KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI DAN IMPLIKASINYA

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

REVITALISASI PERTANIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Pembangunan Agribisnis di Indonesia

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN KINERJA (LKJ)

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

BIRO HUKUM DAN HUMAS

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

Transkripsi:

KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI 2004 2014 DAN IMPLIKASINYA Adi Setiyanto dan Bambang Irawan PENDAHULUAN Pembangunan pertanian periode 2000-2004, merupakan pembangunan yang menstabilisasi pemerintahan, pemulihan masa krisis dan melakukan transisi dari era orde baru ke era pasca reformasi. Pembangunan pertanian dilaksanakan dengan memfokuskan pada upaya mengatasi dampak krisis, melalui implementasi Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis sebagai Grand Strategy pembangunan pertanian. Dalam menghadapi krisis tahun 1997-1999, sektor pertanian telah menunjukkan kemampuannya menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi. Pada masa krisis, sektor pertanian terbukti lebih tangguh bertahan dan mampu pulih lebih cepat dibanding sektor-sektor lain, sehingga berperan sebagai penyangga pembangunan nasional. Peran tersebut terutama dalam penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa, penyedia lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Sektor pertanian juga menjadi andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Dengan pertumbuhan yang terus positif secara konsisten, sektor pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pada periode 2000-2004 pembangunan pertanian telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada periode tersebut sektor pertanian juga telah menunjukkan pertumbuhan dan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Pada periode tersebut, sektor pertanian dinilai telah mampu : (1) melepaskan diri dari ancaman keterpurukan yang berkepanjangan, (2) terlepas dari ancaman kontraksi atau pertumbuhan negatif berkelanjutan dan melepaskan diri dari perangkap pertumbuhan ekonomi rendah, dan (3) telah berada pada fase percepatan pertumbuhan menuju pertumbuhan berkelanjutan. Keberhasilan tersebut merupakan modal dasar bagi pembangunan pertanian pada periode berikutnya. Dalam masa pemerintahan yang semakin stabil, maka periode pembangunan pertanian 2004 2014 merupakan periode mempertahankan momentum pertumbuhan tersebut dan meningkatkan keberhasilan dibanding periode sebelumnya. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Berbagai peran strategis pertanian dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 145

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pembangunan pertanian periode 2004-2014 dihadapkan kepada masalahmasalah kesejahteraan petani, kemiskinan, pengangguran, ancaman terhadap ketahanan pangan, infrastruktur pertanian yang kurang mendapat perhatian, investasi pertanian relatif rendah, stagnasi terobosan teknologi, akses pasar yang masih lemah dan lainnya. Hal tersebut muncul akibat adanya berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan domestik maupun internasional yang sangat dinamis serta persoalan mendasar sektor pertanian seperti meningkatnya jumlah penduduk, tekanan globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, makin terbatasnya sumber daya lahan, air dan energi, perubahan iklim global, perkembangan dinamis sosial budaya masyarakat, kecilnya luas kepemilikan lahan, terbatasnya kemampuan sistem perbenihan dan perbibitan nasional, terbatasnya akses petani terhadap permodalan, lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan energi, masih rendahnya nilai tukar petani dan kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sektor terkait pembangunan pertanian. Berdasarkan Buku Rencana Strategis Pembangunan Pertanian (Renstra Kementan) Tahun 2005-2009 dan 2010 2014, pembangunan pertanian menghadapi banyak tantangan, antara lain bagaimana memenuhi kebutuhan pangan serta keseimbangan gizi keluarga, memperbaiki dan membangun infrastruktur lahan dan air serta perbenihan dan perbibitan, meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian, membuka akses pembiayaan pertanian dengan suku bunga rendah bagi petani/peternak kecil, memperkokoh kelembagaan usaha ekonomi produktif di perdesaan, menciptakan sistem penyuluhan pertanian yang efektif, membudayakan penggunaan pupuk kimiawi dan organik secara berimbang untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah, mengupayakan adaptasi terhadap perubahan iklim dan pelestarian lingkungan hidup, menciptakan kebijakan harga (pricing policies) yang proporsional untuk produk-produk pertanian khusus, mengupayakan pencapaian Millenium Development Goals (MDG's) yang mencakup angka kemiskinan, pengangguran, dan rawan pangan, memperkuat kemampuan untuk bersaing di pasar global, mengatasi pelemahan pertumbuhan ekonomi akibat krisis global, serta memperbaiki citra petani dan pertanian agar kembali diminati generasi penerus. Pembangunan Pertanian 2005 2014 memiliki prioritas pelaksanaan pada pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, maka dengan berakhirnya periode pembangunan tahap ke-1 (2005-2009) dan tahap ke-2 (2010-2014) Indonesia sedang memasuki tahap ke-3 (2015-2019) sebagai kelanjutan dari RPJMN tahap sebelumnya. Berdasarkan RPJPN tersebut, RPJMN tahap ke-3 difokuskan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber daya alam yang 146 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai bagian yang tidak terpisahkan daripentahapan RPJPN (2005-2025). Dengan berakhirnya tahapan pembangunan sebelumnya dan untuk mempersiapkan tahapan berikutnya maka diperlukan evaluasi kinerja pembangunan pertanian dan implikasinya bagi pembangunan tahapan berikutnya. Pembangunan pertanian merupakan proses dari sebuah upaya yang dilakukan secara berkesimbungunan, sehingga hasil-hasil yang dicapai pada periode sebelumnya menjadi landasan dan modal dasar bagi pembangunan pertanian pada periode berikutnya. Tulisan ini membahas evaluasi kinerja pembangunan pertanian periode 2005 2014 dan implikasinya bagi pembangunan pertanian periode selanjutnya. PROGRAM TERKAIT PEMBANGUNAN PERTANIAN 2004-2014 Walaupun disadari bahwa disamping program dalam lingkup Kementerian Pertanian masih ada program pembangunan diluar lingkup Kementerian pertanian yang juga erat kaitannya dengan pembangunan pertanian namun fokus utama pembahasan menyangkut program dalam lingkup Kementerian Pertanian. Periode 2004-2009 Pada periode ini, pembangunan pertanian memiliki agenda terkait dengan Revitalisasi Pertanian. Dalan RPJMN 2005 2009, agenda pembangunan ekonomi yang yang terkait dengan pembangunan pertanian, diantaranya yaitu: (1) revitalisasi pertanian, (2) peningkatan investasi dan ekspor non-migas, (3) pemantapan stabilisasi ekonomi makro, (4) penanggulangan kemiskinan, (5) pembangunan perdesaan, dan (6) perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Revitalisasi pertanian antara lain diarahkan untuk meningkatkan: (1) kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar 90-95 persen dari kebutuhan, (2) diversifikasi produksi dan konsumsi pangan, (3) ketersediaan pangan asal ternak, (4) nilai tambah dan daya saing produk pertanian, dan (5) produksi dan ekspor komoditas pertanian. Program Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009, dirumuskan dalam tiga program, yaitu: (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Peningkatan Ketahanan Pangan Program Peningkatan Ketahanan Pangan ditujukan untuk tercapainya ketersediaan pangan yang cukup dan beragam pada tingkat nasional, regional dan rumah tangga, dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 147

