BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena

dokumen-dokumen yang mirip
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

Prinsip dasar sistem prategang sebenarnya telah diterapkan di dunia konstruksi sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1886, insinyur dari California

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

ANALISA PERBANDINGAN NILAI LENDUTAN DAN PUTARAN SUDUT PADA JEMBATAN PCI-GIRDER DENGAN PROGRAM MIDAS CIVIL TERHADAP HASIL PENGUKURAN DI LAPANGAN

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

ANALISA BALOK BETON PRATEKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BEBAN IMBANG (BALANCE) PADA HOTEL L. J MERITUS SURABAYA Oleh : DJATRA EKO ARIO SENO

MAKALAH JEMBATAN BETON PRATEGANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

METODA KONSTRUKSI GELAGAR JEMBATAN BETON PRATEKAN PROYEK JALAN LAYANG CIMINDI BANDUNG

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

Dinding Penahan Tanah

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM:

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode-metode dengan analisis studi kasus yang

MATERIAL BETON PRATEGANG

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 11 No. 1

DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

Jl. Banyumas Wonosobo

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Jembatan Beton Pratekan / Prategang Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena berfungsi sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi. Komponen komponen yang membentuk jembatan diantaranya adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Komponen Komponen Jembatan - Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara memanjang maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban yang bekerja dari atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah jembatan.

6 - Abutment atau lebih dikenal dengan perletakan jembatan berfungsi sebagai pendukung struktur jembatan sekaligus penerima beban dari gelagar dan meneruskannya ke tanah dasar. - Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai pembatas dan keperluan keamanan untuk pengguna jembatan. - Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan dimana merupakan tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi, plat lantai jembatan merupakan struktur pertama yang menerima beban dan meneruskannya ke gelagar utama. Beton prategang atau beton pratekan merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja (Manual Perencanaan Beton Pratekan Untuk Jembatan Dirjen Bina Marga, 2011). Jembatan beton pratekan atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton pratekan atau beton yang berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini, beton pratekan sebagai solusi untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul pada struktur beton khususnya pada struktur dengan bentang yang besar. Material yang digunakan untuk sistem ini adalah material beton dan sistem kabel. Sistem kabel terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur (angkur hidup, angkur mati).

7 Dalam perkembangannya ada tiga (3) konsep beton pratekan yang menjelaskan bagaimana suatu sistem pratekan membantu menahan gaya luar, yaitu : a. Sistim pratekan yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang bisa menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan oleh Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan tegangan awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang elastis. Kondisi ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada. Pada kondisi ini pun, beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu : - Gaya pratekan berada pada garis penampang atau dikenal dengan kondisi dimana c.g.c dan c.g.c saling berhimpit. Kondisi seperti ini disebut gaya pratekan kosentris. Gambar 2.2 Konsep Beton Kosentris

8 - Serat Atas Akibat gaya luar Akibat gaya pratekan : -....(2.1) : -....(2.2) Tegangan total : - -....(2.3) - Serat Bawah Akibat gaya luar Akibat gaya pratekan :.. (2.4) : -....(2.5) Tegangan total : -.. (2.6) - Kondisi lainnya adalah gaya pratekan tidak berada atau tidak bekerja garis penampang sehingga dapat disimpulkan bahwa c.g.c dan c.g.s pada tidak berhimpit. Kondisi ini dikenal dengan gaya pratekan eksentris. Gambar 2.3 Konsep Beton Eksentris

Adapun besarnya tegangan yang diperhitungkan dalam kondisi ini adalah sebagai berikut : - Serat Atas Akibat gaya luar : f 1a = - M.y a I Akibat gaya pratekan : f 2a = - P A + M p.y a I 9.... (2.7)....(2.8) Tegangan total : f a = - P + M p.y a - M.y a....(2.9) A I I - Serat Bawah Akibat gaya luar : f 1b = M.y b I Akibat gaya pratekan : f 2b = - P A M p.y b I Tegangan total : f b = - P A M p.y b I....(2.10).....(2.11) M.y b I....(2.12) b. Sistem pratekan yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton mutu tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang menggambarkan bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan dan baja merupakan material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut membentuk kopel gaya yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal. Gambar 2.4 Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi (Konstruksi Beton Pratekan, Ir.Soetoyo)

