ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

Oleh: Uyik Retnaning Sayekti Politeknik Kediri. Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Kemandirian, Efektifitas dan Efisiensi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

MUDA ANDIKA MEIZA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB VI PENUTUP adalah pada tahun 2009 proporsi untuk belanja operasi sebesar

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

Analisis Rasio Kinerja Keuangan Daerah Kota Batu

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN KUTAI BARAT. Supina Sino,Titin Ruliana,Imam Nazarudin Latif

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk

ANALISIS RASIO LAPORAN REALISASI ANGGARAN 2010 KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

ANALISIS ANTARA ANGGARAN DENGAN REALISASI PADA APBD KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Nama : Sukur Kurniawan NPM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

ANALISIS RASIO APBD KABUPATEN POHUWATO SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUKUR KINERJA PEMERINTAH DAERAH

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

I. PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.pengelolaan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

Transkripsi:

1

2 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Farni Umar 1, Rio Monoarfa 2, Nilawaty Yusuf 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sekaligus mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Gorontalo selama lima tahun terakhir (2009-2013) dengan menggunakan indikator rasio keuangan APBD. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan alat analisis rasio keuangan daerah yang berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi PAD, rasio aktivitas dan DSCR, rasio pertumbuhan, rasio pengelolaan belanja. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemandirian keuangan pemerintah Kota Gorontalo dari tahun 2009-2013 masih sangat tergantung pada dana eksternal yang bersumber dari pemerintah pusat. Untuk rasio efektifitas dan efisiensi pergerakkan grafik rasio dari tahun ke tahun mengalami ketidaktetapan. Pada rasio efektifitas PAD menunjukan garis grafik yang fluktuatif. Hasil rasio DSCR menunjukan kelayakan pemerintah kota Gorontalo dalam melakukan pinjaman yaitu pada tahun 2012. Pada rasio pertumbuhan dalam realisasi penerimaan PAD menunjukan tingkat kesehatan dengan rata-rata sangat baik. Serta hasil rasio pertumbuhan belanja pembangunan dan rasio pertumbuhan belanja rutin sama halnya dengan capaian PAD. Kata kunci: kinerja keuangan, analisis rasio keuangan daerah. 1. Farni Umar Mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo 2. Rio Monoarfa, SE, Ak, M.Si Dosen Pembimbing I, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis 3. Nilawaty Yusuf, SE, Ak, M.Si Dosen Pembimbing II, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

3 Kondisi diluar negeri menunjukan semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap negara, termasuk daya saing pemerintah daerahnya (Halim, 2001: 2). Pemerintah memiliki peranan aktif dalam kehidupan masyarakat khusunya pelayanan terhadap publik. Pengukuran kinerja untuk kepentingan publik dapat dijadikan evaluasi dan memulihkan kinerja dengan pembanding antara skema kerja dengan pelaksanaanya. Selain itu dapat digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kinerja pemerintah daerah pada periode berikutnya. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang saling terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan oleh peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4). Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 1 mengatur bahwa pengelolaan keuangan daerah mencakup keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Pada umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan lain-lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Hal ini menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintah pusat sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi terbatas. Meskipun demikian harus adanya sinkronisasi antara kebijakan pemerintah daerah dan perintah pusat dalam rangka mensukseskan tercapainya sasaran utama memantapkan perekonomian nasional dengan prioritas pembangunan daerah melalui rencana kerja pemerintah daerah atau RKPD yang tergambarkan pada uraian pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2014 (Lampiran Permendagri Nomor 27 Tahun 2013). Kota Gorontalo dilihat dari penetapan target APBD maupun realisasinya mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pendapatan Asli Daerah juga meningkat tiap tahunnya meskipun pada tahun 2010

4 menunjukan angka paling terendah yaitu 61,250 (dalam juataan rupiah) berdasarkan data APBD, seperti yang terdapat pada tabel 1. Tabel,1 : Anggaran PAD periode 2009-2013 TAHUN ANGGARAN PAD (dalam jutaan rupiah) 2009 73,903 2010 61,250 2011 68,400 2012 87,00 2013 134,379 Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan-Kementerian Keuangan periode 2009-2013. Disisi lain, capaian target terendah kota Gorontalo tergambarkan pada data realisasi APBD triwulan I TA 2013 berdasarkan standar akuntansi pemerintah (SAP), dimana total pendapatan 182,741.58 (terbesar ketiga di Provinsi Gorontalo) namun realisasi total pendapatanya hanya 26,82%. Untuk belanja modal, realisasi terendah pada triwulan yang sama terjadi pada kota Gorontalo yang hanya sebesar 11,64% dari porsinya 28,72. Seperti yang terdapat pada tabel 2. Tabel. 2 Data Realisasi APBD TA 2013 Pendapatan Belanja Modal Porsi Pemerintah Realisasi Porsi APBD Realisasi % APBD (Rp Juta) Tahunan (Rp Juta) Realisasi Tahunan Kota Gorontalo 182.741.58 26,82% 13.188.40 11,64% 28,72 % Sumber: Kajian Ekonomi Fiskal Gorontalo data diolah LRA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan-Kementerian Keuangan).

5 TINJAUAN TEORITIS Kinerja Keuangan Daerah Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai aktivitas yang dapat terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Menurut Halim (2004: 24) kinerja keuangan daerah atau daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundangan yang berlaku (Halim, 2007: 23). Menurut Mardiasmo (2002: 30) dengan otonomi terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding dengan sebelum otonomi daerah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban kepala daerah berupa perhitungan APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan pasal 64 ayat (2) UU no 5 tahun 1974 tentang pokokpokok pemerintah didaerah, APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu dan sumbersunber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran. Definisi tersebut merupakan pengertian APBD pada era orde baru (Mamesa dalam Halim, 1995: 20). Pengertian APBD pada masa orde lama adalah perencanaan pekerjaan keuangan yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (Kepala daerah) untuk

6 melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup tadi (Wajong dalam Halim, 2004: 15). Analisis Rasio Keuangan Alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya). Penggunaan analisis keuangan sebagai alat analisis kinerja secara umum telah digunakan oleh lembaga komersial, sedangkan penggunaannya pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya (Susantih dan Saftiana, 2010: 6). Meskipun demikian, dalam rangka pengelolahan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda denga laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Menurut Widodo dalam Halim (2002: 126) terdapat beberapa analisa rasio didalam pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut: 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. lain, misalnya bantuan pusat ataupun dari pinjaman.

7 2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 (satu) atau 100 persen 3. Rasio Aktivitas Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara umum belanja daerah dapat terbagi atas belanja rutin dan belanja pembangunan. 4. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Dalam rangka melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana di daerah, selain menggunakan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah dapat menggunakan alternatif sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman, sepanjang prosedur dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ketentuan itu adalah: 1. Ketentuan yang menyangkut persyaratan a. Jumlah kumulatif pinjaman daerah yang wajib dibayar maksimal 75 % dari penerimaan APBD tahun sebelumnya. b. DSCR minimal 2,5 5. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing

8 komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian. 6. Rasio Pengelolaan Belanja Rasio pengelolaan belanja menunjukan bahwa kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki ekuitas antara periode yang positif yaitu belanja yang dilakukan tidak lebih besar dari total pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini menunjukan adanya surplus atau defisit anggaran. Surplus atau defisit yaitu selisih lebih/ kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan. METODE PENELITIAN Menurut Widodo dalam Halim (2002: 126) analisa yang digunakan pada analisis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut: 1) Rasio Kemandirian Daerah Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pinjaman Adapun kriteria kemandirian, penilaian yang dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2: Kriteria Kemandirian Presentase Kemandirian Kemampuan Keuangan 0 25 % Rendah Sekali 25 50 % Rendah 50 75 % Sedang 75 100% Tinggi Sumber: Mahmudi (2010)

9 2) Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Realisasi Penerimaan PAD Rasio Efektifitas = Target penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah Adapun kriteria efektifitas, perbandingannya diukur dengan kriteria penilaian kinerja dalam tabel 3 berikut ini: Tabel 3: Kriteria Kinerja Keuangan Efektifitas Presentase Efektifitas Kemampuan Keuangan Di atas 100 % Sangat Efektif 100 % Efektif 90-99 % Cukup Efektif 75-89 % Kurang Efektif Kurang dari 75 % Tidak Efektif Sumber: Mahmudi (2010) Adapun kriteria Efisien, perbandingannya diukur dengan kriteria pengukuran kinerja ekonomis dapat dilihat dalam tabel 4 berikut ini: Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD Rasio Efisiensi = Realisasi penerimaan PAD Tabel 4: Kriteria Kinerja Keuangan Efektifitas Presentase Efektifitas Kemampuan Keuangan Di atas 40 % Tidak Efisien 31 40 % Kurang Efisien 21 30 % Cukup Efisien 10 20 % Efisien Kurang dari 10 % Sangat Efisien Sumber: Mahmudi (2010)

10 3) Rasio Aktivitas Total belanja rutin Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD = Total APBD Total belanja pembangunan Rasio Belanja Pembangunan APBD = Total APBD Adapun kriteria Aktivitas, perbandingannya diukur dengan criteria pengukuran kinerja ekonomis dapat dilihat dalam tabel 5 berikut ini: Tabel 5: Kriteria Kinerja Keuangan Aktivitas Presentase Kemampuan Keuangan 0 25 % Rendah Sekali 25 50 % Rendah 50 75 % Sedang 75 100 % Tinggi Sumber: Mahmudi (2010) 4) Debt Service Coverage Ratio (DSCR) (PAD+BD+DAU)- BW DSCR = Total (pokok angsuran+bunga+ biaya pinjaman) Adapun kriteria DSCR, perbandingannya diukur dengan kriteria pengukuran kinerja dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini: Tabel 6: Kriteria Kinerja Keuangan DSCR Presentase Kemampuan Keuangan Di atas 2,5 Sangat Layak 2,5-1 Layak Kurang dari 1 Belum Layak Sumber: Mahmudi (2010)

11 5) Rasio Pertumbuhan Realisasi Penerimaan PAD = Realisasi Penerimaan PAD x n x n-1 Realisasi Penerimaan PAD x n-1 Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan = Realisasi BPx n x n-1 Presentase Pertumbuhan PAD = Presentase Pertumbuhan BR = Realisasi BP PAD x n-1 PAD tahun p PAD tahun p PAD p BR tahun p BR tahun p Belanja Rutin p Adapun kriteria rasio pertumbuhan, perbandingannya diukur dengan kriteria pengukuran kinerja dapat dilihat dalam tabel 7 berikut ini: Presentase Kemampuan Keuangan Angka Presentase Positif Sangat baik Angka Presentase Negatif Sangat Buruk Sumber: Data Olahan, 2014 6) Rasio Pengelolaan Belanja Total Pendapatan Pengelolaan Belanja = Total Belanja Adapun kriteria rasio pengelolaan belanja, perbandingannya diukur dengan kriteria pengukuran kinerja dapat dilihat dalam tabel 7 berikut ini: Presentase Kemampuan Keuangan Pendapatan Belanja Positif/Surplus Pendaptan Belanja Negatif/Defisit Sumber: Data Olahan, 2014

12 HASIL PENELITIAN T.A Rasio Kemandirian Rasio Efektifitas Rasio Efisiensi Rasio Aktivitas Belanja Belanja rutin Pembangunan 2009 15,30% R.S 52,42% T.E 0,14% S.E 34,05% R 12,60% R.S 2010 18,41% R.S 80,38% K.E 14,6% E 28,25% R 8,78% R.S 2011 21,09% R.S 62,96% K.E 8,9% S.E 27,04% R 10,01% R.S 2012 19,33% R.S 70,44% T.E 1,61% S.E 30,06% R 53,7% S 2013 20,33% R.S 62,03% T.E 2,03% S.E 29% R 59,01% S T.A Rasio DSCR Rasio Pertumbuhan P. PAD % PAD B. Rutin B. Pemb Rasio Peng. Belanja 2009 - - 24,05% 100% -26,2% 36,70% 94,91% 2010-0,069 B.L 16,48% -15,63% 18,77% -22% 105,9% 2011-2,76 B.L 19,79% 52,9% 14,13% 36,30% 100,7% 2012 3,04 L 13% 1,00% 13,30% -45% 100,6% 2013 1,68 B.L 15,1% 30,72% 11,84% 19,20% 100,3% Keterangan : R.S = Rendah Sekali S.E = Sangat Efisien S = Sedang P. PAD = Sangat Baik B. Pemb = Sangat Buruk T.E = Tidak Efektif E = Efisien B.L= Belum Layak % PAD = Sangat Baik Rasio P. Belanja = +/ Surplus K.E= Kurang Efektif R = Rendah L = Layak B. Rutin = Sangat Baik

13 PEMBAHASAN 1. Rasio Kemandirian Daerah Berdasarkan perhitungan rasio kemandirian keuangan diatas bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat pada tahun anggaran 2009 s/d 2013 masih cukup rendah yaitu kurang dari 50%, pada tahun 2009 sebesar 15,30%, pada tahun 2010 sebesar 18%, tahun 2011 sebesar 21,09%, tahun 2012 sebesar 19,33% serta pada tahun 2013 menunjukan rasio sebesar 20,33%. Kinerja pengelolaan keuangan pemerintah kota gorontalo masih pada level rendah sekali namun kemandirian keuangan mengalami kenaikan dari 15,30% menjadi 20,33 %. 2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Tahun 2009 PAD Kota Gorontalo dapat terealisasi sebesar 57,42% artinya kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo tidak efektif dikarenakan antara realisasi anggaran dengan target anggaran yang telah ditetapkan tidak terealisasi dengan baik dengan selisih sisa anggaran yang tidak terealisasikan sebersar Rp 39.659.008.767. Garis grafik mengalami fluktuatif yang ditujukan dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami kenaikan 22,96% namun turun pada 2011 dan mengalami kenaikan pada 2012 dengan presentase 70,44% dan 2013 mengalami penurunan dengan presentase 62,03%. kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo dari tahun 2009-2013 dalam hal efektifitas PAD cenderung turun dari tahun ke tahun. Kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo menunjukkan bahwa pemerintah daerah sangat efisien dalam menggunakan biaya pemungutan PAD untuk dapat merealisasikan PAD yang diterimanya, terlihat bahwa tingkat efisiensi PAD dari tahun 2009-2013 adalah 0,14%, 14,6%, 8,9%,1,61%, 2,03%.

14 3. Rasio Aktivitas Kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo secara umum dinilai masih rendah artinya pengeluaran untuk belanja rutin/belanja operasi dinilai kurang mampu merealisasikan dana untuk belanja rutin dari tahun 2009-2013 dengan realisasi belanja tidak ada yang melebihi dari yang dianggarkan dimana prosentasenya berturut-turut dari tahun 2009-2013 yaitu sebesar 34,05%, 28,25%, 27,04%, 30,06 dan 29%. 4. Analisis Rasio DSCR Rasio DSCR kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo cenderung mengalami ketidakstabilan dan bahkan pada tahun 2010-2011 mencapai minus 0,069% dan -2,76%, itu artinya kemampuan pemerintah dalam membayar kembali pinjaman belum mampu. 5. Rasio Pertumbuhan Hasil presentase atas rasio pertumbuhan PAD di tahun 2009 mencapai angka 100% dengan tingkat kesehatan sangat baik. Capaian tersebut didukung oleh peningkatan atas porsi anggaran untuk PAD yang meningkat dari tahun sebelumnya. Hasil rasio pertumbuhan belanja pembangunan dan rasio pertumbuhan belanja rutin sama halnya dengan capaian PAD pada pos belanja ini juga memperlihatkan kemampuan mempertahankan untuk meningkatkan realisasinya dari tahun ketahun dengan selalu melakukan evaluasi potensi-potensi apa saja yang perlu mendapatkan perhatian lebih. 6. Rasio Pengelolaan Belanja Keseluruhan dari jenjang tahun 2009 hingga 2013 menunjukan angka rata-rata 100% yang berarti bahwa anggaran tidak mengalami defisit dikarenakan hasil dari pos belanja tidak lebih besar dari pos pendapatan atau dengan kata lain selama 5 tahun terakhir (2009-2013) kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo khusunya pada anggaran realisasi tetap mempertahankan surplus anggaran.

15 SIMPULAN Secara umum dilihat dari presentase rasio kemandirian kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 masih belum mandiri. Untuk rasio efektifitas dan efisiensi pergerakkan grafik rasio dari tahun ke tahun mengalami ketidaktetapan. Pada rasio efektifitas menggambarkan kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo dari tahun 2009-2013 dalam hal efektifitas PAD menunjukan garis grafik yang fluktuatif. Pada rasio efektifitas menggambarkan kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo dari tahun 2009-2013 dalam hal efektifitas PAD menunjukan garis grafik yang fluktuatif. Kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo secara umum dinilai masih rendah artinya pengeluaran untuk belanja rutin/belanja operasi dinilai kurang mampu merealisasikan dana untuk belanja rutin dari tahun 2009-2013 dengan realisasi belanja tidak ada yang melebihi dari yang dianggarkan. Untuk rasio DSCR kelayakan pemerintah kota Gorontalo dalam melakukan pinjaman yaitu pada tahun 2012. Selama 5 tahun terakhir (2009-2013) pada rasio pengelolaan belanja, kinerja keuangan pemerintah kota Gorontalo khusunya pada anggaran realisasi tetap mempertahankan surplus anggaran atau secara rinci bahwa pendapatan daerah mampu mencukupi kegiatan belanja pemerintah kota Gorontalo. SARAN Untuk melepas ketergantungan terhadap dana eksternal pemerintah kota Gorontalo mestinya menjadikan PAD sebagai tulang punggung sumber penyelenggaraan pemerintahan mengingat bahwa potensi komoditas seperti rotan polis, produk sulaman krawang. Potensi lainya yakni banyaknya bangunan kost yang pajak retribusi belum maksimal pungutannya sama halnya dengan lahan parkir ditepi jalan umum dengan harga yang tinggi dari tahun ke tahun seperti yang tertera pada laporan keuangan Kota Gorontalo atas akun retribusi atas parkir ditepi jalan umum menunjukan kurangnya perhatian Pemda dalam melakukan pungutan..

16 Pemerintah kota Gorontalo hendaknya bisa menekan biaya belanja rutin khususnya belanja perjalanan dinas, mengingat PADnya kecil. Dalam melakukan pinjaman atau hutang kepada pihak eksternal hendaknya pemerintah menganalisis secara matang apakah pinjaman tersebut perlu untuk dilakukan dan manfaatnya seberapa besar dan resiko yang akan dihadapi ke depan. Sehingga hutang ke pihak eksternal tersebut akan membebani pihak pemerintah daerah khususnya keuangan daerah itu sendiri. Pemerintah kota Gorontalo hendaknya bisa mengoptimalkan PAD sehingga kemandirian fiskalnya besar dan kota Gorontalo tidak perlu melakukan pinjaman. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan-Kementrian Keungan, Laporan Realisasi Anggaran Triwulan I 2013. Halim, Abdul. 2001, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP. STIM. YKPN. Yogyakarta.. 2004. Manajemen Keuangan Daerah (Edisi Revisi). UPP. AMP. YKPN. Yogyakarta.. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah. UPP. STIM. YKPN. Yogyakarta.. Permendagri nomor 13 tahun 2006, Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1.. Lampiran Permendagri Nomor 27 Tahun 2013, Tentang Pedoman Penyusunan APBD.. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah. UPP. STIM. YKPN. Yogyakarta. Kajian Ekonomi Keuangan. Analisis Ekonomi dan Fiskal Gorontalo Triwulan II-2013, (http:// fiskal.depkeu.go.id. Diakses 15 maret 2014). Mahmudi, 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik Edisi Kedua. UPP. STIM. YKPN. Yogyakarta.

17 Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Good Governance, Democratization, Local Government Financial Management, Edisi Bahasa Indonesia. Andi. Yogyakarta. Susantih, Seftiana, Yulia. 2010. Perbandingan Indikator Kinerja Keuangan. Sumatra Selatan.