Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM MENGHADAPI KEMISKINAN.

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

6. Jelaskan tahapan terbentuknya kebudayaan dalam masyarakat! (skor 10)

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

PENGUATAN MODAL SOSIAL UNTUK PENGEMBANGAN NAFKAH BERKELANJUTAN DAN BERKEADILAN * Slamet Widodo

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. pantai tersebut, Indonesia memiliki wilayah pesisir yang sangat luas dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

STRATEGI NAFKAH BERKELANJUTAN BAGI RUMAH TANGGA MISKIN DI DAERAH PESISIR

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

MAKALAH EKONOMIKA PEMBANGUNAN 1 MODAL MANUSIA: PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

viii BAB VIII PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 91

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

BAB IV DISKUSI TEORITIK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. adalah lautan. Luas daratan Indonesia adalah km² yang menempatkan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. timpang dan ketidakseimbangan struktural (Mudrajad Kuncoro, 1997). tidak hanya mampu mendorong, tetapi juga dapat menganggu proses

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, seharusnya Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA NELAYAN DALAM MENGHADAPI KEMISKINAN Slamet Widodo Dosen Jurusan Agribisnis Jurusan Agribisnis Universitas Trunojoyo Jl.Raya Telang PO.BOX 2 Kamal Bangkalan Madura East Java E-mail : slamet_widodo@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempetakan strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin berdasarkan dua basis nafkah, yaitu sektor perikanan dan sektor non perikanan. Strategi nafkah yang merupakan kombinasi antara modal dan sumberdaya manusia tersebut dipengaruhi oleh sistem sosial masyarakat yang berlaku. Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis sistem sosial yang mempengaruhi rumah tangga nelayan miskin dalam mengkombinasikan modal dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu di wilayah Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan. Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa di Kecamatan Kwanyar terdapat beberapa desa yang termasuk wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan. Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan metode purposive. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Persepsi dan kondisi kemiskinan di perdesaan (rural) ditunjukkan dengan ciri atau indikator yakni kepemilikan aset baik natura, rumah, ternak, emas maupun simpanan uang. Selain itu kemiskinan ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak. Strategi nafkah yang dilakukan selama ini dapat dibedakan menjadi strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi meliputi sektor perikanan dan sektor non perikanan. Pada sektor perikanan, nelayan miskin berusaha meningkatkan jumlah tangkapan dengan cara memperpanjang waktu tangkap dan memperluas wilayah tangkapan. Sedangkan upayah penghematan biaya dilakukan dengan mengoplos bahan bakar mesin yang seharusnya solar menjadi solar dan minyak tanah. Pola perpindahan ke sektor non perikanan juga mulai menggejala terutama pada generasi muda. Sedangkan strategi sosial yang dilakukan adalah dengan berhutang, menabung dan menggadaikan perhiasan. Kata kunci : rumah tangga, kemiskinan,nelayan, pesisir, strategi nafkah. PENDAHULUAN Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta jiwa yang berarti sebanyak 17,75 persen penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, tepatnya pada bulan Februari 2005, yakni sebesar 35,10 juta jiwa atau 15,97 persen (BPS, 2006). Peningkatan jumlah penduduk miskin menimbulkan pertanyaan apakah pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah mengalami kegagalan. Kemiskinan merupakan salah satu indikator yang paling jelas menunjukkan keberhasilan pembangunan nasional. Masyarakat miskin yang berada kawasan pesisir menghadapi berbagai permasalahan yang menyebabkan 150

kemiskinan. Pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang membutuhkan investasi besar dan sangat bergantung musim. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil karena memiliki kemampuan investasi terbatas. Nelayan kecil hanya mampu memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan kapal besar dan penurunan mutu sumberdaya pantai. Hasil tangkapan juga mudah rusak sehingga melemahkan posisi tawar mereka dalam transaksi penjualan. Selain itu, pola hubungan eksploitatif antara pemilik modal dengan buruh dan nelayan, serta usaha nelayan yang bersifat musiman dan tidak menentu menyebabkan masyarakat miskin di kawasan pesisir cenderung sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan dan belitan utang pedagang atau pemilik kapal. Rendahnya produktivitas nelayan terutama di sekitar selat Madura disebabkan oleh fenomena over fishing yang selama ini terjadi. Semakin banyaknya jumlah nelayan tangkap tidak diimbangi dengan jumlah hasil tangkapan sehingga berujung pada semakin rendahnya pendapatan nelayan. Hasil estimasi perikanan pelagis di perairan Selat Madura mendapatkan effort optimal (Eopt) 461.385,99 trip per tahun, total hasil tangkapan pada kondisi keseimbangan (Cmsy) dicapai pada 46.500,06 ton per tahun dan indikasi terjadinya over fishing sudah terjadi sejak tahun 1997. Perikanan demersal di perairan Selat Madura menunjukkan jumlah effort optimal (Eopt) mencapai 75.8962,95 trip/tahun dan total produksi keseimbangan (Cmsy) 24.999,80 ton/tahun dan kondisi over fishing terjadi sejak tiga tahun terakhir (Muhsoni, 2006). Strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Secara jelas dalam bidang pertanian digambarkan dengan adanya pola intensifikasi dan diversifikasi. Strategi nafkah juga dapat ditinjau dari sisi ekonomi produksi melalui usaha cost minimization dan profit maximization. Selain adanya pilihan, strategi nafkah mengharuskan adanya sumber daya manusia dan modal. Pola hubungan sosial juga turut memberikan warna dalam strategi nafkah. Pola relasi patron-klien dianggap sebagai sebuah lembaga yang mampu memberikan jaminan keamanan subsistensi rumah tangga petani (Crow, 1989). Carner (1984) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh rumah tangga miskin pedesaan antara lain : 1. Melakukan beraneka ragam pekerjaan meskipun dengan upah yang rendah. 2. Memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal balik dalam pemberian rasa aman dan perlindungan. 3. Melakukan migrasi ke daerah lain biasanya migrasi desa-kota sebagai alternatif terakhir apabila sudah tidak terdapat lagi pilihan sumber nafkah di desanya. Hasil penelitian di daerah pesisir Minahasa menunjukkan kecenderungan masyarakat pesisir lebih miskin dibandingkan masyarakat non pesisir di daerah tersebut. Akan tetapi pernyataan 151

tersebut tidak ada kaitannya dengan kepadatan dan persentase nelayan, atau kelimpahan petani dan persentase petanipun sangat kecil sekali. Anggapan ini muncul sebagai faktor penting. Dari hasil laporan di Sumatra Selatan, faktor persentase nelayan dalam suatu kelompok berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga yang lebih tinggi, sementara tingkat pendapatan petani yang lebih tinggi berkorelasi negatif terhadap persentase petani di daerah tersebut. Dari analisis ini disimpulkan bahwa pernyataan umum mengenai masyarakat pesisir merupakan kelompok termiskin tidak dapat didukung karena keberagaman diantara tingkat kemajuan dan pendapatan nelayan di daerah-daerah yang berbeda (Crawford, 1999). Sedangkan (Courtney, 1999) menyatakan bahwa menurunnya hasil tangkapan perikanan, terumbu karang terkoyak koyak, hutan mangrove terancam kelestariannya, meningkatnya angka-angka pencemaran, sedangkan masyarakat pesisir mengalami kemiskinan yang terus bertambah. Penelitian tentang masyarakat pesisir di Madura (Satria, 2001; Muhsoni, 2006) menunjukkan fakta bahwa jumlah penduduk miskin di daerah pesisir Madura semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Faktor utama yang menyebabkan pertambahan jumlah penduduk miskin tersebut adalah semakin menurunnya hasil tangkapan sebagai akibat dari over fishing. Persaingan dalam penangkapan ikan terjadi karena perikanan laut mempunyai ciri khas sebagai perikanan open access dan milik bersama. Karakteristik yang khas ini menyebabkan adanya kecenderungan memboroskan sumberdaya, pemborosan ekonomi karena nelayan tidak hanya mengalami penurunan keuntungan bahkan penurunan produksi, eksploitasi memungkinkan timbulnya konflik perebutan daerah penangkapan dan pendapatan rata-rata nelayan kecil semakin rendah karena kesenjangan teknologi yang menyebabkan penguasaan modal dan teknologi (Christy, 1982). Widodo (2006) mengungkapkan gejala migrasi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian melalui proses migrasi desa-kota dan migrasi internasional. Proses migrasi ini terjadi sebagai akibat adanya pull factors dan push factors. Walaupun penelitian ini belum membahas secara jelas tentang strategi nafkah, namun telah memberi gambaran tentang usaha mempertahankan hidup melalui pencarian nafkah di sektor non pertanian. Sebagian besar nelayan yang tergolong miskin merupakan nelayan artisanal yang memiliki keterbatasan kapasitas penangkapan baik penguasaan teknologi, metode penangkapan, maupun permodalan. Masalah kemiskinan juga disebabkan adanya ketimpangan pemanfaatan sumber daya ikan. Terdapat daerah yang termasuk dalam kategori lebih tangkap (over fishing) dengan jumlah nelayan besar terutama di pantai utara Jawa dan Selat Madura. Sedangkan di sisi lain terdapat daerah yang masih potential namun jumlah nelayannya sedikit seperti di Papua, Maluku, NTT dan Ternate. Masalah strukturai yang dihadapi nelayan makin ditambah dengan persoalan kultural seperti gaya hidup yang tidak produktif dan tidak efisien. Secara alami ada interaksi yang sangat kuat antara ketersediaan sumber daya ikan, jumlah, perilaku, dan kapasitas nelayan serta ekonomi dari hasil usaha penangkapan. Oleh karena itu, kemiskinan 152

nelayan harus dipandang sebagai suatu sistem yang memiliki komponen saling berinteraksi. Dengan demikian pendekatan yang paling tepat dalam penanggulangan kemiskinan adalah dengan pendekatan kesisteman (Direktorat Jenderal Perikanan tangkap, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mempetakan strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin berdasarkan dua basis nafkah, yaitu sektor perikanan dan sektor non perikanan. Strategi nafkah yang merupakan kombinasi antara modal dan sumberdaya manusia tersebut dipengaruhi oleh sistem sosial masyarakat yang berlaku. Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis sistem sosial yang mempengaruhi rumah tangga nelayan miskin dalam mengkombinasikan modal dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga April tahun 2008 di Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan. Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa di Kecamatan Kwanyar terdapat beberapa desa yang termasuk wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan. Sebagian besar rumah tangga nelayan tersebut adalah rumah tangga miskin. Desa nelayan yang dijadikan lokasi penelitian adalah Desa Kwanyar Barat dan Desa Bata Barat. Kedua desa ini merupakan daerah konsentrasi utama pemukiman rumah tangga nelayan miskin di Kecamatan Kwanyar. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa 68% rumah tangga di kedua desa tersebut menggantungkan mata pencahariannya sebagai nelayan dan 78% diantaranya adalah rumah tangga miskin. Identifikasi rumah tangga miskin didasarkan pada data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) (Data Desa Kwanyar Barat dan Desa Bata Barat Tahun 2006). Responden dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive pada rumah tangga miskin yang ada. Untuk mendapatkan data yang mampu memberikan gambaran objektif realita yang ada di Desa Kwanyar dan Bata Barat, maka dari masing-masing Rukun Warga (RW) sebanyak satu responden, sehingga jumlah responden keseluruhan mencapai 17 rumah tangga miskin. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer bersumber pada responden secara langsung, sedangkan data sekunder bersumber pada instansi pemerintah yang terkait seperti Kantor Desa, Kantor Kecamatan Kwanyar, Dinas Perikanan dan Kelautan dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Bangkalan. Berbagai hasil penelitian terdahulu juga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. Sedangkan data primer diambil melalui wawancara, diskusi kelompok terarah (FGD) dan observasi berpartisipasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsepsi dan persepsi tentang kemiskinan Menjadi suatu yang penting untuk dikaji adalah pemahaman tentang kemiskinan oleh masyarakat setempat. Sampai saat ini beragam konsepsi tentang kemiskinan yang disampaikan oleh lembaga maupun perorangan namun masih dirasa kurang sesuai dengan kehidupan masyarakat lokal. Masyarakat yang selama 153

ini merasakan dan mengalami kemiskinan seharusnya dapat memberikan permahaman tentang konsepsi dan persepsi kemiskinan menurut ukuran mereka sendiri. Untuk memahami konsepsi kemiskinan berdasarkan lokalitas dilakukan upaya penggalian informasi melalui metode diskusi kelompok terarah (FGD). Dengan metode diskusi ini diharapkan diperoleh kesepakatan antar anggota masyarakat tentang konsepsi dan persepsi kemiskinan yang berlaku di daerahnya sendiri. Persepsi dan kondisi kemiskinan di perdesaan (rural) biasanya ditunjukkan dengan ciri atau indikator yakni kepemilikan aset baik natura, rumah, ternak, emas maupun simpanan uang. Hal ini seperti ungkapan seorang peserta FGD yang menyatakan bahwa orang miskin itu tidak bisa memperoleh akses pendidikan dan kesehatan yang layak. Jadi, ciri-ciri orang miskin adalah orang yang tidak punya apaapa dan hidupnya serba kekurangan. Apabila digali lebih lanjut, dapat pula ditemukan beberapa indikator kemiskinan yang bersifat lokal. Disini masyarakat menentukan sendiri beberapa indikator kemiskinan yang mereka percayai dapat digunakan untuk menentukan status kesejahteraan suatu rumah tangga atau keluarga. Walaupun pada dasarnya terdapat kemiripan dengan indikator kemiskinan yang ditetapkan oleh beberapa instansi, namun indikator kemiskinan yang telah disepakati di tingkat lokal lebih mampu menggambarkan kekhasan suatu komunitas dimana mereka tinggal. Strategi Nafkah Pendapatan nelayan cenderung mengalami fluktuasi dan sangat tergantung dengan alam. Pada saat musim ombak besar, sangat tidak memungkinkan bagi nelayan kecil untuk pergi melaut. Kondisi ini disebabkan oleh masih rendahnya kualitas armada tangkap yang mereka miliki. Selain faktor resiko, pada saat musim ombak besar biasanya jumlah ikan yang dapat ditangkap mengalami penurunan. Pada masa inilah nelayan harus dapat mencari alternatif pendapatan untuk bertahan hidup. Selain pendapatan yang fluktuatif, saat ini nelayan juga mengalami gejala penurunan pendapatan yang disebabkan oleh berkurangnya hasil tangkapan. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan adanya over fishing di perairan selat Madura sejak beberapa tahun lalu. Keterbatasan armada tangkap menyebabkan nelayan tidak dapat mengakses wilayah tangkapan yang lebih jauh. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perebutan wilayah tangkap dan sering berujung dengan konflik. Selat Madura merupakan wilayah yang rentan terjadi konflik antar nelayan. Strategi Ekonomi Basis Nafkah Sektor Perikanan Strategi nafkah yang paling banyak dilakukan dalam basis nafkah sektor perikanan adalah memperpanjang waktu penangkapan. Memperpanjang waktu tangkap ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Sebagian besar nelayan berangkat pada saat Shubuh dan baru pulang pada saat menjelang Maghrib. Memperpanjang waktu tangkap juga dapat diartikan sebagai memperluas wilayah penangkapan. Namun demikian biaya yang dikeluarkan juga semakin besar, terutama untuk pembelian bahan bakar berupa solar. Untuk melakukan penghematan 154

biaya pembelian bahan bakar, nelayan sering mengoplos solar dengan minyak tanah. Bahkan seringkali minyak tanah jauh lebih banyak dibandingkan solar. Cara ini terpaksa dilakukan semenjak melambungnya harga solar seiring berkurangnya subsidi pemerintah untuk jenis bahan bakar ini. Mengoplos bahan bakar tidak begitu saja tanpa resiko. Nelayan harus siap menerima keadaan sewaktu-waktu jika mesin rusak. Langkah penghematan ini sudah menjadi suatu yang lumrah dan hampir seluruh nelayan melakukannya. Pemilik kapal sekaligus pula pemilik mesin secara tidak sadar telah merestui upaya penghematan ini. Rumah tangga nelayan juga melakukan strategi optimalisasi tenaga kerja rumah tangga. Orang tua melibatkan anakanak mereka yang telah dewasa dan belum bekerja untuk membantu kegiatan penangkapan ikan dan pengolahannya. Anak laki-laki dewasa terlibat langsung pergi ke laut untuk menangkap ikan, anak perempuan dewasa membantu menjual dan memilih ikan segar serta mengolahnya menjadi ikan asap. Sedangkan anak lakilaki kecil sering dilibatkan dalam pemeliharaan perahu dan alat tangkap. Pada musim paceklik, nelayan seringkali hanya menganggur di rumah. Kegiatan yang sering mereka lakukan sebatas memperbaiki alat tangkap. Beberapa diantaranya mempunyai kegiatan membuat alat tangkap untuk kemudian mereka jual atau sewakan kepada nelayan lain. Basis Nafkah Sektor Non Perikanan Sektor non perikanan yang sering menjadi alternatif adalah bidang jasa. Beberapa nelayan terutama yang mempunyai kemampuan pertukangan sering beralih ke sektor jasa pertukangan pada saat musim paceklik tiba. Sedangkan bagi yang kurang terampil menjadi tukang, mereka cukup membantu rekan mereka sebagai buruh bangunan. Beberapa rumah tangga kasus menunjukkan adanya peralihan ke sektor non perikanan pada orang-orang tua. Mungkin karena kondisi kesehatan yang mulai menurun, maka mereka beralih ke sektor lainnya yang tidak terlalu menuntut kondisi tubuh yang prima. Pergeseran ke sektor non perikanan juga terjadi pada generasi muda. Hal ini dikarenakan mereka telah mengenyam pendidikan yang relatif lebih tinggi dibandingkan generasi tua. Pendidikan yang memadai ini menyebabkan mereka bisa bersaing untuk bekerja di kota-kota besar. Beberapa diantaranya juga tidak berbekal pendidikan yang memadai sehingga mereka bekerja sebagai tenaga kasar di kota-kota besar seperti Surabaya, Gresik maupun Jakarta. Strategi Sosial Strategi sosial yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin adalah dengan memanfaatkan jejaring sosial yang mereka miliki. Jejaring sosial ini bisa berupa hubungan persaudaraan, pertemanan maupun hubungan buruh dan majikan. Pemanfaatan jejaring sosial ini pada umumnya berupa hutang piutang. Nelayan miskin seringkali berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama pada musim paceklik. Pilihan berhutang paling banyak jatuh pada saudara dekat. Alasan yang dikemukakan adalah kemudahan dalam berhutang dan pengembaliannya. Hubungan pertemanan merupakan jejaring sosial yang paling sedikit dipilih 155

untuk hutang piutang. Mereka beranggapan bahwa teman-temannya juga mengalami nasib yang sama sehingga pasti tidak bisa memberikan bantuan. Hubungan pertemanan lebih berperan pada informasi tentang pekerjaan. Seringkali informasi tentang pekerjaan tersebar dari mulut ke mulut. Biasanya informasi pekerjaan menjadi sangat penting pada saat musim paceklik. Seperti sudah dibahas, sektor non perikanan juga dapat dijadikan tumpuan hidup di saat musim paceklik. Pekerjaan semacam buruh bangunan menjadi salah satu pekerjaan yang paling diminati oleh masyarakat nelayan di Kwanyar. Beberapa pemuda desa Kwanyar juga telah beralih ke sektor non perikanan melalui proses migrasi desa kota. Proses migrasi ini didukung oleh adanya faktor penari dari daerah tujuan berupa cerita sukses pelaku migrasi sebelumnya maupun ajakan untuk melakukan migrasi dari teman atau saudara. Pola hubungan patron dan klien tidak dapat terlihat jelas di masyarakat Kwanyar. Hal ini disebabkan antara majikan pemilik kapal dan buruh nelayan tidak memiliki perbedaan tingkat kesejahteraan yang signifikan. Sehingga antara pemilik kapal dan buruh nelayan tidak ada ikatan atau kontrak yang mengikat kuat antara keduanya. Hutang piutang antara pemilik kapal dan buruh nelayan dapat pula terjadi. Biasanya pemilik kapal akan memotong uang bagian buruh nelayan dari hasil penjualan hasil tangkapan, begitu seterusnya hingga hutang tersebut lunas. Kelembagaan tradisional yang hidup sejak lama seperti majelis taklim kini juga berfungsi sebagai strategi sosial bagi masyarakat nelayan. Arisan yang diadakan pada saat tahlilan merupakan salah satu bentuk strategi sosial yang mereka lakukan. Walupun masyarakat nelayan di Kwanyar belum mengenal menabung di Bank, mereka telah melakukan kegiatan menabung ini di rumah maupun lembaga tradisional yang ada di sekitar mereka. Budaya menabung seringkali diterjemahkan oleh masyarakat nelayan Kwanyar dengan membeli perhiasan emas. Seringkali mereka membeli perhiasan emas di saat musim panen tiba, sedangkan pada masa paceklik mereka menggadaikan perhiasan emas tersebut ke pegadaian. KESIMPULAN 1. Pengukuran kemiskinan berbasis lokal yang dilakukan secara partisipatif akan lebih akurat dan objektif dibandingkan dengan pendekatan pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh pihak luar. 2. Persepsi dan kondisi kemiskinan di perdesaan (rural) ditunjukkan dengan ciri atau indikator yakni kepemilikan aset baik natura, rumah, ternak, emas maupun simpanan uang. Selain itu kemiskinan ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak. 3. Strategi nafkah yang dilakukan selama ini dapat dibedakan menjadi strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi meliputi sektor perikanan dan sektor non perikanan. Pada sektor perikanan, nelayan miskin berusaha meningkatkan jumlah tangkapan dengan cara memperpanjang waktu tangkap dan memperluas wilayah tangkapan. Sedangkan upayah penghematan biaya dilakukan dengan mengoplos bahan bakar mesin yang 156

seharusnya solar menjadi solar dan minyak tanah. Pola perpindahan ke sektor non perikanan juga mulai menggejala terutama pada generasi muda. Sedangkan strategi sosial yang dilakukan adalah dengan berhutang, menabung dan menggadaikan perhiasan. SARAN 1. Model pengukuran kemiskinan berbasis lokal perlu dikembangkan lebih lanjut sehingga menjadi model yang bisa diterapkan di daerah lainnya. 2. Model strategi nafkah perlu dikembangkan menjadi strategi nafkah yang berkelanjutan dengan melibatkan seluruh komponen baik pemerintah, masyarakat maupun swasta. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2006. Berita Resmi Statistik No. 47/IX/1 September 2006. Carner, G. 1984. Survival, Interdependence and Competition Among The Philippine Rural Poor. People Centered Development. Kumarian Press. Connecticut. Strategy in Recent Sosiological Literature. Sociology, Volume 23, Nomor 1. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Kemiskinan Nelayan; Permasalahan dan Upaya Penanggulangan. Info Aktual: Kemiskinan Nelayan, Edisi 4 Agustus 2005. Muhsoni, Firman Farid. 2006. Kajian Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan Selat Madura dengan Menggunakan Metode Holistik Serta Analisis Ekonominya. Embryo, Volume 2, Nomer 3. Satria, Arif. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan; Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Humaniora Press. Bandung. Widodo, Slamet. 2006. Migrasi Internasional Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Bangkalan. Pamator, Volume 3, Nomor 2. Christy, FT. 1982. Hak Guna Wilayah dalam Perikanan Laut. Makalah Teknis Perikanan FAO Nomor 277. Crow, G. 1989. The Use of The Concept of 157