10 c. Sistem pratekan untuk mencapai keseimbangan beban atau yang dikenal dengan metode Load Balancing. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa gaya pratekan berperan untuk menyeimbangkan gaya luar. Konsep ini diperkenalkan pertama kalinya oleh T.Y.Lin yang menganggap bahwa beton sebagai benda bebas dimana tendon dan gaya pratekan berfungsi untuk melawan beban yang bekerja. Beban merata akibat gaya pratekan pada kondisi ini dinyatakan dalam : w b = 8. F.h L 2.......(2.13) Dimana : W b : beban merata akibat gaya pratekan h L F : tinggi lintasan kabel pratekan : panjang bentang balok : gaya pratekan Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya pratekan berbentuk tendon atau kabel baja. Pemberian gaya pratekan pada beton terdiri dari dua (2) cara, yaitu : - Pra Tarik (Pre-Tension) Prinsip kerja metode ini adalah kabel baja diregangkan terlebih dahulu sebelum beton dicetak. Awalnya tendon prategang ditarik kemudian dilakukan pengangkuran pada abutment. Setelah tendon terpasang, maka beton dapat dicetak. Setelah itu, tendon dapat dipotong sehingga gaya prategang dapat ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, kuat tekan beton harus sesuai dengan yang disyaratkan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :

11 (Sumber: http://dc435.4shared.com/doc/wewlitgl/preview_html_m72a6766d. gif) Gambar 2.5 Konsep Pra Tarik - Pasca Tarik (Post-Tension) Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian setelah beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi selongsong atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam selongsong selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya prategang dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu gaya prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :

12 (Sumber: http://dc435.4shared.com/doc/wewlitgl/preview_html_m806b4cc.gif) Gambar 2.6 Konsep Pasca Tarik Adapun batas batas tegangan ijin sistem pratekan berdasarkan SNI T 12-2004 tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut : a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut : a.1 Tegangan serat tekan terluar =....(2.14) a.2 Tegangan serat terluar kecuali a.3 =........(2.15) a.3 Tegangan tarik diujung elemen =........(2.16) Dimana : = kuat tekan beton padaa saat transfer atau saat penarikan kabel

13 b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut : b.1 Teg. Tekan ijin akibat beban hidup tetap = 0.45 f ' c...(2.17) b.2 Teg. tekan ijin beban hidup total = 0.6 f ' c......(2.18) b.3 Tegangan tarik = 1 2 f ' c.......(2.19) Dimana : f ' c = kuat tekan beton 2.2 Standar Pembebanan Jembatan Faktor beban merupakan hal terpenting dalam perencanaan jembatan. Diperlukan standar khusus untuk perencanaan pembebanan yang nantinya menjadi dasar dan patokan perencanaan pembebanan. Di Indonesia, standar perencanaan pembebanan untuk jembatan mengacu pada Bridge Management System tahun 1992 tentang Panduan Perencanaan Jembatan dan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan, beban pada jembatan terbagi atas : a. Aksi Tetap Aksi tetap pada jembatan dipengaruhi oleh berat sendiri elemen elemen struktural jembatan, beban mati tambahan berupa utilitas, dan pengaruh dari penyusutan dan rangkak. Adapun faktor beban untuk berat sendiri adalah sebagai berikut :

14 Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri Jangka Waktu Tetap K S ; MS Faktor Beban Biasa K U ; MS Terkurangi Baja, aluminium 1.0 1.1 0.9 Beton pracetak 1.0 1.2 0.85 Beton dicor ditempat 1.0 1.3 0.75 Kayu 1.0 1.4 0.7 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan bagian 3 tentang Istilah dan Definisi dan bagian 5 tentang Aksi dan Beban Tetap, maka tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : - Jangka waktu tetap adalah kondisi dimana beban bekerja sepanjang waktu dan beban tersebut bersumber dari beban tetap yang berada di sekitar jembatan. - Faktor beban biasa adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana untuk mengurangi keamanan. - Faktor beban terkurangi adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana untuk menambah keamanan. - Faktor beban terkurangi biasanya digunakan untuk mengatasi apabila kerapatan masa struktur sangat besar. Secara batas kerapatan masa yang besar akan sangat aman untuk struktur tetapi tidak untuk kondisi lainnya sehingga harus digunakan faktor beban terkurangi. - Sebaliknya, apabila kerapatan masa kecil maka dapat digunakan faktor beban biasa dimana keadaan ini merupakan keadaan paling kritis dari kondisi struktur. - Nilai dari faktor beban diatas tidak bisa diubah.

15 Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati No Bahan Berat / Satuan Isi Kerapatan Masa (kn/m 3 ) (kg/m 3 ) 1 Campuran aluminium 26.7 2720 2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240 3 Besi tuang 71.0 7200 4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760 5 Kerikil dipadatkan 18.8 22.7 1920-2320 6 Aspal beton 22.0 2240 7 Beton ringan 12.25 19.6 1250-2000 8 Beton 22.0-25.0 2240-2560 9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640 10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600 11 Timbal 111 11400 12 Lempung lepas 12.5 1280 13 Batu pasangan 23.5 2400 14 Neoprin 11.3 1150 15 Pasir kering 15.7 17.2 1600 1760 16 Pasir basah 18.0 18.8 1840 1920 17 Lumpur lunak 17.2 1760 18 Baja 77.0 7850 19 Kayu (ringan) 7.8 800 20 Kayu (keras) 11.0 1120 21 Air murni 9.8 1000 22 Air garam 10.0 1025 23 Besi tempa 75.5 7680 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) b. Beban Lalu Lintas Beban lalu lintas pada sistim pembebanan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jembatan sedangkan beban truk ditempatkan pada lajur lalu lintas rencana yang ada dilapangan. - Beban Lajur "D" Beban lajur merupakan gabungan dari beban merata dan beban garis yang bekerja pada jembatan. Adapun gambaran beban yang bekerja seperti pada gambar berikut.

16 Gambar 2.7 Beban Lajur "D" - Beban Truk "T" Beban truk merupakan kendaraan berat yang ditempatkan di lajur lalu lintas rencana. Di setiap satu lajur lalu lintas hanya bisa ditempatkan satu buah truk. Adapun jumlah lajur lalu lintas rencana adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan Jembatan (m) Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Lajur tunggal Dua arah, tanpa median 4.0 5.0 5.5 8.25 11.25 15.0 1 2 4 Jalan kendaraan majemuk 10.0 12.9 11.25 15.0 15.1 18.75 3 4 5 18.8 22.5 6 (Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan) Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan, susunan dan berat as dari truk yang digunakan untuk pembebanan jembatan seperti gambar berikut.

17 Gambar 2.8 Pembebanan Truk (SNI-T-02-2005) Pada kasus tertentu, seperti truk yang digunakan untuk pembebanan hanya terdapat 2 as saja makaa berat yang di distribusikan oleh truk disesuaikan dengan berat aktual dari truk tersebut. Berdasarkan prinsipnya, distribusi beban truk ini bertujuan untuk memperoleh momen dan geser pada gelagar jembatan. Faktor beban dinamik untuk beban truk adalah 30%. Pada pembebanann truk momen lentur ijin rencana akibat beban truk dapat digunakan untuk pelat yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan panjang bentang antara 0.6 m dan 7.4 m. Benteng efektif yang digunakan adalah sebagai berikut : - Pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa dilakukan peninggian, bentang efektif sama dengan bentang bersih. - Pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan yang berbeda atau tidak dicor bersama, bentang efektif merupakan penjumlahan dari bentang bersih dan setengah lebar dudukan tumpuan.

