PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI KOTA MAKASSAR

dokumen-dokumen yang mirip
DEVELOPMENT OF TRANSPORT INFRASTRUCTURE ON MEGA-URBAN (Case Study: Makassar City)

PENGEMBANGAN KONSEP MULTI FUNGSI LAHAN DI KAWASAN SUB-URBAN MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

STRATEGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL DI WILAYAH SUBURBAN MAKASSAR MASS TRANSPORTATION DEVELOPMENT STRATEGY IN MAKASSAR SUBURBAN AREA

PENGEMBANGAN PRASARANA FEEDER MENUJU HALTE KORIDOR 2 BUS RAPID TRANSIT (BRT) MAMMINASATA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK POLA PERJALANAN DI KOTA YOGYAKARTA

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

GREEN TRANSPORTATION

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Transportasi merupakan sistem yang bersifat multidisiplin bidang PWK, ekonomi, sosial, engineering, hukum, dll

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN

ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

PERENCANAAN??? MENGAPA DIPERLUKAN. Peningkatan jumlah penduduk. Penambahan beban jaringan jalan. & transportasi

V. PENILAIAN KINERJA POLA TRAYEK/RUTE EKSISTING

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN SUBURBAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) Studi Kasus: Kawasan Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

Lokasi (Pembagian Daerah. Penggunaan Lahan Terakhir) Jalan Nasional / Mamminasa BP. (Perkotaan) Jalan Perintis TS-5 Makassar (Perkotaan)

TUGAS AKHIR KESESUAIAN SISTEM TRANSPORTASI UMUM DI KOTA SURAKARTA TERHADAP KONSEP TRANSPORTATION FOR LIVABLE CITY

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW), Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

BAB II TINJAUAN TEORI

Peran Transportasi. (Studi Kasus: Stasiun KA Patukan, Gamping, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

TATA LOKA VOLUME 16 NOMOR 2, MEI 2014, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

Evaluasi Pola Persebaran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Makassar

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

PEDOMAN. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI MENUJU KOTA TOMOHON SEBAGAI COMPACT CITY ABSTRAK

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

RUAS JALAN ANDI MALLOMBASANG DAN JALAN USMAN SALENGKE SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

TESIS PENGEMBANGAN SIMPUL PERPINDAHAN MODA ANGKUTAN UMUM DI PUSAT KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana

PENGARUH PERUBAHAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH TERHADAP KINERJA JARINGAN JALAN DI KAWASAN PUSAT KOTA SAMARINDA

Banyak Kota di Dunia Tidak Dapat Menyediakan Akses yang Layak ke Angkutan Massal Bagi Setengah Penduduknya

BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY M. BARRY BUDI PRIMA BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan (demand) yaitu dengan. menggunakan metode empat tahap (four stage method).

PENGGUNAAN INDEKS PELAYANAN JALAN DALAM MENENTUKAN TINGKAT PELAYANAN JALAN

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN PADA TATA GUNA LAHAN SMU NEGERI DI MAKASSAR

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Transportasi Masa Depan Straddling Bus. Solusi untuk Mengatasi Kemacetan

PENGERTIAN GREEN CITY

STUDI SEKTORAL (12) TRANSPORTASI DARAT

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

STUDI POLA PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN KOTA NANGA PINOH DI KABUPATEN MELAWI. Abstrak

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

12-5. Gambar 1.4 Volume Lalu Lintas Jalan-Jalan Utama. Studi Sektoral (12) TRANSPORTASI DARAT

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI KOTA MAKASSAR Shirly Wunas Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Tlp. (0411) 589706 shirly@indosat.net.id Venny Veronica Natalia Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Tlp. (0411) 589706 veronica_natalia@ymail.com Abstract Thriving city sporadically in suburban areas will form a mega urban. The condition occurs due to the construction of housing clusters spread and done without following land use policy and the development progress across intercity or inter-district administrative area. The purpose of this study is to identify and analyze the development of mega cities of the transport infrastructure network in suburban areas and to analyze the integration of urban development and the concept of transport infrastructure networks development. The location of this study is the development area of the City of Makassar, which is in the east and in the south of the city. Data were obtained through direct observation of various land use and development of road networks and transportation nodes. These studies found that the City of Makassar extends horizontally to the south and east with many low intensity buildings spread sporadically and form a mega urban without following the hierarchy of road network and without public transport services. Also, the development of the City of Makassar has caused high people mobility toward service centers in the city. Keywords: mega urban, land use, transport, road network, mobility Abstrak Kota yang berkembang secara sporadis di wilayah suburban akan membentuk mega urban. Kondisi tersebut terjadi akibat pembangunan kluster perumahan yang menyebar dan dilakukan tanpa mengikuti kebijakan tata ruang, dan perkembangan pembangunan melintasi wilayah administratif antarkota atau antarkabupaten. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan kota mega terhadap jaringan prasarana transportasi di wilayah suburban dan menganalisis keterpaduan pengembangan kota terhadap konsep pengembangan jaringan prasarana transportasi. Lokasi penelitian ini adalah wilayah perkembangan Kota Makassar, yaitu di wilayah timur dan di wilayah selatan kota. Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap berbagai guna lahan dan perkembangan jaringan jalan serta simpul-simpul transportasi. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Kota Makassar meluas secara horizontal ke arah selatan dan timur dengan jumlah bangunan berintensitas rendah yang menyebar secara sporadis membentuk mega urban tanpa mengikuti hirarki jaringan jalan dan tanpa pelayanan angkutan umum. Selain itu perkembangan Kota Makassar yang ada menyebabkan terjadinya mobilitas penduduk yang tinggi menuju ke pusat-pusat pelayanan di kota. Kata-kata kunci: mega urban, tata ruang, transportasi, jaringan jalan, mobilitas PENDAHULUAN Kota yang berkembang secara sporadis dikhawatirkan menimbulkan permasalahan di wilayah suburban. Pemerintah dan swasta (pengembang) hanya terfokus untuk mengatasi kebutuhan perumahan untuk masyarakat kota. Pembangunan perumahan secara menyebar, baik horizontal maupun vertikal (rumah susun), dilakukan oleh aktor pelaksana Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember 2015: 169-178 169

yang berbeda dengan berorientasi pada nilai lahan yang murah, yang bahkan sering kali pada lahan yang masih berfungsi sebagai lahan irigasi produktif. Pembangunan dilakukan dengan mengutamakan lahan yang mempunyai akses dari dan ke jalan utama, bahkan sampai melintasi wilayah administratif antar kota atau antar kabupaten. Pembangunan rumah secara bersusun bagi masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah suburban Makassar sudah sangat bagus. Pembangunan tersebut dilakukan dengan mengutamakan efisiensi penggunaan lahan dan efisiensi jaringan prasarana kota. Transportasi kian menjadi bagian terpenting dalam kehidupan kota. Perubahan gaya hidup masyarakat modern telah menyebabkan peningkatan perjalanan penduduk. Masalah transportasi perkotaan, seperti yang terjadi di Kota Makassar, dipengaruhi oleh model pertumbuhan kota yang belum terintegrasi dengan sistem jaringan prasarana transportasi dan sistem jaringan pelayanan transportasi (Gambar 1). Gambar 1 Model Perkembangan Kota Makassar Jalan arteri seharusnya berperan utama memberikan akses bagi masyarakat suburban ke wilayah urban. Jaringan jalan utama tersebut, yaitu Jalan Perintis Kemerdekaan, merupakan jalan akses atau jalan penghubung antarkota atau antarkabupaten. Masalah yang terjadi adalah bahwa derajat kejenuhan di jalan tersebut diperkirakan akan mencapai nilai 0,85 pada tahun 2015 (Wunas, 2009). 170 Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember 2015: 169-178

Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan kota mega (mega urban) terkait dengan jaringan prasarana transportasi di wilayah suburban (tepi kota). Selain itu, akan dilakukan analisis terhadap keterpaduan ekspansi kota dengan konsep pengembangan jaringan prasarana transportasi. Referensi yang digunakan dalam pembahasan pada kajian ini menyangkut beberapa konsep perencanaan ruang perkotaan yang ramah lingkungan dan berhubungan dengan sistem transportasi, seperti konsep smart growth, compact-city, mixed land use, transit-oriented development (TOD), pedestrian friendly, dan complete street. Menurut Knaap (2004) perkembangan kota yang terprediksi pertumbuhannya (smart growth) seharusnya menggunakan konsep fungsi lahan campuran (mixed land use), dengan hunian bersusun (vertical housing) dan merencanakan kawasan yang ramah bagi pejalan kaki. Hunian bersusun akan menciptakan kawasan dengan kerapatan yang tinggi, yang jika direncanakan pada lokasi yang tepat dengan jarak ke fasilitas pelayanan atau kegiatan sosial dan ekonomi yang terjangkau berjalan kaki atau dengan menggunakan kendaraan tidak bermotor akan dapat mereduksi kebutuhan akan kendaraan pribadi, menghemat biaya transportasi, menghemat penggunaan bahan bakar, mengurangi kerapatan lalulintas, mereduksi polusi atau emisi kendaraan bermotor, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup (PPG3, 2010). Edwards (2000) dan Wunas (2007) juga menyatakan bahwa perkembangan kota harus mengaplikasikan formula 3E+2S, yaitu Energy, Environment, Ecology, Society, dan Sustainability. Gambar 2 Ilustrasi Perencanaan Perkembangan Struktur Kota (Wunas, 2011) Pada saat ini terdapat 3 pendekatan untuk mengembangkan konsep fungsi lahan campuran, yaitu: (1) meningkatkan intensitas guna lahan, (2) meningkatkan berbagai jenis kelompok fungsi lahan, dan (3) mengintegrasikan fungsi lahan yang berbeda. Konsep ini merupakan komponen dasar beberapa teori dan konsep yang sedang berkembang, seperti perkembangan berbasis transit (Transit Oriented Development [TOD]), Traditional Neighborhood Development [TND]), dan Livable Communities and Smart Growth Principles (Weddel, 2010). Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Kota Makassar (Shirly Wunas dan Venny Veronica Natalia) 171

TOD adalah konsep pengembangan berbasis transit. Pada konsep ini terdapat integrasi transportasi publik dan prasarana jalan yang humanis dengan fungsi lahan campuran. Komponen TOD terdiri atas: (1) jaringan sirkulasi, yaitu jalan, pejalan kaki, dan trotoar, (2) Bus Rapid Transit dan tempat pemberhentiannya, (3) fasilitas pejalan kaki dan sepeda untuk mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan (4) fasilitas-fasilitas umum, seperti taman, plaza, fitness center, sekolah, perpustakaan, tempat penitipan anak, dan kantor pos (Harno, 2010). Manfaat konsep TOD adalah dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan kemacetan lalulintas, mengurangi kecelakaan lalulintas, mengurangi biaya transportasi rumah tangga, meningkatkan gaya hidup yang lebih sehat dengan berjalan kaki, mengurangi polusi dan perusakan lingkungan, mengurangi peluang terbentuknya sprawl, membuka peluang pengembangan bentuk kompak, serta lebih murah jika dibandingkan dengan membangun jalan. Ewing (1997) mengusulkan dua konsep dengan sistem TOD, yaitu Transit Corridor dan Transit Nodes. Kedua sistem tersebut juga harus didukung dengan konsep lahan campuran, seperti hunian bersusun, sarana perbelanjaan, pendidikan, hotel, motel, dan pergudangan. Transit Corridor Transit nodes Gambar 3 Pendekatan Sistem Transit (Ewing, 2007) Perencanaan kota yang ramah terhadap pejalan kaki didukung dengan konsep perencanaan lahan campuran (mixed land use) agar dapat mempermudah para pejalan kaki dan pesepeda untuk mencapai fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi serta tidak perlu memiliki kendaraan bermotor. Konsep tersebut dilengkapi oleh Simonds (1994), yang menyatakan bahwa perencanaan kota seharusnya mempertimbangkan jalur cepat dan tempat transit untuk menjamin kemudahan dan keamanan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Departemen Kimpraswil (2004) menetapkan hirarki perkotaan dan peranan jaringan jalan pendukungnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Penelitian ini dilakukan di wilayah perkembangan kota Makassar dan suburbannya, yaitu wilayah timur dan selatan Kota Makassar. Data diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap berbagai guna lahan dan perkembangan jaringan jalan dan simpul-simpul transportasi menggunakan peta citra satelit. Selain itu, data diperoleh dari survei lapangan dan wawancara terhadap 160 orang responden yang merupakan penduduk yang tinggal dalam wilayah suburban di bagian timur dan selatan Kota Makassar. Sampel ditentukan 172 Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember 2015: 169-178

