BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN ALE (AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT) NASIONAL

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI

ANALISIS AKURASI PEMETAAN FREKUENSI KRITIS LAPISAN IONOSFER REGIONAL MENGGUNAKAN METODE MULTIQUADRIC

Manajemen Frekuensi Data Pengukuran Stasiun Automatic Link Establishment (ALE) Riau

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

Diterima 6 September 2012; Disetujui 15 November 2012 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran berkomunikasi radio sangat ditentukan oleh keadaan lapisan E

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI HF TINGKAT PROVINSI DI INDONESIA SELAMA AWAL SIKLUS MATAHARI MINIMUM 25

RISET IONOSFER REGIONAL INDONESIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP SISTEM KOMUNIKASI DAN NAVIGASI MODERN

EXECUTIVE SUMMARY PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA (IPKPP) TAHUN ANGGARAN 2012

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

Jiyo Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

IMPLEMENTASI PROGRAM APLIKASI UNDUH FILE DATA REAL TIME INDEKS T GLOBAL UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PENELITIAN

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

NEAR REAL TIME SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PEMANTAU CUACA ANTARIKSA

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI

LAPISAN E IONOSFER INDONESIA

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF Di LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Varuliantor Dear 1 dan Gatot Wikantho Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 8 Maret 2014; Disetujui 14 Juni 2014 ABSTRACT

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

Jiyo Peneliti Fisika Magnetosferik dan Ionosferik, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

OPTIMALISASI PENGAMATAN DATA UJI KOMUNIKASI RADIO DENGAN MEMANFAATKAN PERANGKAT LUNAK PrintKey 2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

ANALISIS PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF DAN RADIUS DAERAH BISU

LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

UJI COBA PAKET PROGRAM HamPAL UNTUK PENGIRIMAN DATA MENGGUNAKAN RADIO KOMUNIKASI HF

PENGAMATAN KUAT SINYAL RADIO MENGGUNAKAN S METER LITE

Diterima 6 Maret 2015; Direvisi 18 Maret 2015; Disetujui 17 April 2015 ABSTRACT

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

KOMUNIKASI RADIO HIGH FREQUENCY JARAK DEKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sri Suhartini 1, Irvan Fajar Syidik, Slamet Syamsudin Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 15 Februari 2014; Disetujui 17 April 2014

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

SISTEM PENGOLAH PREDIKSI PARAMETER KOMUNIKASI RADIO

PERAN LAPISAN E IONOSFER DALAM KOMUNIKASI RADIO HF

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

ANALISIS FENOMENA LAPISAN IONOSFER TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Revisi ke 06 Tanggal : 24 Desember 2013

PEDOMAN RADIO KOMUNIKASI KEBENCANAAN

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK DINAS BERGERAK

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

Revisi ke : 03 Tanggal : 12 Agustus 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MEMBANGUN KAPASITAS DAERAH SLEMAN UNTUK MITIGASI BENCANA DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI UAV

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

LAPORAN KEMAJUAN KEGIATAN PKPP

INTEGRASI POTENSI LAPAN DENGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KEDIRGANTARAAN NASIONAL

KERTAS KERJA RKA-KL RINCIAN BELANJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2013

LAPORAN KEMAJUAN (sd MEI 2012)

ANALISIS PENENTUAN FREKUENSI KERJA KOMUNIKASI RADIO HF SIRKIT PEKANBARU-WATUKOSEK BERBASIS JARINGAN SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE)

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

Proof of Concept Platform SPBP Sebagai Layanan Penyajian Data Penginderaan Jauh yang Cepat dan Mudah Untuk Seluruh Pemerintahan Provinsi

Jl. Ganesha No. 10 Bandung Indonesia **) Pusat Sains Antariksa

LAPORAN KEMAJUAN PKPP 2012 TAHAP PERTAMA REKAYASA TRACKING VIDEO ROKET SAAT UJI TERBANG

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

PERANCANGAN DISASTER RECOVERY CENTER (DRC) BERDASARKAN ISO (STUDI KASUS: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung)

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tamb

Teknologi Automatic Vehicle Location (AVL) pada Sistem Komunikasi Satelit

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

RENCANA STRATEGIS TAHUN PUSAT SAINS ANTARIKSA

[ PTLWB - BPP Teknologi ] 2012

: Unit ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam mengelola tanggap darurat search and rescue (SAR)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT

Revisi ke 04 Tanggal : 24 Desember 2013

DIRGANTARA VOL. 10 NO. 3 SEPTEMBER 2009 ISSN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI STASIUN TETAP DENGAN STASIUN BERGERAK Jiyo

