BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG"

Transkripsi

1 BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG III.1 Gambaran Umum Wilayah III.1.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Luas wilayah Kota Tangerang adalah 183,78 km 2 termasuk luas Bandara Soekarno Hatta seluas 19,69 km 2. Secara geografis Kota Tangerang terletak pada posisi 106 o o 42 Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS). Adapun batas-batas administratif sebagai berikut : Utara : Kabupaten Tangerang (Kecamatan Teluknaga dan Sepatan) Selatan : Kabupaten Tangerang (Kecamatan Curug, Serpong, Pondok Aren) Barat : Kabupaten Tangerang (Kecamatan Pasar Kemis dan Cikupa) Timur : DKI Jakarta (Kota Jakarta dan Kota Jakarta Selatan) Luas wilayah Kota Tangerang adalah 177,3 Km 2 termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta seluas 19,69 Km 2. Pada mulanya wilayah kota ini terdiri atas 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Tangerang, Jatiuwung, Batuceper, Benda, Cipondoh, dan Ciledug. Untuk lebih mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan dan pemanfaatan serta pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, kecamatan-kecamatan tersebut dimekarkan menjadi 13 (tiga belas) kecamatan. III.1.2 Kondisi Kependudukan Kota Tangerang Pada tahun 2001 tercatat jumlah penduduk Kota tangerang sebanyak jiwa dan pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota Tangerang mencapai jiwa (BPS, Kota Tangerang dalam Angka, 2006) dan berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kota Tangerang pada tahun 2016 mencapai jiwa (Dinas Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Kota Tangerang 2007). Dalam kurun waktu 5 tahun (tahun ) itu penduduk Kota Tangerang mengalami peningkatan sebesar jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 2,62%. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Tangerang saat ini sudah masuk pada kategori kota metropolitan. 40

2 41

3 Gambar III.2. Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun dan Proyeksi Penduduk Tahun 2010 Jiwa (x1.000) Ciledug Larangan Karang Tengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Cibodas Jatiuwung Periuk Neglasari Batuceper Benda Sumber: BPS Kota Tangerang, 2006 Kepadatan penduduk menurut kecamatan masih belum tersebar merata. Hal ini dapat terlihat dari kepadatan penduduk per kilometer persegi menurut kecamatan. Kecamatan Benda mempunyai wilayah paling luas (25,61 km 2 ), akan tetapi mempunyai tingkat kepadatan paling rendah, yaitu jiwa per km 2. Sedangkan Kecamatan Cibodas mempunyai tingkat kepadatan tertinggi yaitu jiwa per km 2. Pertambahan penduduk Kota Tangerang yang tinggi ini dipengaruhi oleh karena Kota Tangerang berbatasan langsung dengan Ibu Kota DKI Jakarta dan juga berbatasan dengan kawasan industri. Ini berdampak pada pemilihan lokasi tempat tinggal dari para pekerja di DKI Jakarta yang berusaha untuk mencari lingkungan tempat tinggal yang nyaman ataupun tempat tinggal yang terjangkau secara ekonomis. 42

4

5 III.2 Pola Penggunaan Lahan Kota Tangerang Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Botabek dengan luas wilayah ,746 Ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik kota ditunjukkan oleh besamya kawasan terbangun kota, yaitu seluas ,231 Ha (57,12 % dari luas seluruh kota), sehingga sisanya sangat strategis untuk dapat dikonsolidasi dengan baik ke dalam wilayah terbangun kota yang ada melalui perencanaan kota yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Data terakhir menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di Kota Tangerang meliputi: Pemukiman (5.988,2 Ha) Lain-lain (819,4 Ha) Industri (1.367,1 Ha) Belum terpakai (2.66,4 Ha) Perdagangan dan Jasa (608,1 Ha) Bandara Soekarno - Hatta (1.816,0 Ha) Pertanian (3.467,8 Ha) Wilayah Kota Tangerang dilintasi oleh Sungai Cisadane yang membagi Kota Tangerang menjadi 2 (dua) bagian yaitu bagian barat Sungai Cisadane meliputi Kecamatan Jatiuwung dan sebagian Kecamatan Tangerang, bagian timur Sungai Cisadane meliputi Kali Pembuangan Cipondoh, Kali Angke, Kali Wetan, Kali Pasanggrahan, Kali Cantiga, Kali Pondok Bahar. Selain sungai dan kali di Kota Tangerang terdapat pula saluran air yang meliputi Saluran Mookevart, Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran Induk Cisadane Barat, Saluran Induk Cisadane Timur dan Saluran Induk Cisadane Utara. Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Berdasarkan data tahun 1997, luas kawasan lindung di kota Tangerang seluas 278 Ha atau 1,50% dari total luas lahan. Kawasan lindung ini di antaranya meliputi kawasan Situ Cipondoh dan kawasan sempadan sungai. Sedangkan untuk kawasan budidaya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kawasan budidaya yang sudah terbangun dan kawasan budidaya yang belum terbangun. 44