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dengan harga yang terjangkau. Ketahanan pangan mencakup komponen: (1) ketersediaan pangan, (2) distribusi dan konsumsi pangan, (3) penerimaan oleh masyarakat, (4) diversifikasi pangan, dan (5) keamanan pangan. Pengembangan Agribisnis Program Pengembangan Agribisnis dimaksudkan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, maka arah yang perlu ditempuh adalah memperluas cakupan kegiatan ekonomi produktif petani serta peningkatan efisiensi dan berdaya saing. Perluasan kegiatan ekonomi yang memungkinkan dilakukan adalah: (1) peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan perbaikan kualitas, dan (2) mendorong kegiatan usahatani secara terpadu mencakup beberapa komoditas (sistem integrasi tanaman-ternak atau sistem integrasi tanaman-ternak-ikan). Peningkatan efisiensi dan daya saing dilakukan dengan pendekatan agribisnis yang mencakup agribisnis hulu, kegiatan usahatani, agribisnis hilir dan jasa penunjang. Berdasarkan komoditas, pengembangan agribisnis mencakup komoditas-komoditas unggulan lingkup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan maupun peternakan. Peningkatan Kesejahteraan Petani Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pemberdayaan petani, pengembangan kelembagaan dan peningkatan akses petani, terhadap sumber daya usaha pertanian. Kesejahteraan petani merupakan muara dari upaya-upaya pembangunan yang dilakukan. Oleh karenanya, segala upaya yang dilakukan dalam pembangunan pertanian selayaknya didorong untuk mewujudkan kesejahteraan petani; disamping tujuan-tujuan lainnya. Kesejahteraan meliputi dimensi yang luas, namun untuk lebih menyederhanakan persoalan, definisi kesejahteraan dalam tulisan ini dibatasi pada kesejahteraan ekonomi atau lebih spesifik lagi pendapatan rumah tangga. Sesuai dengan Renstra Kementan 2005-2009, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan pendapatan petani melalui pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumber daya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan, dan perlindungan terhadap petani. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: (1) meningkatnya kapasitas dan posisi tawar petani, (2) semakin kokohnya kelembagaan petani, (3) meningkatnya akses petani terhadap sumber daya produktif, dan (4) meningkatnya pendapatan petani. 148 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Periode 2010-2014 Sejalan dengan RPJMN, revitalisasi pertanian menjadi agenda dalam pembangunan pertanian periode 2010-2014, dan oleh Kementerian Pertanian dikembangkan menjadi strategi pembangunan pertanian yang ditempuh difokuskan pada penanganan tujuh aspek dasar yang disebut TUJUH GEMA REVITALISASI1, yaitu: (1) revitalisasi lahan, (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan, (3) revitalisasi infrastruktur dan sarana, (4) revitalisasi sumber daya manusia, (5) revitalisasi pembiayaan petani, (6) revitalisasi kelembagaan petani, dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir.tujuan dan sasaran pembangunan pertanian nasional 2010-2014 akan diwujudkan melalui pencapaian 4 (empat) target utama yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada peningkatan 39 komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional tersebut terdiri dari 7 komoditas tanaman pangan, 10 komoditas hortikultura, 15 komoditas perkebunan, dan 7 komoditas peternakan. PEMBIAYAAN PROGRAM TERKAIT PEMBANGUNAN PERTANIAN Kementerian Pertanian Selama ini, investasi publik dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai alasan, antara lain biaya investasi yang cukup besar sehingga di luar jangkauan para petani atau swasta menengah, kegiatan produktif tertentu cukup strategis sehingga memerlukan campur tangan pemerintah, dan adanya keperluan membangun prasarana publik yang memang seyogyanya disiapkan pemerintah. Keseluruhan investasi pemerintah pada prinsipnya untuk menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan agribisnis dan memberikan insentif kepada para petani dan pengusaha untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pertanian. Besarnya investasi pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat ditera dari besarnya APBN dan APBD pertanian dan subsektor lainnya yang terkait, seperti pembangunan irigasi, pengembangan SDM, dan lain-lain. Tabel 1 memuat rata-rata alokasi anggaran Kementerian Pertanian tahun 2004 2014. Tampak bahwa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian memperoleh alokasi anggaran rata-rata diatas Rp. 1 triliun. 1 Penjabaran dan rincian mengenai upaya-upaya yang dilakukan berkaitan dengan Tujuh Gema Revitalisasi secara lengkap dapat dilihat pada Renstra Kementan Tahun 2010-2014 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 149

