PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA KELAS X SMAN 8 MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG Indarti 1, Agus Suyudi, Chusnana Insjaf Yogihati 3 1 Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang 3 Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Alamat e-mail : indartiputri9@gmail.com ABSTRAK :Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membuktikan kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran Jenis penelitian eksperimen dengan rancangan penelitian Posttest Only Control Group Desain. Hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung adalah 9,03. Nilai t hitung = 9,030 > 1,668 (t (66;.05)), nilai rata-rata kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran discovery learning sebesar 79,83, sedangkan nilai rata-rata kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 64,09. Hasil analisis data dan pembahasan, menyimpulkan kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada model pembelajaran Kata kunci : model discovery learning dan kemampuan memecahkan masalah Mata pelajaran fisika memiliki potensi yang sangat besar untuk di jadikan wahana mengembangkan kemampuan. Salah satu kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan berfikir tingkat tinggi yang dapat dilihat dari kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dibangun dari pemahamannya akan sebuah konsep. Mc Dermott mengidentifikasikan sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran fisika, yaitu: (1) kemampuan melakukan penalaran kualitatif yang baik, () kemampuan menginterpretasikan representasi ilmiah seperti gambar, persamaan, matematis, dan grafik, (3) keterampilan proses, (4) kemampuan memecahkan masalah, (5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 01). Hasil identifikasi terhadap kondisi obyektif pembelajaran di sekolah saat ini menunjukkan permasalahan antara lain: (1) banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi pelajaran yang diterimanya, tetapi kenyataannya tidak memahaminya; () sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan / dimanfaatkan; (3) siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajar dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dengan metode ceramah. Siswa sangat membutuhkan pemahaman konsep yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan di masyarakat dan di mana mereka akan bekerja.
Hasil dari angket yang disebarkan pada Kelas X Matematika dan lmu pengetahuan Alam (MIA), ternyata dalam pembelajaran fisika 80% tidak pernah melakukan praktikum, 36% tidak pernah melakukan demonstrasi, 76% tidak berhipotesis terhadap suatu fenomena fisika, 60% tidak pernah melakukan presentasi terkait materi fisika yang di bahas, 64% terkadang melakukan diskusi, dan 80% diakhir pembelajaran tidak terdapat kesimpulan. Pembentukan karakter siswa merupakan salah satu tujuan dari Kurikulum 013. Contoh dari karakter yang dimaksud adalah jujur, berani, analisis, dan teliti. Karakter yang ingin diteliti adalah kemampuan memecahkan masalah. Khaeruddin dkk, (009) menyatakan kemampuan memecahkan masalah juga dapat diartikan sebagai kemampuan dari individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang lumrah. Pembelajaran yang telah dilakukan pada kelas tersebut, tidak dilatihkan untuk berhipotesis padahal dengan berhipotesis akan melatih siswa untuk membuat sebuah kesimpulan sementara terhadap suatu permasalahan. Suatu pembelajaran dengan sebuah hipotesis, berarti terdapat sebuah permasalahan awal yang telah disajikan. Permasalahan awal tersebut dianalisis fakta-faktanya oleh siswa sehingga didapatlah sebuah hipotesis. Pembelajarannya 80% tidak terdapat praktikum, 36% tidak pernah melakukan demonstrasi, 64% terkadang melakukan diskusi, padahal ketiga kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menguji kelayakan dari hipotesis jika kegiatan tersebut jarang dilakukan maka mereka juga jarang menguji kelayakan. Pembelajaran 60% tidak pernah melakukan presentasi terkait materi fisika yang di bahas. Hal ini menunjukkan kemampuan berfikir dasar dari siswa yakni mengklasifikasikan yang didalamnya terdapat kegiatan menganalisis kurang, selain itu kegiatan menyederhanakan sebuah data yang diperoleh juga kurang. Kegiatan pembelajaran yang terakhir adalah 80% diakhir pembelajaran tidak terdapat kesimpulan, hal ini menunjukkan kegiatan untuk memberikan solusi terhadap suatu permasalahan kurang. Model pembelajaran yang dilakukan guru harus tepat dan dapat mengarahkan siswa menuju kemampuan memecahkan masalah, salah satu dari banyak model pembelajaran tersebut adalah model discovery learning. Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan materi dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Langkah pembelajaran dengan model ini ada 5, yaitu : (1) stimulation (stimulasi/pemberian ragsangan, () problem statement (penyataan/identifikasi masalah), (3) data collection (pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan data), (5) generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi). Tujuan penelitian ini untuk membuktikan kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model
METODE Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Posttest Only Control Group Desain (Sugiyono, 007:79) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian lebih tepatnya quasy eksperiment ( eksperimen semu ). Adapun model rancangan eksperimen ini dapat disajikan sebagai berikut. Tabel 1 Rancangan Penelitian Kelas Perlakuan Tes akhir Eksperimen X T Kontrol - T (Sumber : Sugiyono, 007:79) Keterangan : X : perlakuan berupa metode pembelajaran discovery learning. T : post test Popolasi dan Sampel Populasi kelas X MIA SMAN 8 Malang, lalu diambil kelas secara acak. Didapatkan kelas konvensional yaitu X MIA 4 yang terdiri 34 siswa dan kelas eksperimen adalah X MIA 1 yang terdiri dari 34 siswa. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti mempunyai validitas yang rendah. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 01:80). Uji empiric validity soal essay bisa menggunakan korelasi product moment pearson. Rumus yang digunakan adalah n XY XY r xy n X X n Y Y Keterangan : r xy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y N Banyaknya siswa X : Jumlah skor tiap butir soal Y : Jumlah skor memecahkan masalah Valid jika r hitung > r tabel, r (68;.05) = 0,386. Diperoleh nilai koefisien korelasi soal yang valid yaitu antara 0,94 sampai dengan 0,718. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas adalah tingkat keajegan atau kestabilan dari hasil pengukuran. Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajek memberikan data sesuai dengan kenyataan (Arikunto, 01:100). Perhitungan reliabilitas hanya
dikenakan pada butir-butir tes yang valid/sahih. Perhitungan reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach. k b C A 1 k 1 t Keterangan: C A : Koefisien alfa cronbach K : Banyaknya pertanyaan dalam butir : Varians butir soal b t Vt : Varians total : varians skor total Tabel Kriteria Koefisien Alfa Cronbach Koefisien alfa cronbach (C A ) Interpretasi C A < 0,5 Sangat rendah 0,5 C A 0,6 Rendah 0,6 C A 0,7 Cukup 0,7 C A 0,9 Tinggi C A 0,9 Sangat tinggi (Sumber : Arikunto, 01) Besar koefisien reliabilitas C A = 0,76 memiliki kriteria reliabel yang tinggi. Teknik Analisis Data Pengambilan data untuk kemampuan memecahkan masalah menggunakan tes kemamuan memecahkan masalah yang berbentuk uraian. Soal diberikan saat melakukan posttest. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Lilliefors. L = F(z)-S(z) Keterangan: F(z) = Nilai z tabel. S(z) = Nilai rangking dibagi dengan jumlah respoden. L hitung merupakan nilai L terbesar dari data. Nilai L hitung < L tabel maka data terdistribusi normal. Uji Lilliefors dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 010. Hasil uji normalitas nilai kemampuan memecahkan masalah kelas eksperimen mempunyai L hitung = 0,106. Nilai L hitung = 0,106 < 0,138 (L tabel ), maka data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas nilai kemampuan memecahkan masalah kelas kontrol mempunyai L hitung = 0,074. Nilai L hitung = 0,074 < 0,138 (L tabel ), maka data terdistribusi normal. Uji Homogenitas Uji homogenitas varian bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan data yang akan diuji perbedaannya mewakili varians yang tergolong homogen (tidak berbeda). Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F.
varians terbesar F varians terkecil Jika nilai F hitung < F tabel, maka data homogen dan jika F hitung > F tabel, maka data tidak homogen. Uji homogenitas dilakukan menggunakan Microsoft Excel 010. Nilai F hitung adalah 1,763. Nilai F hitung = 1,763 < 1,798 (F (33;33;.05) ), maka data homogen. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis menggunakan uji-t untuk menguji kemampuan memecahkan masalah fisika manakah yang lebih baik diantara kelompok yang menggunakan model discovery learning dan model pembelajaran Uji ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 010. dengan hipotesis berikut: H 0 : Kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih jelek daripada kemampuan memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran Ha : Kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada kemampuan memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran Kriteria pengambilan keputusan adalah Jika nilai t hitung < t tabel maka H 0 diterima Jika nilai t hitung > t tabel maka nilai H 0 ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Nilai t hitung adalah 9,03. Nilai t hitung = 9,030 > 1,668 (t (66;.05)), maka H a diterima berarti kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada kemampuan memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembahasan Hasil uji hipotesis yang menggunakan uji t dengan Microsoft excel 010 menunjukkan nilai t hitung = 9,030 > 1,668 (t (66;.05)), maka H a diterima berarti kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada kemampuan memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran Hal tersebut juga didukung dengan nilai rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika siswa kelas yang menggunakan model discovery adalah 79,8, sedangkan nilai rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika siswa yang menggunkan model konvensional adalah 64,09. Nilai kemampuan memecahkan kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai kemampuan memecahkan masalah kelas kontrol. Hal ini menjukkan kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning
lebih baik daripada kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya menggunkan model pembelajaran Hasil analisis menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning berpengaruh pada kemampuan memecahkan masalah fisika siswa. Model tersebut dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fisika siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor. Hal ini dikarenakan karakteristik dari model discovery learning yang menuntut siswa untuk melakukan sebuah penemuan terhadap suatu konsep, sehingga jika mereka menemukan dan mengalaminya sendiri akan jauh lebih lama mengingat dan lenih baik pemahamannya, karena pemahamannya yang lebih inilah membuat siswa memecahkan masalah fisika dengan lebih baik. Penelitian ini juga didukung oleh Rahman dkk (010) menyatakan metode discovery dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Siswa mengkaitkan kesamaan konsep yang telah mereka pelajari guna menemukan konsep baru tentang materi yang sedang dipelajari guna menemukan konsep baru. Sejak awal siswa yang belajar dengan metode discovery telah terlatih menemukan konsep baru untuk menyelesaikan masalah. Penelitian yang dilaksanakan oleh Sulistyowati dkk (01) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran discovery dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Uraian beberapa pernyataan dapat disimpulkan bahwa model discovery learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Hal ini tampak dari hasil penelitian, model discovery learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah karena didalam model ini terdapat aktivitas siswa langsung, kegiatannya berpusat pada siswa sehingga siswa lebih faham pada konsep fisika yang sedang dipelajari, pada akhirnya mampu memecahkan masalah fisika dengan baik. PENUTUP Kesimpulan Hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning lebih baik daripada model pembelajaran Saran Berdasarkan temuan penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan untuk pembaca, antara lain: 1. Guru dapat menggunakan model discovery learning karena model ini telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fisika. Halhal yang perlu diperhatikan guru yaitu memahami sintaks atau tahapan dari model pembelajaran ini agar dilaksanakan dengan baik, guru juga perlu memperhatikan waktu sehingga setiap langkah pembelajaran mendapatkan waktu yang sesuai untuk membuat siswa menjadi lebih memahami materi yang diajarkan sehingga siswa memiliki pemahaman yang bagusdan akhirnya dapat memecahkan masalah dengan baik.
. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau bahan pertimbangan dan mengembangkan aspek yang belum diteliti dengan mempertimbangkan halhal lain agar dapat meminimalisir kekurangan. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S.01. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Khaeruddin., Nurhayati., dan Rahmayanti. 009. Peranan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Pada Siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang. 9(1):43-50. Rahman, R., Samsul M. 014. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al- Ikhlas Pamaciran Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Bandung, 3(1):33-55. Sugiyono.007. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D. Bandung : Alfa beta. Sulistyowati, Nastiti., Anthonius T., Woro S. 01. Efektivitas Model Pembelajaran Guided Discovery Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Kimia. Chemistry in Education, (1):49-55). Trisni, I dan Ridwan, A.01 Analisis Pemahaman dan KeKemampuan Pemecahan Masalah Fisika dengan Menggunakan Model Problem Based Instruction (PBI) dan Direct Instruction (DI). Jurnal Online Pendidikan Fisika, 1():50-55.