6 Fungsi Kota Tangerang secara umum dibagi 3 yaitu: Industri, perumahan serta perdagangan dan jasa. Kegiatan industri dan perumahan pada umumnya terdapat pada kawasan di luar pusat kota, sedangkan kegiatan perdagangan dan jasa menempati kawasan pusat kota dan koridor jalan arteri primer dan arteri sekunder. Tabel III.1 Penggunaan Lahan Kota Tangerang KECAMATAN KETERANGAN 1. Ciledug 2. Karang Tengah 3. Larangan 4. Cipondoh 5. Pinang 6. Tangerang 7. Karawaci 8. Jatiuwung 9. Cibodas 10. Periuk 11. Batuceper 12. Neglasari 13. Benda Wilayah berbatasan langsung dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, dominan permukiman, jumlah penduduk sangat padat, sektor ekonomi yang yang dominan adalah perdagangan. Pengembangan kawasan permukiman untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Pusat Kota Tangerang (perdagangan dan bisnis), kepadatan penduduk tinggi. Pengembangan kegiatan industri, daerah dominan comuter, merupakan daya tarik bagi migrasi pekerja industri. Wilayah berbatasan dengan Jakarta Barat (Bandara Soekarno Hatta) akses baik, merupakan wilayah ekspansi kegiatan industri dan perumahan dari jakarta. Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

7 46

8 Seperti yang terlihat pada tabel di atas, penggunaan lahan di Kota Tangerang terbagi dalam lima kelompok. Masing-masing kelompok penggunaan lahan ini tentu disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik wilayah setempat. Untuk permukiman sangat padat, terdapat di bagian kota dekat perbatasan dengan DKI Jakarta. Hal ini tentu tidak terlepas dari faktor lokasi yang banyak dimanfaatkan oleh para pekerja dari DKI Jakarta yang menjadi penghuni permukiman tersebut. Untuk kelompok kedua yaitu kawasan yang diperuntukkan sebagai pengembangan kawasan permukiman. Hal ini tentu saja diambil dengan pertimbangan sebagai antisipasi perkembangan permukiman di kelompok pertama. Kegiatan perdagangan dan jasa dipastikan di tengah kota, sedangkan kawasan industri berlokasi di sebelah Selatan kota, dan wilayah yang berbatasan dengan Bandara Soekamo Hatta. Dengan diberlakukannya Perda No.23 Tahun 2000 tentang RTRW, struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah telah diatur dalam bab V bagian kedua peraturan daerah tersebut. Pola pemanfaatan ruang wilayah mengatur tentang kawasan hijau, kawasan permukiman, industri dan pergudangan, perdagangan dan jasa serta kawasan khusus. Adapun pola pemanfaatan ruang dan wilayah yang diterapkan adalah sebagai berikut: 47

9 Tabel III.2 Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Tangerang Jenis Pemanfaatan Ruang Lokasi Kawasan Hijau Kawasan Permukiman Perdagangan dan Jasa Penghijauan dengan tanaman peneduh Pengembangan areal budidaya tanaman hias dan kebun campuran Pengembangan pertanian Penataan hutan kota sebagai tempat rekreasi Penataan ruang terbuka hijau Pembangunan dan peningkatan rusun sederhana Perbaikan rumah dan lingkungan permukiman kumuh dengan swadaya masyarakat. Kawasan permukiman baru menengah kecil Pengadaan perumahan penunjang kegiatan pusat kota Pengembangan perumahan terbatas dengan pendidikan ketat Pengembangan kegiatan yg mendukung sistem pusat, sub pusat dan sub-sub pusat Pengembangan kembali Pasar Ciledug Pembangunan terminal terpadu Pembangunan Pasar Induk Pengembangan pusat kegiatan komoditas khusus, seperti : a. pusat garmen b. pusat/ pasar loak c. pusat/ pasar sisa eksport d. pusat tanaman hias Sumber : Perda Kota Tangerang No.23 Tahun 2000 Kawasan sempadan sungai, sempadan jalan & jalur hijau lainnya Sekitar kawasan keselamatan operasi penerbangan Bandar Udara Kecamatan Ciledug, Kecamatan Karang Tengah dan Kecamatan Larangan Kawasan permukiman padat penduduk. Kecamatan Jatiuwung dan Kecamatan Batuceper Kec. Batuceper, pembantu Neglasari, Tangerang, Jatiuwung dan Benda. Kecamatan Cipondoh, Cibodas dan Kecamatan Ciledug Kecamatan Tangerang Kecamatan Batuceper, pembantu Neglasari dan Benda. Kecamatan Jatiuwung dan Batucper Kecamatan Batuceper, pembantu Neglasari, Tangerang, Jatiuwung dan Benda Kecamatan Cipondoh dan Ciledug Kecamatan Tangerang Kecamatan Batuceper, Pembantu Neglasari dan Benda. 48

10 Tabel III.2 Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Tangerang (lanjutan) Jenis Pemanfaatan Ruang Lokasi Industri dan Pergudangan Kawasan Khusus Pengembangan kawasan industri Pengembangan pergudangan yang menunjang kegiatan industri. Penataan industri kecil termasuk penyediaan pengelolaan limbah Penataan industri dekat permukiman dan atau sungai Cisadane dengan penyediaan pengelolaan limbah Penataan kawasan industri menjadi kawasan industri selektif. Perlindungan tata air dan sumber air baku dan kawasan wisata Pengendalian banjir, irigasi, cadangan air baku dan kawasan rekreasi Pusat kegiatan pemerintahan, komersil, bisnis, perumahan, taman dan rekreasi Kawasan keselamatan operasi penerbangan Sumber : Perda Kota Tangerang No.23 Tahun 2000 Kecamatan Jatiuwung, pembantu Cibodas, Periuk, Batuceper, Neglasari, Tangerang, Karawaci dan Larangan Kecamatan Batuceper, pembantu Neglasari, Jatiuwung, Periuk dan Cibodas. Kecamatan Cipondoh, pembantu Pinang dan Larangan Kecamatan Tangerang Kecamatan Batuceper Sepanjang Sungai Cisadane Situ Cipondoh Pusat Kota Sekitar Bandar Udara Soekarno Hatta III.3 Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang III.3.1 Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Penghijauan di Kota Tangerang terdiri dari hutan kota, taman kota, penghijauan di sepanjang DAS, jalan raya, dan perumahan. Penghijauan Kota berfungsi sebagai paru-paru kota atau ruang terbuka hijau. Pada Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) Kota Tangerang tahun 2005, ada tambahan 100 Ha ( pohon) kawasan penghijauan di Kota Tangerang. Lokasi kawasan hutan kota berada di Cikokol seluas 2 Ha yang terdiri dari

11 pohon jenis Mahoni, Tanjung, dan Trambesi. Disamping itu juga terdapat taman kota. Hutan dan Taman Kota yang dihasilkan dari Program GERHAN Kota Tangerang tahun Tabel III.3 Luas Lahan RTH dari Program Gerhan Kota Tangerang No Lokasi Panjang (m) Luas (Ha) Jumlah Pohon (buah) 1 Sempadan jalan raya , Daerah perumahan - 4, Kawasan hutan dan taman kota - 13, Daerah aliran sungai 42 66, Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, 2006 Program rehabilitasi lahan dilaksanakan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan), telah dilaksanakan dalam upaya memperbaiki kualitas lahan khususnya lahan kritis yang ada di wilayah Kota Tangerang. Di Kota Tangerang, lokasi kegiatan Gerhan meliputi lokasi DAS (Daerah Aliran Sungai), taman sekolah menengah umum dan perumahan. Untuk lokasi di sepanjang DAS, jenis pohon yang ditanami adalah jenis mahoni, bungur, kupukupu, meranti, angsana, jati, matoa dan kayu manis. Pada kawasan pemukiman, pohon yang ditanami merupakan jenis mahoni, bungur, kupu-kupu, meranti, angsana, jati, matoa dan kayumanis. Penanaman dilakukan di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Karawaci, Kecamatan Cibodas dan Kecamatan Periuk. Di Kecamatan Karawaci, lahan yang ditanami dengan pohon merupakan lahan pemakaman dengan luas 5 Ha. III.3.2 Lahan Pertanian Lahan pertanian selain mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil komoditi bahan makanan dan produk pertanian, juga bermanfaat sebagai Ruang Terbuka Hijau yang sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Berdasarkan data BPS Kota Tangerang tahun 2004, luas lahan pertanian di Kota Tangerang 1.621,3 Ha (8,8 persen dari luas wilayah Kota Tangerang). Lahan pertanian berpengairan yang diusahakan seluas 846,6 Ha, lahan pertanian tidak 50