Target Analisis Permasalahan Latar Belakang secara proporsif terhadap penduduk yang tinggal di rumah vertikal (rusun) maupun rumah horizontal serta pada cluster dengan kerapatan yang tinggi dan yang rendah. Selanjutnya, digunakan analisis komparatif dan kuantitatif terhadap bangkitan guna lahan dan analisis matriks destinasi. Konsep perencanaan memanfaatkan peta citra satelit dan pendekatan perencanaan fungsi lahan campuran (mixed use) dan pendekatan simpul-simpul TOD. Tabel 1 Hubungan antara Hirarki Kota dengan Sistem Jaringan Jalan Primer Kriteria PKN PKW PKL PK < PKL Persil PKN arteri arteri lokal lokal lokal PKW arteri kolektor kolektor lokal lokal PKL lokal lokal lokal lokal lokal PK<PKL lokal lokal lokal lokal lokal PERSIL lokal lokal lokal lokal lokal Sumber: Departemen Kimpraswil (2004) Perkembangan Kota Menyebar di Wilayah Suburban Ekspansi Antar Kota/Kabupaten Terbentuk Mega Urban Mixed Land Use (Knaap,2004) TOD (Harno, 2010) Smart Growth/Compact City (Knaap,2004) Walkable City (Brandon, 2010) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan Sistranas Tahun 2012 Pedoman No. Pd T-18-2004-B Struktur Perkembangan Guna Lahan Antar-Kota/ Kabupaten Perkembangan Jaringan Transportasi terhadap Perkembangan Guna Lahan Konsep Keterpaduan Ekspansi Kota Terhadap Prasarana Jaringan Transportasi Gambar 4 Kerangka Konsep Penelitian Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Kota Makassar (Shirly Wunas dan Venny Veronica Natalia) 173

PEMBAHASAN Perkembangan Makassar terhadap Jaringan Transportasi di Wilayah Suburban Kota Makassar mempunyai tiga akses utama yang diklasifikasikan sebagai jaringan jalan primer, yaitu: (1) Jalan Perintis Kemerdekaan (arteri primer), yang menghubungkan akses ke Kota/Kabupaten bagian Timur wilayah Sulawesi Selatan; (2) Jalan Tol Ir. Sutami, yang menghubungkan akses ke kota/kabupaten di wilayah barat (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat); serta (3) Jalan Sultan Alauddin (arteri primer), yang menghubungkan akses ke kota/kabupaten di bagian Selatan wilayah Sulawesi Selatan (Gambar 5). Kedua jaringan jalan arteri primer tersebut seharusnya menghubungkan antarpusat kegiatan nasional atau antarpusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Namun, saat ini jalan-jalan ini hanya berfungsi sebagai pusat pelayanan kantong-kantong perumahan yang terbangun tidak teratur, menyebar, kepadatan rendah, dan tanpa dilengkapi sarana prasarana pelayanan yang baik. Bentuk model perkembangan kota tersebut adalah urban sprawl, yang merupakan suatu proses perluasan atau pemekaran kegiatan perkotaan ke wilayah suburban dengan pola perkembangan secara tidak teratur. Walaupun demikian proses tersebut bersifat positif karena telah memindahkan sebagian penduduk dari tempat berkepadatan tinggi pada wilayah urban ke wilayah suburban. Pola pembangunan dengan cara tersebut berpengaruh kuat pada mobilitas penduduk ke kota, yaitu menimbulkan peningkatan jumlah lalulintas pada poros jalan arteri primer. Seharusnya kluster-kluster perumahan dilengkapi dengan pusat-pusat kegiatan lokal (PKL) dan dilayani oleh jaringan jalan lokal primer. Beberapa kluster-kluster perumahan yang memiliki PKL dihubungkan dengan jalan kolektor primer, seperti Perumahan BTP dan Perumahan Telkom Mas. PKL yang dilayani oleh jaringan jalan kolektor primer ini seharusnya dikembangkan menjadi pusat kegiatan wilayah. Nampak di sini bahwa struktur penggunaan lahan belum terpadu dengan struktur dari klasifikasi jaringan jalan. Tabel 2 Hubungan Antara Pusat Pelayanan Kota dengan Sistem Jaringan Jalan Primer Kriteria Standar Kondisi Keterangan PKN PKW PKL PKN PKW PKL Kluster-kluster perumahan PKN arteri arteri lokal yang ada, belum terpadu PKW arteri kolektor kolektor kolektor dengan kebutuhan pusat PKL lokal lokal lokal lokal pelayanan dan jaringan yang memadai dengan kebutuhan penduduk Pengembang/developer membangun masih mempergunakan pendekatan konvensional, yaitu membangun dengan konsep perumahan horizontal, sesuai modal yang dimiliki, luas lahan yang dapat dibebaskan, serta izin membangun yang diperoleh. Pendekatan tersebut belum dapat mendukung konsep ramah lingkungan dan ramah transportasi, atau belum mendukung konsep smart city. 174 Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember 2015: 169-178

Suatu contoh perumahan yang dibangun secara massal dengan sistem kunci (penyerahan kunci setelah pembelian) adalah perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Perumahan ini terdiri atas 8.711 unit rumah dengan jumlah penduduk 43.555 jiwa (2013). Pemekaran kawasan berlanjut dengan developer yang berbeda, yang mencapai (30-50) % dalam kurun waktu 3 tahun. Pemekaran tersebut tetap mempergunakan struktur kawasan yang ada yang dibentuk dengan jaringan jalan yang sama, yaitu jalan kolektor primer. Saat ini di kawasan BTP dan sekitarnya terdapat sekitar 150.000 jiwa yang seharusnya dilayani oleh Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Kawasan ini dilayani oleh jalan dengan klasifikasi jalan kolektor primer (Jalan BTP Raya) dan jalan tersebut adalah terusan jalan arteri primer. Klasifikasi jalan dan konektivitas antarjaringan jalan sudah sesuai dengan SNI, tapi fungsi pusat pelayanan yang ada (PKL) harus ditingkatkan menjadi PKW. Tujuan perencanaan tersebut adalah untuk mereduksi pergerakan lalulintas yang menuju ke kawasan urban. Hal lain yang juga membutuhkan pertimbangan serius adalah adanya investor untuk PKW, permintaan pembeli harus banyak, intensitas kepadatan penduduk harus tinggi, dan jarak pembeli harus relatif dekat atau bisa dicapai dengan berjalan kaki atau berkendaraan tidak bermotor. Saat ini arus lalulintas jam puncak pada jalan utama wilayah timur suburban (Jalan Perintis Kemerdekaan) adalah 4.703 smp/jam, arus lalulintas terendah adalah 2.661 smp/jam (arus lalulintas ideal untuk Tingkat Pelayanan C adalah 1.400 smp/jam) dengan kecepatan rata-rata 35,37 km/jam (kecepatan ideal adalah 60 km/jam). Arus lalulintas pada jalan utama wilayah barat suburban (Jalan Sultan Alauddin) pada jam puncak adalah 4.016 smp/jam, yang terendah 2.468 smp/jam, dengan kecepatan rata-rata 30,45 km/jam. Keterpaduan Ekspansi Kota dengan Pengembangan Prasarana Transportasi Kota Makassar mempunyai penduduk total sebanyak 1.408.004 jiwa (Badan Pusat Statistik Kota Makassar, 2013) dan terdapat sekitar 29 % penduduk berkembang pada wilayah suburban. Wilayah perkembangan ke arah timur (Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Biringkanaya, dan Kecamatan Manggala) mempunyai jumlah penduduk 392.716 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3,17 %. Sedangkan wilayah perkembangan kota ke arah selatan (Kecamatan Tamalate) mempunyai jumlah penduduk 325.037 jiwa dengan pertumbuhan 2,09 %. Pertumbuhan penduduk di kedua wilayah suburban tersebut lebih besar daripada pertumbuhan penduduk di Kota Makassar (1,63 %). Kerapatan lalulintas yang ada di jaringan jalan arteri primer, yang menghubungkan daerah suburban dan daerah urban diproyeksikan akan lebih meningkat lagi, karena sejak tahun 2008 wilayah suburban Kota Makassar telah mempunyai target pembangunan 80 twin block dan saat ini telah dibangun hunian bersusun 4 lantai di 8 lokasi dengan 31 twin block. Hasil analisis menunjukkan bahwa saat ini backlog perumahan pada tahun 2013 adalah 47.473 unit (Tabel 3). Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Kota Makassar (Shirly Wunas dan Venny Veronica Natalia) 175

Kecamatan Tabel 3 Proyeksi Kebutuhan Perumahan Penduduk 2013 (jiwa) Jumlah Rumah Backlog Perumahan 2013 Pertumbuhan Penduduk (%) Tamalate 172.506 43.989 5.538 2,58 Rapocini 152.531 38.723 5.416 1,55 Manggala 118.191 30.679 3.328 3,83 Biringkanayya 169.350 44.611 4.113 5,37 Tamalanrea 105.175 26.806 3.522 1,95 Kota Makassar 1.408.045 352.011 47.473 Kebutuhan pembangunan tersebut akan semakin meningkat karena Kota Makassar menuju Kota Metropolitan Maminasata, yang mencakup 4 kota di sekitarnya (Kota Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar). Selain itu, PT Kima merencanakan 5 zona pengembangan industri di wilayah Mamminasata, yaitu KIMA, KIROS, KIMAMA, KIWA, dan KITA, yang akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan perumahan di wilayah suburban Kota Makassar (Gambar 5). Gambar 5 Struktur Perkembangan Guna Lahan Perumahan dan Rencana Lima Kawasan Industri di Sekitar Kota Makassar Prasarana dan sarana transportasi memainkan peran penting dalam sistem perkembangan wilayah suburban, terutama untuk mencapai perkembangan kota yang tumbuh smart, ramah transportasi, dan dengan kualitas lingkungan hidup yang sehat. Fungsi jaringan transportasi sangat terkait dengan fungsi lahan dan fungsi ruang yang mempengaruhinya. Interaksi tujuan dan asal pergerakan dipengaruhi fungsi ruang/lahan, jarak capai, dan biaya transportasi. Karena itu, Makassar sudah harus mulai menata kembali ruang suburban dengan konsep smart growth, yaitu hunian bersusun yang 176 Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember 2015: 169-178

dilengkapi dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi (mixed land use) serta smart transportation dengan akses transit dan parkir serta dapat menjadi kawasan yang ramah bagi pejalan kaki (Gambar 6). Gambar 6 Konsep Pembangunan dengan Sistem Transit (Wunas, 2011) KESIMPULAN Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kota Makassar meluas secara horizontal ke arah selatan dan timur, dengan sejumlah bangunan berintensitas rendah yang menyebar secara sporadis dan membentuk mega urban tetapi tanpa mengikuti hirarki jaringan jalan dan tanpa pelayanan angkutan umum. 2. Perkembangan kota belum terpadu dengan pembangunan pelayanan sarana sosial dan ekonomi kawasan secara multifungsi dan tidak mengikuti transit-oriented development, sehingga volume pergerakan penduduk sangat tinggi menuju ke pusat pelayanan yang berada di kota (downtown), padahal pembangunan perumahan seharusnya didekatkan dengan pusat-pusat pelayanan dengan fungsi campuran dan halte untuk perpindahan moda transportasi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kota Makassar. 2013. Makassar dalam Angka. Makassar. Badan Standardisasi Nasional. 2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. SNI 03-1733-2004. Jakarta. Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Kota Makassar (Shirly Wunas dan Venny Veronica Natalia) 177

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2004. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan. Pedoman Pd T-18-2004-B. Jakarta. Ewing, R. 1997. Transport and Land Use Innovations. American Planning Association, Chicago. Harno, T. 2010. Transit Oriented Development (TOD) as Transport Demand Management (TDM). Direktorat Bina Sarana Transportasi Perkotaan. Kementerian Perhubungan. Jakarta. Knaap, G-J. 2004. A Requiem for Smart Growth? National Center for Smart Growth Research and Education. College Park, MD: University of Maryland. Simonds, J. O. 1994. Garden Cities 21, Creating a Livable Urban Environment. Darby, PA: Diane Publishing Company. Weddel, P. 2010. UrbanSim: Modeling Urban Development for Land Use, Transportation and Environment. Journal of the American Planning Association, 68 (3): 297-314. Wunas, S. 2011. Kota Humanis (Integrase Guna Lahan dan Transportasi); Brilliant Surabaya Indonesia. Surabaya. Wunas, S. 2007. Perspective of Urban Development Based on Eco Settlement Concept. Makassar: Universitas Hasanuddin. 178 Jurnal Transportasi Vol. 15 No. 3 Desember 2015: 169-178