BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN Nomor : / Set.DTK/2011

BAB 2 REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN SANITASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1981 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF TANGERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

BAB III OBJEK PENELITIAN. III.1. Gambaran Umum KPP Pratama Tangerang Barat. Agustus Sebelumnya KPP Pratama Tangerang Barat merupakan bagian dari

PAGU BLM 2010 BLM APBD PLN. No. Provinsi Kab_Kota KECAMATAN KELURAHAN

BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN I TAHAP PENGERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG

IV. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang sangat

RENCANA UMUM PENGADAAN Pemerintahan Kota Tangerang T.A. 2014

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang

Irvan Banuya NRP : Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB V ANALISIS DATA. Gambar 5. 1 Kondisi Geometrik Simpang

dan crossing dengan Ramp TOL Waru Juanda, sehingga terdapat persimpangan seperti pada Gambar 1.2.

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB IV METODE PENELITIAN

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

IKHTISAR EKSEKUTIF RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG TAHUN 2017

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN TEKNIK ANALISIS PENENTUAN INTENSITAS BANGUNAN

DAFTAR JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI WILAYAH KOTA TANGERANG

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

Gambar 62 Bagan Keterkaitan Polusi Udara dan Kebisingan dengan Lalu Lintas. Pusat Perbelanjaan Balubur. Tarikan Kendaraan

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (http :// 6 Maret 2013)

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

ANALISIS PENGARUH PENYEMPITAN JALUR JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN DR.DJUNJUNAN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

ANALISA TRIP DISTRIBUTION DAN TRIP ASSIGNMENT PADA JALAN ARTERI RELOKASI PORONG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINERJA LALU LINTAS JALAN DIPONEGORO JALAN PASAR KEMBANG TERHADAP PEMBANGUNAN JEMBATAN FLY OVER PASAR KEMBANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Besar Kunjungan Wisatawan di Kota Yogyakarta JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI WAKTU TUNDAAN AWAL DAN ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN JALAN CIPAGANTI - EYCKMAN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

: Kp. Pondok Bahar RT 02 RW 01 Kel. Pondok. Bahar Kec. Karang Tengah, Tangerang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG IV.1 Metode Analisis Untuk mengetahui kebutuhan akan ruang terbuka hijau dalam upaya menurunkan tingkat pencemaran oleh kendaraan bermotor maka lingkup analisis yang akan dilakukan meliputi proyeksi bangkitan dan tarikan perjalanan, analisis beban pencemaran dari kendaraan bermotor dan analisis kualitas udara berdasarkan indeks standar pencemaran udara (ISPU). Berikut ini akan disajikan gambaran mengenai metode terpilih yang digunakan dalam kajian ini. IV.1.1 Metode Analisis Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Pada kajian ini metode analisis proyeksi bangkitan dan tarikan perjalanan di Kota Tangerang didasarkan pada hasil studi Tatralok Kota Tangerang 2006. Studi Tatralok Kota Tangerang 2006 disusun berdasarkan model transportasi perangkat lunak (software) komputer EMME/2 versi 8.00. Prosedur pemodelan pada studi ini dilakukan melalui 4 tahapan pengembangan, yaitu : Perkiraan jumlah produksi dan tarikan perjalanan yang dibangkitkan oleh pola tata guna lahan. Melakukan estimasi arah asal tujuan perjalanan dengan menganalisis kondisi eksisting yang terjadi saat ini beserta besaran-besaran lalu lintas yang akan dibangkitkan. Melakukan asumsi terhadap moda yang akan digunakan. Melakukan proses pembebanan (assignment) terhadap jaringan jalan A. Periode Analisis Periode analisa proyeksi yang dikaji pada Tatralok Kota Tangerang 2006 merupakan rentang waktu peramalan kebutuhan perjalanan. Pengembangan sistem transportasi disusun berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Tangerang yang mempertimbangkan hasil analisis survei lapangan mengenai pola perjalanan serta kecenderungan perkembangannya. Penekanan pengembangan 63

sistem transportasi adalah pada sistem jaringan jalan serta perangkat pendukung dalam pengaturan lalu-lintas yang mencakup pengelolaan lalu lintas, angkutan umum, angkutan barang dan angkutan air. Rencana pengembangan sistem transportasi pada Tatralok Kota Tangerang 2006 tersebut disusun berdasarkan skenario pengembangan jaringan jalan untuk periode analisis (lima) tahunan yaitu : Skenario tahun 2005 2010 (2010), adalah skenario jangka pendek yang dikaji berdasarkan kecenderungan perkembangan Kota Tangerang, pertumbuhan parameter sosial-ekonomi lainnya dan kondisi jaringan jalan eksisting, jaringan jalan yang sedang dibangun dan rencana jaringan jalan yang akan dibangun sampai tahun 2010. Skenario tahun 2010 2015 (2015), adalah skenario jangka panjang yang disusun berdasarkan pada RTRW Kota Tangerang 2010. Sistem jaringan transportasi mengikuti struktur daerah yang diarahkan pada RTRW tersebut. B. Lingkup Wilayah Analisis Wilayah yang akan di analisis diseleksi berdasarkan faktor-faktor berikut: Menggunakan wilayah administrasi yang relatif tidak terlalu besar (kelurahan atau gabungan beberapa kelurahan) sebagai dasar pengamatan dan tinjauan pergerakan dengan bentuk pola asal tujuan perjalanan di seluruh Kota Tangerang yang termasuk pada kajian yang bersifat internal. Di luar wilayah administratif Kota Tangerang dianggap sebagai wilayah kajian eksternal yang dijadikan sebagai suatu titik asal atau tujuan perjalanan yang berasal dan menuju Kota Tangerang. C. Pengembangan Sistem Zona dan Sistem Jaringan Pada Tatralok Kota Tangerang 2006, pengembangan sistem zona diterapkan untuk seluruh wilayah Kota Tangerang yang kemudian dibagi menjadi beberapa sub daerah yang disebut zona yang memiliki sebuah pusat zona. Pusat zona dianggap sebagai titik awal pergerakan lalulintas dari zona tersebut dan titik akhir pergerakan lalulintas yang menuju ke zona tersebut. 64

Daerah atau zona yang merupakan zona eksternal dianggap kurang atau sedikit berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas di dalam daerah kajian, sedangkan zona internal memiliki pengaruh sangat besar terhadap sistem pergerakan lalu lintas di dalam daerah kajian. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mengembangkan pembagian zona adalah letak geografis, tata guna lahan, jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, kepemilikan kendaraan dan ketersediaan akses dari masing-masing zona. Faktor-faktor ini memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembentukan pola perjalanan di suatu daerah. Pembagian wilayah menjadi zona-zona yang lebih kecil menggunakan dasar pertimbangan sebagai berikut: Keseragaman tata guna lahan: menjadi dasar dalam membagi wilayah menjadi beberapa zona sehingga dapat diketahui karakteristik perjalanan tiap zona pada kondisi penggunaan lahan tertentu. Pembagian zona didasarkan pada keseragaman tata guna lahan akan memudahkan dalam proses analisis bangkitan perjalanan seperti kawasan perumahan, industri, perdagangan, fasilitas umum dan sebagainya. Ketersediaan akses: merupakan faktor dominan dalam pembagian zona karena akses dari dan ke zona lainnya akan memberikan mempengaruh terhadap hubungan antar zona. Sistem jaringan jalan akan mempengaruhi mempengaruhi penentuan zona terutama keterkaitan dengan aksesibilitas. Ketersediaan data: Pembagian zona juga mempertimbangkan ketersediaan data yang telah dibuat oleh pihak atau intansi tertentu sebagai dasar dalam pengumpulan data. Data tentang kependudukan, tenaga kerja, kepemilikan kendaraan dan lain-lain biasanya tersedia pada lingkup wilayah kecamatan atau kelurahan/desa sehingga perlu dipertimbangkan pembagian zona kecil atas dasar pembagian wilayah administrasi terkecil. Keseragaman luas area: Luas antara satu zona dengan zona lainnya yang berada di dalam daerah kajian sedapat mungkin diupayakan tidak terlalu jauh berbeda sehingga bangkitan perjalanan dari tiap zona tersebut nilainya tidak 65

berbeda jauh antara satu zona dengan zona lainnya. Pertimbangan rinci dalam menentukan luas area adalah: - kawasan dengan kepadatan penduduk/tingkat aktifitas yang relatif tinggi pembagian zona relatif lebih rinci yang dapat terdiri dari kelurahan - kawasan dengan kepadatan penduduk relatif rendah dipertimbangkan sebagai zona-zona yang lebih besar dalam sistem pembagian zona Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola perjalanan serta dasar-dasar pertimbangan pembagian zona, maka pada Tatralok Kota Tangerang 2006, wilayah Kota Tangerang dibagi menjadi 78 zona lalulintas yang terdiri dari 38 zona internal di kota Tangerang serta 18 zona eksternal yang mewakili pergerakan dari/menuju Kota Tangerang. Tabel IV.1 Pembagian Zona Internal Bangkitan-Tarikan Perjalanan dan Guna Lahan Per Kelurahan di Kota Tangerang Zona Kecamatan Kelurahan Guna Lahan *) 1 Tangerang Sukarasa, Sukaasih 1,2 2 Tangerang Sukasari, Babakan 1,2 3 Karawaci Pabuaran, Bugel, Gerendeng, Margasari, Sumur Pancing 1,3 4 Karawaci Pasar Baru, Pabuaran Tumpeng, Nambo Jaya, Koang Jaya 1,3 5 Neglasari Karang Sari, Karang Anyar 1,2,3 6 Tangerang Tanah Tinggi 1,2 7 Tangerang Buaran Indah 1,2 8 Tangerang Cikokol, Kelapa Indah 1,2,3 9 Karawaci Cimone, Karawaci, Karawaci Baru, Nusa Jaya, Bojong Jaya, Cimone Baru 1,2,3 10 Cibodas Cibodas, Cibodas Baru, Cibodas Sari 1,2,3 11 Periuk Gebang Jaya, Sangiang Jaya 1,2,3 12 Periuk Periuk, Periuk Jaya 1,3 13 Neglasari Neglasari, Mekar Sari 1 14 Neglasari Kedaung, Kedaung Wetan, Selapanjang Jaya 1,3 15 Batuceper Batu Sari, Batu Jaya 1,3 16 Cipondoh Poris Plawad, Poris Plawad Utara, Poris Plawad Indah 1,2,3 17 Pinang Cipete, Panunggangan Utara, Pakojan, Panunggangan Timur 1,2 18 Pinang Panunggangan Selatan 1,3 19 Cibodas Panunggangan Barat 1 21 Jatiuwung Gandasari 1,2 22 Jatiuwung Manis Jaya 1,3 23 Jatiuwung Gembor, Alam Jaya 1,3 24 Jatiuwung Pasir Jaya, Jatake 1,3 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 *) Keterangan: 1. Permukiman 2. Komersial 3. Industri 66

Tabel IV.1 Pembagian Zona Internal Bangkitan-Tarikan Perjalanan dan Guna Lahan Per Kelurahan di Kota Tangerang (lanjutan) Zona Kecamatan Kelurahan Guna Lahan *) 25 Benda Bandara 1,2 26 Benda Belendung, Pajang, Jurumudi, Jurumudi Baru 1,2,3 27 Batuceper Batu Ceper, Kebon Besar, Poris Gaga Baru, Poris Gaga, Poris Jaya 1,2,3 28 Cipondoh Cipondoh, Cipondoh Indah 1 29 Pinang Kunciran Jaya, Narogtog 1 30 Pinang Kunciran, Pinang, Sudimara Pinang, Kunciran Indah 1 31 Cipondoh Gondrong, Ketapang, Petir, Kenanga 1 32 Cipondoh Karang Mulya, Parung Jaya, Pondok Bahar 1 33 Karang Pondok Pucung, Karang Tengah, Ds Karang Timur, Ds tengah Padurenan 1 34 Ciledug Sudimara Barat, Sudimara Selatan, Sudimara Timur, Sudimara Jaya, Tajur 1,2 35 Larangan Larangan Utara, Larangan Indah, Gaga, Larangan Selatan 1 36 Larangan Cipadu, Kreo Selatan, Cipadu Jaya, Kreo 1 37 Ciledug Paninggilan Utara, Paninggilan, Parung Serab 1 38 Cibodas Jati Uwung, Uwung Jaya 1,3 39 Jatiuwung Keroncong 1,3 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 *) Keterangan: 1. Permukiman 2. Komersial 3. Industri 67

Keterangan: Klasifikasi Guna Lahan Pemukiman Pemukiman, Komersial Zona 21 1 22 2 23 3 24 4 25 5 26 6 27 7 28 8 29 9 30 10 31 11 32 12 33 13 34 14 35 15 36 16 37 17 38 18 39 19 Pemukiman, Industri Pemukiman, Komersial, Industri ZONA Kelurahan ZONA Kelurahan Sukarasa Jatake 1 24 Suka Asih Pasir Jaya Sukasari 25 Benda 2 Babakan Belendung Pabuaran Pajang 26 Sumur Pacing Jurumudi Bugel Jurumudi Baru 3 Margasari Batuceper Gerendeng Kebon Besar Sukajadi 27 Poris Gaga Baru Pabuaran Tumpeng Poris Gaga 4 Pasar Baru Poris Jaya Koang Jaya Cipondoh Makmur Karang Sari 28 Cipondoh 5 Karang Anyar Cipondoh Indah 6 Tanah Tinggi Kunciran Jaya 29 7 Buaran Indah Neroktog Cikokol Pinang 8 Kelapa Indah Sudimara Pinang 30 Karawaci Kunciran Bojong Jaya Kunciran Indah Karawaci Baru Gondrong 9 Nusa Jaya Kenanga 31 Cimone Petir Cimone Jaya Ketapang Cibodas Pondok Bahar 10 Cibodasari 32 Karang Mulya Cibodas Baru Parung Jaya Sangiang Jaya Pondok Pucung 11 Gebang Raya Karang Tengah 33 Periuk Karang Timur 12 Periuk Jaya Pedurenan Neglasari Sudimara Barat 13 Mekarsari Sudimara Timur Kedaung Baru 34 Tajur 14 Selapajang Jaya Sudimara Jaya Kedaung Wetan Sudimara Selatan Batu Jaya Larangan Selatan 15 Batusari Larangan Utara 35 Poris Plawad Larangan Indah 16 Poris Plawad Utara Gaga Poris Plawad Indah Cipadu Cipete Kreo 36 17 Pakojan Indah Cipadu Jaya Pan. Utara Kreo Selatan 18 Pan. Selatan Paninggilan 19 Pan. Barat 37 Parung Serab 21 Gandasari Paninggilan Utara 22 Manis Jaya Uwung Jaya 38 Alam Jaya Jatiuwung 23 Gembor 39 Keroncong 68

D. Metode Proyeksi Permintaan Perjalanan Model proyeksi bangkitan perjalanan (trip generation) yang digunakan dalam Tatralok Kota Tangerang 2006 didasarkan pada penggunaan tingkat perjalanan (trip rate) yang dikembangkan dari survei lalu lintas dan analisis potensi wilayah. Semua matriks asal-tujuan dikonversikan ke dalam satuan mobil penumpang menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). Faktor emp yang digunakan adalah sesuai standar dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Pada studi tersebut metode yang digunakan dalam pemodelan adalah regresi linier. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi produksi dan atraksi perjalanan di Kota Tangerang adalah jumlah penduduk dan tata guna lahan. Tabel IV.2 Model Produksi dan Atraksi Perjalanan Kota Tangerang. Jenis Produksi Atraksi Pribadi Y : 0,007 penduduk + 440,32 Penduduk: 7 perjalanan / 1000 orang Komersil: 27,62 perjalanan/hektar Industri: 5,70 perjalanan/hektar Perjalanan dalam satuan mobil penumpang Angkutan Umum Barang Ringan Barang Berat Y : 0,044 penduduk + 679,90 Penduduk: 68 perjalanan / 1000 orang Komersil: 25,78 perjalanan/hektar Industri: 29,36 perjalanan/hektar Perjalanan dalam penumpang Y : 0,001 penduduk + 50,36 Komersil : 2,74 perjalanan/hektar Industri : 1,08 perjalanan/hektar Perjalanan dalam satuan mobil penumpang Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 Penduduk: 4 perjalanan / 1000 orang Komersil: 3,48 perjalanan/hektar Industri: 0,23 perjalanan/hektar Perjalanan dalam satuan mobil penumpang Komersil: 2,20 perjalanan/hektar Industri: 1,00 perjalanan/hektar Perjalanan dalam satuan mobil penumpang Sedangkan pada zona eksternal, prakiraan permintaan perjalanan di masa datang mengacu kepada hasil survei lalu lintas secara seri beberapa tahun pada ruas-ruas jalan di gerbang Kota Tangerang. Berdasarkan hasil survei lalu lintas pada 69

masing-masing kelompok kendaraan, seperti kendaraan pribadi dengan sepeda motor, angkutan umum dan angkutan barang, dapat disimpulkan sebagai berikut (Tatralok Kota Tangerang 2006): 1. Sepeda motor dengan pertumbuhan 18% per tahun 2. Mobil penumpang pribadi dengan pertumbuhan 5% per tahun 3. Angkutan umum terutama angkutan kota dengan pertumbuhan 0% per tahun 4. Angkutan barang dengan pertumbuhan 3% per tahun E. Pengembangan Skenario Jaringan Transportasi Dalam Tatralok Kota Tangerang 2006 dikembangkan beberapa skenario pengembangan jaringan transportasi dalam periode perencanaan jangka pendek (2010) dan periode perencanaan jangka panjang (2015). Skenario yang dikembangkan, adalah skenario do-nothing, yaitu skenario tanpa melakukan apapun terhadap sistem transportasi, dan skenario do-something; merupakan skenario yang melakukan berbagai tindakan untuk mengakomodasikan kebutuhan perjalanan di masa yang akan datang. Pengembangan skenario jaringan transportasi yang dilakukan pada Tatralok Kota Tangerang 2006 tidak mempertimbangkan adanya pengelolaan kebutuhan perjalanan (travel demand management) sehingga pengembangan skenario jaringan transportasi hanya didasarkan pembangunan fisik infrastruktur jalan yang meliputi aspek-aspek berikut ini: peningkatan kapasitas jaringan jalan penambahan kapasitas jaringan jalan redefinisi beberapa simpul utama Perencanaan Jangka Pendek (2005 2010) Pengembangan skenario jangka pendek didasarkan pada konsep efisiensi prasarana. Dengan konsep tersebut maka skenario jangka pendek dikembangkan dengan menerapkan alternatif do-nothing untuk melihat pengaruh pertumbuhan lalu-lintas terhadap prasarana dan alternatif do-something sesuai dengan arahan 70

RTRW Kota Tangerang dan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Tangerang. 1. Skenario do-nothing yang mengikuti sistem jaringan jalan eksisting disusun sebagai pembanding skenario do-something. Pengembangan skenario ini didasarkan pada pertimbangan kemampuan kondisi sistem jaringan jalan yang ada untuk menampung pertumbuhan lalu-lintas yang diprakirakan akan terjadi pada tahun 2010. 2. Skenario do-something: skenario ini didasarkan pada kondisi jaringan (prasarana & sarana) eksisting untuk mengakomodasi berbagai skenario pertumbuhan pada tahun rencana (tahun 2010). Skenario do-something ini dikembangkan lagi dalam 3 skenario berbeda dengan pengembangan sistem jaringan transportasi yang berbeda pula. Skenario do-something 1: Pada skenario ini dilakukan peningkatan beberapa koridor eksisting dengan pelebaran jalan, perbaikan geometrik dan persimpangan untuk meningkatkan kapasitas jalan dan persimpangan. Koridor-koridor yang ditingkatkan didasarkan pada rencana pembangunan Pemerintah Kota Tangerang,, antara lain; - Pelebaran Jl. Maulana Hasanuddin: 2 arah 2 lajur menjadi 2 arah 4 lajur. - Pelebaran Jl. Halim Perdanakusuma: 2 arah 2 lajur menjadi 2 arah 4 lajur. - Pelebaran Jl. Husein Sastranegara: 2 arah 2 lajur menjadi 2 arah 4 lajur. - Pembangunan jalan tembus antara Jl. Husein Sastranegara dan Jl. Bandara Cengkareng di Rawa Bokor 1 arah 2 lajur. - Pembangunan jalan baru sisi utara Jalan Tol Jakarta-Tangerang antara Jl. Kyai Hasyim Ashari 2 arah 4 lajur. - Pembangunan underpass pada persimpangan Jl. HOS. Cokroaminoto, Jl. Raden Saleh dan Jl. Raden Fattah - Pembangunan fly over pada persimpangan Jl. Sudirman, Jl. Kyai Hasyim Ashari dan Jl. Veteran. Skenario do-something 2: Pada skenario ini dilakukan penambahan terhadap jaringan jalan do-something 1, yaitu pembangunan jalan baru di sisi utara jalan Tol Jakarta Tangerang (Merak), dari Jl. Kyai Hasyim Ashari sampai dengan Puri. 71

Skenario do-something 3: Skenario ini sama dengan Skenario do-something 2, dengan menambah pembangunan jalan batas kota km 11 koridor utaraselatan, mulai dari Jl. Kyai Hasyim Ashari sampai dengan Jl. Daan Mogot. Analisis pengembangan skenario jangka pendek menunjukkan bahwa skenario do-something 3 menghasilkan kinerja terbaik karena membangkitkan jumlah kendaraan/jam dan kendaraan/ km terendah dengan kecepatan tertinggi. Hasil analisis masing-masing skenario dapat dibandingkan pada tabel berikut. Tabel IV.3 Kinerja Jaringan Jalan Kota Tangerang 2010 Berdasarkan Skenario No. Skenario Kendaraan/jam Kendaraan/km Kecepatan (km/jam) 1 DN-2010 91.878 991.123 11 2 DS-1 (2010) 89.652 982.265 11 3 DS-2 (2010) 88.654 979.507 11 4 DS-3 (2010) 68.546 940.012 14 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 Perencanaan Jangka Panjang (2010 2015) Skenario pengembangan jaringan jalan jangka panjang juga mengikuti pola jaringan jalan yang ada. Pengembangan skenario jangka panjang dilakukan untuk membantu program pengembangan jaringan jalan dengan mengacu pada rencanarencana pengembangan jaringan jalan yang tertuang dalam RTRW kota. Alternatif-alternatif skenario do-something pengembangan jaringan yang akan dikembangkan, disajikan dalam tabel matrik skenario pengembangan jaringan jalan berikut ini. 72

Tabel IV.4 Skenario Rencana Jaringan Jalan 2015 Skenario Komponen Pengembangan Jaringan Skenario Awal Jangka Panjang 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 (2015) 1 A Do-something 1 1 B 2 A Do-something 2 2 B 3 A Do-something 3 3 B 4 A Skenario 3B (2015) 4 B Skenario 4B (2015) 5 A 5 B 6 Do-something 3 7 A 7 B Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 Catatan 0 :Pembangunan CBD (Central Business District) 1 :Pembangunan jalan tol sisi barat bandara (2 arah 6 lajur) 2 :Pembangunan jalan tol sisi selatan-timur bandara (2 arah 6 lajur) 3 :Jalan penghubung Jl. Pembangunan I Mauk / Kutabumi (2 arah 6 lajur) 4 :Jalur barang kawasan Jatiuwung (2 arah 6 lajur) 5 :Jalan batas kota antara Tol Jakarta Merak Jl. Daan Mogot (2 arah 6 lajur) 6 :Jalan batas kota antara Jl. Daan Mogot- Jl. Husein Sastranegara (2 arah 6 lajur) 7 :Jalan baru sisi bandara antara Jl.Pembangunan I Jl.Husein Sastranegara (2 arah 6 lajur) 8 :Frontage Tol Jakarta Merak antara Jl. Gatot Subroto Jl. Thamrin (2 arah 6 lajur) 9 :Frontage Tol Jakarta Merak antara Jl. Thamrin Jl. Kyai Hasyim Ashari (2 arah 6 lajur) 10:Frontage Tol Jakarta Merak antara Jl. Kyai Hasyim Ashari-Puri (2 arah 6 lajur) 11:Jalan tengah kota koridor utara-selatan antara Bandara Jl. Kyai Hasyim Ashari (2 arah 6 lajur) 12:Jalan baru koridor barat-timur antara Jl. Kyai Hasyim Ashari batas kota km11 (2 arah 6 lajur) Hasil pemodelan dengan skenario pengembangan jaringan sistem transportasi tersebut menunjukkan bahwa kinerja terbaik dihasilkan oleh Skenario 7A. Rincian kinerja sistem jaringan transportasi berdasarkan masing-masing skenario disajikan pada tabel berikut. 73

Tabel IV.5. Kinerja Jaringan Jalan Kota Tangerang 2015 Berdasarkan Skenario No. Skenario Kendaraan/jam Kendaraan/km Kecepatan (km/jam) 1 Do Nothing (2015) 323.410 1.814.304 6 2 1A 302.400 1.817.766 6 3 1B 314.563 1.836.422 6 4 2A 314.124 1.824.325 6 5 2B 317.219 1.824.942 6 6 3A 310.161 1.811.265 6 7 3B 308.796 1.809.132 6 8 4A 310.161 1.811.265 6 9 4B 308.796 1.809.132 6 10 5A 313.708 1.817.058 6 11 5B 320.724 1.815.339 6 12 6 323.989 1.811.598 6 13 7A 265.768 1.794.205 7 14 7B 304.229 1.926.045 6 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 IV.1.2 Metode Analisis Beban Pencemar dari Kendaraan Bermotor Jenis pencemar yang akan dianalisis adalah pencemar udara yang diemisikan oleh kendaraan bermotor yang menentukan nilai ISPU, yaitu karbonmonoksida (CO), Sulfur dioksida (SO 2 ), partikulat (PM 10 ) dan nitrogen dioksida (NO x ). Analisis beban pencemar dilakukan dengan menggunakan metode bottom-up dengan menghitung panjang perjalanan kendaraan bermotor (VKT): - Daerah studi dibagi menjadi zona, lalu panjang perjalanan kendaraan bermotor di tiap zona dihitung secara terpisah untuk ruas jalan-jalan utama (mayor) dan jalan-jalan kecil (minor) - Metode ini memerlukan data yang lebih rinci; termasuk volume lalu lintas dan matriks OD yang diperoleh dari simulasi model perencanaan transportasi. A. Metode Analisis Beban Emisi pada Jalan Mayor Beban Pencemar pada jalan mayor (utama) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:,,.(14) dimana: - VKT b,c mayor = panjang perjalanan kendaraan bermotor kategori b dan berbahan bakar c pada ruas jalan utama - Q b,c = volume lalu lintas kendaraan bermotor kategori b dan berbahan bakar c - L = panjang ruas jalan utama 74

B. Metode Analisis Beban Emisi pada Jalan Minor Analisis beban emisi kendaraan bermotor pada jalan minor dilakukan berdasarkan formula berikut ini:,,, (15) dimana: - VKT b,c minor = panjang perjalanan kendaraan bermotor kategori b dan berbahan bakar c pada ruas jalan kecil - Q b,c OD = volume lalu lintas kendaraan bermotor kategori b dan berbahan bakar c dari matriks OD - L b,c trip = rata-rata panjang perjalanan kendaraan bermotor kategori b dan berbahan bakar c tiap trip Sedangkan untuk menghitung panjang perjalanan antar zona (inter-intra dan intra-inter) di daerah kota, digunakan persamaan sebagai berikut: (16) dimana: a = luas daerah (km2) LT = total panjang jalan utama (km) U = total panjang jalan kecil (km) Untuk menghitung panjang perjalanan lalu lintas di dalam zona itu sendiri (intraintra) maka digunakan persamaan berikut ini: (17) C. Metode Distribusi Beban Emisi Secara Spasial Distribusi beban emisi secara spasial dapat dilakukan dengan 2 metode berikut: Metode 1: Metode ini digunakan apabila panjang perjalanan kendaraan bermotor sudah dihitung untuk tiap zona (metode bottom-up), sehingga beban pencemar dapat dihitung dengan mengalikan panjang perjalanan pada tiap zona dengan faktor emisi yang merupakan fungsi dari kecepatan kendaraan bermotor. 75

Metode 2 (Suhadi dkk., 2006): Panjang perjalan total dianggap sebagai penjumlahan dari panjang perjalanan dari sumber garis dan sumber area. Panjang perjalanan di suatu ruas jalan dapat dikategorikan sebagai sumber garis apabila data volume lalu lintasnya diketahui. Sehingga panjang perjalanan kendaraan bermotor pada ruas jalan tersebut dapat diperoleh dari hasil perkalian panjang ruas jalan terhadap data volume lalu lintas tersebut. Ruas jalan yang diketahui data volume lalu lintasnya ini dikenal juga dengan istilah ruas jalan mayor. Kemudian panjang perjalanan dari ruas jalan yang tidak diketahui data volume lalu lintasnya, dikategorikan sebagai sumber area. Pada kajian ini akan dilakukan analisis beban pencemar berdasarkan Metode 2. Untuk jalan-jalan mayor maka beban emisi dianggap berasal dari sumber garis yang dihitung dengan mengalikan jumlah kendaraan dengan panjang perjalanan dan faktor emisinya. Sedangkan untuk jalan-jalan minor sumber pencemar dianggap sebagai sumber area. Beban emisi suatu zona merupakan penjumlahan antara sumber garis dan sumber area. IV.1.3 Metode Analisis Konsentrasi Pencemar di Atmosfir Secara Spasial Berdasarkan kajian pada Study on Air Quality in Jakarta, Indonesia Future Trends, Health Impacts, Economic Value and Policy Options (ADB, September 2002) maka perhitungan mengenai konsentrasi pencemar di atmosfir dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: Jumlah zona: zona yang digunakan merupakan zona bangkitan dan tarikan Pengaruh angin: konsentrasi pencemar di atmosfir akan dipengaruhi oleh kecepatan dan arah angin Asumsi ketinggian pencampuran pencemar di atmosfir yang diasumsikan berdasarkan stabilitas atmosfir suatu wilayah (18) 76

Dimana: A : Persentase angin tenang E Q C T I : Total emisi masing-masing jenis pencemar di setiap zona : Kecepatan angin : Konsentrasi total masing-masing jenis pencemar : Jumlah arah angin (16 arah angin) IV.1.4 Metode Analisis Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Analisis ISPU didasarkan pada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. ISPU dianalisis dengan merubah nilai konsentrasi pencemar di atmosfir menjadi angka nyata ISPU. Perhitungan untuk mengkonversi konsentrasi pencemar menjadi angka nyata ISPU didasarkan pada formula berikut ini: Dimana: I I a I b X a X b X x..(19) = Angka nyata ISPU = ISPU batas atas = ISPU batas bawah = Ambien batas atas = Ambien batas bawah = Konsentrasi pencemar di atmosfir Berdasarkan angka nyata ISPU maka kualitas udara di suatu wilayah diklasifikasikan menjadi: kategori baik rentang 0 sampai 50 dengan warna hijau; kategori sedang rentang 51 sampai 100 dengan warna biru; kategori tidak sehat rentang 101 sampai 199 dengan warna kuning; kategori sangat tidak sehat rentang 200 sampai 299 dengan warna merah; kategori berbahaya rentang 300 sampai 500 dengan warna hitam; 77

Analisis ISPU dilakukan dengan mengambil tiga luasan RTH yang berbeda pada masing-masing skenario. Tingkat penerapan RTH tersebut diklasifikasi menjadi: 1. Luas RTH Eksisting: diperoleh berdasarkan analisis peta digital Kota Tangerang yang dihasilkan dari kegiatan Pengembangan Data dan Informasi Lingkungan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang tahun 2007 dengan menggunakan perangkat lunak Arc-GIS. 2. Luas RTH Maksimal: merupakan luasan RTH yang masih mungkin dikembangkan dengan memanfaatkan lahan kosong yang ada. Lahan kosong ini merupakan lokasi-lokasi dimana RTH masih memungkinkan untuk dikembangkan. 3. Luas RTH 30% dari Luas Area: Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. IV.1.5 Metode Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau didasarkan pada korelasi antara beban emisi yang diterima oleh suatu zona dengan kemampuan penyerapan zat pencemar di atmosfir oleh ruang terbuka hijau. Sebenarnya tidak ada hasil penelitian yang secara khusus dapat menyatakan berapa kemampuan penyerapan suatu jenis tanaman terhadap suatu jenis zat pencemar di udara. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang akan mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap zat pencemar. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap potensi reduksi zat pencemar dan umur tanaman adalah jenis tanaman, kerimbunan dan ketinggian tanaman, jumlah emisi karbon, suhu, kecepatan angin, kepadatan dan ketinggian bangunan (Kaule, 2000 dalam Penghijauan sebagai Pereduksi CO 2 di Perumahan: Balitbang DPU 2005). Dalam studi ini, kebutuhan luasan RTH akan dilakukan dengan mengasumsikan bahwa seluruh RTH yang ada di Kota Tangerang merupakan hutan kota. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, disebutkan bahwa Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang 78

bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dengan karakteristik pepohonan yang rapat dan kompak tersebut maka hutan kota akan memiliki kemampuan penyerapan zat pencemar yang paling tinggi dibandingkan dengan bentuk RTH lainnya yang dapat diterapkan di suatu kota. Hal ini merupakan dasar diambilnya asumsi mengenai bentuk RTH yang diterapkan di Kota Tangerang. Bila dari hasil analisis diperoleh temuan bahwa hutan kota dengan luasan tertentu tidak mampu menyerap zat pencemar dari kendaraan bermotor untuk menghasilkan kualitas udara yang sehat, maka dapat dipastikan bahwa dengan luas yang sama, jenis RTH lainnya yang memiliki kerapatan dan kompaksitas yang lebih rendah tidak akan mampu menyediakan kualitas udara yang lebih baik. Tabel IV.6 Kemampuan Serapan Gas oleh Daun dan Mikroorganisme Tanah pada Hutan Kota (µg/m 2 /jam) Jenis Pencemar Serapan oleh Lantai Hutan Serapan oleh Tajuk Pohon Karbon- monoksida 1,9 x 10 4 2,6 x 10 3 Nitrogen-oksida 2,0 x 10 2 2,3 x 10 3 Ozon 1,0 x 10 4 6,2 x 10 4 Peroksi-asetil-nitrat - 1,2 x 10 3 Belerang- dioksida 7,7 x 10 6 4,1 x 10 4 Sumber: U.S Protection Agency (1976) dalam Dahlan (2004):114 Konsentrasi zat pencemar yang harus diserap oleh hutan kota diperoleh dengan menghitung selisih antara beban emisi yang dihasilkan pada masing-masing zona dengan beban emisi yang masih dapat diterima oleh suatu zona, yaitu beban emisi yang menghasilkan nilai ISPU maksimal 50 (kategori baik). Untuk zona yang memiliki kebutuhan RTH yang terlalu tinggi bila ditargetkan mencapai nilai ISPU 50, maka kemudian target diturunkan menjadi nilai ISPU 100 (kategori sedang). Selisih ini merupakan dasar dalam perhitungan luasan hutan kota minimal yang diperlukan untuk mencapai target nilai ISPU untuk mencapai kualitas udara yang sehat di Kota Tangerang. 79

IV.2 Pembahasan Analisis Kebutuhan RTH di Kota Tangerang Kota Tangerang terbagi menjadi 13 kecamatan, dan masing-masing kecamatan terbagi lagi dalam beberapa kelurahan yang banyaknya tergantung pada luas dan kepadatan di masing-masing kecamatan tersebut. Berdasarkan kajian pada Tata Transportasi Lokal Kota Tangerang tahun 2005 maka wilayah Kota Tangerang dibagi dalam beberapa zona yang disajikan pada tabel berikut ini. Zona ini disusun untuk melakukan analisis mengenai bangkitan dan tarikan perjalanan di Kota Tangerang. Besaran zona didasarkan pada wilayah administrasi kelurahan dan karakteristik tertentu seperti: a. Luas wilayah b. Ada tidaknya suatu pusat kegiatan di sub wilayah tersebut 80

Tabel IV.7 Luas Zona Bangkitan-Tarikan Perjalanan di Kota Tangerang KARAWACI CIPONDOH BENDA BATUCEPER JATIUWUNG NEGLASARI KECAMATAN ZONA (km2) (km2) (km2) (km2) 13 5 Neglasari 2.16990 Periuk 2.34300 3.51190 12 Mekarsari 1.34200 Periuk Jaya 2.43300 Karangsari 2.33200 Gebang Jaya 1.15080 4.74000 11 Karanganyar 2.40800 Sangiang Jaya 1.89000 4.77600 3.04080 Kedaung Baru 1.10200 Cibodas 1.49000 14 Kedaung Wetan 1.50000 4.84500 10 Cibodas Baru 0.87500 3.35700 Selapajang Jaya 2.24300 Cibodassari 0.99200 39 Keroncong 1.93800 1.93800 19 Panunggangan Barat 3.14170 3.14170 24 Pasir Jaya 5.03200 Jatiuwung 1.10000 6.53100 38 Jatake 1.49900 Uwung Jaya 2.01160 3.11160 21 Gandasari 2.90200 2.90200 Kunciran 1.35340 23 Gembor 4.65080 Pinang 1.50680 6.07480 30 Alam Jaya 1.42400 Sudimara 1.39730 6.09710 22 Manis Jaya 1.61000 1.61000 Kunciran Indah 1.83960 Batuceper 1.51110 Kunciran Jaya 3.76490 29 Kebon Besar 1.65820 Narogtog 1.66440 5.42930 27 Poris Gaga Baru 1.54450 8.66920 18 Panunggangan Selatan 1.40160 1.40160 Poris Gaga 1.66200 Cipete 2.17210 Poris Jaya 2.29340 Panunggangan Utara 1.80460 17 Batusari 1.71330 Pakojan 1.68200 15 3.42660 8.66210 Batu Jaya 1.71330 Panunggangan Timur 3.00340 25 Benda 3.56670 3.56670 Pondok Pucung 1.18930 26 28 31 16 9 3 Kelurahan Luas Kelurahan Luas Zona KECAMATAN CIBODAS PERIUK PINANG KARANG TENGAH Belendung 2.61920 33 Karang Tengah 2.27090 5.66820 Pajang 0.39950 7.39410 Karang Timur 1.10400 Jurumudi 2.32090 Padurenan 1.10400 Jurumudi Baru 2.05450 Karang Mulya 2.27250 Cipondoh 2.52050 32 Parung Jaya 1.34810 Cipondoh Indah 1.13930 4.92760 Pondok Bahar 1.55470 Cipondoh Makmur 1.26780 Larangan Utara 1.25730 Gondrong 1.69720 Larangan Indah 1.05520 35 Ketapang 1.85500 Gaga 1.18660 6.49470 Petir 1.28440 Larangan Selatan 0.95420 LARANGAN Kenanga 1.65810 Cipadu 1.35830 Poris Plawad 1.75610 Kreo Selatan 1.30450 36 Poris Plawad Utara 2.94980 6.48770 Cipadu Jaya 1.09120 Poris Plawad Indah 1.78180 Kreo 1.19000 Cimone 1.09900 Paninggilan Utara 1.06230 Karawaci 1.45900 37 Paninggilan 1.20220 Karawaci Baru 0.52900 Parung Serab 1.28690 5.84400 Nusa Jaya 0.55900 Sudimara Barat 1.06760 CILEDUG ZONA Kelurahan Luas Kelurahan Bojong Jaya 1.39900 Sudimara Selatan 1.09000 Cimone Jaya 0.79900 34 Sudimara Timur 0.80500 Pabuaran 0.74900 Sudimara Jaya 0.81500 Bugel 0.82900 Tajur 1.44000 Gerendeng 0.72900 Sukarasa 1.29520 4.36900 1 Margasari 1.09900 Sukaasih 0.62170 Luas Zona 5.17530 4.45330 4.94400 3.55140 5.21760 1.91690 Sumur Pacing 0.45000 6 Tanah Tinggi 2.33130 2.33130 TANGERANG Sukajadi 0.51300 7 Buaran Indah 1.99460 1.99460 Pasar Baru 2.05800 Cikokol 2.33140 8 4 Pabuaran Tumpeng 0.69900 5.50600 Kelapa Indah 2.33130 Nambo Jaya 0.68900 Sukasari 2.42200 2 Koang Jaya 2.06000 Babakan 2.45780 4.66270 4.87980 Sumber: 4. Kecamatan Jatiuwung Dalam Angka, Tahun 2003 1. Larangan dalam Angka, 2002 5. Kecamatan Pinang dalam Angka, 2002 2. Monografi Kecamatan Ciledug, 2006 6. Kecamatan Neglasari Dalam angka Tahun 2001 3. Monografi Kelurahan, 2003 7. Kecamatan Tangerang Dalam Angka, Tahun 2003 81

IV.2.1 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan di Kota Tangerang Dari data sekunder yang diperoleh pada Review Tatralok Kota Tangerang 2006 (Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2006), maka diperoleh data mengenai total bangkitan dan tarikan di Kota Tangerang yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel IV.8 Volume Bangkitan-Tarikan Perjalanan Kota Tangerang, 2006 (SMP) No. Kelurahan Kecamatan ZONA Total Bangkitan & Tarikan (SMP) No. Kelurahan Kecamatan ZONA Total Bangkitan & Tarikan (SMP) 1 Sukarasa Tangerang 51 Jatake Jatiuwung 1 4,234 2 Suka Asih Tangerang 52 Pasir Jaya Jatiuwung 24 3,528 3 Sukasari Tangerang 53 Benda Benda 25 777 2 4,219 4 Babakan Tangerang 54 Belendung Benda 7 Bugel Karawaci 57 Jurumudi Br Benda 3 1,803 8 Margasari Karawaci 58 Batuceper Batuceper 5 Pabuaran Karawaci 55 Pajang Benda 6 Sumur Pacing Karawaci 56 Jurumudi Benda 26 1,138 9 Gerendeng Karawaci 59 Kebon Besar Batuceper 10 Sukajadi Karawaci 60 Poris Gaga Baru Batuceper 27 2,259 11 Pabuaran Tumpeng Karawaci 61 Poris Gaga Batuceper 12 Pasar Baru Karawaci 4 2,356 62 Poris Jaya Batuceper 13 Koang Jaya Karawaci 63 Cipondoh Makmur Cipondoh 14 Karang Sari Neglasari 64 Cipondoh Cipondoh 28 1,766 5 2,325 15 Karang Anyar Neglasari 65 Cipondoh Ind Cipondoh 16 Tanah Tinggi Tangerang 6 644 66 Kunciran Jaya Pinang 17 Buaran Indah Tangerang 7 3,064 67 Neroktog Pinang 29 808 18 Cikokol Tangerang 68 Pinang Pinang 8 6,268 19 Kelapa Indah Tangerang 69 Sudimara Png Pinang 30 985 20 Karawaci Karawaci 70 Kunciran Pinang 21 Bojong Jaya Karawaci 71 Kunciran Ind Pinang 22 Karawaci Baru Karawaci 72 Gondrong Cipondoh 9 1,957 23 Nusa Jaya Karawaci 73 Kenanga Cipondoh 31 1,026 24 Cimone Karawaci 74 Petir Cipondoh 25 Cimone Jaya Karawaci 75 Ketapang Cipondoh 26 Cibodas Cibodas 76 Pondok Bahar Kr. Tengah 27 Cibodasari Cibodas 10 4,269 77 Kr. Mulya Kr. Tengah 32 1,264 28 Cibodas Br Cibodas 78 Parung Jy Kr. Tengah 29 Sangiang Jaya Periuk 79 Pondok Pucung Kr. Tengah 11 1,247 30 Gebang Ry Periuk 80 Kr. Tengah Kr. Tengah 31 Periuk Periuk 81 Kr. Timur Kr. Tengah 12 1,916 32 Periuk Jaya Periuk 82 Pedurenan Kr. Tengah 33 Neglasari Neglasari 83 Sudimara Brt Ciledug 13 1,956 34 Mekarsari Neglasari 84 Sudimara Tmr Ciledug 33 2,906 Kedaung Baru Neglasari 85 Tajur Ciledug 34 2,870 35 Selapajang Jy Neglasari 14 1,069 86 Sudimara Jy Ciledug 36 Kedaung Wtn Neglasari 87 Sudimara Sel Ciledug 37 Batu Jaya Batuceper 88 Larangan Selatan Larangan 15 1,200 38 Batusari Batuceper 89 Larangan Ut Larangan 35 1,722 39 Poris Plw Cipondoh 90 Larangan Ind Larangan 40 Poris Plawad Utara Cipondoh 16 1,565 91 Gaga Larangan 41 Poris Plawad Indah Cipondoh 92 Cipadu Larangan 42 Cipete Pinang 93 Kreo Larangan 43 Pakojan Ind Pinang 17 1,839 94 Cipadu Jaya Larangan 36 1,321 44 Pan. Utara Pinang 95 Kreo Selatan Larangan 45 Pan. Selatan Pinang 18 4,622 96 Paninggilan Ciledug 46 Pan. Barat Cibodas 19 2,450 97 Parung Serab Ciledug 37 1,077 47 Gandasari Jatiuwung 21 1,428 98 Paninggilan Ut Ciledug 48 Manis Jaya Jatiuwung 22 1,282 99 Uwung Jaya Cibodas 38 904 49 Alam Jaya Jatiuwung 100 Jatiuwung Cibodas 23 1,801 50 Gembor Periuk 101 Keroncong Jatiuwung 39 1,332 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 82

Hasil pemodelan pada Tatralok Kota Tangerang 2006 digunakan untuk menghitung total volume kendaraan pada setiap zona. Penerapan skenario pengembangan sistem jaringan jalan menghasilkan volume kendaraan yang berbeda untuk setiap periode analisis. Penerapan skenario do-something pada periode analisis yang berbeda ternyata cukup signifikan dalam menurunkan volume perjalanan. Volume kendaraan pada masing-masing zona tersebut dihitung dan hasilnya disajikan pada table berikut ini. Tabel IV.9 Perbedaan Volume Kendaraan Kota Tangerang untuk Setiap Periode Analisis dan Skenario Pengembangan (SMP) Volume Kendaraan (smp) ZONA 2006 DN2010 DS2010 DN2015 DS2015 1 4,234 6,274 4,681 12,931 10,626 2 4,219 6,366 4,749 22,819 18,752 3 2,167 3,206 2,392 5,662 4,652 4 2,984 3,148 2,348 5,107 4,197 5 1,620 3,586 2,675 4,946 4,064 6 644 1,400 1,044 4,335 3,562 7 3,064 7,647 5,705 11,460 9,417 8 6,268 7,647 7,647 7,647 7,647 9 1,957 9,770 7,289 17,673 14,523 10 4,269 6,499 4,849 8,895 7,310 11 1,247 2,145 1,600 4,191 3,444 12 1,916 2,637 1,967 4,289 3,525 13 1,956 1,850 1,380 3,389 2,785 14 1,317 1,690 1,261 3,430 2,819 15 1,924 2,433 1,815 3,559 2,925 16 1,565 2,894 2,159 6,624 6,624 17 1,839 2,811 2,097 6,747 5,544 18 1,766 2,146 1,601 2,531 2,080 19 2,450 5,215 3,891 5,940 4,881 21 1,428 2,489 1,857 2,715 2,231 22 1,282 2,333 1,741 2,942 2,418 23 1,801 3,119 2,327 3,119 2,563 24 3,528 5,702 5,702 5,702 5,702 25 777 1,098 1,054 2,016 1,657 26 1,138 1,741 1,454 3,738 3,072 27 2,259 3,646 2,720 8,820 7,248 28 1,119 1,475 1,100 3,319 2,727 29 808 1,263 942 2,556 2,100 30 985 1,665 1,242 4,483 3,684 31 1,026 1,689 1,260 4,559 4,559 32 1,264 2,152 1,606 3,586 2,947 33 2,906 3,921 2,925 8,459 6,951 34 2,870 4,013 2,994 6,637 5,454 35 1,722 2,967 2,214 5,062 4,340 36 1,321 2,888 2,155 4,948 4,456 37 1,077 1,419 1,059 2,188 1,798 38 904 1,888 1,409 2,292 1,883 39 1,332 1,536 1,146 1,952 1,604 Sumber: Tatralok Kota Tangerang(2006) dan Perhitungan (2008) 84

IV.2.2 Analisis Beban Emisi Kendaraan Bermotor Hasil pemodelan dalam Tatralok Kota Tangerang 2006 kemudian diuraikan kembali hingga diketahui komposisi masing-masing jenis kendaraan di setiap zona sehingga beban emisi yang diterima oleh masing-masing zona dapat diketahui. Proyeksi beban emisi kendaraan bermotor ini dilakukan berdasarkan skenario do-nothing pada masing-masing periode dan skenario do-something yang memiliki kinerja terbaik. Tabel IV.10 Perkiraan Volume Bangkitan dan Tarikan Perjalanan 2010 (SMP) Pribadi Angkutan Umum Angkutan Barang Barang Berat Zona Produksi Atraksi Produksi Atraksi Produksi Atraksi Produksi Atraksi 1 2.472 2.516 99 307 400 480 0 0 2 1.606 2.058 126 859 839 878 0 0 3 1.652 1.653 290 300 357 262 57 31 4 1.484 770 219 405 463 512 159 88 5 1.288 1.234 210 213 251 266 82 64 6 216 355 123 152 186 226 109 33 7 1.588 1.414 142 202 258 250 39 28 8 2.940 2.545 170 435 578 642 187 150 9 3.919 3.208 376 807 567 556 185 152 10 2.167 2.311 326 455 424 652 92 72 11 515 442 292 253 278 252 59 54 12 903 365 204 121 430 373 119 122 13 202 1.189 161 171 66 48 12 1 14 257 649 321 278 65 68 42 10 15 361 425 142 129 219 241 68 62 16 877 525 236 346 363 354 110 83 17 845 614 200 202 428 326 142 54 18 296 594 84 233 374 372 118 75 19 2.542 1.764 113 104 336 232 79 45 21 731 339 143 329 370 348 110 119 22 463 614 95 284 336 310 122 109 23 808 818 177 154 423 513 96 130 24 1.376 1.982 160 139 999 1046 0 0 25 301 625 52 63 36 31 0 0 26 263 346 299 328 222 283 0 0 27 344 737 301 325 743 766 214 216 28 430 370 188 187 151 149 0 0 29 469 443 124 71 75 81 0 0 30 415 424 253 256 160 157 0 0 31 493 434 214 234 158 156 0 0 32 1.121 490 192 122 96 131 0 0 33 1.492 1.236 298 336 263 296 0 0 34 1.137 1.966 305 273 175 157 0 0 35 1.313 770 306 300 138 140 0 0 36 1.217 810 308 271 148 134 0 0 37 392 559 182 123 67 96 0 0 38 487 486 41 36 335 308 94 101 39 344 277 32 47 315 340 82 99 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 85

Tabel IV.11 Perkiraan Volume Bangkitan dan Tarikan Perjalanan 2015 (SMP) Pribadi Angkutan Umum Angkutan Barang Barang Berat Zona Produksi Atraksi Produksi Atraksi Produksi Atraksi Produksi Atraksi 1 5.293 4.642 406 1.518 606 466 0 0 2 9.220 8.066 233 4.371 419 510 0 0 3 2.005 1.634 1.201 1.341 458 359 83 118 4 1.071 718 969 1.849 550 369 188 149 5 904 1.412 909 980 302 262 99 78 6 1.386 1.324 360 727 280 258 0 0 7 2.049 2.263 560 1.151 340 292 0 0 8 3.897 3.425 675 1.861 669 551 208 174 9 6.330 5.158 1.576 3.902 95 69 281 232 10 2.525 2.722 1.172 1.023 554 552 207 140 11 620 525 1.177 1.374 164 103 114 114 12 1.101 438 891 974 250 244 194 197 13 242 1.455 654 801 103 134 0 0 14 308 787 1.671 599 25 32 4 4 15 438 515 552 703 97 149 80 72 16 2.433 1.999 977 735 161 139 97 83 17 2.487 2.086 826 477 527 344 0 0 18 361 729 307 364 335 206 118 111 19 2.858 1.955 441 168 322 196 0 0 21 891 409 549 380 123 122 119 122 22 671 836 290 563 175 140 131 136 23 1.161 1.135 803 1.140 265 444 265 211 24 2.017 2.699 707 1.425 148 257 408 359 25 369 770 346 455 41 35 0 0 26 431 620 1.256 786 233 293 67 52 27 2.184 2.257 1.200 1.988 249 301 337 304 28 548 657 855 968 148 143 0 0 29 966 881 489 101 52 67 0 0 30 1.439 1.427 855 527 121 114 0 0 31 1.579 1.472 710 572 115 111 0 0 32 1.614 790 783 155 146 198 0 0 33 2.582 2.341 1.274 1.527 379 356 0 0 34 1.662 2.624 1.299 522 244 286 0 0 35 1.817 1.102 1.162 762 107 112 0 0 36 1.737 1.181 1.108 447 209 266 0 0 37 473 676 656 146 84 153 0 0 38 588 584 285 508 95 32 97 103 39 417 334 196 433 167 183 119 103 Sumber: Tatralok Kota Tangerang 2006 Emisi kendaraan bermotor dihitung berdasarkan data primer yang diperoleh dari traffic counting yang dilakukan pada penyusunan Review Sistem Transportasi Kota Tangerang Tahun 2007 pada beberapa ruas jalan utama, yaitu : 1. Jl. Gatot Subroto 5. Jl. Moch. Toha 2. Jl. HOS Cokroaminoto 6. Jl. Daan Mogot 3. Jl. Imam Bonjol 7. Jl. KS. Tubun 4. Jl. Suryadharma 86

Klasifikasi jenis kendaraan pada traffic counting dibedakan berdasarkan jenis kendaraan sebagai berikut: 1. Light vehicle (mobil pribadi, angkot, angkutan barang sedang) 2. Heavy vehicle (bis, angkutan barang berat) 3. Motorcycle 4. Unmotorized vehicle Dari hasil survei traffic counting tersebut, diperoleh komposisi kendaraan bermotor di ruas jalan mayor tersebut adalah sebagai berikut: Tabel IV.12 Presentase Komposisi Kendaraan Bermotor Hasil Survei Jalan LV HV MC UM Gatot Subroto 22.94 4.96 70.12 1.97 HOS Cokroaminoto 19.56 2.31 77.28 0.85 Imam Bonjol 37.92 4.00 53.83 4.24 Suryadharma 31.16 5.59 59.40 3.85 Moch Toha 22.61 3.16 70.83 3.39 Daan Mogot 45.15 4.67 50.18 - KS Tubun 28.04 12.05 59.91 - Sumber: Analisis, 2008 Komposisi kendaraan bermotor tersebut dijabarkan lagi untuk mengetahui jumlah unit setiap jenis kendaraan karena akan menentukan jenis bahan bakar dan emisi yang dikeluarkan. Presentasi masing-masing kelas dibagi dengan presentase sebagai berikut: Komposisi/ Jenis Tabel Kendaraan IV.13 Komposisi Setiap Jenis Kendaraan Pribadi 60% Umum 40% HV LV Umum 25% Barang 60% Barang 15% Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang 2007 Pada Kajian Review Sistem Transportasi Kota Tangerang tahun 2007 digunakan konversi dari unit kendaraan ke SMP dengan besaran sebagai berikut. Tabel IV.14 Nilai Konversi dari Unit Kendaraan ke SMP Mobil Motor Angkutan Umum Barang Sedang Barang Berat 1.00 0.50 1.50 1.30 2.00 Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang 2007 87

Untuk jalan-jalan yang tidak memiliki data traffic counting maka estimasi jumlah unit setiap jenis kendaraan diperoleh dari data volume lalulintas dalam SMP yang terdapat pada Review Sistem Transportasi Kota Tangerang Tahun 2007. Diasumsikan bahwa jalan mayor yang tidak memiliki data traffic counting memiliki komposisi kendaraan bermotor yang sama dengan jalan mayor yang memiliki data traffic counting bila berada pada kelurahan atau zona yang sama. Perhitungan Beban Emisi Kendaraan Bermotor pada jalan minor dilakukan berdasarkan metode bottom-up yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti volume lalu lintas, luas area dan panjang total jalan minor pada satu zona. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka komposisi jenis kendaraan dapat di ketahui pula sehingga estimasi beban pencemar yang dihasilkan dapat dianalisa berdasarkan jenis kendaraan. Dengan memperhatikan peta-peta berikut ini nampak bahwa volume perjalanan meningkat secara signifikan walaupun telah dilakukan perbaikan kinerja sistem jaringan transportasi. Hal ini secara langsung akan meningkatkan beban emisi pencemar di setiap zona. Tabel IV.15 di bawah ini menunjukkan perbandingan jumlah unit kendaraan/ jam pada setiap zona. 88

Gambar IV.3 Perbandingan Kenaikan Volume Kendaraan pada Masing-masing Periode Analisis dan Skenario Pengembangan Jaringan Jalan Keterangan: Satuan: SMP 0-1,000 1,001-2,000 2,001-3,000 3,001-4,000 4,001-5,000 5,001-6,000 6,001-7,000 7,001-8,000 Tahun 2006 Skenario Do-nothing Tahun 2010 Skenario Do-nothing Tahun 2015 Keterangan: Satuan: SMP 0-1,000 1,001-2,000 2,001-3,000 3,001-4,000 4,001-5,000 5,001-6,000 6,001-7,000 7,001-8,000 Tahun 2006 Skenario Do-something Tahun 2010 Skenario Do-something Tahun 2015 Sumber: Analisis, 2008 89

Jenis pencemar yang diperhitungkan dalam analisis ini adalah karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO x ), partikel (PM 10 ), dan SO 2 dengan pertimbangan bahwa keempat jenis pencemar ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan merupakan pencemar yang akan mempengaruhi kualitas udara di suatu area yang dinyatakan dalam Indeks Standar Pencemaran Udara. Hasil analisis beban emisi akan dibandingkan antara setiap periode analisis berdasarkan skenario do-nothing dan do-something dengan kinerja terbaik. Perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan masing-masing skenario terhadap beban emisi untuk setiap jenis pencemar pada setiap zona. Perbedaan pertambahan beban emisi untuk masing-masing jenis pencemar di setiap zona terjadi karena adanya perbedaan komposisi kendaraan. Dari hasil analisa terlihat bahwa untuk masing-masing jenis pencemar, beban tertinggi di terima oleh zona yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi kendaraan pada masing-masing zona yang memiliki besaran faktor emisi yang berbeda pula. Jenis kendaraan yang berbeda akan menghasilkan komposisi jenis pencemar yang berbeda. Sebagai contoh, satu unit angkutan barang berat akan memberikan beban emisi CO 2 terbesar dibandingkan dengan satu unit jenis kendaraan bermotor lainnya. Namun untuk jenis pencemar CO, justru satu unit mobil pribadi yang akan memberikan beban emisi CO tertinggi karena memiliki faktor emisi tertinggi untuk pencemar CO (faktor emisi = 40). Dengan demikian beban emisi di setiap zona untuk satu jenis pencemar tertentu, selain dipengaruhi oleh volume kendaraan, juga sangat dipengaruhi oleh komposisi jenis kendaraan bermotor di zona tersebut. 90

2006 DO-NOTHING 2010 DO-SOMETHING 2010 DO-NOTHING 2015 DO-SOMETHING 2015 Mobil Angkutan Angkutan Angkutan Mobil Angkutan Angkutan Angkutan Mobil Angkutan Angkutan Angkutan Mobil Angkutan Angkutan Angkutan Mobil Angkutan Angkutan Angkutan Motor Motor Motor Motor Motor Pribadi Umum Sedang Berat Pribadi Umum Sedang Berat Pribadi Umum Sedang Berat Pribadi Umum Sedang Berat Pribadi Umum Sedang Berat 1 3,018 9,145 983 686 389 3,926 12,275 1,158 920 453 3,137 6,589 963 743 319 6,809 25,161 2,113 1,397 934 5,803 20,676 1,823 1,200 768 2 1,092 3,737 286 249 68 1,045 3,819 330 292 125 739 3,140 235 210 89 2,358 8,484 796 522 209 1,938 6,972 654 429 172 3 1,497 5,239 398 327 111 1,970 7,017 512 432 176 1,403 3,260 364 310 124 3,810 13,712 1,279 784 339 3,131 11,268 1,051 644 278 4 1,503 5,261 400 328 112 2,310 8,042 573 616 221 1,657 6,930 409 447 158 4,229 14,981 1,467 938 404 3,475 12,311 1,206 771 332 5 3,023 10,891 822 620 271 4,318 15,656 1,283 1,177 401 3,060 7,843 912 847 282 10,198 36,162 3,216 1,756 826 8,381 29,717 2,643 1,443 679 6 913 6,149 236 214 86 755 7,475 213 303 157 534 7,218 151 220 112 1,512 15,141 542 368 298 1,242 12,442 446 303 245 7 986 6,893 256 228 99 1,091 9,945 292 680 146 780 9,203 208 501 103 2,065 19,395 938 425 429 1,697 15,938 771 350 353 8 787 4,869 201 190 63 606 5,803 249 284 131 430 5,674 179 207 94 1,174 11,507 502 268 232 965 9,456 413 220 191 9 1,096 8,013 287 249 119 1,110 10,740 344 427 213 787 5,557 245 311 152 2,200 21,607 990 568 441 1,807 17,756 813 467 363 10 787 4,869 201 190 63 439 4,093 181 233 101 416 2,893 160 191 92 475 4,308 286 148 107 1,169 11,476 452 271 229 11 1,630 5,729 435 352 103 1,336 4,847 470 616 174 1,299 6,216 435 518 156 1,784 6,191 1,039 370 209 4,125 14,941 1,593 816 401 12 851 2,843 219 202 36 517 1,843 175 197 57 491 636 159 167 52 540 1,909 393 142 61 1,364 4,980 579 294 129 13 577 1,830 143 150 12 330 1,134 81 57 18 269 1,373 58 41 13 577 2,030 296 101 37 474 1,668 243 83 30 14 1,146 3,935 301 259 61 1,129 4,127 431 331 90 819 4,921 309 238 64 2,301 8,425 1,054 550 206 1,891 6,924 866 452 169 15 659 4,222 166 165 22 434 4,628 174 140 32 310 5,511 126 102 23 835 9,361 592 204 66 686 7,693 487 168 54 16 754 5,470 192 184 31 591 6,528 229 170 46 421 6,143 166 123 32 1,371 13,911 553 243 95 1,199 11,649 505 210 78 17 467 1,690 112 128 3 229 1,117 141 192 124 161 759 102 141 91 678 2,920 405 94 59 662 2,715 400 91 57 18 656 4,190 165 165 21 387 4,768 158 104 32 275 4,061 114 75 22 743 9,394 363 189 66 611 7,720 299 155 54 19 568 3,031 140 148 13 400 4,199 182 122 19 290 3,537 134 90 13 684 7,528 515 212 39 562 6,187 423 175 32 21 2,355 14,803 637 491 243 4,456 20,236 1,270 985 375 3,171 10,355 905 705 266 8,810 40,320 3,292 1,486 743 7,240 33,134 2,705 1,221 610 22 2,350 20,503 635 490 219 5,001 22,338 1,413 1,046 421 3,536 7,495 1,000 743 297 9,937 45,559 3,207 2,039 871 8,166 37,439 2,636 1,675 715 23 803 3,911 206 193 131 994 3,800 342 391 105 711 1,687 246 285 76 1,715 7,398 1,045 525 189 1,409 6,080 858 432 155 24 739 4,458 188 181 35 552 5,292 196 292 92 393 10,288 141 214 67 1,048 10,369 670 303 172 861 8,521 550 249 142 25 500 1,957 121 135 7 171 1,430 146 153 29 124 2,105 108 114 22 283 2,534 619 105 60 233 2,082 509 86 49 26 1,058 4,247 276 242 55 1,516 6,137 429 453 108 1,092 3,849 309 330 77 2,593 11,057 1,014 648 224 2,131 9,086 833 532 184 27 742 2,751 189 181 27 1,024 3,851 173 232 60 745 2,412 124 170 43 1,569 6,312 393 311 82 1,289 5,187 323 256 67 28 599 2,074 149 154 14 368 1,514 83 211 53 264 1,120 59 155 39 646 2,788 312 127 76 531 2,291 257 104 63 29 926 4,412 240 217 73 885 5,193 274 168 110 630 4,582 196 120 78 1,687 10,197 737 347 223 1,386 8,379 606 285 183 30 1,176 6,003 309 265 110 1,385 8,032 398 343 188 987 3,452 284 247 133 2,524 15,324 1,046 578 367 2,074 12,593 859 475 301 31 870 4,057 224 206 65 745 4,457 311 157 104 529 8,445 224 112 74 1,446 8,852 871 268 198 1,188 7,274 716 220 163 32 948 8,026 246 221 50 839 10,337 323 227 74 594 10,398 232 163 52 1,843 21,836 740 360 153 1,515 17,944 608 296 126 33 544 2,709 134 143 10 197 2,492 73 60 15 174 2,204 62 50 11 291 5,121 161 51 32 475 4,209 198 87 26 34 592 3,340 147 152 15 317 3,417 134 235 55 227 2,532 97 174 40 579 6,694 280 229 84 476 5,501 230 188 69 35 619 3,696 154 158 18 414 4,209 164 245 59 297 3,393 119 181 43 1,010 9,406 443 330 54 830 7,730 364 271 45 36 816 6,293 209 196 37 742 8,833 297 251 55 530 7,484 215 183 39 1,483 17,832 943 411 114 1,219 14,654 775 337 93 37 508 2,231 124 136 7 211 2,217 98 78 10 153 2,779 72 57 7 373 4,080 267 103 21 306 3,353 220 85 17 38 895 7,334 231 211 45 816 10,031 323 202 67 580 7,677 233 145 47 1,591 19,942 815 325 137 1,307 16,388 670 267 143 39 1,066 9,579 279 244 62 1,065 13,328 387 251 91 755 9,262 278 180 64 2,111 26,797 878 490 188 1,735 22,021 722 403 220 ZONA Sumber: Analisis, 2008 Tabel IV.15 Jumlah Unit Kendaraan pada Masing-masing Skenario 91