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Pengalokasian anggaran menurut kabupaten/kota (di luar alokasi anggaran untuk UPT Pusat di daerah, UPTD Provinsi, UPTD Kabupaten/Kota dan dana alokasi TP Provinsi) menunjukkan bahwa alokasi anggaran cenderung di sebar ke seluruh Kabupaten/Kota. Berdasarkan hasil identifikasi anggaran tahun 2007 2012, menunjukkan bahwa anggaran disebar secara merata ke 492 dari 497 kabupaten/kota dengan jumlah yang bervariasi, dimana terdapat kecenderungan bahwa alokasi pembangunan tidak memiliki fokus pada lokasi tertentu. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kabupaten/kota yang memiliki anggaran di atas Rp. 1 Miliar adalah kabupaten/kota di bawah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Perkebunan dan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Tabel 1. Rata-Rata Kementerian Pertanian Menurut Unit Eselon I, 2004-2014. No Eselon I Nilai anggaran (Rp M/Tahun) Proporsi anggaran (%) Rata-rata peningkatan (%/tahun) 1 Sekretariat Jenderal 922,58 8,56 39,16 2 Inspektorat Jenderal 54,28 0,50 14,34 3 Ditjen Tanaman Pangan 1.810,33 16,80 41,78 4 Ditjen Perkebunan 980,87 9,10 48,58 5 Ditjen Peternakan 1.183,20 10,98 25,09 6 Ditjen Pengolahan & Pemasaran Hasil Pertanian 400,47 3,72 69,26 7 Ditjen Pengelolaan Lahan Dan Air (PSP) 2.048,33 19,01 150,33 8 Ditjen Hortikultura 416,14 3,86 13,43 9 Badan Litbang Pertanian 1.013,04 9,40 13,53 10 Badan Pengembangan Sdm Pertanian 981,83 9,11 15,85 11 Badan Ketahanan Pangan 516,20 4,79 11,11 12 Badan Karantina Pertanian 447,96 4,16 18,16 TOTAL 10.775,23 10 21,21 Sumber : Biro Perencanaan (2014) Tabel 2. Alokasi Kementerian Pertanian Per Kabupaten/Kota Menurut Unit Eselon I, Rata-rata 2007 2012. No Unit Eselon I per Kabupaten/ Kota (Rp. Miliar) Jumlah Kabupaten/Kota lokasi program/ kegiatan Total anggaran (Rp. Miliar) 1 Tanaman Pangan 1,57 462 725,52 2 Hortikultura 0,36 311 111,39 3 Perkebunan 1,10 365 402,88 4 Peternakan 0,34 424 145,87 5 Prasarana Pertanian 3,02 463 1.397,33 6 PPHP 0,50 428 212,11 7 Badan Ketahanan Pangan 0,71 417 295,49 8 Pengembangan SDM 0,48 475 229,20 Jumlah 8,08 492 3975,90 Sumber : Biro Perencanaan (2012) Catatan : Nilai anggaran diluar UPT Pusat Di Daerah, UPTD Provinsi, UPTD Kabupaten/Kota. 150 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan 2 pembangunan pertanian dan perdesaan memiliki potensi dan bersumber serta tersebar pada banyak kementerian maupun lembaga. Sebagai gambaran, dapat dilihat dari hasil kajian Pasaribu et al., (2007), dimana anggaran pembangunan pertanian tidak hanya dialokasikan di Kementerian Pertanian, tetapi juga terdapat di berbagai departemen dan instansi pemerintah lainnya. Pada tahun 2007, misalnya, total angaran pembangunan pertanian adalah sebesar Rp 23,2 triliun (Tabel 3). paling besar (Rp 8,8 triliun) dikelola oleh Kementerian Pertanian. Sedangkan anggaran kedua terbesar (Rp 7,6 triliun) dialokasikan untuk Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Selanjutnya pengelola anggaran pembangunan pertanian adalah Kementerian Dalam Negeri (Rp 1,2 triliun), Kementerian Kesehatan (Rp 0,99 triliun), Depnakertrans (Rp 0,93 triliun). Selebihnya anggaran dikelola oleh Kementerian maupun instansi lainnya yang jika dijumlah maka nilainya relatif signifikan. Rata-rata nilai anggaran pembangunan pertanian selama periode tahun 2002-2007 adalah Rp 17,6 triliun dengan rata-rata anggaran terbesar (Rp 6,8 triliun) dikelola oleh Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Tabel 3. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Berdasarkan Jenis/Kategori Layanan, Rata-rata 2002 2007. No Kategori Nilai anggaran (Rp. Miliar) Pertumbuhan (%/thn) Porsi anggaran (%) Pertumbuhan (%/thn) 1 Penelitian dan Pengembangan 235,63 24,04 1,30 9,13 2 Pengendalian Hama dan Penyakit 14,39 30,58 0,08 14,76 3 Pelatihan dan Pengembangan SDM 186,50 24,81 1,03 9,94 4 Bimbingan, Penyuluhan dan Penyebaran Informasi 481,71 14,28 2,75 0,10 5 Inspeksi, Standarisasidan Pengawasan 19,22 15,29 0,11 1,28 6 Promosi danfasilitasi Pemasaran dan Perdagangan 170,07 13,27 0,97-0,59 7 Sarana, Prasarana dan Infrastruktur 1.854,32 14,71 10,50 1,03 8 Permodalan dan Bantuan Pemberdayaan 1.495,78 13,56 8,51-0,18 Jumlah (1 s/d 8) 4.457,62 14,82 25,24 0,98 9 Lainnya 13.104,92 13,45 74,76-0,30 10 Jumlah (1 s/d 9) 17.562,54 13,77 10 11 Departemen Pertanian 4.955,25 27,77 27,09 12,51 12 Luar Departemen Pertanian 12.607,30 8,74 72,91-4,50 Sumber: Depkeu (2007) dalam Pasaribu et al., (2007) 2 Tulisan menggunakan nama kementerian dan lembaga yang masih menggunakan nomenklatur lama. Sekalipun demikian secara substansi tidak mengalami perubahan, karena perubahan hanya dari sisi Departemen menjadi Kementerian untuk beberapa lembaga yang sebelum tahun 2009 menggunakan nomenklatur nama departemen dan menjadi kementerian setelah 2009. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 151

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Selama periode tersebut rata-rata Departemen Pertanian mengelola jumlah anggaran terbesar kedua (Rp 4,96 triliun). Sejak tahun 2002 hingga 2006 nilai anggaran Departemen Pertanian selalu di bawah Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Departemen Kesehatan, BKKBN dan Badan POM selama periode 2002-2007 mengalami pertumbuhan anggaran pertanian tertinggi, yakni 29,26 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah Departemen Pertanian (27,77%/tahun), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (12,39%/tahun) dan Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil dan ESDL (11,58%). Pertumbuhan anggaran terendah dialami oleh BKPM, BSN, BPN (-1,09%/tahun), Departemen Dalam Negeri (0,01%/tahun), dan Kementrian Koperasi dan UKM (3,00%/tahun). Selama periode 2002-2007, rata-rata anggaran pertanian yang terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur), yaitu 10,5 persen dan yang kedua adalah bantuan permodalan sebesar 8,5 persen (Tabel 3). Urutan berikutnya adalah penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), dan pendidikan dan latihan (1,3%). Selama ini pembangunan infrastruktur pertanian selalu menempati urutan tertinggi dalam alokasi anggaran tetapi akhir-akhir ini infrastruktur pertanian tidak bisa beroperasi optimal. Misalnya, banyak saluran irigasi sekunder maupun tersier yang tidak berfungsi dengan baik. Hal ini merupakan indikasi anggaran yang dialokasikan mungkin tidak dikelola secara efisien. Pembiayaan pertanian menempati urutan nilai anggaran kedua tetapi dikelola oleh berbagai departemen/instansi yang di lapangan bisa tumpang tindih sehingga tidak efektif hasilnya. Sedangkan alokasi anggaran penelitian dan pengembangan yang relatif kecil (kurang dari 2%) tampaknya akan sulit diharapkan untuk dihasilkannya penemuan-penemuan yang relatif unggul dan dinamis. Lebih jauh lagi, anggaran per jenis layanan tersebut bukan hanya yang secara teknis dialokasikan untuk kegiatan tersebut tetapi termasuk biaya administrasi. Belanja Pembangunan Daerah Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 497 kabupaten/kota pada periode 2007 2012, diperoleh gambaran bahwa rata-rata anggaran belanja pembangunan pertanian daerah kabupaten/kota tahun 2007 2012 adalah Rp. 19,46 Miliar atau 2,46 persen dari total belanja daerah (Rp. 791,90 Miliar) dan mengalami peningkatan hanya 1,93 persen jauh di bawah rata-rata belanja daerah yang mencapai 9,40 persen per tahun. Sekalipun pertanian menempati urutan kelima terbesar belanja daerah, namun alokasi anggaran sangat kecil jika dibandingkan kontribusi pertanian terhadap PDRB rata-rata yang mencapai 34,12 persen dan rata-rata penyerapan tenaga kerja pertanian yang mencapai 49,48 persen. 152 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

