PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

PER-70/PJ/2007 JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AY

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Subjek Pajak PPh Pasal 23

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-70/PJ/2007 TENTANG

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO

244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.80435/PP/M.XIIA/12/2017. Tahun Pajak : 2009


PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.80439/PP/M.XIIA/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2009

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.80436/PP/M.XIIA/12/2017. Jenis Pajak : PPh Pasal 23. Tahun Pajak : 2009

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

S-48/PJ.313/2006 KONFIRMASI PENGENAAN TARIF PPh PASAL 22 DAN PASAL 23

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-176/PJ/2000 TANGGAL : 26 JUNI 2000

2017, No Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002)

S-425/PJ.312/2006 PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS SPONSORSHIP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1996 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

PPh Pasal 26. Pengantar

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

257/PMK.011/2011 TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN LAIN KONTRAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2013

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

DAFTAR WAWANCARA. 1. Pertanyaan : Apa sajakah yang termasuk kedalam objek PPh pasal 23 di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta?

Panduan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-28/PJ/2012 TENTANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

PANITIA SUMPAH PEMUDA KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lemba

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

BAB II BAHAN RUJUKAN

Tinjauan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Jasa Service Pesawat Terbang Pada PT. Nusantara Turbin dan Propulsi

Perpajakan Bagi Koperasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 47/PJ/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2005 T E N T A N G PERIJINAN USAHA JASA PARIWISATA DI KABUPATEN BANTUL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 12, No. 1, Februari 2016, Hal

Transkripsi:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 Menimbang: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 1. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jenis jasa lain dan besarnya perkiraan penghasilan neto atas penghasilan dari sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; 2. bahwa sehubungan dengan perkembangan perekonomian dan moneter khususnya perkembangan dunia usaha, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 46; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3636) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 10; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4174); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 133 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak dalam Tahun berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Tahun 253; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4055); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 255; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4057); Menetapkan MEMUTUSKAN: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG- UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000

Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan: (1) Jumlah imbalan bruto khusus untuk jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material/barangnya. (2) Jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan bruto yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak. Pasal 2 Penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, dan imbalan jasa yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto adalah 1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002. 2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pasal 3 Perkiraan Penghasilan Neto atas penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 4 Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 5 Apabila dalam satu kontrak/perjanjian terdapat lebih dari satu jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Perkiraan Penghasilan Neto dikenakan berdasarkan kelompok jasa yang mempunyai nilai transaksi terbesar. Pasal 6 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 26 Desember 2006 Direktur Jenderal, ttd, Darmin Nasution

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-178/PJ./2006 TANGGAL : 26 DESEMBER 2006 PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA KECUALI SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 1996 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2002 NO JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat 20 % 2. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat 40 % DIREKTUR JENDERAL, ttd,- DARMIN NASUTION

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-178/PJ./2006 TANGGAL : 26 DESEMBER 2006 PERKIRAAN PENGHASILAN NETTO ATAS JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONSTRUKSI DAN JASA LAIN YANG ATAS IMBALANNYA DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 NO JENIS PENGHASILAN/JASA PERKIRAAN PENGHASILAN NETTO 1. Jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lain kecuali jasa pengeboran ( jasa drilling ) di bidang Penambangan minyak dan gas bumi (migas) yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap, jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI dan KPEI, serta jasa-jasa yang disebutkan dalam angka 2, 3, 4, dan 5 30 % 2. a. Jasa perencanaan konstruksi. b. Jasa pengawasan konstruksi. c. Jasa konsultasi, kecuali jasa konsultasi hukum, konsultasi bisnis dan konsultasi pajak. 26 2/3 % 3. a. Jasa penyelidikan dan keamanan b. Jasa kurir ( jasa titipan swasta ) c. Jasa biro perjalanan wisata d. Jasa agen perjalanan wisata e. Jasa konvensi, pameran dan perjalanan insentif f. Jasa freight forwarding g. Jasa pengepakan h. Jasa maklon 20 % 4. Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk : Jasa perawatan/pemeliharaan/ perbaikan bangunan; Jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/ telepon/ air/gas/ AC/TV kabel ; Iklan, Sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi. 13 1/3 % 5. a. Jasa catering b. Jasa pembasmmian hama c. Jasa kebersihan/cleaning service. 10 % DIREKTUR JENDERAL, ttd,- DARMIN NASUTION

