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Tamu Padma Hotel Bandung (Survei pada tamu reguler yang menginap di Padma Hotel Bandung). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggapan tamu mengenai experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act dan relate pada Padma Hotel Bandung. 2. Bagaimana tanggapan tamu mengenai loyalitas tamu pada Padma Hotel Bandung. 3. Sejauh mana pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas tamu Padma Hotel Bandung. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil temuan mengenai tanggapan tamu dalam hal: 1. Experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act dan relate pada Padma Hotel Bandung. 2. Loyalitas tamu Padma Hotel Bandung 3. Pengaruh experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act dan relate terhadap penciptaan loyalitas tamu Padma Hotel Bandung

15 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Kegunaan teoritis: Secara teoritis, hasil penelitian ini dilakukan sebagai pengembangan ilmu pemasaran pariwisata pada indsutri perhotelan dengan mengkaji pemahaman mengenai loyalitas tamu serta experiential marketing di Padma Hotel Bandung. 2. Kegunaan praktis: Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak national chain khususnya bagi Padma Hotel Bandung dalam penciptaan loyalitas tamu melalui implementasi experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act dan relate. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi evaluasi strategi bagi pihak manajemen Padma Hotel Bandung.

16