18 c. Aksi Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi sistim pembebanan jembatan adalah suhu dari struktur jembatan, drainase atau aliran air, beban angina, beban gempa dan tekanan tanah. Faktor faktor diatas mempengaruhi pembebanan suatu jembatan tetapi untuk penelitian ini tidak memperhitungkan akibat beban dari lingkungan. d. Aksi Lainnya Beban beban yang termasuk dalam aksi lainnya adalah akibat gesekan pada tumpuan dan akibat getaran yang terjadi pada jembatan.faktor faktor ini juga diperhitungkan di lapangan. Dari beberapa faktor pembebanan yang telah dijelaskan diatas, penelitian ini hanya mempertimbangkan beban akibat beban lalu lintas secara spesifik yaitu beban truk "T". Ini dikarenakan pengujian pembebanan yang dilakukan dilapangan hanya memperhitungkan akibat beban hidup yang bekerja dalam hal ini beban truk. Beban truk yang digunakan tidak melebihi beban yang distandarkan. Beban truk yang digunakan memiliki berat sebesar 27 ton. 2.3 Analisa Tegangan Jembatan Berdasarkan SNI 03 2874 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu : - Pada kondisi transfer - Pada kondisi layan Adapun contoh tahapan perhitungan tegangan pada gelagar jembatan adalah sebagai berikut :

19 a. Dimensi penampang balok prategang harus jelas dan pasti. Gambar 2.9 Dimensi Penampang (M.Noer Ilham, 2008) Gambar 2.10 Dimensi Penampang Komposit (M.Noer Ilham, 2008)) b. Gaya prategang / pratekan dinyatakan dengan P dalam satuan Newton (N) c. Hitunglah luas penampang beton prategang dinyatakan dengan symbol A dalam satuan mmm 2. Luas penampang mempengaruhi penentuan titik berat setiap segmen. d. Momen inersia penampang dihitung berdasarkan bentuk penampang. Untuk penampang berbentuk : - Balok =... (2.20) Gambar 2.11 Momen Inersia Balok Dimana : b h : lebar balok : tinggi balok

20 - Segitiga =...(2.21) Dimana : Gambar 2.12 Momen Inersia Penampang Segitiga b h : lebar balok : tinggi balok - Lingkaran =...(2.22) D Gambar 2.13 Momen Inersia Penampang Lingkaran Dimana : D : diameter lingkaran e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing masing bagian penampang. f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan ijin tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan mengacu pada sistem pratekan yang digunakan dan memperhitungkan tegangan pada serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian jembatan sistem pratekan. Tegangan pada gelagar jembatan

21 dinyatakan dalam σ dengan satuan N/mm 2 atau MPa. Adapun rumus dari tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut : σ = M w... (2.23) Dimana : M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm) w = Tahanan momen (mm 3 ) 2.4 Pengujian Jembatan Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya, ada 3 (tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yaitu : a. Uji Beban Statik Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan beban beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak. Beban yang digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kapasitas jembatan untuk menahan beban yang diterima. Besarnya beban yang diberikan dilakukan secara bertahap. Proses pemberian beban disebut dengan tahap loading sedangkan proses dimana beban dikurangi disebut tahap unloading. Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor. b. Uji Beban Dinamik Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan beban dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama halnya dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji atau sensor untuk mendapatkan hasil pengujian. Biasanya pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya getaran yang terjadi pada jembatan.

22 c. Uji Beban dengan Metode Terintegrasi Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai atau dengan kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model. Model dimaksud adalah jembatan dimana pemodelan dalam metode ini dibantu program. Metode ini sendiri merupakan gabungan dari pengujian yang oleh yang dilakukan dilapangan dengan pemodelan yang dilakukan pada program. Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan metode terintegrasi. Dalam pelaksanaannya penelitian ini membandingkan hasil berdasarkan pengujian di lapangan dan pemodelan pada program. Beban yang yang digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu lintas yaitu beban truk dengan berat 27 ton. Pengujian dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai tegangan. Untuk mendapatkan nilai tegangan, digunakan alat uji berupa sensor tegangan yang diletakan pada bagian bawah dari gelagar jembatan. Alat yang digunakan sebagai sensor tegangan adalah BDI Strain Transducer seperti tampak pada gambar dibawah ini. Gambar 2.14 BDI Strain Transducers (Campbell Scientific Inc, 2008)

23 Adapun beberapa penjelasan mengenai alat uji tegangan ini adalah sebagai berikut : a. Gambaran Umum BDI Strain Transducer merupakan alat uji tegangan yang digunakan untuk perhitungan akibat beban hidup pada suatu struktur. Alat ini bisa dipasang pada kondisi apapun dan pada jenis struktur apapun seperti pada beton bertulang, gelagar dan rangka baja. Alat ini bisa dipasang pada jembatan dan gedung. Kelebihan dari alat ini adalah sebagai berikut : - Efektif dari segi biaya - Dapat dipasang dalam waktu singkat ± 5 menit - Dapat digunakan kembali - Tahan terhadap air dan cuaca - Bisa digunakan untuk semua jenis kabel dan panjang kabel b. Spesifikasi Alat - Panjang efektif : 76.2 mm - Ukuran keseluruhan : 111 mm x 32 mm x 13 mm - Panjang kabel : 3 meter - Material : aluminium - Range tegangan : aluminium ± 4000 µε - Gaya per 1000 µε : 76 N - Sensitivitas : 500 µε / mv / V - Berat : 85 gram - Suhu : - 50 C sampai 120 C

24 Gambar 2.15 Spesifikasi ukuran BDI Strain Transducers (Campbell Scientific Inc, 2008) c. Cara Kerja Alat Alat ini didesain hanya untuk menguji struktur yang diakibatkan oleh beban hidup yang bekerja. Hasil dari alat ini adalah nilai regangan struktur. Pada pelaksanaannya, ketika alat ini bekerja diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan suhu pada struktur selama dilakukan pengujian dalam jangka waktu yang pendek. Contohnya untuk beberapa kasus dimana pengujian selesai dalam waktu kurang dari 1 menit. Biasanya pada kasus ini tidak cukup waktu untuk suhu udara mengalami perubahan yang signifikan. Alat uji ini bekerja secara presisi dan sangat sensitive. Sebelum penggunaan alat ini perlu dilakukan pengecekan terlebih dahulu menggunakan ohmmeter. Untuk transducer ST350, resisten yang terjadi antara kawat hitam dan merah dan kemudian putih dan hijau pada ohmmeter harus 350Ω.

25 Gambar 2.16 Kalibrasi Alat Uji dengan Ohmmeter (Campbell Scientific Inc, 2008) d. Cara Pemasangan Alat Alat uji ini hanya mengukur regangan pada axis oleh karena itu diperlukan posisi yang akurat di lapangan. Untuk memudahkan pemasangan, maka diperlukan tanda khusus yang menjadi patokan pengukuran. Contohnya seperti gambar berikut, dimana lokasi garis tengah dari gage harus berada pada titik tengah arah longitudinal dan arah transversal.

26 Gambar 2.17 Garis Tengah untuk Pemasangan Alat (Campbell Scientific Inc, 2008) Gambar diatas merupakan contoh memberikan tanda untuk mendapatkan lokasi garis tengah. Dari gambar diatas, garis longitudinal adalah 8 inch dan garis transversal adalah 4 inch. Setelah itu dibuat garis sepanjang 1.5 inch pada kedua sisi..gambar 2.18 Garis Tengah untuk Pemasangan Alat (Campbell Scientific Inc, 2008)

27 Pada saat terjadi regangan di benda uji maka regangan itu akan dihantarkan melalui penghantar resistif yang ada di dalam gauge. Penghantar tersebut di dalam gauge akan mengalami perubahan nilai resistansinya dimana nilai itu berbanding lurus terhadap regangan. Sistem kalibrasi dan validasi dari alat ini telah disertifikasi berdasarkan NIST standar. Apabila sensor yang digunakan diluar sepesifikasi teknis yang disyaratkan maka sistem kalibrasi mengikuti sistem kalibrasi ulang dari BDI. Berdasarkan pengalaman di lapangan, sistem kalibrasi ulang terjadi setelah 15 25 pemasangan alat uji. Persen kesalahan yang diperbolehkan dalam penggunaan alat ini sebesar 2µε. e. Hasil Uji Hasil pengujian yang didapatkan dari alat ini dalam satuan microstrain. Untuk mendapatkan nilaii tegangan maka harus menggunakan rumus : σ = E ε... (2.24) Dimana : E = Modulus Elastisitas (N/mm 2 ) ε = regangan (Microstrain = 10 6 x strain) σ = tegangan (N/mm 2 ) Gambar 2.19 Hasil Pengujian Alat Strain Transducer (Campbell Scientific Inc, 2008)

28 2.5 Program MIDAS/Civil Program MIDAS/Civil merupakan sebuah program yang dibuat untuk analisa struktur dan desain struktur dalam bidang ilmu teknik sipil. Program ini dikhususkan pada pengenalan sistim perencanaan struktur yang termasuk didalamnya analisiss dan cara mengoptimalkan suatu desain secara khusus dalam perencanaan jembatan. Program ini dikembangkan dari bahasa pemrograman Visual C++ dan dapat bekerja secara cepat dan sangat mudah untuk dipelajari. Program ini dapat digunakan lebih dari 5000 proyek dan hasilnya tetap realistis dan efektif. Setiap fungsi dari program ini telah diverifikasi berdasarkan teori dan hasil dari program program sejenisnya. Ada beberapa bagian penting yang perlu diperhatikan dari penggunaan program MIDAS/Civil, yaitu : a. Pengenalan Program Program MIDAS/Civil merupakan solusi untuk mengoptimalkan perencanaan suatu struktur jembatan dan jenis struktur lainnya. Program ini memiliki kemampuan untuk menganalisis jenis struktur seperti beton pratekan, jembatan suspensi, jembatan kabel dan jembatan konvensional lainnya..gambar 2.20 Contoh Pemodelan Jembatan Suspensi (MIDAS/Civil Tutorial)

29 Aspek teknis yang sangat penting dalam analisa struktur terletak pada proses perencanaannya. Program ini dapat diaplikasikan untuk beberapa jenis area atau proyek, seperti : - Analisa dan perencanaan untuk semua jenis jembatan seperti jembatan dengan struktur beton bertulang, baja, komposit, pratekan, suspensi, dan jembatan kabel. - Analisa panas hidrasi dari masa beton seperti pada abutmen, piers, breakwater, dan pondasi. - Struktur bawah tanah - Fasilitas industri dan pabrik - Fasilitas umum seperti pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, bendungan dan fasilitas transportasi lainnya. Gambar 2.21 Jenis Proyek yang dapat Diaplikasikan di MIDAS/Civil (MIDAS/Civil Tutorial)

30 Berikut ini tampilan dari program MIDAS/Civil, yaitu : Gambar 2.22 Tampilan Program MIDAS/Civil (MIDAS/Civil Tutorial) - Main menu berisi perintah yang digunakan dalam program. File berisi tentang informasi umum seperti cetak, transfer data dan fungsi lainnya yang berhubungan. Edit berisi tentang cara memperbaiki termasuk undo/redo. View berisi tentang metode presentasi secara visual, mengaktifkan fungsi dan tidak, dan lainnya. Model berisi tentang cara membuat pemodelan, titik, elemen, penampang, kondisi batas, dan lainnya. Load berisi tentang cara memasukan beban statik, beban dinamik dan beban lainnya. Analysis berisi tentang cara melakukan analisis pada program. Result menggambarkan hasil yang didapat dari program. Design berisi perencanaan otomatis dari struktur baja, dan lainnya. Mode berisi tentang fungsi pertukaran antara sebelum proses dan setelah proses. Query menjelaskan status dari verifikasi fungsi elemen, titik dan data yang berhubungan. Tools merupakan bagian pelengkap dari program. Control