LAMPIRAN III PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-178/PJ./2006 TANGGAL : 26 DESEMBER 2006 PENGERTIAN TENTANG SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA DAN JENIS JASA LAIN 1. Pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat sebagaimana dimaksud pada angka 1 Lampiran 1 Peraturan ini adalah : a. Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu baik secara harian, mingguan, maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; b. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata dan milik orang pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewakan kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; c. Sewa kendaraan berupa truk, mobil derek, taksi milik perusahaan/orang pribadi yang disewa atau dicarter oleh suatu perusahaan angkutan untuk keperluan operasi usaha angkutan darat atau untuk keperluan lain. 2. Pengertian Jasa Teknik dan Jasa Manajemen sebagaimana dimaksud pada angka 1 Lampiran II peraturan ini adalah: a. Jasa Teknik ialah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi : i. Pelaksanaan suatu proyek; ii. Pembuatan suatu jenis produk; iii. Jasa teknik dapat pula berupa pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalamanpengalaman di bidang manajemen. b. Jasa Manajemen ialah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dalam balas jasa berupa imbalan manajemen ( management fee ). 3. Pengertian Jasa Penyelidikan dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a Lampiran II Peraturan ini adalah semua pemberian pelayanan penyelidikan, pengawasan, penjagaan, dan kegiatan atau perlindungan untuk keselamatan perorangan dan harta milik, termasuk penyelidikan latar belakang seseorang, pencarian jejak orang hilang, pencurian, dan penggelapan, serta patroli. 4. Pengertian Jasa Kurir (Jasa Titipan Swasta) sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b Lampiran II Peraturan ini adalah semua pemberian pelayanan penyelenggaraan pengiriman barang dan uang yang dilakukan oleh swasta, pengiriman surat, warkat pos dan kartu pos yang berperangko. 5. Pengertian Jasa Biro Perjalanan Wisata sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf c Lampiran II Peraturan ini adalah semua pemberian pelayanan perencanaan dan pengemasan komponen perjalanan wisata yang meliputi sarana wisata, objek dan daya tarik wisata, dan jasa pariwisata lainnya dalam bentuk paket wisata antara lain melakukan penyelenggaraan dan penjualan paket wisata dengan cara menyalurkan melalui agen perjalanan wisata atau menjual langsung kepada wisatawan atau konsumen, melakukan penyediaan pelayanan pramuwisata yang berhubungan dengan paket wisata yang dijual, melakukan penyediaan layanan angkutan wisata, melakukan pemesanan akomodasi, restoran, tempat konvensi, dan tiket penjualan seni budaya serta kunjungan ke objek dan daya tarik wisata. 6. Pengertian Jasa Agen Perjalanan Wisata sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d Lampiran II peraturan ini adalah semua pemberian pelayanan penjualan paket wisata yang dikemas oleh biro perjalanan wisata yang melakukan pemesanan tiket angkutan udara, laut, dan darat baik untuk tujuan dalam maupun luar negeri, melakukan pemesanan akomodasi, restoran, dan tiket pertunjukan seni budaya, serta kunjungan ke objek dan daya tarik wisata dan melakukan pengurusan dokumen perjalanan berupa paspor dan visa atau dokumen lain yang dipersamakan.

7. Pengertian Jasa Konvensi, Pameran dan Perjalanan Insentif sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf e Lampiran II Peraturan ini adalah semua kegiatan pemberian jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, dsb), termasuk usaha jasa merencanakan, menyusun, dan menyelenggarakan program perjalanan insentif dan pameran serta jasa event organizer. 8. Pengertian Jasa Freight Forwarding sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf f Lampiran II Peraturan ini adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman barang melalui transportasi darat, laut dan udara (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi). 9. Pengertian Jasa Pengepakan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf g Lampiran II Peraturan ini adalah usaha pengepakan atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak. Termasuk pula pengalengan, pembotolan, pelabelan, pembungkusan kado (hadiah) dan sejenisnya. 10. Pengertian Jasa Maklon sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf h Lampiran II Peraturan ini adalah semua pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. Pengertian jasa maklon harus memenuhi ketiga unsur tersebut. DIREKTUR JENDERAL, ttd,- DARMIN NASUTION