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

[ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia] 2012

REVISI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

KOMUNIKASI DATA MENGGUNAKAN RADIO HF MODA OLIVIA PADA SAAT TERJADI SPREAD-F

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Selain pendataan korban, komunikasi merupakan satu masalah utama dalam menghadapi bencana (Kompas, 9 November 2009). Oleh karenanya komunikasi pada saat menghadapi bencana merupakan permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Dalam kondisi darurat seperti pada saat terjadi bencana alam, seringkali infrastruktur komunikasi juga ikut rusak dan terganggu. Bahkan di negara maju seperti Jepang pun terjadi hal yang sama. Ketika terjadi gempa besar pada bulan Maret 2011 yang lalu, layanan seluler di negara itu juga terganggu (Kompas, 11 Maret 2011). Pada saat terjadi kondisi darurat seperti ini, maka komunikasi radio High Frequency (HF, 3-30 MHz) dan Very High Frequency (VHF) rendah (30-50 MHz) menjadi sarana komunikasi andalan. Hingga kini telah diketahui bahwa keberhasilan komunikasi HF dan VHFrendah dipengaruhi oleh perubahan lapisan ionofer. Gelombang radio pada pita HF dan VHF-rendah dapat mencapai jarak yang jauh karena pemantulan oleh lapisan ionosfer. Jadi perubahan lapisan ionosfer akan mempengaruhi kemampuan pantul lapisan ini terhadap gelombang radio HF dan VHF-rendah. Untuk itu, maka langkah yang dapat dilakukan adalah: (i) adaptasi menggunakan data hasil pengamatan atau dari model ionosfer, dan/atau (ii) atau evaluasi kanal real time menggunakan perangkat adaptif seperti sistem Automatic Link Establishment (ALE). Pengamatan ionosfer regional Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1981/1982 hingga sekarang. Saat ini terdapat 5 stasiun pengamatan ionosfer yaitu di Biak, Pontianak, Kototabang, Pameungpeuk, dan Sumedang. Data mentah (ionogram) dari stasiun Pontianak dan Sumedang telah dapat diperoleh di Bandung secara hampir (kuasi) real time. Model ionosfer regional juga telah dikembangkan, seperti misalnya, Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Indonesia (MSILRI) (Muslim, dkk, 2007) yang dapat digunakan untuk menyediakan peta (prediksi) frekuensi kritis lapisan ionosfer (fof2) regional yang telah ditayangkan melalui situs web www.dirgantara-lapan.or.id. Selain itu juga 1

telah dibangun stasiun ALE di Bandung, Watukosek, dan Pontianak yang dapat menghasilkan informasi kanal yang dapat digunakan pada sirkit Bandung- Watukosek-Pontianak (Dear, dkk, 2011). Data kondisi propagasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk bahan evaluasi kanal frekuensi secara real time bagi jaringan stasiun radio di Jawa-Kalimantan. Data hasil pengamatan dari stasiun, data prediksi menggunakan model, ataupun data kondisi propagasi dari jaringan ALE dapat dikemas dan disampaikan kepada operator komunikasi radio, khususnya untuk keperluan tanggap darurat. Data ionosfer real time ataupun hasil prediksi menggunakan model dapat disajikan dalam bentuk peta. Peta dan data dari jaringan ALE dapat dikemas untuk mendukung komunikasi radio untuk keperluan koordinasi pada saat penanggulangan bencana. 2. Pokok Permasalahan Komunikasi radio HF atau VHF mempunyai peranan penting dalam penanggulangan dampak bencana alam. Keberhasilan komunikasi radio pada pita frekuensi ini bergantung kepada kemampuan pantul lapisan ionosfer. Dengan demikian diperlukan langkah adaptasi untuk menyesuaikan kanal frekuensi dengan kemampuan pantul lapisan ionosfer pada saat itu. Hingga kini, pemanfaatan informasi kemampuan pantul lapisan ionosfer untuk mendukung komunikasi tanggap darurat masih sangat sedikit. Upaya pengemasan dan pemanfaatan informasi kemampuan pantul lapisan ionosfer regional Indonesia baru dalam tahap permulaan. Perangkat untuk adaptasi kanal frekuensi dengan lapisan ionosfer sudah dikembangkan salah satunya adalah ALE yang sudah menyatu dengan perangkat radio komunikasi. Namun demikian, tidak semua perangkat radio komunikasi dilengkapi dengan sistem ALE. Hingga saat ini perangkat radio dengan sistem ALE masih relatif mahal harganya. Meskipun perangkat komunikasi radio dengan sistem ALE telah tersedia, namun masih banyak operator komunikasi radio yang belum menggunakannya, yang disebabkan kurangnya pemahaman. Dari telaah yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat peluang mendapatkan informasi dari sistem ALE melalui jaringan ALE global (HF-Link). 2

Seperti telah disinggung di depan, hingga saat ini sudah terdapat 3 stasiun ALE yang tergabung dalam jaringan HF-Link (Bandung, Watukosek, dan Pontianak). Dengan 3 stasiun ini masih belum bisa mencakup wilayah Nusantara, sehingga masih perlu ditambahkan lagi beberapa stasiun ALE. Hal ini telah direncanakan dalam program in-house di Pusat Sains Antariksa. Meski demikian, masih perlu dibangun suatu perangkat untuk menyebarluaskan hasil pengamatan jaringan ALE dimaksud dan kegiatan diseminasinya kepada operator komunikasi radio. Selain perangkat ALE, informasi kondisi ionosfer regional juga dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam melakukan evaluasi kanal frekuensi. Informasi kondisi ionosfer yang dapat digunakan untuk evaluasi kanal frekuensi adalah frekuensi minimum (fmin), frekuensi maksimum (fof2), dan ketinggian (h F), yang telah dikemas dalam bentuk peta ionosfer regional (www.dirgantaralapan.or.id). Dengan langkah dan perumusan tertentu, informasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan status suatu kanal frekuensi untuk sirkit komunikasi tertentu (Jiyo, dkk, 2011). Namun demikian, modul untuk menentukan status kanal frekuensi tersebut masih perlu didiseminasikan kepada operator komunikasi radio. Selain itu, kemampuan modul tersebut perlu ditingkatkan dengan meningkatkan fiturnya. 3. Maksud dan Tujuan Tujuan dari riset ini adalah membangun sistem terpadu pemanfaatan informasi kondisi ionosfer regional dan informasi kondisi propagasi dari jaringan ALE untuk mendukung komunikasi tanggap darurat. Sasarannya tersedia minimal satu server EKRT di kantor Lapan dan satu perangkat displai informasi kondisi ionosfer regional dan kondisi propagasi komunikasi radio di kantor Basarnas. 4. Metodologi Pelaksanaan Metodologi pelaksanaan litbang meliputi penentuan metode prediksi, penentuan metode pemetaan, integrasi antara server dengan peralatan pengamatan, pengembangan software untuk evaluasi kanal frekuensi dan pembuatan modul sebagai bahan untuk diseminasi. Metode prediksi frekuensi kritis lapisan ionosfer (fof2) diturunkan berdasarkan perubahan nilainya dalam sehari (gradien fof2). 3

Kegiatan pengembangan ini dilakukan terutama di Bandung dan Jakarta. Di Bandung kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan di Pusat Sains Antariksa. Sementara di Jakarta kegiatannya dilakukan di kantor Badan SAR Nasional (BASARNAS). Kegiatan pendukung meliputi instalasi perangkat ALE di stasiun baru di Bukittinggi, Manado, Kupang, Biak,dan Yogyakarta; kegiatan seminar di Surabaya atau Malang, Jawa Timur; serta kegiatan koordinasi di Jakarta. Fokus kegiatannya adalah meningkatkan kemampuan paket program Evaluasi Kanal Real Time (EKRT) sebagai perangkat utama penyedia informasi; membangun satu server dan satu displai kondisi ionosfer regional; dan melakukan diseminasi untuk operator komunikasi radio di lingkungan BASARNAS. Dalam rangka meningkatkan kemampuan paket program EKRT, maka bentuk kegiatan yang dilakukan adalah penelitian tentang prediksi jangka pendek parameter ionosfer regional, penentuan dan uji verifikasi metode pemetaan, pengembangan software, dan pengolahan data. Penyiapkan server sebagai tempat pengolahan informasi dilakukan dengan membuat software pendukung untuk mengintegrasikan data yang diperoleh dari perangkat ionosonda dan ALE dengan server tersebut. Informasi yang dihasilkan oleh server akan ditayangkan pada perangkat displai yang ditempatkan di kantor BASARNAS. Diseminasi dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis bagi operator komunikasi radio di lingkungan BASARNAS dengan materi yang dituangkan dalam bentuk modul, software interaktif, dan SOP (Standard Operation Procedure) penggunaan informasi yang disediakan oleh perangkat displai. Bentuk yang dilakukan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan adalah: (1) Peningkatan kemampuan dan fitur paket program Evaluasi Kanal Real Time (EKRT), yanga meliputi pembuatan software pemataan untuk parameter fmin, fof2, dan h F; penelitian metode prediksi jangka pendek (jam-an, harian) berdasarkan gradien fof2; dan pembuatan software untuk penambahan fitur EKRT. (2) Integrasi informasi kondisi propagasi dari jaringan ALE yang terdiri dari stasiun ALE Bandung, stasiun ALE Watukosek, dan stasiun ALE Pontianak, serta stasiun ALE lainnya (Kupang, Manado, Biak, Kototabang, dan Yogyakarta). 4

