INSENTIF POLITIK PARTAI OPOSISI: Pelajaran dari Kasus Pansus Bank Century Jl. Lembang Terusan D-57, Menteng Jakarta Pusat 10310, Indonesia Telp. (021) 391 9582, Fax (021) 391 9528 Website: www.lsi.or.id Mei 2010
LATAR BELAKANG Yang membedakan rezim demokrasi dan bukan demokrasi adalah adanya persaingan bebas antara kelompok-kelompok atau partai-partai politik untuk jabatan-jabatan j publik penting seperti Kepala Pemerintahan dan Anggota DPR. Karena persaingan bebas merupakan karakteristik utama dalam demokrasi, dan dalam persaingan itu ada pihak yang menang dan yang kalah, maka munculnya oposisi dari pihak yang kalah dalam demokrasi adalah suatu hal yang bersifat alamiah. Apakah kekuatan oposisi itu besar atau kecil, apakah menciptakan stabilitas atau instabilitas pemerintahan, merupakan soal yang lain. 2
LATAR BELAKANG Berposisi sebagai oposisi bisa jadi merupakan imperatif moral, yakni membangun akuntabilitas, check and balances, bagi pemerintahan yang bersih dan efektif. Tapi posisi oposisi juga diharapkan memberikan insentif politik, yakni meningkatkan awareness dan dukungan publik terhadap oposisi yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang diklaim merugikan kepentingan publik. Pertanyaannya, apakah proposisi-proposisi di atas terlihat secara nyata dalam kecenderungan dukungan elektoral pada partai-partai oposisi di tanah air? 3
LATAR BELAKANG Dalam demokrasi, tidak ada insentif politik yang lebih besar dari menang dalam Pemilu atau dukungan yang besar dari pemilih. Sebaliknya, tidak ada hukuman politik paling besar bagi partai selain kalah atau menurunnya dukungan pemilih dalam pemilu, atau melemahnya dukungan dari pemilih. Sikap dan perilaku oposisi i partai dapat dipelajari i di antaranya dari kasus Bank Century. Apakah partai-partai di DPR yang menentang bail-out Bank Century mampu menaikan dukungan politik dari pemilih terhadap mereka, dan sebaliknya membuat partai-partai pendukung bail-out tersebut t melemah di mata pemilih? Serangkaian survei kecenderungan perilaku memilih yang akan dipaparkan di bawah dapat menjawab pertanyaan tersebut. 4
Pengukuran Partai oposisi dalam studi ini adalah partai-partai yang punya wakil di DPR yang tidak bergabung dalam koalisi pemerintah 2009-2010, 2010 dan elitenya cenderung bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah sebagaimana terjadi dalam pemerintah demokrasi di manapun di dunia. Dalam kasus Pansus Bank Century, ada tiga tipe sikap dan perilaku politik partai: Oposisi, pemerintah, dan pseudo-koalisi. Dapat dikelompokkan ke dalam partai-partai oposisi ini adalah PDI Perjuangan, Gerindra, dan Hanura. Ketiga partai ini tidak menandatangani kontrak koalisi mendukung pemerintahan SBY-Boediono dan tidak menempatkan wakilnya di kabinet. Partai koalisi pemerintah adalah partai-partai yang bergabung dengan dan mendukung pemerintah dan sebagai rewardnya punya perwakilan di kabinet pemerintah SBY-Boediono, dan bersikap cenderung membela kebijakan-kebijakan pemerintah. Masuk ke dalam partai koalisi pemerintah ini adalah Partai Demokrat dan PKB. Dalam isu bail-out Century misalnya, Demokrat dan PKB konsisten sejak awal hingga Sidang Paripurna Kasus Century bahwa kebijakan bail-out Century tidak bermasalah karena dimaksudkan a untuk menyelamatkan yea at a ekonomi o nasional a dari ancaman a krisis ss global. 5
Pengukuran Di samping partai oposisi dan partai koalisi tersebut, ada partai yang kami sebut partai pseudo-koalisi koalisi, yakni partai-partai yang awalnya merupakan bagian dari kekuatan pemerintah, ikut menandatangani kontrak koalisi dan menempatkan wakil di kabinet, tapi dalam perjalanannya bersikap kritis atau bahkan menentang kebijakan- kebijakan yang dibuat pemerintah meskipun isu yang diperdebatkan tersebut masih pro-kontra. Kasus kebijakan bail-out Bank Century belum konklusif apakah kebijakan itu melawan hukum dan terbukti merupakan tindakan korupsi pejabat publik seperti Boediono dan Sri Mulyani atau tidak. Koalisi yang normal biasanya bersikap homogen atas suatu kasus yang masih berada dalam ranah politik seperi di DPR. Koalisi dapat pecah bila sudah ada fakta konklusif secara legal bahwa sebuah kebijakan k terbukti melanggar hukum, yang dibuktikan otoritas hukum. 6
Pengukuran Tapi partai-partai pseudo-koalisi itu terlihat telah memberi keputusan konklusif secara a politik bahwa a Boediono o o dan Sri Mulyani uya bersalah. a Hal ini berbeda diametral dengan pernyataan kepala pemerintahan sebagai komando koalisi, yakni Presiden Yudhoyono, yang mengatakan kebijakan bail-out Century bisa dibenarkan dan bisa dipertanggungjawabkan. Partaipartai pseudo-koalisi ini berperilaku seperti oposisi dalam Pansus Bank Century. Masuk ke dalam partai-partai pseudo-koalisi ini adalah Golkar, PKS, PPP, dan PAN. Khusus PAN perlu diberi catatan tersendiri. Meski PAN di Sidang Paripurna memilih Opsi A sebagaimana Demokrat dan PKB, tapi partai ini sejak awal termasuk sangat kritis dalam menyikapi kebijakan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan bail-out. Dalam agenda pembacaan kesimpulan awal Pansus Century, PAN termasuk fraksi yang menganggap kebijakan tersebut penuh dengan keganjilan dan pelanggaran. Patron utama PAN, Amien Rais juga berkali-kali mengatakan ke media tentang betapa janggalnya kebijakan bail-out dan meminta Boediono dan Sri Mulyani untuk mundur karena dianggap sebagai pihak paling bertanggung jawab atas kebijakan bail-out. 7
DATA Untuk mengukur apakah sikap oposisi partai politik dalam kasus Pansus Bank Century menaikan dukungan pemilih pada partai- partai oposisi tersebut atau tidak digunakan analisis perbandingan antara hasil pemilu legislatif 2009 dari KPU dan hasil serangkaian survei kecenderungan perilaku memilih partai ketika dan setelah Pansus Bank Century. Data nasional survei masa dan setelah pansus Century dilakukan pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April 2010. Ukuran sampel masing-masing survei bervariasi antara 1200-2200. Margin of error dari masing-masing i survei antara 2-3% pada tingkat t kepercayaan 95% dengan asumsi simple random sampling. Sumber dana penelitian: Yayasan Pengembangan Demokrasi Indonesia (YPDI). 8
TEMUAN Partai atau calon anggota DPR dari partai yang akan dipilih bila pemilihan anggota DPR diadakan d sekarang
Tiga Tipe Partai: Trend 2009-2010 2010 (%) 35 30 25 32 32 29 27 20 21 15 10 14 12 11 11 14 13 11 9 5 0 Apr'09 (kpu u) Jan'10 Feb'10 Mar'10 Apr'09 Golkar/Pseudokoalisi PDIP/oposisi PD/memrintah 10
Tiga Tipe Partai: Trend 2009-2010 2010 (%) 9 8 8 8 7 6 5 4 3 2 1 6 5 5 5 5 4 4 3 3 3 4 3 2 0 Apr'09 (kp pu) Jan' 10 Feb'1 10 Mar'1 10 Apr'0 09 PKS/pseudo PPP/pseudo PAN/Pseudo PKB/memerintah Hanura/oposisi Gerindra/oposisi 11
Kecenderungan Kekuatan Elektoral Tiga Tipe Partai: Trend 2009-2010 (%) 40 35 30 25 20 33 26 23 37 37 23 22 34 29 31 19 15 10 14 15 15 11 5 0 Apr'09 (kp pu) Jan' 10 Feb'1 10 Mar'1 10 Apr'0 09 Pseudo koalisi Oposisi Koalisi 12
Temuan Bila Pemilu untuk anggota DPR diadakan waktu survei dilakukan, dukungan pada PD cenderung lebih kuat dibanding hasil Pemilu 2009. Sementara dukungan pada PKB cenderung stabil tak jauh dari hasil Pemilu 2009. Sebaliknya dukungan pada 7 partai lainnya cenderung lebih rendah dibanding hasil pemilu 2009. Bila 9 partai tersebut dikelompokkan eo ke dalam a tiga tipe, maka kecenderungan dukungan pada ketiga tipe partai tersebut sebagai berikut. 13
Temuan Kekuatan koalisi awalnya sangat besar. Secara elektoral hampir 78% (Demokrat, Golkar, PKS, PPP, PAN, PKB), dan sisanya oposisi (PDIP 14, Hanura 4, Gerindra 4). Setelah pemerintahan terbentuk dan terutama ketika kasus Century muncul, koalisi i terbelah menjadi Koalisi i dan pseudo koalisi sehingga kekuatan koalisi menurun tajam, dari 78 menjadi sekitar 26% secara elektoral dari hasil Pemilu 2009 (PD dan PKB). Setelah kasus Pansus Century kekuatan koalisi secara elektoral tetap paling tinggi, dan lebih tinggi dari hasil pemilu 2009. Kecenderungan dukungan pada PD selalu di atas perolehan suaranya dalam Pemilu 2009, dalam rentang 27-32% (hasil pemilu 2009 PD 21%), sedangkan PKB relatif stabil di angka 4-5%. 14
Temuan Sementara dukungan pada partai-partai oposisi Pasca Pansus Century cenderung belum mengalami kemajuan secara elektoral dibanding hasil pemilu mereka pada 2009. Kecenderungan dukungan pada PDIP, Gerindra, dan Hanura, secara elektoral tidak pernah melampaui hasil Pemilu 2009. Bahkan cenderung menurun. Demikian juga dukungan pada partai-partai t i pseudo-koalisi. i Dukungan pada Golkar, PKS, PPP, dan PAN belum pernah melampaui hasil pemilu mereka tahun 2009, dan bahkan cenderung menurun. Fakta-fakta opini pemilih tersebut menunjukan bahwa perilaku oposisi atau pseudo koalisi belum memberikan insentif politik elektoral pada mereka. Pansus Century nampaknya bukan panggung kampanye politik yang segera bisa efektif untuk membangun kepercayaan publik pada partai-partai yang mengalami kekalahan dalam Pemilu 2009 seperti PDIP dan Golkar. 15
MENGAPA POSITIONING SEBAGAI PARTAI OPOSISI ATAU PESUDO-KOALISI TIDAK MENDAPAT REWARD POLITIK DARI PEMILIH? Obyek evaluasi kinerja masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik politik dapat dibagi dua: Pemerintah versus DPR dan Partai Politik. Kinerja pemerintah dapat dinilai dari baik atau buruknya kinerja Presiden, Wakil Presiden, dan pemerintah pusat secara umum. Kinerja DPR dinilai dari baik atau buruknya kienrja DPR selama ini. Terkait erat dengan penilaian i atas kinerja DPR ini i adalah penilaian atas kinerja Partai Politik. 16
Kinerja lembaga-lembaga berikut: Baik (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Presiden 80 Pemerintah pusat 70 Wapres 61 DPR 56 Parpol 48 17
Temuan Penilaian pemilih terhadap dua kelompok lembaga yang konflik di tingkat pusat, yakni Presiden, wakil presiden, dan pemerintah pusat di Jakarta versus DPR dan Partai Politik menunjukan bahwa pemilih lebih menilai positif kinerja pemerintah dibanding kinerja DPR dan partai yang umumnya bersikap oposisi terhadap pemerintah dalam kasus Bank Century. Ini merupakan sumber mengapa dukungan pada partai pemerintah lebih kuat. Ada hubungan signifikan antara sikap evaluatif atas kinerja lembaga-lembaga politik tersebut dan pilihan terhadap partai seperti terlihat di bawah ini. 18
62 61 60 59 58 57 56 55 54 53 52 PENILAIAN BAIK KINERJA DPR PADA PENDUKUNG TIGA TIPE PARTAI (%) 61 55 Pemerintah Pseudo-koalisi Oposisi 58 19
PENILAIAN BAIK KINERJA PARTAI PADA PENDUKUNG TIGA TIPE PARTAI (%) 60 57 51 50 47 40 30 20 10 0 Pemerintah Pseudo-koalisi Oposisi 20
90 88 86 84 82 80 78 76 74 72 70 PENILAIAN BAIK KINERJA PRESIDEN PADA PENDUKUNG TIGA TIPE PARTAI (%) 88 79 Pemerintah Pseudo-koalisi Oposisi 76 21
PENILAIAN BAIK KINERJA WAKIL PRESIDEN PADA PENDUKUNG TIGA TIPE PARTAI (%) 80 70 60 71 60 53 50 40 30 20 10 0 Pemerintah Pseudo-koalisi Oposisi 22
PENILAIAN BAIK KINERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAKARTA PADA PENDUKUNG TIGA TIPE PARTAI (%) 77 76 76 75 74 73 72 72 72 71 70 Pemerintah Pseudo-koalisi Oposisi 23
Temuan Secara umum penilaian pemilih tiga tipe partai terhadap berbagai lembaga yang konflik di tingkat pusat bersikap positif. Tapi ada perbedaan cukup signifikan: Partai pemerintah cenderung lebih positif terhadap pemerintah dibanding partai-partai oposisi ataupun pseudo-koalisi. Bahkan terhadap DPR dan Partai pun, penilaian pendukung partai pemerintah lebih positif. Dengan kata lain, tingkat keterasingan (alienasi) pemilih dari DPR dan partai lebih kuat ditemukan pada partai-partai p oposisi dan pseudo-koalisi. Ini semua mengindikasikan bahwa perilaku wakil pemilih partaipartai oposisi dan pseudo-koalisi kurang mereka apresiasi, dan ini menjadi sumber tidak membaiknya dukungan politik di tingkat pemilih pada kedua tipe partai ini. Tidak ada insentif atau reward politik atas sikap dan perilaku oposisi dalam kasus Bank Century. 24
KESIMPULAN Kasus Pansus Bank Century merupakan ujian politik pemilih pada partai-partai politik. Sikap oposisi DPR dan partai-partai terhadap kebijakan bail-out Bank Century karena kebijakan tersebut dinilai melanggar hukum dan merugikan rakyat potensial dapat memberikan insetif politik pada DPR dan partai-partai politik yang berperilaku oposisi tersebut. Pasca Pansus, dukungan pemilih pada partai-partai oposisi diharapkan meningkat, demikian juga pada partai-partai pseudo- koalisi. Tapi data kecenderungan sikap dan perilaku memilih para pemilih nasional menunjukan gambaran sebaliknya. 25
KESIMPULAN Pasca Pansus Century, kecenderungan dukungan pada partai-partai t ioposisi iatau pseudo-koalisi i menurun dibanding hasil Pemilu pada bulan April 2009. PDI Perjuangan tidak pernah mendapat sentimen positif pemilih melampaui hasil pemilu 2009. Demikian juga Hanura dan Gerindra. Partai-partai yang masuk ke dalam pseudo-koalisi juga demikian. Pasca Pansus, Golkar, PKS, PAN, dan PPP tidak pernah mendapat dukungan masa nasional yang melampaui perolehan mereka dalam Pemilu 2009. Sementara itu, PKB sebagai partai pendukung pemerintah dalam kasus bail-out Bank Century cenderung stabil sebagaimana perolehan dalam Pemilu 2009. 26
KESIMPULAN Peningkatan signifikan dukungan pemilih pasca Pansus terjadi pada Partai Demokrat. Dalam Pemilu 2009, PD didukung oleh sekitar 21% pemilih nasional. Pasca Pansus, PD dipilih oleh sekitar 30%. Sikap dan perilaku oposisi partai terhadap pemerintah dalam kasus bail-out Bank Century tidak memberikan insentif politik nyata, setidaknya dalam jangka pendek. Mengapa oposisi atas nama rakyat dalam kasus Bank Century tidak mendapat imbalan politik dari pemilih? Pertama, pemerintah masih jauh lebih positif, lebih dipercaya oleh rakyat ketimbang DPR dan Partai politik. Walaupun pemerintah banyak kekurangannya, dan bail-out Century mungkin melanggar hukum, publik masih lebih percaya pada pemerintah, khususnya Presiden, ketimbang pada DPR dan partai politik yang terwakili di DPR. 27
KESIMPULAN Gap kepercayaan tersebut sudah lama terjadi, dan oposisi dalam kasus Century tidak mampu merubah gap ini menjadi lebih kecil, atau menjadi hilang. Untuk menjadi oposisi yang menghasilkan insentif politik dalam bentuk dukungan massa pemilih pada oposisi diperlukan kesetaraan tingkat kepercayaan publik pada dua institusi yang berkonflik tersebut. Untuk menjadi oposisi yang berarti secara politik di tingkat massa kekuatan oposisi tersebut harus lebih kredibel dibanding pemerintah di mata pemilih, termasuk tokoh-tokoh utama di balik kekuatan oposisi tersebut. Bila tidak maka oposisi DPR pada pemerintah tidak punya nilai politik yang berarti di mata pemilih. 28
KESIMPULAN Oposisi, atau pseudo-koalisi, yang digerakan oleh kekuatan partai atau tokoh-tokoh partai yang kurang kredibel di mata pemilih cenderung membunuh eksistensi oposisi itu sendiri, dan ini pada gilirannya memperlemah sistem demokrasi kita. Untuk memperkuat demokrasi kita, kita butuh kekuatan oposisi yang kredibel, bukan sekedar oposisi. 29
Jl. Lembang Terusan D-57, Menteng, Jakarta Pusat 10310 Telp. (021) 391 9582, Fax (021) 391 9528 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id