Oleh : Nopyandri, S.H., LL.M.

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN PRINSIP GOOD ENVIROMENTAL GOVERNANCE DALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. Oleh : Nopyandri 1

OLEH : DR. SURANTO DOSEN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN UMY

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

Good Governance. Etika Bisnis

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

Perwujudan Good Governance di Era Otonomi Daerah

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

GOOD GOVERNANCE DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA *

pengantar : Pelayanan Publik dan Standar Pelayanan Publik (SPP)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

MEWUJUDKAN MASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANG MAJU, SEJAHTERA DAN BERMARTABAT

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

PERANAN MASYARAKAT DESA DI KECAMATAN SILIAN RAYA DALAM PELAKSANAAN (GOOD GOVERNANCE) O l e h : DOLFI AKAY

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN A. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN TAHUN

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

GOOD GOVERNANCE. Sedarnawati Yasni

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

MAKALAH TRANSPARANSI PENGADILAN. Oleh: DR. IBRAHIM, S.H, M.H, LL.M.

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya terdapat berbagai kepentingan negara dan masyarakat sipil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Transkripsi:

33 HAK ATAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KAITANNYA DENGAN PERAN SERTA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH Oleh : Nopyandri, S.H., LL.M. Abstrak Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan salah satu bentuk hak asasi sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 juga diatur bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengaturan mengenai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat juga diimbangi dengan kewajiban masyarakat atas lingkungan hidup. Pengaturan hak dan kewajiban atas lingkungan hidup disertai adanya ruang bagi masyarakat untuk berperanserta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Ada beberapa prinsip good governance yang menjadi dasar bagi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berbasis pada hak, kewajiban dan peran serta masyarakat, yaitu prinsip partisipasi masyarakat, prinsip Transparansi, dan prinsip kesetaraan. Selain itu, dasar bagi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 32 Tahun 2009, yang mengatur mengenai asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah asas partisipatif. Kata Kunci : Hak, Peran, Pengelolaan, lingkungan hidup. A. PENDAHULUAN Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip good governance berarti mendemokrasikan penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan dengan melibatkan kalangan swasta dan masyarakat. Aspek demokrasi ini mencegah dominasi salah satu pihak (utamanya pemerintah) terhadap pihak lain dalam pengelolaan kepentingan publik, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Menurut A.M. Fatwa, salah satu indikator keberhasilan demokrasi adalah adanya kontrol dan transparansi yang dapat menegasikan segala bentuk distorsi dan deviasi. Kontrol yang kuat baik dalam bentuk aturan maupun kebijakan sejatinya memberi efek jera atas berbagai penyimpangan yang terjadi. 1 Demokrasi, menurut A.M. Fatwa, menawarkan koreksi dan introspeksi bagi terciptanyanya clean and good governance melalui seperangkat peraturan dan berbagai kebijakan yang tersedia. 1 AM Fatwa, Demokrasi dan Urgensi Pendidikan Agama, Artikel, Republika, Edisi 18 April 2008

34 Praktik pemerintahan masa lalu, yang mengabaikan prinsip-prinsip good governance telah mendatangkan berbagai kerusakan lingkungan, seperti penggundulan hutan, bencana banjir, maraknya illegal logging, dan lain-lain. Praktik pemerintahan di masa lalu, di satu sisi menutup pintu bagi adanya kontrol terhadap jalannya pemerintahan, dan pada sisi lain tidak transparan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Berdasarkan uraian-uraian di atas, jelaslah kiranya bahwa penerapan prinsip good environmental governance membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dimana pemerintah lebih bersifat terbuka (open government) sehingga memberikan ruang bagi masyarakat untuk dapat berperan serta atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, utamanya yang menyangkut kepentingan masyarakat itu sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip good environmental governance memberikan makna bahwa pengelolaan urusan pemerintahan di bidang sumberdaya alam dan lingkungan diselenggaraan sedemikian rupa dengan dilandasi visi perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Sonny Kerap menegaskan bahwa ada hubungan erat antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mempengaruhi dan menentukan pengelolaan lingkungan hidup yang baik, dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik mencerminkan tingkat penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Tegasnya, tanpa penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sulit mengharapkan akan adanya pengelolaan lingkungan hidup yang baik. 2 Hyronimus Rhiti berpendapat bahwa good governance yang berkaitan dengan aspek pengelolaan lingkungan itu, juga berkaitan dengan pelaksanaan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 3 Menurut Hyronimus, dari 13 (tiga belas) asas umum pemerintahan yang baik, yang berkaitan dengan urusan lingkungan hidup antara lain asas kepastian hukum, keseimbangan, tidak mencampuradukkan kewenangan, keadilan dan kewajaran, menanggapi harapan yang ditimbulkan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. 4 Keterkaitan antara penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dengan masalah pengelolaan lingkungan hidup juga dikemukakan Mas Achmad Santosa 2 A. Sonny Keraf, 2006, Etika Lingkungan, Penerbit KOMPAS, Jakarta 3 Hyronimus Rhiti, 2005, Kompleksitas Permasalahan Lingkungan Hidup, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 48 4 Ibid

35 yang mengambil contoh berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru, yang menurut Achmad Santosa disebabkan pemerintahan tidak memiliki good governance. 5 Akan tetapi, ketiadaan kemauan politik (political will) pemerintah, bukan merupakan satu-satunya faktor kendala dalam mewujudkan good governance, utamanya dalam urusan pengelolaan lingkungan. Lemahnya penerapan good governance selama ini, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru, menurut Mas Achmad Santosa selain tidak ada kehendak politik yang kuat dari pemerintah, kelemahan aktivis lingkungan dalam birokrasi, ornop maupun universitas yang mengkaitkan antara good governance sebagai prasyarat dasar pengelolaan lingkungan hidup yang fektif dengan isu lingkungan yang diadvokasi juga merupakan kendala dalam mewujudkan good governance. 6 Pemahaman yang benar mengenai good governance terutama dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup yang baik, tidak hanya ditekankan pada kemauan politik (political will) pemerintah semata, tetapi diharapkan dari semua unsur masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup. Sebagaimana dikemukakan Achmad Santosa bahwa ketidakpahaman akan keterkaitan good governance dengan isu perlindungan lingkungan juga menyebabkan timbulnya persepsi di kalangan aktivitis hak asasi manusia (aktivis hak-hak sipil dan politik bahwa aktivis lingkungan merupakan aktivis yang berprilaku elitis dan kurang mampu mendorong iklim demokrasi. 7 Terciptanya good governance merupakan prasyarat pokok dari pengelolaan lingkungan hidup yang efektif karena pengelolaan lingkungan hidup yang efektif tergantung pada berfungsinya sistem politik yang menjamin demokrasi dan rule of law. Namun demikian pemerintah yang sudah mampu mewujudkan good governance belum tentu memiliki keperdulian terhadap aspek keberlanjutan ekosistem. Ketidakperdulian ini akan sangat berpengaruh terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang diambilnya, khususnya yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam. Oleh sebab itu pemerintah yang telah mengupayakan terwujudnya good governance masih memerlukan persyaratan tambahan yaitu upaya mengaitkan seluruh kebijaksanaan pembangunan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan ekologis (ecological sustainability). 5 Mas Achmad Santosa, 2001, Good Governance dan Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta, hlm. 97-98 6 Ibid, hlm. 98 7 Ibid.

36 Berdasarkan berbagai pandangan di atas, dapat dirumuskan bahwa penyenggaraan tata pemerintahan memberikan dampak secara langsung terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan menjunjung prinsip-prinsip good governance akan membawa implikasi terjadinya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang baik pula. Sebaliknya, penyelenggaraan pemerintahan yang buruk (bad governance) pada akhirnya akan membawa pengaruh bagi pengelolaan lingkungan hidup yang tidak baik. Dengan kata lain, pengelolaan lingkungan hidup yang baik sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh tata pemerintahan yang baik di bidang lingkungan hidup (good environmental governance). B. PEMBAHASAN 1. Hak dan Kewajiban Masyarakat Atas Lingkungan Hidup Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur hak-hak masyarakat terhadap lingkungan hidup ataupun terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 65 mengatur adanya lima hak atas lingkungan hidup, yaitu 1. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. 2. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 3. Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. 4. Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

37 5. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pengaturan hak atas lingkungan hidup telah dirumuskan sejak era Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UULH). Dalam Pasal 5 ayat (1) UULH dinyatakan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengaturan mengenai hak atas lingkungan hidup ini juga dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH). Padal Pasal 5 ayat (1) UUPLH, hak tersebut dipertegas menjadi hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengaturan hak atas lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 diikuti pengaturan kewajiban terhadap lingkungan hidup. Pasal 67 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Ketentuan Pasal 67 memuat dua kewajiban bagi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu (1) kewajiban untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan (2) kewajiban mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 angka 6 bermakna rangka upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Apabila rumusan Pasal 1 angka 6 ini dihubungkan dengan kewajiban sebagaimana diatur pada Pasal 67, maka dapat dimaknai bahwa setiap orang mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Adapun bentuk kewajiban kedua sebagaimana dimaksud pada pasal 67 yaitu mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, bertalian dengan upaya untuk tidak membiarkan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan. Pasal 1 angka angka 14 memberikan pengertian mengenai pencemaran lingkungan hidup, yaitu masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, Kerusakan lingkungan hidup, sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 angka 17 diartikan sebagai perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,

38 dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui batas kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Mengkaitkan antara hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dengan kewajiban untuk memelihara fungsi lingkungan hidup serta kewajiban untuk mengendalikan lingkungan hidup, dapat dimaknai bahwa adanya keseimbangan dan keselarasan antara hak dan kewajiban masyarakat atas lingkungan hidup. Lingkungan hidup tidak akan menjadi baik dan sehat ketika masyarakat tidak memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta berupaya untuk mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Dalam rangka tuntutan hak dan kewajiban terhadap lingkungan hidup ini, maka masyarakat tidak boleh diam atau pasif terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karenanya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, masyarakat harus berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2. Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 menekankan perlindungan dan pengelolaan berdasarkan asas partisipatif. Asas yang termuat pada Pasal 2 huruf k sebagaimana diuraikan pada Penjelasan Pasal 2 bermakna bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pasal 70 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur mengenai hak masyarakat untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 70 ayat (1) menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan, dan/atau penyampaian informasi atau laporan. Peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dalam rangka: 1. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan. 3. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.

39 4. Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. 5. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. 3. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Konteks Otonomi Daerah Essensi otonomi daerah adalah kemandirian. 8 Daerah mandiri mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadi urusan rumah tangga daerah. Ditambahkan oleh Jimly bahwa otonomi daerah berarti otonomi masyarakat di daerah-daerah yang diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang keprakarsaan dan kemandiriannya. Jika kebijakan otonomi daerah tidak dibarengi dengan peningkatan kemandirian dan keprakarsaan masyarakat di daerah-daerah sesuai tuntutan alam demokrasi, maka praktikpraktik kekuasaan yang menindas seperti yang dialami sistem lama yang terdesentralisasi, akan tetap muncul dalam hubungan antara pemerintahan di daerah dengan masyarakatnya. Momentum otonomi daerah dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya. Untuk itu yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah adalah melakukan perbaikan lembaga (institusional reform), perbaikan sistem manajemen keuangan publik, dan reformasi manajemen publik. 9 Untuk memperkuat perubahan itu, perlu diciptakan suatu pemerintahan yang lebih baik. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, prinsip otonomi daerah menggunakan otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran sertai, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, dua hal mendasar yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah peningkatan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan daerah berarti memberikan kesempatan yang hlm. 244 8 Bagir Manan. 2002, Menyongsong Fajar Otonomi daerah, Cetakan Kedua, UII Pers, Yogyakarta, 9 Mardiasmo., 2004, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta, hlm. 11

40 seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Ini juga memberikan pengertian bahwa masyarakat tidak selalu ditempatkan sebagai objek atau sasaran pembangunan sebagaimana yang terjadi selama ini. Pemberdayaan masyarakat berarti menjadikan masyarakat sebagai bagian dari pelaku (subjek) pembangunan. Menurut Harry Sabarno, pemberdayaan masyarakat berarti memberikan kewenangan atau pendelegasian wewenang. 10 Salah satu bukti meningkatnya wujud pemberdayaan masyarakat adalah partisipasi masyarakat daerah terhadap penyelenggaraan pemerintahan. 11 Upaya peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai muara dari penyelengaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah sangat ditentukan banyak faktor, diantaranya ketepatan arah kebijakan daerah yang disusun berdasarkan perencanaan pembangunan daerah serta kesesuaian pelaksanaan kebijakan pembangunan daerah dengan rencana pembangunan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penyusunan dan penetapan perencanaan pembangunan daerah akan menimbulkan dampak langsung terhadap masyarakat, baik dampak positif maupun negatif. Jika selama ini penyusunan rencana pembangunan daerah hanya dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan unsur masyarakat secara terbatas, kedepan keterlibatan masyarakat untuk berpen serta dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dalam arti luas termasuk penyusunan perencanaan pembangunan harus diberi ruang yang seluas-luasnya. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bukan semata-mata sebagai bentuk penerapan UUPD secara menyeluruh dan konsisten, lebih daripada itu tinggi rendahnya partisipasi masyarakat pada akhirnya akan turut menentukan efektif atau tidaknya penerapan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara, antara lain: perlindungan hak konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman, dan kepentingan umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik 10 Hari Sabarno, 2007, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 40 11 Hari Sabarno, ibid, hlm. 41

41 Indonesia, dan pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional. Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah. Menurut Widjaja, urusan yang secara nyata ada sebagaimana dimaksud dalam UUPD, adalah urusan yang sesuai dengan kondisi dan kehasan serta potensi yang dimiliki, antara lain pertambangan, perikanan, perkebunan, kehutanan, pariwisata. 12 Undang-undang Pemerintahan Daerah memberikan urusan pemerintahan yang banyak kepada daerah sehingga Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang besar dalam melaksanakan pembangun daerah. Akan tetapi yang harus dicermati bahwa kewenangan daerah yang semakin besar tanpa dibarengi dengan pemahaman yang benar tentang otonomi daerah, dapat dipastikan akan memunculkan berbagai sikap egoisme daerah yang semakin tinggi yang dapat menurunkan solidaritas daerah dan merangsang munculnya konflik kedaerahan. 13 Upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam lingkungan pemerintah daerah, sangat dimungkinkan berdasarkan Undangundang Pemerintahan Daerah yang mengharuskan adanya partisipasi masyarakat. Pentingnya pemerintahan yang baik, oleh karena penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan menentukan sejauh mana tujuan penyelenggaraan pemerintahan itu bisa tercapai. 14 Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, mensyaratkan beberapa hal, yaitu: pertama, penyelenggaraan pemerintahan yang baik mensyaratkan agar pemerintah itu sendiri benar-benar efektif dalam memerintah. Sebab, selama pemerintah lemah dan tidak efektif, kekuasaan pemerintah bisa menjadi bulan-bulanan dan menjadi alat permainan kepentingan kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Kedua, untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pemerintah harus patuh terhadap aturan hukum yang berlaku. Hal ini berarti bahwa setiap penyelenggara pemerintahan harus menjadi contoh yang baik dalam mematuhi hukum. Tanpa kepatuhan terhadap hukum, tidak akan ada kepastian hukum, dan selama tidak ada kepastian hukum tidak mungkin bisa dijamin ada penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Ketiga, Pemerintah harus menegakan 12 HAW Widjaja, 2005, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 167 13 Abdul Gaffar Karim, 2003, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar dan Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM, Yogyakarta, hlm. 124. 14 A.Sonny Keraf, 2006, Etika Lingkungan, Penerbit KOMPAS, Jakarta, hlm. 191

42 aturan hukum untuk menjamin kepentingan bersama seluruh rakyat. Hal ini berarti bahwa pemerintah dituntut untuk bertindak netral dan adil dalam memperlakukan semua orang sama di hadapan hukum dan berdasarkan hukum yang berlaku. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dengan melanggar hukum untuk kepentingan kelompok tertentu secara tidak sah. Keempat, demi menjamin semua hal tersebut, perlu adanya perangkat-perangkat kelembagaan demokrasi yang berfungsi secara efektif Governance dikatakan baik apabila sumber daya publik (public resources) dan masalah-masalah publik (public affairs) dikelola secara efektif, efisien dan partisipatif. Efektifitas, efisien, dan partisipatif dalam pengelolaan sumber daya publik, menuntut iklim demokrasi yang sehat yang didasarkan pada prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Perwujudan iklim demokrasi yang sehat menuntut penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka (open government). Dengan demikian, maka konsep good governance telah membawa perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dimana paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang benar adalah pemerintah memerintah berdasarkan aspirasi dan kehendak masyarakat. 15 Ini berarti bahwa pemerintah tidak lagi menjadi pihak tunggal dalam pengaturan dan penyelenggaraan pemerintahan tetapi senantiasa melibatkan pihak lain yaitu swasta dan masyarakat, yang merupakan unsur atau elemen good governance. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip good governance berarti menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan dengan menjunjung prinsip-prinsip good governance sebagaimana telah diuraikan di atas. Pertama: Prinsip Partisipasi Masyarakat. Berdasarkan prinsip ini semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Kedua: Prinsip Tegaknya Supremasi hukum. Menurut prinsip ini, kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. 15 Ibid, hlm. 192

43 Ketiga: Prinsip Transparansi. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Penerapan prinsip keterbukaan (transparency) merupakan suatu keharusan sebagai bentuk open governance yang memudahkan bagi swasta dan masyarakat untuk mengakses berbagai informasi mengenai perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Kemudahan dalam melakukan akses informasi memungkinkan swasta dan masyarakat dapat lebih maksimal dalam menggunakan hak untuk berperan serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Keempat: Prinsip Peduli pada Stakeholder. Menurut prinsip ini lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Kelima: Prinsip Berorientasi pada konsensus. Bahwasanya tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik nagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, consensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Keenam: Prinsip kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Ketujuh: Prinsip Efektif dan efisien. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Kedelapan: Prinsip Akuntabilitas. Para pengambil keputusan di pemerintahan, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan; dan Kesembilan: Prinsip Visi strategis, dimana para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. C. PENUTUP Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan salah satu bentuk hak asasi sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

44 juga diatur bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengaturan mengenai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat juga diimbangi dengan kewajiban masyarakat atas lingkungan hidup. Pengaturan hak dan kewajiban atas lingkungan hidup disertai adanya ruang bagi masyarakat untuk berperanserta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan prinsip-prinsip good governance sebagaimana telah diuraikan di atas, ada beberapa prinsip yang menjadi dasar bagi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berbasis pada hak, kewajiban dan peran serta masyarakat, yaitu prinsip partisipasi masyarakat, prinsip Transparansi, dan prinsip kesetaraan. Selain berdasarkan prinsip-prinsip good governance, dasar bagi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 32 Tahun 2009, yang mengatur mengenai asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah asas partisipatif. DAFTAR PUSTAKA A.Sonny Keraf, 2006, Etika Lingkungan, Penerbit KOMPAS, Jakarta Abdul Gaffar Karim, 2003, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar dan Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM, Yogyakarta AM Fatwa, Demokrasi dan Urgensi Pendidikan Agama, Artikel, Republika, Edisi 18 April 2008 Bagir Manan. 2002, Yogyakarta Menyongsong Fajar Otonomi daerah, Cetakan Kedua, UII Pers, HAW Widjaja, 2005, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Rajawali Pers, Jakarta Hyronimus Rhiti, 2005, Kompleksitas Permasalahan Lingkungan Hidup, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Mardiasmo., 2004, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta Mas Achmad Santosa, 2001, Good Governance dan Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta