BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada banyak

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

Bab I Pendahuluan 1 KONDISI DAERAH JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terdiri dari 34 Provinsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan

BAB V PENUTUP. penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang. pembangunannya terus mengalami perkembangan yang diwujudkan dalam

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seberapa besar keinginan masyarakat Indonesia untuk terbang? Kutipan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan (Danawati, dkk 2016).

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk meningkatkan standar hidup pada masa yang akan datang. Investasi

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi berasal dari bahasa Latin, yaitu transportare, trans berarti

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh masyarakat, selain karena untuk kebutuhan mobilitas jarak dekat,

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dilakukan bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah sehingga sering disebut sebagai urat nadi perekonomian disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor perekonomian, infrastruktur transportasi berperan sebagai perangsang tumbuhnya sektor-sektor perekonomian baru dan berkembangnya sektor-sektor perekonomian yang sudah ada. Sebagai perangsang, infrastruktur transportasi dapat difungsikan secara aktif untuk menggerakkan perekonomian daerah yang didahului dengan pembangunan infrastruktur transportasi. Dengan adanya infrastruktur transportasi, kegiatan-kegiatan sektor ekonomi lainnya akan tumbuh dan berkembang (trade follows the ship). Pembangunan infrastruktur transportasi dengan tujuan seperti ini, dilakukan dalam rangka pembangunan wilayah atau daerah-daerah terpencil, dimana kegiatan ekonomi dan perdagangan belum berjalan dengan baik. Dalam konteks pembangunan infrastruktur jalan, kebijakan diarahkan pada pembangunan jalan baru atau pembuatan jalan interkoneksi. Pada wilayah atau daerah-daerah dimana kegitan-kegiatan sektor perekonomian sudah berjalan, infrastruktur transportasi berfungsi sebagai roda

penggerak perekonomian (ship follows the trade). Pembangunan infrastruktur transportasi di daerah ini diarahkan untuk menambah kapasitas transportasi dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor ekonomi. Dalam konteks pembangunan infrastruktur jalan, kebijakan lebih difokuskan pada pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan jalan yang sudah ada, dengan tetap mengupayakan pembangunan jalan baru. Infrastruktur transportasi dalam fungsinya sebagai fasilitas publik memberikan pelayanan publik bagi masyarakat yaitu : (1) Mendorong pemerataan pembangunan; (2) Melayani kebutuhan pergerakan masyarakat dengan harga yang terjangkau; (3) Memperlancar mobilitas distribusi barang dan jasa; (4) Mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya. Dalam kaitannya dengan sektor antara, infrastruktur transportasi menghubungkan berbagai macam aktivitas ekonomi, merupakan prasarana penghubung antar daerah dan memudahkan mobilitas penduduk serta memperlancar lalu lintas barang antar daerah maupun pengiriman barang ke luar negeri. Memperhatikan berbagai fungsi dan manfaat transportasi tersebut, pembangunan infrastruktur transportasi harus diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi yang efektif, efisien, berkualitas, aman, nyaman dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dikembangkan sistem transportasi nasional dan sistem transportasi daerah dengan prinsip keterpaduan inter dan antar moda serta keterpaduan antar wilayah. Sistem transportasi intermoda adalah perencanaan dan pembangunan satu moda

transportasi yang terintegrasi sehingga bisa menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lain, baik dari desa ke kota, antar kecamatan, antar kabupaten, antar provinsi dan nasional. Sistem transportasi antarmoda merupakan sistem yang terintegrasi antara moda transportasi yang berbeda dan saling mendukung, sehingga tercipta sistem distribusi yang lancar baik regional, nasional maupun internasional. Sektor transportasi terdiri dari beberapa sub sektor yaitu Sub Sektor Transportasi Darat (Kereta Api, Angkutan Jalan, Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan), Sub Sektor Transportasi Laut, Sub Sektor Transportasi Udara dan jasa penunjang transportasi. Masing-masing sub sektor transportasi tersebut memiliki karakteristik dan peran yang berbeda-beda di setiap daerah dan sangat tergantung pada struktur perekonomian, distribusi penduduk dan pendapatan suatu daerah. Oleh karena itu masing-masing daerah juga mempunyai prioritas pembangunan terhadap sub sektor transportasi tersebut. Dari sisi pembiayaan pembangunan infrastruktur sub sektor transportasi, pendanaan bisa bersumber dari anggaran pemerintah dan investasi swasta. Sesuai karakteristiknya biaya pembangunan infrastruktur Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP), Pelabuhan Laut, Bandar Udara, Kereta Api dan Jalan Tol bisa bersumber dari APBN, dana BUMN serta mempunyai peluang yang lebih besar untuk dibiayai investor swasta atau kerjasama antara Badan Usaha dengan Pemerintah (Public Private Partnership / PPP). Pada umumnya di negara-negara sedang berkembang kemampuan pembiayaan pembangunan infrastruktur sangat terbatas. Pengeluaran pemerintah

diutamakan untuk menciptakan stabilitas ekonomi makro melalui instrumen ekonomi moneter dan kebijakan fiscal, serta penanganan masalah ekonomi jangka pendek yang berkaitan dengan sandang/pangan, kesehatan, pendidikan, pengurangan kemiskinan, subsidi dan pengurangan pengangguran serta sektor primer lainnya. Sedangkan prioritas pembangunan infrastruktur yang bersifat produktif khususnya dalam pemeliharaan dan penyediaannya sering terabaikan. Hal ini menurut Easterly (2008) (dalam Arman Delis, 2008) lazim terjadi pada negara atau daerah yang menghadapi masalah defisit fiskal sehingga mengorbankan pengeluaran produktif seperti pembangunan infrastruktur untuk membiayai pengeluaran konsumtif. Masalah yang juga sering dihadapi adalah kesulitan pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, biasanya diikuti dengan menurunnya minat swasta untuk melakukan investasi baik dibidang infrastruktur itu sendiri maupun bidang produktif lainnya. Dalam laporan (World Bank, 1992) disampaikan bahwa tanpa penyediaan infrastruktur yang memadai, aktivitas produksi dan distribusi akan mengalami hambatan yang serius. Keterbatasan infrastruktur meyebabkan perusahaanperusahaan yang sudah ada tidak akan terdorong melakukan ekspansi dan investor baru juga tidak tertarik melakukan investasi yang selanjutnya akan mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) / Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Infrastruktur transportasi merupakan salah satu indikator yang sangat penting bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Sesuai dengan fungsi infrastruktur sebagai perangsang tumbuhnya perekonomian, investor akan mengevaluasi keberadaan infrastruktur transportasi dari dua sisi yaitu : (1) Investor

akan tertarik menanamkan modalnya apabila telah tersedia infrastruktur transportasi yang memadai (investment follows the ship); (2) Investor akan tertarik menambah investasinya apabila pembangunan infrastruktur transportasi terus dikembangkan sejalan dengan perkembangan perekonomian (ship follows the investment). Kemampuan Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur jalan tercermin dari kondisi jalan yang ada. Prosentase panjang jalan menurut kondisinya di Provinsi Sumatera Utara tahun 1984 s.d. 2010 adalah jalan baik 29,84 persen, jalan sedang 26,36 persen, jalan rusak ringan 23,32 persen dan jalan rusak berat 20,84 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan jalan baik hanya sebesar 7,56 persen dan jalan sedang sebesar 10,72 persen serta rata-rata pertumbuhan total panjang jalan hanya sebesar 5,75 persen. Besarnya panjang jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak berat di Provinsi Sumatera Utara mencerminkan bahwa kemampuan pembiayaan pembangunan infrastruktur jalan masih terbatas. Dengan anggaran yang terbatas tersebut, peneliti memandang perlu dibuat suatu model yang dapat membatu dalam merumuskan kebijakan anggaran, apakah diprioritaskan untuk pemeliharaan jalan baik dan sedang, rehabilitasi jalan rusak ringan, rekonstruksi jalan rusak berat, pembangunan jalan baru atau gabungan. Dalam laporan World Economic Forum, Executive Opinion Survey (2011), disebutkan bahwa infrastruktur yang tidak memadai merupakan faktor ke-empat yang menjadi hambatan masuknya investasi di Indonesia. Hasil penelitian ini terindikasi juga terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Rata-rata realisasi investasi PMDN di

Provinsi Sumatera Utara dari tahun 1984 s.d. 2010 hanya sebesar 27,71 persen dan PMA sebesar 30,08. Selisih yang tinggi antara rencana dan realisasi investasi, mengindikasikan adanya keinginan investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi Sumatera Utara. Diduga bahwa salah satu faktor penghambat masuknya investasi (investment barriers) adalah kondisi infrastruktur jalan yang tidak memadai. Pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran dan peningkatan kesejahteraan masyarakat hanya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas yang direpresentasikan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi. Faktor yang berperan dalam meningkatkan PDRB antara lain adalah investasi dan ekspor. Untuk mempermudah pemahaman mengenai latar belakang, dalam gambar 1.1 diperagakan kerangka pemikiran dan alur permasalahan.

PDRB INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI Angkutan Sungai dan Penyeberangan Pelabuhan Laut Bandar Udara Kerena Api Jalan Tol Jalan Negara PEMBIAYAAN 1. APBN / APBD 2. BUMN (PT. ASDP, PT. Pelindo, PT. AP, PT. KAI, PT. Jasa Marga, dll. 3. KPS 4. Investor Swasta Kemampuan Pembiayaan Terbatas Fokus Pembiayaan Investasi Ekspor PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN Infrastruktur Jalan Jalan Provinsi Jalan Kabupaten / Kota Jalan Kecamatan Pengeluaran Pemerintah : 1. APBN 2. APBD (Prov.) 3. APBD (Kab. / kota) Kondisi Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara 1. Baik 2. Sedang 3. Rusak Ringan 4. Rusak Berat 1. Pemeliharaan jalan yang Baik dan Sedang 2. Perbaikan Jalan Rusak Ringan Baik 3. Perbaikan Jalan Rusak Berat Baik 4. Pembangunan Jalan Baru Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran dan Alur Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, latar belakang penulisan masalah dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) Infrastruktur Jalan di Provinsi Sumatera Utara tidak memadai, yang ditunjukkan dengan rendahnya jalan dengan kondisi baik dan sedang serta rendahnya pertumbuhan panjang jalan; (2) Kondisi jalan yang tidak memadai berpengaruh terhadap investasi dan ekspor yang pada akhirnya akan mempengaruhi PDRB; dan (3) Berdasarkan data yang ada, terdapat selisih yang cukup besar antara rencana dan realisasi investasi di Provinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, penulis berkeinginan untuk meneliti dan menulis tesis dengan judul ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP INVESTASI, EKSPOR DAN PDRB PROVINSI SUMATERA UTARA.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, dirumuskan beberapa permasalahan yaitu : 1. Apakah inflasi, suku bunga pinjaman, infrastruktur jalan baik, jalan sedang, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara simultan berpengaruh terhadap investasi di Provinsi Sumatera Utara? 2. Apakah nilai tukar, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara simultan berpengaruh terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara? 3. Apakah investasi dan ekspor secara simultan berpengaruh terhadap PDRB di Provinsi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah : 1. Menganalisis pengaruh inflasi, suku bunga pinjaman, jalan baik, jalan sedang, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara simultan terhadap investasi di Provinsi Sumatera Utara. 2. Menganalisis pengaruh nilai tukar, jalan rusak ringan, jalan rusak berat dan PDRB secara simultan terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara. 3. Menganalisis pengaruh investasi dan ekspor secara simultan terhadap PDRB di Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang disiplin ilmu yang diteliti. 2. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mendalami masalah infrastruktur, khususnya infrastruktur jalan dalam hubungannya dengan investasi, ekspor dan PDRB. 3. Dapat digunakan untuk melengkapi studi penelitian dengan topik yang sudah ada sebelumnya. 4. Bermanfaat bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perencanaan pembangunan infrastruktur jalan sehingga memberikan pengaruh yang optimal bagi pertumbuhan investasi, ekspor dan PDRB di Provinsi Sumatera Utara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.