12 berpengairan yang diusahakan seluas 249,2 Ha, dan lahan pertanian yang sementara tidak diusahakan seluas 525,5 Ha. Sedangkan luas lahan tegalan (pertanian kering) yang diusahakan 22 Ha dan luas lahan tegalan yang tidak diusahakan 457,1 Ha. Luas lahan tambak/ perkebunan 640,6 Ha. Luas areal perikanan kolam hingga tahun 2004 adalah sebesar 154,8 Ha, menurun 10,65 persen dari tahun Dalam rangka melestarikan keanekaragaman hayati Pemerintah Kota menetapkan beberapa kawasan sebagai kawasan hutan dan taman kota. Selain berfungsi sebagai kawasan pelindung dan penyangga, kawasan tersebut diharapkan dapat menjadi habitat hidup flora dan fauna liar yang ada (in-situ). Tabel III.4 Kawasan Hutan dan Taman Kota Tangerang No Lokasi Luas (Ha) Jumlah Pohon Jenis Pohon 1 Hutan Kota Cikokol Mahoni, tanjung, trembesi 2 Taman Kota Daan Mogot 6, Mahoni, trembesi 3 Taman Pujalidane Kupu-kupu, filicium 4 Taman Pasar Cikokol Mahoni 5 Taman Angsana Angsana, filicium, bungur Jumlah 13, Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, 2006 Untuk sempadan jalan, penghijauan dilakukan oleh Dinas Tata Kota Sub Dinas Pertamanan yang sebaran lokasinya terutama dipilih di sisi jalan-jalan utama di Kota Tangerang. III.4 Kondisi Sistem Transportasi Kota Tangerang III.4.1 Pola Jaringan Jalan Raya Pola jaringan jalan Kota Tangerang dibentuk oleh pola-pola grid dan radial. Jalan utama, diantaranya jalan nasional (arteri primer), hampir seluruhnya merupakan komponen radial kota. Karena sifatnya itu maka jalan utama akan menemui atau melintasi wilayah keramaian kota. Pola-pola radial yang mendominasi jaringan, terbangun di sekitar pusat pemerintahan dan sekitarnya, dimana pusat lingkaran terletak di sekitar persimpangan Daan Mogot Merdeka. Jalan-jalan seperti Daan Mogot, Merdeka, Kisamaun, KS Tubun dan Imam Bonjol merupakan jari- 51

13 jari dari pola ini. Di luar wilayah pusat kota pola radian berubah perlahan menjadi pola grid dan akan mencapai pola grid murni pada beberapa komplek perumahan. Di dalam kota sendiri, karena besarnya beban maka diberlakukan sistem satu arah (SSA) sehingga jalan arteri primer tidak sepenuhnya berfungsi bagi lintasan menerus. Hal ini telah dan akan terus menimbulkan permasalahan berupa konflik antara arus menerus khususnya angkutan barang dengan lalu lintas kota. Pada RTRW terdapat upaya-upaya jangka panjang untuk memperkaya pola grid, sehingga diharapkan akan ada lebih banyak rute alternatif yang bisa dimanfaatkan. Dari data-data yang berhasil dikumpulkan belum terlihat adanya penetapan klasifikasi fungsi sesuai dengan kebutuhan. Hirarki jalan belum dilengkapi dengan klasifikasi fungsi-fungsi primer dan sekunder sesuai dengan pengaturan dalam undang-undang tentang jalan. Tabel III.5 Pengaturan Arah Arus Lalu Lintas pada Jalan-Jalan Utama No Ruas Jalan Arah Arus Batas Ruas Jalan 1 Moh. Toha 2 arah Batas Kabupaten- Jl. Otista 2 Prabu Kiansantang 2 arah Jl. Siliwangi Jl. Moh. Toha 3 Gatot Subroto 2 arah Batas Kabupaten Jl. Proklamasi 4 Otista 1 arah Jl. Merdeka Jl. Daan Mogot 5 Merdeka 2 arah Jl. Proklamasi-Jl. Daan Mogot 6 Imam Bonjol I 2 arah Batas Kabupaten Jl. Teuku Umur 7 Imam Bonjol II 2 arah Jl. Teuku Umar Jl. Merdeka 8 Daan Mogot I 1 arah Jl. Merdeka Jl. Daan Mogot 9 Ki Samaun 1 arah Jl. P. Kemerdekaan Jl. Daan Mogot I 10 MH. Thamrin 2 arah Batas Kabupaten Jl. P. Kemerdekaan 11 Daan Mogot II 2 arah Jl. Daan Mogot I Batas DKI Jakarta 12 Jend. Sudirman 2 arah Jl. Daan Mogot II Jl. KH. Hasyim Ashari 13 Moh. Yamin 2 arah Jl Jend. Sudirman Jl. Pahlawan Taruna 14 KH. Hasyim Ashari I 2 arah Jl. Jend. Sudirman Jl. KH. Hasyim Ashari II 15 KH. Hasyim Ashari II 2 arah Jl. KH. Hasyim Ashari II Jl. HOS Cokroaminoto 16 HOS. Cokroaminoto 2 arah Jl. KH. Hasyim Ashari II Batas DKI Jakarta Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

14 III.4.2 Klasifikasi Fungsi Jalan a. Panjang Jalan Total panjang jalan dalam kota tahun 2005 adalah 856,4 km yang terdiri dari 816,3 km jalan kota, 25,6 km jalan propinsi dan 14,2 km jalan nasional. Ditinjau dari kepadatan jaringan, Kota Tangerang memiliki angka yang cukup tinggi yaitu rata-rata 4,8 km 2 luas kota, yang menempati urutan ke-dua tertinggi setelah DKI Jakarta yang memiliki 11,5 km. b. Fungsi Jalan Fungsi Primer: Jaringan primer adalah menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan primer sesuai dengan jenjang kota atau pusat kegiatan dalam lingkup lokal, wilayah maupun nasional. Penetapan fungsi jalan arteri dan kolektor dalam system primer ditetapkan berdasarkan SK Menteri PU No 480/KPTS/1996 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor 1, Kolektor 2 dan Kolektor 3. Penetapan srarus ruas-ruas jalan sebagai jalan propinsi ditetapkan melalui SK Mendagri No Tahun Sebagaimana yang tertuang di dalam SK tersebut disebutkan perlunya perbaikan setiap 5 tahun, dan sampai saat ini belum dilakukan sehingga apa yang berlaku di Kota Tangerang masih mengacu kepada SK tersebut. Berdasarkan kedua keputusan tersebut maka di dalam Kota Tangerang terdapat dua jalan nasional yang berfungsi sebagai jalan arteri primer yaitu: Jalan Daan Mogot Merdeka Gatot Subroto hingga Jalan Raya Serang melalui Cikupa sepanjang 6,5 km, dan kedua adalah Jalan Jend. Sudirman-Hasan Ashari-Hasyim Ashari-HOS Cokroaminoto menerus hingga Kebayoran Lama sepanjang 16,9 km. Jalan propinsi yang terdapat di dalam kota ini adalah Jalan MH Thamrin dan Jalan Gatot Subroto-Cikupa masing-masing sepanjang 4 km dan 8 km. Keduanya berfungsi sebagai kolektor primer 2. Fungsi Sekunder: Pada saat ini belum ada pembagian status dan fungsi jalan kota, namun demikian terdapat usulan-usulan jalan fungsi sekunder seperti; - Jalan utama dalam kota meliputi: Jalan KS Tubun- Otista- Imam Bonjol hingga Lippo Karawaci Jalan Daan Mogot- Merdeka- Gatot Subroto hingga akses Tol Bitung 53

15 Jalan Moh Toha menuju Mauk, dan Jalan Teuku Umar-Proklamasi- Soebandi hingga Jl. Moh Toha diusulkan untuk menjadi jalan arteri sekunder dengan damija meter. - Status kolektor sekunder dengan damija meter pada jalan-jalan yang menghubungkan antar arteri sekunder atau arteri sekunder dengan arteri primer. III.4.3 Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas yang dilayani oleh jaringan jalan kota Tangerang sudah padat khususnya pada jam-jam sibuk. Analisis terhadap variasi jam-jaman survai harian pada batas-batas kota menunjukan fluktuasi adanya tiga perioda waktu sibuk, yaitu pagi antara jam , siang dan sore antara jam Pada umumnya jam sibuk tertinggi terjadi pada pagi hari. Tabel III.6 Variasi Volume 24 Jam Batas Kota (smp/jam) Waktu Jl. Daan Mogot Jl. Ciledug Raya Survai Ke Ke Total Ke Ke Total Tangerang Jakarta Tangerang Jakarta 6: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Total Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

16 Tabel III.7 Variasi Volume 16 Jam Batas Kota (smp/jam) Waktu Jl. Serpong Raya Jl. M. Toha Survai Ke Tangerang Ke Serpong Total Ke Tangerang Keluar Kota Total 6: : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda 2007 Volume di pusat kota menunjukan variasi yang lebih merata namun tetap dapat dibedakan adanya puncak-puncak kepadatan pada pagi, siang dan sore sebagaimana data analisis pada tiga lokasi di jaringan SSA (sistem satu arah) di bawah ini. Arus terpadat terjadi pada sore hari di ruas jalan Merdeka Timur yang mencapai smp/jam. Tabel III.8 Variasi Volume 16 Jam dalam Kota Waktu Survai Daan Mogot Merdeka Timur Benteng Jaya 6: : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

17 Kemacetan jaringan jalan pada jam sibuk pagi, siang dan sore hari, lebih banyak disebabkan oleh sebab lain dibandingkan geometriknya. Kemacetan pada ruas jalan pada umumnya adalah karena friksi akibat parkir, pedagang kaki, angkot, truk berat dan pedestrian. Persoalan geometrik terdapat di jalur Gatot Subroto khususnya pada akses ke kawasan industri. Dari 29 simpang yang di survai terdapat beberapa simpang yang telah mengalami defisiensi kinerja lalu lintas, ini bisa dilihat dari adanya antrian yang panjang dengan waktu yang relatif lama. N o Tabel III.9 Kinerja 29 Ruas Jalan Utama di Kota Tangerang Arah Gerakan Lalu Sibuk Pagi Sibuk Siang Sibuk Sore Ruas Jalan Lintas Vol V/C Vol V/C Vol V/C ke Daan Mogot Jl Maulana ke KH. Hasyim Ashari Hasanudin Vol.dua arah Jl KH. Hasyim Ashari Jl. TMP Taruna Jl. M. Thamrin 5 Daan Mogot 6 7 Jl. Agus Salim Jalan Pembangunan 1 ke Sudirman ke KH. Hasyim Ashari Vol.dua arah ke Gor Persita ke Veteran Vol Dua Arah ke Serpong ke Cikokol Vol. Dua Arah ke Kebon Besar ke Pembangunan Vol. Dua Arah ke Daan Mogot ke Poris Vol. Dua Arah ke Daan Mogot ke Pembangunan Vol. Dua Arah Benteng Jaya ke Daan Mogot Daan Mogot ke Simpang Ki Samaun Ki Samaun ke Otista Otista M. Toha Merdeka 13 Terminal Poris ke Otista ke Cimone Vol. Dua Arah ke Daan Mogot ke Terminal Poris Vol. Dua Arah Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

18 Tabel III.9 Kinerja 29 Ruas Jalan Utama di Kota Tangerang (lanjutan) N Arah Gerakan Sibuk Pagi Sibuk Siang Sibuk Sore Ruas Jalan o Lalu Lintas Vol V/C Vol V/C Vol V/C ke Daan Mogot Sudirman ke Cikokol Vol. Dua Arah ke Sudirman Veteran ke TMP Taruna Vol. Dua Arah ke Imam Bonjol Perguruan ke Kisamaun Budhi Vol. Dua Arah ke Imam Bonjol Keramat 1 ke Merdeka Vol. Dua Arah ke Teuku Umar Imam Bonjol ke Merdeka Vol. Dua Arah Cimone- Siliwangi Gatot Subroto Siliwangi-Cimone Vol. Dua Arah ke Gatot Subroto Dipati Unus ke Perumnas Vol. Dua Arah ke Gatot Subroto Gajah Tunggal ke Gajah Tunggal Vol. Dua Arah ke Gatot Subroto Telesonik ke Telesonik Vol. Dua Arah ke KH. H.Ashari H. Mansyur ke Gondrong Vol. Dua Arah HOS Cokroaminoto 25 KS Tubun 26 M Toha 27 Kiansantang Batas ke Mencong Mencong ke Batas Vol. Dua Arah ke Bayur ke KS Tubun Vol. Dua Arah ke Kiansantang ke Pasar Baru ke Dua Arah ke M. Toha ke Siliwangi Vol. Dua Arah Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

19 Tabel III.9 Kinerja 29 Ruas Jalan Utama di Kota Tangerang (lanjutan) N Arah Gerakan Sibuk Pagi Sibuk Siang Sibuk Sore Ruas Jalan o Lalu Lintas Vol V/C Vol V/C Vol V/C ke Shinta Teuku Umar ke Imam Bonjol Vol. Dua Arah ke Shinta Beringin ke Perumnas Vol. Dua Arah V/C max V/C min Rata-rata 1, , , Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda 2007 Ada beberapa persimpangan yang sudah menunjukkan masalah atau berpotensi bermasalah di masa depan, diantaranya yaitu : 1. Simpang Sudirman-KH. Hasyim Ashari (Simp. PLN) 2. Simpang Hos Cokroaminoto-Raden Patah (simp. Ciledug) 3. Simpang Husien Sastra Negara Atang Sanjaya (Simp. Rawa Bokor) 4. Simpang Telesonik 5. Simpang Gatot Subroto - Siliwangi 6. Simpang Moh. Toha Prabu Kiansantang 7. Simpang Maulana Hasanudin III.4.4 Komposisi Lalu Lintas Gambar-gambar di bawah ini menjelaskan komposisi kendaraan di dalam lalu lintas kawasan dalam kota. Gambar III. 5 Komposisi Moda di Jl. KH. Hasyim Ashari 26,0% 12,9% 56,0% 1,3% 3,8% Pribadi Angkot Bus Truk Motor Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda

20 Gambar III.6 Komposisi Moda Di Jl. TMP Taruna 49,0% 23,2% 23,3% 1,4% 0,1% 3,0% Pribadi Angkot Elf Bus Truk Motor Sumber: Review Sistem Transportasi Kota Tangerang, Bapeda 2007 Hingga tahun 2005 terdapat kendaraan umum, kendaraan nonumum dan sepeda motor yang tercatat di Kota Tangerang. Penggunaan kendaraan roda dua (sepeda motor) lebih banyak dibanding kendaraan bermotor lainnya karena sepeda motor dianggap oleh masyarakat sebagai sarana yang paling efektif dan efisien, terutama setelah semakin tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan oleh pemerintah. Tabel III.10 Jumlah Kendaraan Domisili Kota Tangerang Tahun No Kendaraan Jenis Tahun Sedan, jeep dan Umum sejenisnya Non Umum Minibus, station wagon Umum dan sejenisnya Non Umum Bus, microbus dan Umum sejenisnya Non Umum Truck, pickup (beban) Umum Non Umum Sepeda motor Non Umum Jumlah roda 4 atau lebih Umum Non Umum Jumlah roda 2 atau lebih Non Umum Jumlah Umum Non Umum Total Kendaraan Sumber: Dishub Kota Tangerang Tahun

21 III.5 Kualitas Udara dan Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Kota Tangerang berdasarkan kriteria ukuran sebuah kota termasuk ke dalam kategori kota metropolitan. Seperti halnya pada kota besar lainnya di Indonesia, permasalahan yang sering timbul adalah menyangkut penurunan kualitas udara yang mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya sehingga pada akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Pencemaran udara selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran udara yaitu sumber bergerak (umumnya kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (umumnya kegiatan industri). Penurunan kualitas udara terjadi akibat masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Pasal 1, PP No. 41/1999). Zat-zat pencemar udara secara umum dapat dibedakan menjadi lima kelompok yaitu Karbon Monoksida (CO), Debu/ partikel (TSP), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Oksida (NO x ), dan Hidrokarbon (HC). 60

22 No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Tabel III.11 Kualitas Udara Ambien di 13 Kecamatan Kota Tangerang Tahun 2008 Satuan Kec. Periuk Kec. Jatiuwung Kec. Cibodas Kec. Karawaci Kec. Neglasari Kec. Benda LOKASI SAMPLING Gd. Puspem Kec. Batuceper Kec. Cipondoh Kec. Pinang Kec. Ciledug Kec. Karang Tengah 1 Sulfur Dioksida 1 jam 900 µg/nm 3 18,6 37,8 37,4 39,9 49,8 37,2 38,0 24, , ,3 35,2 2 Karbon Monoksida 1 jam µg/nm Nitrogen Dioksida 1 jam 400 µg/nm 3 45,0 36,1 21, ,8 25,4 28,4 4 Oksidan 1 jam 235 µg/nm 3 24,0 26, , , ,4 28,4 11,8 14,5 5 Hidrokarbon 3 jam 160 µg/nm 3 86, ,2 132,4 100,5 144, ,6 6 Timah Hitam 24 jam 2 µg/nm 3 0,14 0,15 0,12 0,11 0,22 0,12 0,029 0,025 0,015 0,08 0,012 0,008 0,006 7 Debu 24 jam 230 µg/nm 3 276, Hidrogen Sulfida 1 jam 0,02 ppm < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0,0015 < 0, Amoniak 1 jam 2 ppm 0,006 0,05 0,03 0,14 0,02 0,002 0,006 0,02 0,01 0,06 0,005 0,004 0, Temperatur C 29,9 36,7 33,5 33,5 33,2 31,7 38,8 31,4 31, ,6 37,2 11 Kelembaban % Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, 2008 Kec. Larangan Penurunan kualitas udara ini menjadi masalah karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan salah satunya adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Pada tahun 2006 ada 11 penyakit menular yang diamati di Kota Tangerang dan tercatat sebanyak kasus penyakit ISPA yang muncul paling tinggi dibanding penyakit menular yang lain serta menduduki peringkat pertama dalam 10 besar kasus penyakit yang terjadi di Kota Tangerang. Data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang menunjukkan bahwa dari tahun 2003 hingga tahun 2006 selalu terjadi peningkatan jumlah kasus penderita penyakit ISPA dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), secara umum disebabkan oleh debu dan asap dari kendaraan bermotor. Meningkatnya kasus ISPA ini sejalan dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor (umum dan non-umum). 61

