GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

dokumen-dokumen yang mirip
AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

Diterima 11 Agustus 2017; Direvisi 10 Januari 2018; Disetujui 10 Januari 2018 ABSTRACT

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI BIAK

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS DAMPAK FLARE TIPE X SEPTEMBER 2014 TERHADAP SISTEM NAVIGASI DAN POSISI BERBASIS SATELIT DARI PENGAMATAN GISTM KUPANG

ARUS CINCIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MEDAN GEOMAGNET DI WILAYAH INDONESIA (RING CURRENT AND IT'S EFFECT ON THE GEOMAGETIC FIELD IN INDONESIA REGION)

RESPONS SINTILASI SINYAL GPS SAAT BADAI GEOMAGNET Dl LINTANG RENDAH

Diterima 18 April 2016, Direvisi 23 Juni 2016, Disetujui 28 Juni 2016 ABSTRACT

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

IDENTIFIKASI PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA

PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

PENGEMBANGAN SOFTWARE DETEKSI OTOMATIS SUDDEN COMMENCEMENT BADAI GEOMAGNET NEAR REAL TIME

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

BAB III METODE PENELITIAN

PENENTUAN WAKTU ONSET SUDDEN COMMENCEMENT KOMPONEN H GEOMAGNET DI BIAK

Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

IDENTIFIKASI MODEL INDEKS K GEOMAGNET BERDASARKAN SIFAT STOKASTIK

TELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

Diterima 11 Januari 2016, Direvisi 9 Juni 2016, Disetujui 24 Juni 2016 ABSTRACT

MODEL POLA HARI TENANG MEDAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG MENGGUNAKAN PERSAMAAN POLINOM ORDE-4

Pola Variasi Reguler Medan Magnet Bumi Di Tondano

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

METODE PENGUKURAN ARUS GIC PADA TRANSFORMATOR JARINGAN LISTRIK

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

ANCAMAN BADAI MATAHARI

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

PENENTUAN MODEL POLA HARI TENANG STASIUN GEOMAGNET TANGERANG MENGGUNAKAN DERET FOURIER

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

KARAKTERISTIK TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA [CHARACTERISTIC OF GEOMAGNETIC DISTURBANCE LEVEL OVER INDONESIAN REGION]

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

Pengolahan awal metode magnetik

Pembinaan Teknis (Bintek) Pengolahan dan Interpretasi Data Geomagnet Bandung, Mei 2015

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI INDEKS K GEOMAGNET ANTARA STASIUN BIAK DENGAN MAGNETOMETER DIGITAL DAN STASIUN TANGERANG DENGAN MAGNETOMETER ANALOG

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

* ABSTRAK ABSTRACT

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

PENGEMBANGAN MODEL PREDIKSI INDEKS K GEOMAGNET

PREDIKSI TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET LOKAL D(T) MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATISTIK

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

PENENTUAN ONSET PULSAMAGNETIK PI2 DI LINTANG RENDAH

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

Transkripsi:

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT Mamat Ruhimat Peneliti Pusat Sains Antariksa, LAPAN email: mruhimat@yahoo.com ABSTRACT Geomagnetic disturbances are closely related with the interplanetary magnetic field, particularly the southward component (negative Bz), since such condition can lead to the energy tranfer from the solar wind into the Earth s magnetosphere. The energy transfer can cause disturbance in geomagnetic field, which is represented by disturbance index Dst. The good correlation between the minimum values of Bz and Dst means that the stronger the magnetic field can lead to the stronger disturbance. However, the minimum of both parameter do not occur simultaneously. From analysis of 41 geomagnetic storms with Dst -30 nt, in general, the time delay between Bz and Dst is two hours, which Bz reach minimum two hour before the Dst. It represent the time that required by the disturbance to travel from magnetopause to the Earth. Keywords: Geomagnetic disturbance, Interplanetary magnetic field ABSTRAK Gangguan geomagnet sangat erat kaitannya dengan medan magnet antarplanet, terutama yang mengarah ke selatan (Bz negatif), karena kondisi ini yang akan menyebabkan rekoneksi magnet yang mentransfer energi dari angin surya ke magnetosfer Bumi. Aliran energi ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada medan magnet Bumi, yang dinyatakan dengan indeks gangguan Dst. Korelasi antara nilai minimum Bz dan Dst cukup baik, yang menunjukkan bahwa makin kuat intensitas Bz, makin kuat pula gangguan geomagnet yang ditimbulkan. Akan tetapi waktu terjadinya gangguan yang terbesar tidak bersamaan dengan waktu terjadinya nilai Bz yang paling minimum. Dari 41 peristiwa badai geomagnet dengan Dst -30 nt yang dianalisis diperoleh bahwa pada umumnya selang waktu antara Bz dan Dst adalah dua jam, dengan Bz mencapai minimum dua jam lebih dahulu dibandingkan dengan Dst. Ini menunjukkan waktu yang diperlukan oleh gangguan dari magnetopause untuk sampai ke Bumi Kata kunci: Gangguan geomagnet, Medan magnet antarplanet 1 PENDAHULUAN Penyebab utama dari munculnya fenomena geomagnet adalah transfer energi dari Matahari ke magnetosfer Bumi melalui angin surya. Mekanisme masuknya energi dari angin surya ini ke dalam magnetosfer adalah terjadinya rekoneksi magnet yang bisa terjadi bila kondisi medan magnet antarplanet Interplanetary Magnetic Field (IMF), yaitu komponen IMF Bz yang mengarah ke 34 selatan dengan medan magnet magnetopause yang mengarah ke utara (misalnya dalam Gonzalez et al., 1999). Energi ini akan terkumpul di magnetosfer, dan akan menyebabkan gangguan magnetosfer bila terjadi rekoneksi medan magnet. Gangguan magnetosfer ini akan menimbulkan gangguan pada geomagnet yang disebut sebagai badai geomagnet. Intensitas badai geomagnet umumnya ditunjukkan dengan suatu

Gangguan Geomagnet pada Fase Minimum Aktivitas... (Mamat Ruhimat) indeks. Untuk daerah lintang rendah intensitas ini ditunjukkan oleh indeks Disturbance Storm Time index (Dst). Indeks Dst menunjukkan gangguan medan magnet di sekitar ekuator permukaan Bumi. Pada umumnya gangguan medan magnet ini, atau dikenal sebagai badai magnet, dinyatakan dengan nilai negatif yang menunjukkan penurunan medan magnet Bumi (Gonzalez et al., 1994). Penurunan ini disebabkan terutama oleh sistem arus ekuatorial di magnetosfer yang disebut sebagai arus cincin (ring current). Indeks Dst ini mengukur efek arus cincin pada medan magnet. Nilai Dst ini merupakan nilai rata-rata jam-an dari komponen horisontal medan magnet dari beberapa observatori di lintang rendah yang telah dikoreksi terhadap variasi hari tenangnya (Sugiura, 1991). Intensitas gangguan geomagnet (badai geomagnet) diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (i) badai lemah dengan intensitas -50 nt < Dst < -30 nt, (ii) badai sedang dengan intensitas -100 nt < Dst < -50 nt, (iii) badai kuat dengan Dst -100 nt (Gonzalez et al., 1999). Sumber utama dari munculnya badai geomagnet adalah Matahari. Pada saat aktivitas Matahari maksimum (ditunjukkan oleh banyaknya bintik Matahari di permukaannya), lontaran masa korona Coronal Mass Ejection (CME) dan flare merupakan peristiwa di Matahari yang merupakan penyebab utama gangguan antarplanet dan kemudian juga badai geomagnet (misalnya dalam Burlaga et al., 1987; Farrugia et al., 1993; dan Gonzalez et al., 1996). Kecepatan angin surya yang dilontarkan karena flare dan CME ini dapat mencapai lebih dari 600 km/detik, bahkan melampaui 1000 km/detik. Akibatnya, gelombang kejut yang ditimbulkan dapat menimbulkan badai geomagnet yang cukup kuat. Sebaliknya pada saat tingkat aktivitas Matahari rendah, semburan materi dari Matahari lebih jarang, tetapi lubang korona yang lebih banyak terdapat di Matahari dapat menyebabkan angin surya yang kecepatan tinggi dan menyebabkan gangguan pada geomagnet (Timothy et al., 1975 dan Burlaga et al., 1978). Farrugia et al. (1993) menyatakan bahwa lubang korona ini tidak akan menyebabkan badai geomagnet kuat. Badai geomagnet yang terjadi karena lubang korona ini umumnya adalah badai lemah dan sedang. Telah diketahui bahwa medan magnet antarplanet arah selatan mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan munculnya badai geomagnet. Badai geomagnet kuat, yang salah satunya direpresentasikan dengan Dst, mempunyai tiga fasa, yaitu (i) fasa awal (initial phase) yaitu waktu naiknya komponen horisontal menjadi bernilai positif, (ii) fasa utama (main phase) yaitu saat Dst mencapai nilai paling negatif, dan (iii) fasa pemulihan (recovery phase), yaitu kembalinya kuat medan magnet ke tingkat semula (Singh et al., 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah melihat keterkaitan waktu antara fasa utama dari badai geomagnet (indeks Dst) dengan medan magnet antarplanet arah selatan (Bz negatif) yang paling kuat. Keterkaitan ini terutama dilihat dari selang waktu antara saat Bz menjadi paling minimum dengan fasa utama badai geomagnet ini (Dst minimum). Periode yang diambil terutama pada saat aktivitas Matahari minimum siklus Matahari ke-24 (yang dimulai tahun 2008) sampai dengan tahun 2010. Periode ini merupakan periode aktivitas Matahari yang paling rendah, seperti digambarkan pada Gambar 1-1. Karena pada periode ini badai geomagnet yang terjadi lebih banyak pada badai lemah dan sedang, maka yang dianalisis adalah badai geomagnet yang mempunyai indeks Dst -30 nt. 35

Gambar 1-1: Plot siklus aktivitas Matahari. Bagian yang dilingkari menunjukkan fasa minimum awal siklus ke-24 (Sumber: Space Weather Prediction Center) 2 DATA DAN METODE Untuk mengetahui keterkaitan medan magnet antarplanet dengan terjadinya badai geomagnet, maka yang dianalisis disini adalah medan magnet antarplanet arah utara-selatan (Bz) dan indeks Dst yang merupakan indikator intensitas badai geomagnet di lintang rendah. Data Bz dan Dst merupakan data jam-an, dan dapat diperoleh di http://omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx2. html. Bz diukur oleh satelit Advanced Composition Explorer (ACE), sedangkan data Dst dipublikasikan oleh World Data Center for Geomagnetism Kyoto. Sesuai dengan periode minimum aktivitas Matahari di awal siklus ke-24, maka periode waktu yang dianalisis adalah tahun 2008 sampai tahun 2010. Karena periode ini adalah periode aktivitas Matahari rendah, maka badai geomagnet yang terjadi umumya adalah badai geomagnet lemah dan sedang. Oleh karena itu badai geomagnet yag dianalisis dan dikaitkan dengan medan magnet antarplanet Bz adalah badai geomagnet dengan indeks Dst -30 nt. 36 Langkah yang dilakukan adalah dengan mencari korelasi antara Bz dan Dst. Data Bz dan Dst yang dikorelasikan adalah data ketika mulai terjadi gangguan sampai kembali ke keadaan semula. Yang pertama dilakukan adalah mencari nilai korelasi pada waktu yang bersamaan. Kemudian dilakukan pergeseran pada Dst, yaitu data yang dikorelasikan adalah data Bz dengan data Dst satu jam setelahnya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa gangguan yang terjadi di magnetosfer memerlukan waktu dalam penjalarannya ke Bumi. Selanjutnya penghitungan korelasi dilakukan antara Bz dengan Dst yang digeser 2 jam, 3 jam, dan seterusnya sampai dengan 6 jam. Bila korelasi terbaik terjadi pada waktu yang sama maka dikatakan selisih waktunya adalah 0 jam. Bila terjadi setelah Dst digeser 1 jam ke belakang, maka dikatakan selisih waktunya adalah 1 jam, dan seterusnya. Dengan mengetahui selang waktu antara Bz dan Dst untuk korelasi terbaik keduanya diharapkan dapat diketahui waktu yang dibutuhkan oleh gangguan yang disebabkan oleh medan magnet antarplanet Bz untuk sampai di Bumi.

Gangguan Geomagnet pada Fase Minimum Aktivitas... (Mamat Ruhimat) 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dengan klasifikasi badai geomagnet yang ditentukan, yaitu Dst -30 nt, maka dalam periode tahun 2008 sampai dengan 2010 diperoleh sejumlah 41 badai geomagnet yang mempunyai intensitas badai lemah sampai kuat. Badai geomagnet ini yang kemudian dianalisis keterkaitannya dengan medan magnet antarplanet arah selatan Bz. Tabel 3-1 memperlihatkan hasil perhitungan yang dilakukan. Pada tabel ini diperlihatkan nilai korelasi antara Bz dan Dst pada waktu yang bersamaan, dan pada waktu setelah pada Dst dilakukan pergeseran satu sampai enam jam. Terlihat bahwa korelasi terbaik diperoleh bila Dst digeser selama dua jam, dengan jumlah kejadian sebanyak 20 kejadian atau 47.62% dari seluruh kejadian badai geomagnet. Demikian juga distribusi yang diperlihatkan oleh Gambar 3-1 menunjukkan bahwa kejadian geomagnet yang terbanyak mempunyai selang waktu selama dua jam. Tabel 3-1:DISTRIBUSI KORELASI TERBAIK ANTARA Dst DAN Bz Selang Waktu (Bz-Dst) Rata-rata Jumlah Kejadian Korelasi Badai Geomagnet 0 jam 33.7 % 0 (0%) 1 jam 49.6 % 10 (23.81%) 2 jam 53.1 % 20 (47.62%) 3 jam 49.5 % 6 (14.29%) 4 jam 43.7 % 1 (2.38%) 5 jam 37.9 % 2 (4.76%) 6 jam 34.4 % 2 (4.76%) 60% Persentase gangguan geomagnet untuk beda waktu tertentu Persentase kejadian 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0 1 2 3 4 5 6 Beda Waktu (jam) Gambar 3-1: Distribusi persentase peristiwa gangguan geomagnet dengan selang waktu pada korelasi terbaik antara Bz dan Dst 37

Pada Tabel 3-1 dan Gambar 3-1 dapat diketahui bahwa Bz dan Dst tidak mencapai nilai minimum pada saat yang sama. Dst mencapai minimum lebih lambat dari pada Bz. Tidak ada yang terjadi bersamaan. Yang terbanyak adalah pada selang waktu 2 jam, yaitu sebanyak 47% dari seluruh peristiwa yang diamati atau sebanyak 20 peristiwa. Sedangkan selang waktu yang diperoleh bervariasi hingga 6 jam. 3.2 Pembahasan Dengan metode seperti yang telah dijelaskan, dan dari hasil yang ditunjukkan pada Tabel 3-1 dan Gambar 3-1, maka diperoleh bahwa antara Bz dan Dst mempunyai korelasi yang lebih baik apabila Dst digeser sejauh satu sampai enam jam, lebih besar dari pada apabila korelasi dilakukan untuk Bz dan Dst pada waktu yang bersamaan. Artinya Bz dan Dst mempunyai beda waktu selama 1 6 jam dengan Dst akan mengalami keterlambatan sebesar selang waktu tersebut. Korelasi yang terbaik pada umumnya dapat diperoleh pada pergeseran sebesar 2 jam. Gonzalez et al. (1999) menyatakan bahwa penyebab utama dari munculnya fenomena geomagnet adalah transfer energi dari Matahari ke magnetosfer Bumi melalui angin surya. Rekoneksi magnet akan terjadi bila Bz mengarah ke selatan. Gangguan yang terjadi akan menjalar ke Bumi dan menyebabkan badai geomagnet yang ditandai dengan turunnya indeks Dst. Selang waktu antara Bz dan Dst menunjukkan lamanya penjalaran gangguan ini dari magnetopause sampai terdeteksi di medan magnet Bumi. Sedangkan perbedaan lamanya waktu penjalaran menunjukkan adanya perbedaan kecepatan penjalaran gangguan dari magnetopause ke Bumi. Nilai rata-rata korelasi yang diperoleh untuk semua peristiwa digambarkan pada Gambar 4-1. Ratarata korelasi tertinggi adalah 53% yang dipunyai oleh selang waktu 2 jam. Ratarata korelasi untuk selang waktu yang lain juga tidak berbeda jauh, bervariasi antara 33% sampai 50%. Korelasi yang tidak terlalu besar ini menunjukkan adanya fluktuasi nilai Bz dan Dst yang cukup besar. Walaupun demikian, bila kita lihat nilai minimum dari kedua parameter ini, maka keduanya menunjukkan keterkaitan yang cukup erat. Keterkaitan antara nilai minimum Bz dan minimum Dst diperlihatkan pada Gambar 4-2. Pada gambar ini terlihat bahwa keterkaitan keduanya cukup bagus, dengan koefisien korelasi sebesar 0.68. Ini menunjukkan bahwa makin kuat Bz (nilainya makin negatif) maka makin besar gangguan yang terjadi (nilai Dst juga makin kecil), meskipun nilai minimunya tidak diperoleh pada saat yang bersamaan. 38

Gangguan Geomagnet pada Fase Minimum Aktivitas... (Mamat Ruhimat) Rata-rata korelasi terbaik untuk beda waktu tertentu Rata-rata korelasi Bz dan Dst 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0 1 2 3 4 5 6 Beda Waktu (jam) Gambar 4-1:Korelasi terbaik antara Bz dan Dst untuk selang waktu tertentu Korelasi Bz dan Dst 0-16 -14-12 -10-8 -6-4 -2-10 0-20 -30-40 -50-60 Dst (nt) -70-80 Bz (nt) -90 Gambar 4-2:Plot antara nilai Bz minimum dan Dst minimum 4 KESIMPULAN Pada penelitian ini dianalisis gangguan geomagnet yang terjadi selama fase aktivitas minimum di awal siklus ke-24, yaitu tahun 2008-2010, dengan intensitas Dst -30 nt. Dari 41 peristiwa gangguan yang terjadi selama periode ini, diperoleh adanya korelasi antara medan magnet antarplanet arah utaraselatan (Bz) dengan indeks Dst. Korelasi terbaik antara kedua parameter ini terjadi tidak pada waktu yang bersamaan, tetapi ada perbedaan waktu antara keduanya, yaitu antara 1 sampai 39

6 jam. Selang waktu yang paling sering terjadi adalah 2 jam. Perbedaan selang waktu ini mengindikasikan bahwa gangguan yang terjadi di magnetopause memerlukan waktu untuk sampai ke Bumi. Walaupun korelasi antara kedua parameter ini secara keseluruhan tidak cukup baik, namun apabila dilihat nilai minimum dari masing-masing parameter menunjukkan keterkaitan yang cukup erat, dengan koefisien korelasi sebesar 0.68. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas medan magnet antarplanet, terutama yang mengarah ke selatan, berperan dalam menentukan intensitas gangguan geomagnet yang akan terjadi. Makin kuat medan magnet antarplanet arah selatan, maka intensitas gangguan geomagnet yang akan terjadi juga akan makin kuat. DAFTAR RUJUKAN Burlaga, L.F., Behannon, K.W., Hansen, S.F., Pneumann, G.W., Feldman, W.C., 1978. Sources of Magnetic Fields in Recurrent Interplanetary Streams, J. Geophys. Res. 83, 4177. Burlaga, L.F., Behannon, K.W., Klein, L. W., 1987. Compound Streams, Magnetic Clouds, and Major Geomagnetic Storms, J. Geophys. Res. 92, 5725. Farrugia, C.J., Burlaga, L.F., Osherovich, V.A., Richardson, I.G., Freeman, M. P., Lepping, R.P., Lazarus, A.J., 1993. A Study of an Expanding Interplanatary Magnetic Cloud and Its Interaction with the Earth's Magnetosphere-The Interplanetary Aspect, J. Geophys. Res. 98, 7621. Gonzalez, W.D., Joselyn, J.A., Kamide, Y., Kroehl, H.W., Rostoker, G., Tsurutani, B.T., Vasyliunas, V.M., 1994. What is a Geomagnetic Storm?, J. Geophys. Res. 99, 5571. Gonzalez, W.D., Tsurutani, B.T., Clua de Gonzalez, A.L., 1999. Interplanetary Origin of Geomagnetic Storms, Space Sci. Rev. 88, 529. Gonzalez, W.D., Tsurutani, B.T., Tang, F., 1996. The Solar and Interplanetary Causes of Geomagnetic Activity and Quiet, ASP Conference Series 95, 453. Singh, B., Dubey, S.C., Tiwari, D.P., Tripathi, A.K., 2005. The Study of Large Geomagnetic Storms Observed during of Period 1986-2002, 29 th International Cosmic Ray Conference Pune 2, 229. Space Weather Prediction Center, http://www.swpc.noaa.gov. Sugiura, M., 1991. On Dst Index, World Data Center for Geomagnetism Kyoto University, http:// wdc. kugi.kyoto-u.ac.jp. Timothy, A.F., Krieger, A.S., Vaiana, G. S., 1975. The Structure and Evolution of Coronal Holes, Solar Phys. 42, 135. 40