31 merupakan fungsi kontrol untuk setiap tampilan. Help merupakan fungsi untuk membantu pengguna program. - Tree menu berisi tentang semua prosedur yang dilakukan pada saat pemodelan dari pemasukan data, perencanaan, perhitungan dan hasil yang didapatkan. - Context menu merupakan cara yang lebih mudah untuk meminimalisasi pergerakan dari mouse dengan hanya menggunakan klik kanan pada mouse. - Model window menampilkan model dalam bentuk window program yang utuh dan pada kondisi ini diperbolehkan banyak tampilan window dalam satu screen. - Table window menampilkan semua tipe data yang dimasukan, dianalisa dan hasil perencanaan dalam format spread sheet. - History window berisi tentang rekaman aktivitas dari pengguna yang telah dilakukan. - Message window menampilkan semua jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemodelan, warning dan eror. - Status bar menampilkan sistim koordinat program, sistim satuan yang digunakan dan semua hal yang digunakan untuk membantu pekerjaan menjadi lebih efisien.

32 b. Analisis Program Dasar analisa program ini adalah analisa struktur secara linier dan nonlinier. Tidak ada batas untuk jumlah titk, elemen dan beban pada pemodelan program ini. Untuk elemen balok, program ini dapat menganalisis lendutan dan maksimum tegangan yang terjadi pada akhir titik yang ditinjau. Analisa ini berdasarkan analisa elemen hingga yang didasarkan pada model analisis numerik. Gambar 2.23 Contoh Analisa Jembatan pada Program MIDAS/Civil (MIDAS/Civil Tutorial)

33 Gambar 2.24 Contoh Hasil berupa Tabel pada Program MIDAS/Civil (MIDAS/Civil Tutorial) 2.6 Resensi Penelitiann Sebelumnya a. Penelitian yang dilakukan oleh Subdit Teknik Jembatan, Dit. Bina Teknik, Ditjen. Bina Marga, Kementrian PU dengan judul Uji Pembebanan Jembatan Sebagai Standar Awal Pengoperasian Jembatan Untuk Lalu Lintas Umum, Kasus : Jembatan Timpah. Pada penelitian ini, pengujian jembatan dilakukan dengan 2 tahap yaitu uji statik dan uji dinamik. Uji statik dilakukan dengan menggunakan 24 buah truk dengan berat total 300 ton yang disebar disepanjang jembatan. Sedangkan uji dinamik dilakukan dengann jumping test dimana sebuah truk dengan berat 12.5 ton melewati sebuah ganjalan kayu setinggi 12 cm. Uji statik dilakukan untuk mendapatkan nilai lendutan dan tegangan, sedangkan uji dinamik dilakukan untuk mendapatkan nilai frekuensi getaran. Penelitiann ini menyimpulkan bahwa nilai tegangan yang didapatkan

34 dari alat uji melebihi nilai tegangan perhitungan. Perlu dilakukan koreksi terhadap panjang kabel dan kondisi awal perhitungan. b. Penelitian yang dilakukan oleh Moussa Issa dan Mohsen Shahawy dari Departemen Transportasi Florida tentang Dynamic and Static Test of Prestressed Concrete Girder Bridges in Florida. Metode pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian statik dan dinamik. Pada pengujian ini alat sensor diletakan pada ½ dan ¼ bentang jembatan. Pada pengujian statik, jembatan diberikan beban maksimum rencana. Setiap tahap pembebanan hasilnya dibandingkan dengan model analitis. Sedangkan pengujian dinamik dilakukan dengan menggunakan truk yang bergerak diatas jembatan dengan kecepatan konstan sebesar 55 MPH, 45 MPH dan 35 MPH. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa hasil pengujian dilapangan melebihi hasil prediksi metode analisis yang dilakukan.