23 Gambar III.5 Jumlah Kasus Penderita Penyakit ISPA Tahun , , , ,000 80,000 60,000 40,000 20, Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2006 Hasil pemantauan (uji emisi) terhadap 472 kendaraan bermotor 320 plat hitam, 78 plat merah, dan 74 plat kuning] di Kota Tangerang tahun 2005 yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang pada 3 (tiga) lokasi yaitu: Plaza Anugrah Ciledug, Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, dan Plaza Sinar Merdeka Mas Cimone, diketahui bahwa: 1. Kendaraan Bermotor Plat Hitam secara total mengandung HC sebesar ppm, CO sebesar 977,19 %, dan Opasitas sebesar 2.716,71 %. 2. Kendaraan Bermotor Plat Merah secara total mengandung HC sebesar ppm, CO sebesar 220 %, dan Opasitas sebesar 62,1%. 3. Kendaraan Bermotor Plat Kuning secara total mengandung HC sebesar ppm dan CO sebesar 490,26%. Dapat dikatakan bahwa dari keseluruhan kendaraan yang diuji (472 sampel kendaraan bermotor) mengandung HC sebesar ppm, CO sebesar 1.687,45 %, dan opasitas sebesar 2.778,81 %. Hasil uji emisi tersebut menunjukkan bahwa hanya 49 persen kendaraan bermotor yang lulus uji emisi, dengan rincian sebagai berikut: Dari 78 kendaraan bermotor plat merah, hanya 58% yang lulus uji emisi Dari 74 kendaraan bermotor plat kuning, hanya 15% saja yang lulus uji emisi Dari 320 kendaraan bermotor plat hitam, 53% yang lulus uji emisi 62

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen MPS yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Tangerang ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penyusunan Buku Putih Sanitasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 23 TAHUN 2000 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

DAFTAR JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI WILAYAH KOTA TANGERANG

DAFTAR JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR DI WILAYAH KOTA TANGERANG I. Jalan TOL II. LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TANGERANG 2012-2032 1 Ruas Jakarta-Tangerang Batas DKI Jakarta Batas Kab. Tangerang

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA TANGERANG BANTEN KOTA TANGERANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan sekaligus kerugian.

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN 7 (TUJUH) KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (asal) sekolah, tempat kerja, dan lain-lain

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG Muhammad Hidayat Jurusan Teknik Planologi, Universitas Esa Unggul Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN 1 2 PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN Tata cara ini merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan tahap demi tahap oleh tim lapangan dalam rangka pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106 o 48 28 107 o 27 29 Bujur Timur dan 6 o 10 6 6 o 30 6 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000, telah ditetapkan provinsi Banten sebagai provinsi baru di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat pembentukan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Jalan raya merupakan salah satu sarana transportasi darat yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam menentukan keberhasilan perkembangan daerah. Kebutuhan akan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang akan dibahas dalam bab ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Teknis Jalan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2011), persyaratan teknis jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan. Sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGARUH PARKIR DI BADAN JALAN TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN KI SAMAUN TANGERANG

IDENTIFIKASI PENGARUH PARKIR DI BADAN JALAN TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN KI SAMAUN TANGERANG IDENTIFIKASI PENGARUH PARKIR DI BADAN JALAN TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN KI SAMAUN TANGERANG Dani Kusmianingrum JurusanTeknik Planologi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jln. Arjuna Utara No. 9, Tol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian integral dari masyarakat. Ia menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG KEPGUB DKI JAKARTA No. 551 TAHUN 2001 Tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan Di Propinsi DKI Jakarta Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta KEPUTUSAN NOMOR 551/2001

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan hunian sudah menjadi hal yang pokok dalam menjalankan kehidupan, terlebih lagi dengan adanya prinsip sandang, pangan, dan papan. Kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa dampak semakin sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat kota akan kesejahteraan, ketentraman, ketertiban

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak 1 TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU () PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya alam hayati yang memiliki peranan fungsi jasa

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA BEKASI Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari 5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia, seperti pergerakan dari rumah (tempat asal) menuju tempat sekolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORTATION

GREEN TRANSPORTATION GREEN TRANSPORTATION DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DIRJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Jakarta 2016 - 23 % emisi GRK dari fossil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I -

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Jalan raya sebagai prasarana transportasi darat membentuk jaringan transportasi yang menghubungkan daerah-daerah sehingga roda perekonomian dan pembangunan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG IV.1 Metode Analisis Untuk mengetahui kebutuhan akan ruang terbuka hijau dalam upaya menurunkan tingkat pencemaran oleh kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Alur Kerja Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Kegiatan III - 1 3.2 Pelaksanaan Survey Lalu Lintas 3.2.1 Definisi Survey Lalu Lintas Survey lalu lintas merupakan kegiatan pokok

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Land Mark Hutan Kota Srengseng Kantor Pemasaran Pedagang/Pembudidaya Embrio/jenis Tanaman i Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang menghubungkan Kecamatan Jalan Cagak dengan Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang. Jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota negara dan sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Menurut Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi (2010), Jakarta mempunyai

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kota Tangerang

Gambaran Umum Kota Tangerang Bab 2 Gambaran Umum Kota Tangerang 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kota Tangerang berada di bagian Timur Provinsi Banten. Secara geografis, wilayah Kota Tangerang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6

Lebih terperinci

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( )

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( ) LAMPIRAN XVI PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR TAHUN TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGGARA TAHUN - No A. Perwujudan Rencana Pola Ruang. Perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci