BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang. Berdasarkan laporan regional World Health Organzation (WHO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

yang disampaikan perawat dapat diterima dengan baik oleh pasien (Alex, 2010). Sasongko (2010), dalam penelitiannya yang berjudul perbedaan tingkat

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA PASIEN KUSTA DI RSUD KELET PROVINSI JAWA TENGAH BIDANG PELAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).


BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomi (Depkes, 2007). Para penderita kusta akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN KEMOTERAPI DI RUANG CENDANA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

Andry Firmansyah *, Edy Seosanto**,Ernawati***

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan melainkan juga masalah ekonomi dan sosial bagi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BOJONEGORO SKRIPSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTIM PERSARAFAN : STROKE HEMORAGIK DI RUANG ANGGREK I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN KATEGORI MODERATE CARE DI RUANG PERAWATAN KELAS VIP KELAS I DAN KELAS II DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya berkembang dengan cepat jika menciptakan kepuasan dan kesetiaan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO TINGKAT KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

HUBUNGAN KECEMASAN TENTANG PENULARAN PENYAKIT DENGAN PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL I SUKOHARJO

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: YUVENSIUS USBOKO NPM :

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dan mereka yang telah sembuh dari kusta adalah kurang adanya rasa empati

BAB I PENDAHULUAN. resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik (Bustan,

BAB I PENDAHULUAN. Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling

BAB I PENDAULUAN. morbiditas dan mortalitas di perkirakan pada abad ke-21 akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

GAMBARAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dialami oleh klien diabetes mellitus. Selain permasalahan fisik tersebut, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. Hal ini terjadi karena masih banyak hal-hal yang belum terungkap dan kenyataannya penyakit ini juga merupakan suatu penyakit yang mempunyai sifat khusus, karena masalahnya berbeda dengan penyakit menular lain. Kekhususan tersebut adalah baik dari segi penderita, pengobatan dan segi penyakitnya serta sikap dari keluarga dan masyarakat sekitarnya (Depkes, 1990). Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan dari segi medis saja, tetapi meluas sampai pada masalah ekonomi, sosial budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara miskin dan negara-negara sedang berkembang, sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara-negara itu dalam memberikan pelayanan sosial serta ekonomi kepada masyarakat (Depkes, 1995). Penyakit kusta di Indonesia masih menduduki peringkat keempat di dunia, setelah India, Brasil, dan Myanmar. Upaya lintas program maupun sektoral untuk menurunkan angka kecacatan dari 1,4 per 10.000 menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk belum bisa tercapai akibat krisis ekonomi. 1

2 Data dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah, dinyatakan bahwa di Jawa Tengah ada tujuh kabupaten/kota endemis kusta, yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pekalongan, Rembang, Blora dan Kudus. Jumlah penderita di tujuh Kabupaten/ Kota di Jateng pada akhir tahun 2003 mencapai 1.114 orang, Sedangkan angka kesakitan atau prevalensi penyakit kusta tahun 2002 mencapai 0,57 per 10.000 penduduk. (www. Dinkes Jateng. Com, 24 Agustus 2004). Survey pendahuluan di Rumah Sakit Umum Tugurejo Daerah (RSUD) Semarang menunjukan bahwa 83 pasien yang tercatat dari bulan Juli - Desember 2006 bahwa sebagian besar penderita telah mengalami kecacatan tingkat 1 yaitu sebanyak 72 % Sedangkan yang mengalami kecacatan tingkat 2 sebanyak 18 % (Catatan medis RSUD Tugurejo Semarang, 2006). Sebagian besar masalah kecacatan terjadi disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi penderita baik oleh kuman maupun terjadinya peradangan (neuritis) sewaktu terjadi reaksi. Kerusakan yang terjadi pada fungsi sensorik akan menyebabkan mati rasa dan bila mengenai kornea menyebabkan kurang/ hilangnya reflek berkedip. Sedangkan kerusakan yang terjadi pada fungsi motorik akan menyebabkan otot kaki dan tangan lemah/ lumpuh lalu atrofi atau terjadi kontraktur (Djuanda, dkk, 1997). Kecacatan tersebut sangat mendukung sebagai stressor pada setiap perubahan pada individu. Pada klien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Tugurejo Daerah (RSUD) perubahan harga diri sangat mungkin terjadi jika ada stressor yang menyertai klien. Stressor tersebut adalah kecacatan yang dikarenakan terjadinya

3 perubahan struktur tubuh, perubahan bentuk tubuh, pemasangan alat pada tubuh, perubahan fungsi, keterbatasan gerak dan penampilan yang berubah. Seseorang dengan adanya perubahan struktur tubuh, bentuk tubuh, keterbatasan gerak kemungkinan besar menyebabkan individu tersebut kehilangan peran dalam kehidupannya. Hilangnya peran menjadikan individu merasa tidak berguna, mengucilkan diri dan pada akhirnya merasa dirinya tidak berharga. Dalam kehidupan selanjutnya masalah harga diri muncul kembali karena ada tantangan yang baru misalnya menopause, pengucilan diri, kehilangan pasangan dan ketidakmampuan fisik. Penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kesehatan fisik diri dan harga diri (Stuart and Sundeen, 1991). Secara aspek sosial penyakit ini disertai oleh stigma dan ketakutan. Keadaaan ini nampaknya berhubungan dengan kenyataan bahwa kusta menimbulkan kecacatan dan ketidakmampuan tetapi jarang mematikan, sehingga mereka yang cacat berat tingkat kehidupanya makin memburuk dan dapat dilihat oleh semua orang keadaan cacatnya (Depkes, 1990). Masalah terhadap diri pada penderita penyakit kusta pada umumnya merasa rendah diri, merasa tertekan batin, takut terhadap keluarga dan masyarakat sekitarnya, sehingga penderita cenderung untuk hidup sendiri, apatis (masa bodoh), bersikap ketergantungan pada orang lain, kehilangan peran di masyarakat (dikucilkan), kehilangan mata pencaharian, tidak mau sekolah (pada anak-anak), segan berobat karena malu pada masyarakat sekitarnya. Selain menjadi masalah bagi penderitanya, penyakit kusta juga menimbulkan masalah bagi keluarga dan masyarakat di sekitar penderita kusta, yaitu adanya perilaku keluarga dan

4 masyarakat yang cenderung mengucilkan atau menyingkirkan penderita kusta sehingga menyebabkan stress pada penderita kusta tersebut (Maramis, 1990). Citra tubuh menunjukan gambaran diri yang dimiliki setiap orang. Penyakit dan cedera serius dapat merusak konsep diri termasuk juga kecacatan. Mengadaptasi perilaku yang diakibatkan penyakit dapat mempengaruhi perasaan seseorang mengenai identitasnya. Kecacatan mayor bisa dianggap sebagai keterbatasan yang harus dihadapi. Ancaman terhadap citra tubuh dan juga harga diri, sering disertai perasaan malu, ketidakadekuatan dan rasa bersalah. Dalam lingkungan perawatan kesehatan, orang kadang harus menyesuaikan dengan berbagai situasi yang mengancam harga diri mereka (Brunner and Suddarth, 2001). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Santoso ( 2004), di Rumah Sakit Tugurejo Semarang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecacatan dengan body image. Peneliti bermaksud meneliti bagaimana hubungan tingkat kecacatan dengan harga diri pada pasien kusta. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan antara tingkat kecacatan dengan harga diri pada pasien kusta di Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Tugurejo Semarang. B. Masalah Penelitian Dari adanya kecacatan pada pasien kusta yang dapat menjadi stressor terhadap harga diri, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara tingkat kecacatan dengan harga diri pada pasien kusta di Rumah Sakit umum Daerah Tugurejo Semarang.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat kecacatan dengan harga diri pada pasien kusta. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan tingkat kecacatan pada pasien kusta. b. Mendiskripsikan harga diri pada pasien kusta. c. Mendiskripsikan hubungan tingkat kecacatan dengan harga diri pada pasien kusta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan program keperawatan terhadap cara peningkatan harga diri pada pasien kusta. 2. Bagi peneliti Sebagai proses belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di Program Studi Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang khususnya dalam bidang riset. 3. Bagi penelitian Sebagai dasar peneliti lain dalam melakukan penelitian berikutnya. E. Bidang Ilmu Dari segi keilmuan, penelitian ini merupakan bidang kesehatan jiwa yang memfokuskan pada bidang keperawatan, khususnya dalam perawatan harga diri klien kusta yang telah mengalami kecacatan pada berbagai tingkat.

6 HUBUNGAN TINGKAT KECACATAN DENGAN HARGA DIRI PADA PASIEN KUSTA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Mencapai gelar sarjana keperawatan Disusun Oleh: P A R J O NIM: G2A205014 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2007