(3) Pembangunan satu server sebagai pusat informasi kondisi ionosfer (peta: fmin, fof2, h F) dan kondisi propagasi (ALE) menggunakan perangkat yang telah ada di Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi. Kemudian pembuatan software pengolahan data (pemetaan) dan integrasi dengan jaringan internet akan dibuat dalam penelitian ini. (4) Pembangunan satu sistem displai yang akan ditempatkan di Pusat Data dan Informasi Badan SAR Nasional di Jakarta. Perangkat kerasnya (komputer dan monitor) akan digunakan perangkat yang sudah ada di Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi. Software untuk integrasi data dan displai akan dibuat dalam kegiatan ini. (5) Penyusunan modul untuk diseminasi dalam bentuk sebuah buku. Modul ini akan digunakan sebagai bahan pelatihan bagi operator komunikasi radio di lingkungan BASARNAS. (6) Pembuatan1 paket software interaktif sebagai sarana simulasi dalam pelaksanaan diseminasi. (7) Melakukan diseminasi hasil riset ini untuk operator komunikasi radio di Badan SAR Nasional. 5

BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Tahapan pelaksanaan kegiatan dalam rangka pencapaian target adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan kemampuan dan fitur paket program EKRT meliputi: (a) membuat software pemataan untuk parameter fmin, fof2, dan h F lapisan ionosfer regional; (b) penelitian metode prediksi jangka pendek (jam-an, harian) berdasarkan gradien fof2; dan (c) pembuatan software untuk penambahan fitur EKRT. (2) Mengintegrasikan informasi kondisi propagasi dari jaringan ALE yang terdiri dari stasiun ALE Bandung, stasiun ALE Watukosek, dan stasiun ALE Pontianak, serta stasiun ALE lainnya (Kupang, Manado, Biak, Kototabang, dan Yogyakarta). (3) Membangun satu server sebagai pusat informasi kondisi ionosfer (peta: fmin, fof2, h F) dan kondisi propagasi (ALE) menggunakan perangkat yang telah ada di Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi. Kemudian pembuatan software pengolahan data (pemetaan) dan integrasi dengan jaringan internet akan dibuat dalam penelitian ini. (4) Membangun satu sistem displai yang akan ditempatkan di Pusat Data dan Informasi Badan SAR Nasional di Jakarta. Perangkat kerasnya (komputer dan monitor) akan digunakan perangkat yang sudah ada di Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi. Software untuk integrasi data dan displai akan dibuat dalam kegiatan ini. (5) Menyusun modul untuk diseminasi dalam bentuk sebuah buku. Modul ini akan digunakan sebagai bahan pelatihan bagi operator komunikasi radio di lingkungan BASARNAS. (6) Membuat 1 paket software interaktif sebagai sarana simulasi dalam pelaksanaan diseminasi. 6

(7) Melakukan diseminasi hasil riset ini untuk operator komunikasi radio di lembaga potensi SAR (Basarnas, TNI, POLRI, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan lain-lain).rincian tahapan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian target output, 2. Pengelolaan Administrasi Manajerial Dari jumlah anggaran yang direncanakan sebesar Rp. 250.000.000, hingga bulan September 2012 jumlah anggaran yang diserap mencapai 81% atau sejumlah Rp. 202.540.250. Penyerapan anggaran perjalanan hanya mencapai hampir sepertiga dari jumlah anggaran yang direncanakan. Hal ini terjadi terkait dengan mekanisme pencairan anggaran. Anggaran baru bisa dicairkan oleh pengelola di lembaga setelah pelaksanaan perjalanan. Padahal biaya perjalanan ini cukup besar sehingga memerlukan dana talangan terlebih dahulu. Karena keterbatasan dana talangan, maka realisasi perjalanan menjadi lambat. Tabel 2-1. Perencanaan Anggaran No. Uraian Jumlah (Rp) 1 Gaji dan Upah 150.240.000 2 Bahan Habis Pakai 14.205.000 3 Perjalanan 82.135.000 4 Lain-lain 3.420.000 Jumlah biaya tahun yang diusulkan 250.000.000 Tabel 2-2. Realisasi Anggaran. No. Uraian Jumlah (Rp) 1 Gaji dan Upah 152.430.000 2 Bahan Habis Pakai 17.620.000 3 Perjalanan 31.690.000 4 Lain-lain 800.250 Jumlah realisasi biaya 202.540.250 7

Aset yang dihasilkan hingga saat ini berupa paket program EKRT dalam server yang dioperasikan di Pusat sains Antariksa dengan biaya operasi dibebankan kepada Pusat Sains Antariksa. Di dalam server EKRT terdapat metode prediksi, metode pemetaan parameter ionosfer, dan software pendukung lainnya. Aset lainnya adalah makalah ilmiah yang sudah terbit dalam jurnal atau prosiding seminar dan yang masih dalam bentuk draft. Aset lainnya berupa modul pelatihan, baik yang berupa buku maupun dalam bentuk software interaktif. 8

BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Hingga bulan September 2012 perkembangan kegiatan penelitian dan pengembangan telah dilaksanakan. Peningkatan kemampuan fitur paket program EKRT telah dilakukan dengan menambahkan menu-menu tambahan yang akan mempermudah penggunaan. Metode prediksi jangka pendek dari fof2 telah dilakukan menggunakan data pengamatan dari Tanjungsari dan Biak dalam kurun waktu lebih dari satu siklus matahari (~ 11 tahunan). Konstanta metode prediksi yang dihasilkan seperti pada Tabel 3-1. Tabel 3-1. Persamaan metode prediksi jangka pendek. Bulan Waktu Sumedang Biak 06-13 f=0,007t 2-0,262t+1,473 f=0,034t 2-0,489t+1,714 Januari 14-21 f=0,003t 2-0,015t-0,180 f=0,009t 2-0,100t-0,191 22-05 f=0,031t 2 +0,039t-0,615 f=0,013t 2 +0,170t-0,663 06-13 f=0,016t 2-0,338t+1,607 f=0,043t 2-0,597t+2,004 Februari 14-21 f=0,001t 2-0,057t-0,025 f=0,001t 2-0,016t-0,225 22-05 f=0,023t 2 +0,140t-0,806 f=0,024t 2 +0,114t-0,762 06-13 f=0,024t 2-0,438t+1,887 f=0,051t 2-0,666t+2,071 Maret 14-21 f=0,003t 2-0,024t-0,138 f=0,010t 2-0,038t-0,168 22-05 f=0,041t 2 +0,011t-0,655 f=0,041t 2 +0,050t-0,808 06-13 f=0,036t 2-0,545t+2,018 f=0,062t 2-0,767t+2,199 April 14-21 f=0,008t 2-0,119t-0,098 f=0,005t 2-0,097t-0,083 22-05 f=0,046t 2 +0,115t-0,798 f=0,014t 2 +0,284t-0,969 06-13 f=0,051t 2-0,707t+2,243 f=0,053t 2-0,668t+1,924 Mei 14-21 f=0,009t 2-0,103t-0,228 22-05 f=0,041t 2 +0,276t-1,047 f=0,019t 2-0,181t-0,068 06-13 f=0,045t 2-0,657t+2,176 f=0,047t 2-0,610t+1,755 Juni 14-21 f=0,012t 2-0,094t-0,341 22-05 f=0,041t 2 +0,223t-0,845 f=0,037t 2-0,242t-0,098 9

Tabel 3-1 (lanjutan). Persamaan metode prediksi jangka pendek. Bulan Waktu Sumedang Biak 06-13 f=0,055t 2-0,726t+2,018 f=0,059t 2-0,754t+2,133 Juli 14-21 f=0,009t 2-0,100t-0,224 22-05 f=0,018t 2 +0,380t-1,135 f=0,003t 2-0,069t-0,235 06-13 f=0,053t 2-0,713t+2,252 f=0,066t 2-0,843t+2,396 Agustus 14-21 f=0,011t 2-0,130t-0,140 22-05 f=0,020t 2 +0,349t-1,043 f=0,002t 2-0,021t-0,282 06-13 f=0,033t 2-0,484t+1,679 f=0,052t 2-0,660t+1,880 September 14-21 f=0,006t 2-0,122t-0,030 22-05 f=0,008t 2 +0,432t-1,166 f=0,013t 2-0,035t-0,228 06-13 f=0,006t 2-0,092t+1,055 f=0,215t 2 +2,606t-6,603 Oktober 14-21 f=0,002t 2-0,083t-0,048 f=0,005t 2-0,008t-0,140 22-05 f=0,015t 2 +0,214t-0,842 f=0,007t 2 +0,352t-1,101 06-13 f=0,010t 2-0,040t+0,887 f=0,010t 2-0,010t+0,539 November 14-21 f=0,000t 2-0,060t-0,026 f=0,001t 2-0,016t-0,273 22-05 f=0,017t 2 +0,110t-0,675 f=0,008t 2 +0,247t-0,785 06-13 f=0,002t 2-0,140t+1,182 f=0,013t 2-0,270t+1,168 Desember 14-21 f=0,000t 2-0,056t-0,085 f=0,002t 2-0,035t-0,274 22-05 f=0,027t 2 +0,051t-0,632 f=0,004t 2 +0,284t-0,880 Kemudian integrasi antara perangkat ALE dengan server EKRT juga telah dilakukan. Satu server EKRT telah dibangun di Pusat Sains Antariksa di Bandung dan telah memuat software aplikasi yang diperlukan. Tampilan server ini seperti pada Gambar 3-1 berikut. 10

Gambar 3-1. Tampilan/fitur software EKRT. Pembuatan makalah ilmiah terkait yang dilakukan dan telah diterbitkan sebanyak 2 makalah (prosiding EECCIS). Satu draft makalah ilmiah tentang metode pemetaan Multiquadric juga sedang disusun. Berdasarkan galat (error) relatif dari fof2, jarak antara titik rujukan dengan titik uji mempengaruhi tingkat ketelitian metode ini (Gambar 3-2(a)). Kemudian jumlah titik rujukan (konfigurasi) juga menentukan kecocokan berdasarkan gradien persamaan linear yang menghubungkan fof2-peta dengan fof2-pengamatan (Gambar 3-2(b)). Perkiraan jumlah makalah ilmiah terkait yang dapat disusun dan dipublikasikan minimal 5 makalah. (a) (b) Gambar 3-2. Grafik uji verifikasi metode Multiquadric. Pembuatan paket program (software) telah dilakukan dan telah menghasilkan: software EKRT V.2 (Gambar 3-3(a)), software pendukung untuk server LAPAN guna memroses pembuatan peta propagasi (koneksitas) antar stasiun ALE (Gambar 2-3(b)), software untuk data (Link Quality Analisys, LQA) 11

logger untuk stasiun ALE (Gambar 3-3(c)), dan software pemetaan menggunakan metode MQ (Gambar 3-3(d)). Satu perangkat untuk server LAPAN sedang disiapkan. Kemudian, satu perangkat displai untuk Basarnas juga masih dalam tahap persiapan. Taksiran persentase hasil kegiatan perekayasaan ini adalah sekitar 90%. (a) (b) (c) (d) Gambar 3-3. Tampilan software EKRT (a), software pendukung server (b), software pendukung stasiun ALE (c), dan software pemetaan (d). Modul untuk diseminasi sudah selesai dibuat dan telah digunakan sebagai bahan dalam Bimbingan Teknis yang telah dilaksanakan pada 11 September 2012 di kantor Badan SAR Nasional di Jakarta. Gambar 3-4 menunjukkan suasana bimbingan teknis yang telah dilaksanakan. 12

Gambar 3-4. Suasana bimbingan teknis pemenfaatan informasi EKRT untuk operator komunikasi radio di lingkungan Badan SAR Nasional. Kemudian tampilam modul yang dikemas dalam software interaktif terlihat seperti pada Gambar 3-5. Dengan modul interaktif ini, kegiatan diseminasi pemanfaatan hasil litbangyasa akan menjadi lebih mudah, lebih murah, dan dapat dilaksanakan kapan saja sesuai dengan keinginan operator komunikasi radio yang ingin mempelajarinya. Modul ini juga bisa dijalankan secara on-line melalui situs web Cuaca Antariksa yang merupakan media palayanan dari Pusat Sains Antariksa. Gambar 3-5. Tampilan modul interaktif EKRT. 13

Dalam pelaksanaan kegiatan terdapat sedikit kendala dan hambatan. Kendala dan hambatan yang terjadi bersumber dari keterlambatan pencairan anggaran, utamanya yang terkait dengan anggaran perjalanan dinas. Dengan mekanisme pencairan anggaran yang ada, maka pelaksana harus menyediakan dana talangan terlebih dahulu untuk melaksanakan perjalanan dinas. Setelah selesai pelaksanaan baru kemudian anggaran perjalanan dinas bisa ditarik. Dengan mekanisme seperti ini, maka pelaksana kegiatan akan mendaptkan kendala, karena pada dasarnya lembaga pelaksana juga lembaga pemerintah yang tidak memiliki dana cadangan. 2. Potensi Pengembangan Ke Depan Potensi pengembangan hasil litbangyasa yang dihasilkan cukup besar. Potensi bencana alam, masih banyaknya daerah yang sulit dijangkau komunikasi modern, pengawasan pulau terluar, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan komunikasi radio masih menjadi sarana yang penting. Akibatnya, informasi ionosfer regional menjadi kebutuhan. Berkaitan dengan potensi di atas, maka kegiatan litbangyasa yang perlu dilanjutkan adalah: (1) Pengembangan kemampuan software EKRT, terutama kemapuan prediksi jangka pendek parameter ionosfer. Ketersediaan data ionosfer yang cukup banyak akan memperlancar kegiatan ini. (2) Peningkatan jumlah stasiun pengamatan ionosfer dan stasiun ALE yang terintegrasi dan terkoneksi secara on-line dengan server EKRT. Kegiatan ini akan menjadi salah satu fokus kegiatan Pusat Sains Antariksa, LAPAN. (3) Penambahan tempat perangkat displai di lingkungan TNI dan lembaga lain yang terkait. Ini diperlukan dukungan anggaran dari DIPA Lapan dan kerjasama dengan lembaga pengguna. (4) Memperbanyak kegiatan diseminasi pemanfaatan informasi ionosfer regional untuk evaluasi kanal di beberapa lembaga terkait. Kegiatan ini memerlukan dukungan anggaran, baik dari DIPA Lapan maupun anggaran kerjasama dengan lembaga terkait lainnya. 14

BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Sinergi dengan Badan SAR Nasional (BASARNAS) dilaksanakan dalam bentuk koordinasi pelaksanaan pembangunan perangkat displai di kantor BASARNAS, koordinasi pelaksanaan operasional perangkat displai, koordinasi persiapan pelaksanaan diseminasi, dan pelaksanaan diseminasi. Secara umum, koordinasi dilaksanakan secara tatap muka di kantor BASARNAS di Jakarta. Untuk efektivitas waktu, maka kegiatan koordinasi juga dilakukan melalui sarana komunikasi yang ada (e-mail, telefon, dan faksimili). Sebagai indikator awal keberhasilan sinergi adalah terpasangnya satu displai EKRT di kantor pusat BASARNAS, dan terlaksanannya kegiatan bimbingan teknis pemanfaatan informasi dalam displai tersebut. Selanjutnya, akan diwujudkan dalam bentuk perjanjian kerjasama antara Lapan dengan BASARNAS yang pelaksanaanya menjadi tanggung jawab Biro Kerjasama dan Humas, Lapan. Hingga bulan September 2012 perangkat displai di kantor BASARNAS telah dibangun dengan prasarana dari pihak BASARNAS. Software dan koneksi internet dengan server EKRT di Bandung dalam tahap penyempurnaan instalasinya. Meskipun demikian, informasi dan sistem EKRT sudah bisa dimanfaatan untuk mengevaluasi kanal frekuensi. Diseminasi dalam bentuk bimbingan teknis pemanfaatan informasi ionosfer regional untuk evaluasi kanal telah dilaksanakan pada tanggal 11 September 2012 di kantor BASARNAS, Jakarta. Agar kerjasama pemanfaatan informasi ionosfer regional untuk mendukung komunikasi tanggap darurat dapat berlajut, maka diperlukan bentuk ikatan formal. Terkait dengan hal itu, maka perjanjian kerjasama masih dalam tahap persiapan. Dalam waktu dekat perjanjian kerjasama ini akan diwujudkan. Hal ini juga terkait dengan keinginan pihak BASARNAS untuk memformalkan ikatan kerjasama yang sudah mulai dilaksanakan. 15

2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Pemanfaatan informasi peta ionosfer untuk evaluasi kanal frekuensi komunikasi radio di lingkungan BASARNAS dilaksanakan melalui dua tahapan. Tahap pertama adalah diseminasi, yaitu pemberian penjelasan dan pemahaman bagi operator komunikasi radio tentang cara pemanfaatan peta kondisi ionosfer regional. Diseminasi dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis dengan materi tentang lapisan ionosfer, propagasi gelombang radio, prediksi frekuensi, evaluasi kanal real time, dan cara perolehan informasi. Tahap kedua adalah implementasi sistem informasi kondisi ionosfer regional. Satu displai yang ditempatkan di kantor BASARNAS akan memberikan informasi kondisi ionosfer secara terus-menerus. Perangkat displai ini juga dapat dijalankan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dengan cara interaktif operator komunikasi radio dapat mengetahui kanal frekuensi yang dapat digunakan untuk komunikasi dengan stasiun tertentu, selama beberapa jam kedepan. Pengguna juga dapat menentukan rencana kanal frekuensi yang akan digunakan pada hari berikutnya dengan menggunakan pilihan prediksi jangka pendek. Selain itu, juga dapat mengetahui kemungkinan akan terjadinya gangguan melalui informasi peringatan dini yang disediakan oleh perangkat displai. Penempatan perangkat displai di ruang radio akan memudahkan operator untuk melihat informasi kondisi ionosfer regional yang terjadi. Secara umum, indikator pemanfaatan sistem yang dibangun adalah tingkat keberhasilan komunikasi radio HF di lingkungan BASARNAS, baik pada saat kondisi normal maupun pada saat penyelamatan. Namun, ukuran keberhasilan ini perlu metode pengukuran tersendiri yang ditentukan setelah sistem telah berjalan. Oleh karenanya, sebagai indikator awal dari keberhasilan pemanfaatan adalah jumlah akses pada sistem displai. Jumlah pengguna yang mengunjungi sistem ini dapat dihitung dari server yang ada di Bandung. Hingga saat ini pemanfaatan secara langsung sesuai dengan kerangka yang ditentukan belum dilakukan. Namun, pada kesempatan tertentu seperti pada saat pencarian korban jatuhnya pesawat Sukhoi di Gunung Salak beberapa waktu lalu, informasi prediksi frekuensi yang dapat digunakan untuk kegiatan tersebut telah diberikan kepada BASARNAS. 16

Sistem informasi peta ionosfer real time yang dibangun masih bisa dan akan dikembangkan di masa mendatang. Tempat penempatan sistem displai dapat ditambahkan di lingkungan pengguna strategis seperti di lingkungan Badan Nasioanal Penanggulangan Bencana (BNPB), Mabes TNI-AL, Mabes TNI-AU, Mabes TNI-AD, Mabes POLRI, Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen Perhubungan Udara, dan lembaga pengguna lainnya. Oleh karenanya, kegiatan ini perlu dilanjutkan dimasa mendatang. Pengembangan berikutnya adalah mengintegrasikan sistem ini dengan informasi cuaca antariksa untuk komunikasi terestrial, komunikasi satelit, dan untuk navigasi berbasis satelit. Hal ini sangat memungkinkan karena beberapa hal. Pertama, layanan informasi cuaca antariksa (matahari-geomagnet-ionosfer) telah menjadi sasaran kinerja dan komitmen Pusat Sains Antariksa. Kedua, perangakat pengamatan ionosfer semakin bertambah, baik lokasi maupun jenisnya, sehingga data ionosfer regional akan semakin banyak. Ketiga, komunikasi data dari stasiun di seluruh Indonesia dengan perangkat basis data di Bandung akan semakin baik. Keempat, semakin meningkatnya kesadaran dari lembaga pengguna komunikasi dan navigasi akan pentingnya informasi cuaca antariksa. Hal ini ditunjukkan oleh semakin seringnya peneliti Pusat Sains Antariksa menjadi narasumber di beberapa kegiatan rapat koordinasi dan seminar di lembaga lain. 17

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Kegiatan penelitian dan pengembangan tentang pemanfaatan peta ionosfer regional real time untuk mendukung komunikasi tanggap darurat, hingga saat ini telah mencapai hasil dengan kesimpulan sebagai berikut: (1) Realisasi anggaran kegiatan telah mencapai 81% dari total anggaran. (2) Metode prediksi jangka pendek frekuensi kritis lapisan ionosfer telah diperoleh dan siap dimasukkan kedalam paket program EKRT. Metode ini diperoleh dengan menggunakan data dari stasiun Sumedang (9 tahun-data) dan Biak (5 tahun-data). (3) Kegiatan perekayasaan software telah menghasilkan 4 software yaitu EKRT V.2, software pendukung untuk server, software pendukung untuk stasiun ALE, dan software pemetaan. Uji verifikasi metode Multiquadric telah menghasilkan satu makalah (draft) ilmiah yang akan diterbitkan pada Jurnal Sains Dirgantara. (4) Jaringan ALE telah terintegrasi ke dalam paket program EKRT dan mampu menyediakan kondisi propagasi (koneksitas) sirkit komunikasi Bandung- Watukosek-Pontianak. (5) Modul untuk bimbingan teknis telah dihasilkan dan telah digunakan dalam bimbingan teknis yang telah dilakukan di kantor pusat Badan SAR Nasional di Jakarta. (6) Dua makalah ilmiah terkait telah diterbitkan dalam prosiding seminar EECCIS 2012. 2. Saran Hasil kegiatan ini masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan kemampuannya. Oleh karena itu, maka seyogyanya perlu dilakukan kegiatan lanjutan sebagai berikut: (1) Melaksanakan formalitas ikatan kerjasama dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama antara Lapan dengan BASARNAS. 18

(2) Pengembangan kemampuan software EKRT, terutama kemapuan prediksi jangka pendek parameter ionosfer. (3) Peningkatan jumlah stasiun pengamatan ionosfer dan stasiun ALE yang terintegrasi dan terkoneksi secara on-line dengan server EKRT. (4) Penambahan tempat perangkat displai di lingkungan TNI dan lembaga lain yang terkait. (5) Memperbanyak kegiatan diseminasi pemanfaatan informasi ionosfer regional untuk evaluasi kanal di beberapa lembaga terkait. (6) Terkait dengan program insentif ini, maka sebaiknya mekanisme pencairan anggaran disederhanakan. 19

DAFTAR RUJUKAN Muslim, B., Asnawi, D. R. Martiningrum., A. Kurniawan, Syarifudin, 2007, Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Indonesia Untuk Parameter fof2 (MSILRI versi 2002), Publikasi Ilmiah LAPAN. Dear, V., I. F. Syidik, A. S. Mardiani, D. R. Hardiana, 2011, Kajian, Pengembangan, Dan Pengujian Informasi Prediksi Frekuensi Komunikasi Radio Stasiun Tetap-Bergerak Berbasis Software ASAPS, Program In- House 2011. Jiyo, S. Suhartini, V. Dear, Ednofri, S. Pewitasari, 2011, Real Time Channel Evaluation Komunikasi HF Menggunakan Data Ionosfer Regional Untuk Mendukung Pengawasan Pulau Terluar, Program RIPKPP ---, Pendataan dan Komunikasi, Masalah Utama Hadapi Bencana, Kompas, 9 November 2009. ---, Layanan Seluler di Jepang Terganggu, Kompas, 11 Maret 2011. 20

LAMPIRAN 21