KINERJA PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2004-2014 Komoditas Pertanian Tabel 4 memberikan gambaran mengenai perkembangan sasaran, realisasi dan persentase realisasi produksi dibanding sasaran untuk komoditas utama tanaman pangan. Tampak bahwa rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran komoditas padi mencapai 98,50 persen dan menunjukkan penurunan rata-rata 0,10 persen per tahun pada periode 2005 2014. Sementara itu pada komoditas jagung rata-rata realiasi produksi terhadap sasaran 88,41 persen dan menurun rata-rata 3,73 persen per tahun. Pada komoditas kedele realisasi produksi hanya mencapai rata-rata 60,82 persen dan menurunan rata-rata 10,73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi produksi komoditas tanaman pangan utama pembangunan pertanian menunjukkan kinerja yang semakin menurun pada periode 2005 2014. Ketiga komoditas ini merupakan komoditas yang menjadi program utama pembangunan pertanian periode 2005 2014. Berbeda dengan komoditas tanaman pangan utama, pada komoditas sayuran menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik. Sekalipun rata-rata realisasi produksi masih di bawah target, kecuali cabe (Tabel 4), pada komoditas sayuran utama terjadi kecenderungan kinerja yang semakin meningkat. Pada komoditas Kentang rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran mencapai 97,45 persen dan meningkat rata-rata 1,72 persen per tahun. Pada komoditas cabe rata-rata realisasi 107,45 persen dibanding sasaran dan menunjukkan peningkatan 5,93 persen per tahun. Sementara itu pada komoditas bawang merah rata-rata realisasi mencapai 99,54 persen dan meningkat rata-rata 4,76 persen. Kecuali pada komoditas mangga, komoditas buah-buahan utama menunjukkan kinerja yang semakin menurun pada periode 2005 2014 (Tabel 4). Realisasi produksi pisang menunjukkan rata-rata pencapaian 100,47 persen dibandingkan sasaran, namun persentasenya menunjukkan penurunan 1,40 persen per tahun. Pada komoditas mangga, rata-rata realisasi produksi mencapai 90,29 persen dibanding sasaran dan menunjukkan rata-rata peningkatan 4,13 persen per tahun. Pada komoditas jeruk, sekalipun rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran mencapai 99,70 persen, namun terjadi penurunan persentase realisasi dibanding sasaran ratarata 6,41 persen. Seperti halnya pada komoditas tanaman pangan utama, komoditas utama hortikultura menunjukkan kinerja pembangunan pertanian yang semakin menurun, kecuali pada komoditas tertentu. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 153

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Tabel 4. Sasaran dan Realisasi Komoditas Utama, Rata-rata 2005-2014. Variabel Sasaran (juta ton) Padi Jagung Kedele Realisa Realisasi Sasaran Sasaran Realisasi Persen si Persen (juta (juta (juta (juta (%) (juta (%) ton) ton) ton) ton) ton) Persen (%) Rata-rata 64,84 63,63 98,2 19,45 16,62 88,4 1,54 0,82 60,8 Pertumbuhan (%/th) 3,61 3,51-0,10 10,46 6,32-3,73 16,56 2,24-10,73 Kentang Cabai Bawang merah Rata-rata 1,11 1,08 97,4 1,21 1,30 107,4 0,93 0,93 99,5 Pertumbuhan (%/th) 0,67 2,38 1,72 1,83 7,90 5,93 2,13 6,03 4,76 Pisang Mangga Jeruk Rata-rata 6,01 5,97 100,2 2,21 2,00 90,3 2,45 2,15 99,7 Pertumbuhan (%/th) 5,21 3,71-1,40 5,66 10,32 4,13 9,82 0,90-6,41 Kelapa sawit Karet Kakao Rata-rata 20,32 21,56 108,3 2,44 2,81 115,7 1,01 0,77 85,4 Pertumbuhan (%/th) 9,38 8,03-0,65 4,19 4,29 0,15 11,44 1,19-8,79 Kopi Kelapa Gula Rata-rata 0,77 0,68 88,8 3,33 3,19 95,9 3,19 2,50 82,8 Pertumbuhan (%/th) 0,14 1,27 1,88 0,30 0,59 0,29 9,32 2,82-5,92 Daging sapi Daging babi Daging kambing/domba Rata-rata 0,446 0,443 99,4 0,220 0,219 99,9 0,156 0,123 78,7 Pertumbuhan (%/th) 3,84 4,72 0,97 2,96 2,03-0,86 0,63-2,16-2,59 Sumber : Renstra 2005 2009, Renstra 2010-2014 dan BPS 2014 (diolah), data realiasi tahun 2014 merupakan angka perkiraan. Pada komoditas perkebunan utama yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi, kelapa dan gula menunjukkan penurunan kinerja pembangunan pertanian periode 2005 2009 terutama komoditas kakao dan gula (Tabel 4). Pada komoditas lainnya sekalipun persentase realisasi produksi masih di bawah sasaran menunjukkan peningkatan rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran. Dari enam komoditas utama perkebunan dua komoditas menunjukkan rata-rata realisasi di atas sasaran produksi yaitu kelapa sawit dan karet, sementara itu komoditas kopi dan kelapa menujukkan realisasi produksi masih dibawah sasaran, namun menunjukkan rata-rata peningkatan realisasi dibanding sasaran produksi. Justru pada komoditas Kakao dan Tebu (Gula) yang merupakan komoditas program utama yaitu Gernas Kakao dan Swasembada Gula menunjukan rata-rata realisasi produksi dibawah sasaran yaitu 85,35 persen dan menurun rata-rata 8,79 persen untuk kakao, dan rata-rata 85,38 persen dan rata-rata menurun 5,92 persen. Sama seperti pada tanaman pangan dan hortikultura, kinerja pembangunan pertanian periode 2005 2014 menunjukkan kinerja yang semakin menurun. 154 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Pada komoditas utama peternakan yaitu daging sapi, daging babi dan daging kambing dan domba, serta susu juga menunjukkan kecenderungan penurunan realisasi produksi dibanding sasaran kecuali daging sapi yang menunjukkan rata-rata realisasi hampir mencapai 100 persen dan meningkat 0,97 persen per tahun. Sekalipun juga mencapai rata-rata realisasi produksi hampir mencapai 100 persen pada daging babi menunjukkan rata-rata realisasi dibanding sasaran produksi menurun 0,86 persen. Pada daging kambing dan domba rata-rata relasisasi dibanding sasaran adalah 78,69 persen dan menurun rata-rata 2,59 persen per tahun. Pada komoditas susu rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran adalah 81,54 persen dan menurun 0,05 persen. Seperti pada komoditas utama subsektor lainnya, subsektor peternakan juga menunjukkan kinerja pembangunan pertanian yang cenderung menurun pada periode 2005 2014. Pertumbuhan PDB Tabel 5 memberikan gambaran sasaran dan realisasi pertumbuhan PDB Pertanian periode 2005 2014 berdasarkan harga konstan 2000. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa realisasi pertumbuhan PDB pertanian rata-rata lebih rendah dari sasaran pertumbuhan sektor pertanian yang diteapkan. Dalam periode 2005 2014, PDB pertanian diharapkan tumbuh rata-rata 3,49 persen pertanian, sedangkan pertumbuhan rata-rata PDB pertanian periode tersebut hanya 3,34 persen pertanian. PDB subsektor tanaman pangan dan hortikultura rata-rata tumbuh 3,17 per tahun juga lebih rendah dari sasaran yaitu 3,26 persen per tahun. Hal yang sama juga terjadi pada PDB subsektor perkebunan dan peternakan, dimana realisasi pertumbuhan PDB juga lebih rendah dari sasaran periode 2005 2014. Tabel 5. Sasaran dan Realisasi Pertumbuhan PDB Pertanian 2005 2014 Menurut Sub Sektor Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (%). Tahun Pangan & Hortikul tura Sasaran (%) Realisasi (%) Pangan& Perkebun Peternak- Pertani- Hortikul- - an an tura an an Perkebun - an Peterna k- Pertani - an 2005 2,89 6,01 4,11 2,97 2,60 2,48 2,13 2,50 2006 2,98 6,19 4,28 3,17 2,98 3,79 3,35 3,20 2007 3,18 6,36 4,45 3,37 3,35 4,55 2,36 3,43 2008 3,14 6,32 4,42 3,37 6,06 3,67 3,52 5,16 2009 3,50 6,49 4,58 3,58 4,97 1,73 3,45 4,08 2010 3,33 4,01 4,30 3,62 1,64 3,49 4,27 2,42 2011 3,31 3,99 4,28 3,61 1,75 4,47 4,78 2,78 2012 3,39 4,08 4,36 3,69 2,95 5,08 4,82 3,69 2013 3,47 4,16 4,44 3,77 1,93 4,93 4,76 3,01 2014 3,45 4,14 4,42 3,75 3,50 3,42 3,15 3,08 Rata-rata 3,26 5,18 4,36 3,49 3,17 3,76 3,66 3,34 Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, BPS 2014 (diolah)dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 155

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Rata-rata pertumbuhan PDB pertanian mencapai 95,98 persen dari sasaran, dimana pada periode 2010 2014 relatif lebih rendah jika dibandingkan kondisi periode 2005-2009 (Tabel 6). Kondisi yang relatif sama terjadi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura, sedangkan pada subsektor perkebunan dan peternakan menunjukkan hal yang berbeda. PDB subsektor ini memiliki rata-rata pertumbuhan 78,34 persen dan 83,81 persen dengan kondisi rata-rata realisasi pertumbuhan ekonomi dibanding sasaran pada 2010-2014 relatif lebih tinggi jika dibandingkan 2005 2009. Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian Tabel 7 menunjukkan realisasi penyerapan tenaga kerja pertanian dibandingkan sasarannya pada periode 2005 2014. Pada periode tersebut sasaran penyerapan tenaga kerja pertanian diharapkan mencapai 43,65 juta orang per tahun dengan pertumbuhan 1,06 persen per tahun. Realisasi rata-rata periode 2005 2014 adalah 38,61 juta orang perkembangan menurun rata-rata 1,55 persen per tahun. Rata-rata realisasi penyerapan tenaga kerja pertanian dibandingkan sasaran adalah 88,64 persen per tahun dengan penurunan rata-rata 2,56 persen per tahun. Tabel 6. Realisasi Dibanding Sasaran Pertumbuhan PDB Pertanian Menurut Sub Sektor Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (%). Tahun Pangan& Hortikultura Perkebunan Peternakan Pertanian 2005 90,12 41,26 51,82 84,18 2006 10 61,23 78,27 100,95 2007 105,51 71,54 53,03 101,78 2008 192,99 58,07 79,64 153,12 2009 142,00 26,66 75,33 113,97 2010 49,25 87,03 99,30 66,85 2011 52,87 112,03 111,68 77,01 2012 87,02 124,51 110,55 10 2013 55,48 118,51 107,21 79,84 2014 101,45 82,61 71,27 82,13 Rata-rata 97,67 78,34 83,81 95,98 Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. 156 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Tabel 7. Realisasi Dibanding Sasaran Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian ( Juta Orang) Tahun Sasaran Realisasi Realisasi dibanding Sasaran (%) 2005 41,27 41,31 100,09 2006 41,86 40,14 95,89 2007 42,61 41,21 96,70 2008 43,60 41,33 94,80 2009 44,54 38,61 86,68 2010 43,71 38,69 88,51 2011 44,11 36,54 82,84 2012 44,52 36,43 81,83 2013 44.,94 36,05 80,22 2014 45,36 35,77 78,85 Rata-rata 43,65 38,61 88,64 R (%/Thn) 1,06-1,55-2,56 Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014 KINERJA PRODUKSI DIBANDING ANGGARAN Subsektor Tanaman Pangan Dalam periode 2004 2014, kinerja produksi dibanding anggaran sub sektor tanaman pangan menunjukkan penurunan rata-rata 9,39 persen (Gambar 1). Pada tahun 2004 2009, indek peningkatan produksi dibanding peningkatan anggaran sub sektor tanaman pangan menurun rata-rata -9,50 persen per tahun dan pada periode berikutnya yaitu 2009 2014 menurun rata-rata 16,37 persen per tahun. Kinerja menurut komoditas utama yaitu padi, jagung dan kedele juga menunjukkan kecenderungan beragam. Komoditas padi menunjukkan penurunan 13,58 persen per tahun pada periode 2004 2009, penurunan 13,31 persen per tahun pada periode 2009 2014, dan rata-rata menurun 13,35 persen pada periode 2004 2014 (Gambar 2). Pada komoditas jagung yang semula menunjukkan peningkatan kinerja produksi dibanding anggaran rata-rata 0,16 persen pada periode 2004 2009, menunjukkan penurunan tajam rata-rata 17,61 persen pada periode 2009 2014. Gambar 3 menunjukkan rata-rata penurunan kinerja produksi dibanding anggaran pada periode 2004 2014 sekitar 8,73 persen per tahun. Sementara itu, pada komoditas kedele (Gambar 4) menunjukkan penurunan kinerja produksi dibanding anggaran rata-rata 6,44 persen per tahun pada periode 2004 2009, pada periode 2009-2014 menunjukkan penurunan yang lebih besar yaitu rata-rata 19,29 persen per tahun dan rata-rata menurun 12,86 persen pada periode 2004 2014. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 157

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya 70 60 50 40 30 Dibanding 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Gambar 1. Kinerja produksi tanaman pangan dibanding anggaran subsektor tanaman pangan (dalam %). 70 60 50 40 30 Dibanding 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Trend Dibanding Gambar 2. Kinerja produksi padi dibanding anggaran (dalam %) 70 60 50 40 30 10 Dibanding Trend Dibanding 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Gambar 3. Kinerja produksi jagung dibanding anggaran (dalam %) 158 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

60 50 Dibanding 40 30 10 Trend Dibanding 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. Gambar 4. Kinerja produksi kedele dibanding anggaran (dalam %) Subsektor Hortikultura Seperti pada subsektor tanaman pangan, pada subsektor hortikultura juga menunjukkan penurunan kinerja. Dalam periode 2004 2014, kinerja produksi hortikultura dibanding anggaran subsektor hortikultura menunjukkan penurunan ratarata 7,59 persen per tahun. Pada tahun 2004 2009, indek peningkatan produksi hortikultura dibanding peningkatan anggaran sub sektor hortikultura menurun ratarata 1,85 persen per tahun dan pada periode berikutnya yaitu 2009 2014 menurun rata-rata 13,32 persen per tahun (Gambar 5). Kinerja berdasarkan komoditas menunjukkan penurunan pada periode 2009 2014 dibanding 2004 2009, baik untuk komoditas sayur-sayuran maupun buahbuahan. Pada komoditas kentang (Gambar 6) pada periode 2004-2009 kinerja peningkatan kentang dibanding anggaran kentang menurun rata-rata 2,52 persen per tahun. Sedangkan pada periode 2009 2014 menunjukkan penurunan rata-rata 7,81 persen per tahun. Pada periode 2004 2014 menunjukkan rata-rata penurunan 5,17 persen per tahun. Pada komoditas cabe (Gambar 7), terjadi peningkatan kinerja pada periode 2004 2009 sebesar rata-rata 0,30 persen per tahun, sedangkan pada periode 2009 2014 menunjukkan penurunan 7,12 persen per tahun. Rata-rata penurunan kinerja pada periode 2004 2014 adalah 3,41 persen per tahun. Pada komoditas bawang merah (Gambar 8) kinerja pada periode 2004 2009 meningkat rata-rata 0,01 persen per tahun, namun menunjukkan penurunan rata-rata 8,09 persen per tahun pada periode 2009 2014. Pada periode 2004 2014 pada komoditas bawang merah menunjukkan penurunan kinerja rata-rata 4,04 persen per tahun. Pada komoditas pisang, kinerja produksi dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 2,83 persen per tahun pada periode 2004 2009 dan semakin menurun pada periode 2009 2014 yaitu 11,88 persen. Pada periode 2004 2014 menujukkan penurunan rata-rata 7,36 persen per tahun (Gambar 9). Pada komoditas Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 159

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya mangga, kinerja produksi dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 0,48 persen per tahun pada periode 2004 2009 dan penurunan rata-rata 11,48 persen per tahun pada periode 2009 2014. Selama periode 2004 2014, kinerja produksi mangga dibanding anggaran menurun rata-rata 5,83 persen per tahun (Gambar 10). Dibandingkan pisang dan mangga, jeruk menunjukkan penurunan kinerja produksi dibanding anggaran yang lebih besar. Kinerja produksi dibanding anggaran pada komoditas jeruk menurun rata-rata 6,52 persen pada periode 2004 2009 dan menurun 15,80 persen per tahun pada periode 2009 2014. Pada periode 2014 2014, kinerja produksi jeruk dibanding anggaran menurun rata-rata 11,16 persen per tahun (Gambar 11). Gambar 5. Kinerja produksi hortikultura dibanding anggaran subsektor hortikultura (dalam %). 25 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Gambar 6. Kinerja ej ap produksi ik kentang dibanding ding ga anggaran ara a n( (dalam am %) 160 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Gambar 7. Kinerja Cabe Dibanding (Dalam %) 30 25 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Gambar 8. Kinerja Bawang Merah Terhadap (Dalam %) 30 25 15 10 5 20042005200620072008200920102011201220132014 Dibanding Gambar 9. Kinerja Pisang Dibanding (Dalam %) 40 30 10 20042005200620072008200920102011201220132014 Dibanding Gambar 10. Kinerja Mangga Dibanding (Dalam %) 40 20042005200620072008200920102011201220132014 Dibanding Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 161

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya 50 Gambar 11. Kinerja Jeruk Dibanding (Dalam %) 40 30 10 Dibanding 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, Direktorat Jenderal Hortikultura dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. Subsektor Perkebunan Seperti pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura, penurunan kinerja juga terjadi pada subsektor perkebunan, namun menunjukkan kecenderungan yang semakin baik. Dalam periode 2004 2014, kinerja produksi dibanding anggaran subsektor perkebunan menunjukkan penurunan rata-rata 9,57 persen per tahun (Gambar 12). Pada tahun 2004 2009, kinerja produksi dibanding anggaran subsektor ini menurun 13,80 persen per tahun dan pada periode berikutnya yaitu 2009 2014 menurun rata-rata 9,59 persen per tahun. Perkembangan kinerja produksi dibanding anggaran subsektor perkebunan menunjukkan bahwa hanya komoditas kelapa sawit yang menunjukkan peningkatan kinerja. Pada komoditas lain yaitu karet, kakao, kopi, gula dan kelapa menunjukkan kinerja penurunan kinerja. Pada komoditas kelapa sawit (Gambar 13) kinerja produksi dibanding anggaran komoditas kelapa sawit meningkat rata-rata 0,71 persen per tahun pada periode 2004 2009 dan menurun rata-rata 0,22 persen per tahun pada periode 2009 2014. Pada periode 2004-2014 menunjukkan peningkatan rata-rata 0,24 persen per tahun. Pada komoditas karet, kinerja produksi dibanding 162 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Gambar 12. Kinerja Perkebunan Dibanding Alokasi Subsektor Perkebunan (Dalam %) 60 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Gambar 13. Kinerja Kelapa Sawit Dibanding (Dalam %) 30 25 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding anggaran pada periode 2004 2009 menurun rata-rata 6,64 persen per tahun, dan menurun rata-rata 2,41 persen per tahun pada periode 2009 2014. Pada periode 2004 2014 kinerja produksi karet dibanding anggaran menurun rata-rata 4,52 persen per tahun (Gambar 14). Kinerja karet menempati urutan kedua terbaik setelah kelapa sawit. Penurunan kinerja komoditas kakao adalah yang tertinggi diantara komoditas lainnya. Pada periode 2004-2009, kinerja produksi kakao menurun rata-rata 10,40 persen per tahun, dan menurun rata-rata 8,43 persen per tahun pada periode 2009-2014. Pada periode 2004 2014, kinerja produksi kakao menurun rata-rata 9,42 persen per tahun (Gambar 15). Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa kinerja produksi kopi dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 7,94 persen per tahun pada periode 2004 2009, penurunan rata-rata 6,16 persen per tahun, data rata-rata 7,05 persen per tahun pada periode 2004 2014. Pad perioe 2004 2009, kinerja produksi gula dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 7,86 persen per tahun, rata-rata menurun 6,29 persen per tahun pada periode 2009 2014 dan menurun rata-rata 7,07 persen per tahun pada periode 2004 2019 (Gambar 17). Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 163

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Gambar 14. Kinerja Karet Dibanding (Dalam %) 30 25 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Gambar 15. Kinerja Kakao Dibanding (Dalam %) 35 30 25 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Penurunan kinerja gula adalah yang tertinggi setelah kakao. Sementara itu pada komoditas kelapa (Gambar 18) memiliki kinerja produksi dibanding anggaran menurun rata-rata 6,95 persen pada periode 2004 2009, menurun rata-rata 5,18 persen per tahun dan menurun rata-rata 6,06 persen per tahun pada periode 2004 2014. Kinerja kelapa menempati urutan ketiga terbaik setelah komoditas kelapa sawit dan karet. Kinerja produksi menurut komoditas perkebunan menunjukkan bahwa semakin tinggi anggaran diberikan semakin rendah kinerjanya (terjadi pada kakao dan gula) dan semakin didominasi swasta semakin baik kinerjanya (terjadi pada kelapa sawit). 164 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Gambar 16. Kinerja Kopi Dibanding (Dalam %) 30 25 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Gambar 17. Kinerja Gula Dibanding (Dalam %) 35 30 25 Dibanding 15 10 5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Poly. ( Dibanding ) Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, Direktorat Jenderal Perkebunan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 165

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, Direktorat Jenderal Perkebunan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. Subsektor Peternakan Seperti pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, pada sub sektor peternakan juga mengalami penurunan kinerja. Pada periode 2004 2009, kinerja produksi subsektor peternakan dibanding anggaran menurun rata-rata 11,73 persen per tahun, menurun rata-rata 15,90 persen per tahun pada periode 2009 2014 dan menurun rata-rata 13,81 persen pada periode 2004 2014 (Gambar 19). Kinerja menurut komoditas menunjukkan produksi daging sapi yang menyerap anggaran paling besar menunjukkan penurunan yang paling besar kedua setelah kambing/domba, sama seperti pada komoditas padi, kakao dan gula. Kinerja produksi daging sapi dibanding anggaran menurun rata-rata 9,45 persen per tahun pada periode 2004 2009, menurun rata-rata 6,81 persen per tahun pada periode 2009 2014 dan menurun rata-rata 8,13 persen pada periode 2004 2014 (Gambar 20). Kinerja produksi dibanding anggaran pada daging babi menunjukkan penurunan rata-rata 6,45 persen pada periode 2004 2009, penurunan rata-rata 8,23 persen per tahun pada periode 2009 2014 dan rata-rata menurun 7,34 persen pada periode 2004 2014 (Gambar 21). Kinerja produksi daging kambing/domba menunjukkan penurunan tertinggi pada subsektor peternakan. Pada periode 2004 2009, kinerja produksi daging kambing/domba menurun rata-rata 8,87 persen per tahun, menurun rata-rata 8,05 persen per tahun pada periode 2009 2014 dan menurun rata-rata 8,46 persen per tahun pada periode 2004 2014 (Gambar 22). Kinerja produksi susu dibanding anggaran menurun rata-rata 6,16 persen pada periode 2004 2009, menurun rata-rata 5,90 persen per tahun pada periode 2009-2014 dan pada periode 2004-2014 menurun rata-rata 6,03 persen pada periode 2004 2014 (Gambar 23). Kinerja produksi telur juga menunjukkan penurunan. Pada periode 2004-2009 kinerja produksi telur menurun rata-rata 7,44 persen per tahun, menurun rata-rata 7,11 persen pada periode 2009 2014 dan menurun rata-rata 7,27 persen pada periode 2004 2014 (Gambar 24). 166 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

Gambar 19. Kinerja Peternakan Dibanding Subsektor Peternakan (Dalam %) 90 80 70 60 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Gambar 20. Kinerja Daging Sapi Dibanding (Dalam %) 90 80 70 60 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Gambar 21. Kinerja Daging Babi Dibanding (Dalam %) 60 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 167

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Gambar 22. Kinerja Daging Kambing/Domba Dibanding (Dalam %) 60 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Gambar 23. Kinerja Susu Dibanding (Dalam %) 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Gambar 24. Kinerja Telur Dibanding (Dalam %) 60 50 40 30 10 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Dibanding Trend Dibanding Sumber : Renstra Kementan 2005 2009, Renstra Kementan 2010 2014, Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Peternakan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014. 168 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

PDB Pertanian Indek PDB pertanian menunjukkan peningkatan rata-rata 29,68 persen pada periode 2004-2009, meningkat rata-rata 32,56 persen pada periode 2009-2014 dan rata-rata 31,12 persen per tahun pada periode 2004 2014. Sementara itu indek anggaran meningkat rata-rata 35,67 persen per tahun pada periode 2004 2009, meningkat 32,03 per tahun pada periode 2009-2014 dan rata-rata meningkat 33,85 persen per tahun pada periode 2004 2014. Indek PDB dan anggaran pada masingmasing subsektor juga menunjukkan peningkatan seperti terinci pada Tabel 8. Bukti bahwa kinerja pembangunan pertanian semakin menurun selain ditunjukkan oleh kinerja produksi dibanding anggaran, juga ditunjukkan oleh penurunan indek PDB dibanding anggaran pertanian. Berdasarkan Tabel 9, kinerja PDB tanaman pangan dan hortikultura yang mengalami peningkatan rata-rata 15,00 persen per tahun pada periode 2004 2009 menjadi menurun rata-rata 16,90 persen per tahun pada periode 2009 2014, dan pada periode 2004 2014 menurun ratarata 0,95 persen per tahun. Kinerja yang lebih baik ditunjukkan oleh sub sektor perkebunan, dimana pada periode 2004 2009 mengalami penurunan indek PDB dibanding anggaran rata-rata 7,60 persen menjadi meningkat rata-rata 5,31 persen per tahun sekalipun pada periode 2004 2014 masih menunjukkan rata-rata penurunan rata-rata 1,15 persen per tahun. Seperti pada sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, indek PDB dibanding anggaran pada sub sektor peternakan menunjukkan kondisi yang semakin menurun. Pada periode 2004 2009, sub sektor ini memiliki peningkatan rata-rata 3,07 persen per tahun, namun demikian pada periode 2009 2014 menunjukkan penurunan rata-rata 7,45 persen per tahun. Pada Tabel 8. Perkembangan Indeks PDB dan Indeks Pertanian Menurut Sub Sektor, Tahun 2004-2014. Indeks PDB Indeks Tahun 2004 10 10 10 10 10 10 10 10 2005 109,53 113,71 108,78 110,22 130,05 116,17 117,68 114,07 2006 129,47 127,75 125,69 128,53 119,42 115,03 188,66 178,13 2007 160,12 164,54 150,92 159,52 230,98 98,39 173,41 249,11 2008 211,28 213,50 204,94 210,70 154,73 113,29 238,78 235,39 2009 253,20 224,41 258,11 248,40 144,69 361,87 223,74 278,34 2010 291,36 274,12 293,77 288,40 138,97 115,39 297,27 227,81 2011 320,11 309,70 318,20 317,79 391,72 501,88 725,97 498,86 2012 346,91 321,88 359,52 344,05 578,34 370,99 803,53 534,07 2013 375,60 353,10 406,46 376,14 448,71 450,48 724,44 505,04 2014 344,02 352,53 405,82 411,18 380,27 398,17 519,53 438,47 Pertumbuhan (%/th) 2004-2009 30,64 24,88 31,62 29,68 8,94 52,37 24,75 35,67 2009-2014 18,16 25,62 29,54 32,56 47,12 7,26 59,16 32,03 2004-2014 24,40 25,25 30,58 31,12 28,03 29,82 41,95 33,85 Sumber : Biro Perencanaan dan BPS 2014 (diolah) dan data PDB tahun 2014 merupakan perkiraan Pusdatin. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 169

Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi 2004 2014 Dan Implikasinya Tabel 9. Perkembangan Indeks PDB Dibanding Indeks Pertanian Menurut Sub Sektor, Tahun 2004 2014. Indeks PDB dibanding Indeks Tahun Pangan& Hortikultura Perkebunan Peternakan Pertanian 2004 10 10 10 10 2005 84,22 97,88 92,44 96,62 2006 108,41 111,05 66,62 72,16 2007 69,32 167,24 87,03 64,03 2008 136,55 188,45 85,83 89,51 2009 174,99 62,01 115,36 89,24 2010 209,66 237,55 98,82 126,59 2011 81,72 61,71 43,83 63,70 2012 59,98 86,76 44,74 64,42 2013 83,71 78,38 56,11 74,48 2014 90,47 88,54 78,11 93,78 Pertumbuhan (%/thn) 2004-2009 15,00-7,60 3,07-2,15 2009-2014 -16,90 5,31-7,45 0,91 2004-2014 -0,95-1,15-2,19-0,62 Sumber : Biro Perencanaan dan BPS 2014 (diolah) dan data PDB tahun 2014 merupakan perkiraan Pusdatin. periode 2004 2014, indek PDB dibanding anggaran pada sub sektor peternakan menurun rata-rata 2,19 persen per tahun. Namun demikian, sekalipun terjadi penurunan pada periode 2004 2009 rata-rata sebesar 2,15 persen per tahun, pada periode 2009 2014 meningkat rata-rata 0,91 persen per tahun dan rata-rata periode 2004 2010 menurun 0,62 persen per tahun. Tenaga Kerja Pertanian Pada Tabel 10 diberikan gambaran bahwa pertambahan anggaran pertanian juga belum mampu sepenuhnya mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja ke arah yang positif. Pada kondisi alamiah dimana penyerapan tenaga kerja pertanian tetap harus menurun, peningkatan anggaran belum mampu mendorong pertambahan penyerapan tenaga pertanian sebesar peningkatan anggaran. Pada periode 2004 2009, indek penyerapan tenaga kerja dibanding anggaran pertanian menurun rata-rata 13,17 persen per tahun, dan juga mengalami penurunan pada periode 2009 2014 dengan nilai rata-rata 2,81 persen per tahun. Dalam periode 2004 2014, indeks penyerapan tenaga kerja pertanian dibanding anggaran pertanian menurun rata-rata 7,99 persen per tahun. 170 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian