UU BPJS No.24 Tahun 2011

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

GUBERNUR SULAWESI BARAT

7. Peraturan Pemerintah...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN RUJUKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

TENTANG GUBERNUR BENGKULU,

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG

CH.TUTY ERNAWATI UPTD BKIM SUMBAR

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RUJUKAN. Ditetapkan Oleh Ka.Puskesmas SOP. Sambungmacan II. Kab. Sragen. Puskesmas. dr.udayanti Proborini,M.Kes NIP

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

UPATI TANJUNG JABUNG BARAT, NIP PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 21 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

(dalam) layanan primer

DUKUNGAN REGULASI DALAM PENGUATAN PPK PRIMER SEBAGAI GATE KEEPER. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan. kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah pada tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

PANDUAN RUJUKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas

panduan praktis Penjaminan di Wilayah Tidak Ada Faskes Penuhi Syarat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN DAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Bagian Program dan Informasi DITJEN BUK KEMENTERIAN KESEHATAN RI

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

Oleh. Dr.Lili Irawati,M.Biomed

Ind p T I H U SA DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2012

JUMLA H EP SOP pendaftaran 2. Bagan alur pendaftaran. 3. Kerangka acuan (kepuasan pelanggan

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan. Oleh: Novijan Janis. Kepala Subbidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD. Center for Health Policy and Administration UI

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMANFAATAN DANA KAPITASI UNTUK PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA BERPRESTASI

panduan praktis Pelayanan Ambulan

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATRIK REALISASI CAPAIAN LAKIP TAHUN 2014 DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Bayu Teja Muliawan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasin. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

IMPLEMENTAS I PERAWAT PRAKTEK MANDIRI. Ns. SIM SAYUTI, S.Kep NIRA : Beprofessional nurse Knowledge, skill, & attitude

Transkripsi:

UU SJSN No.40 Tahun 2004 UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 UU RS No. 44 Tahun 2009 UU BPJS No.24 Tahun 2011 PMK 001 Tahun 2012 ttg Sistem Rujukan Perorangan

Meningkatnya kemampuan fasilitas pelayanan Kesehatanperseorangan tingkat pertama Kepastian hukum bagi Fasyankes dalam memberikan pelayanan Kesehatan yang bermutu Tertatanya alur pelayanan Kesehatan perseorangan tingkatpertama, dua dan ketiga secara berkesinambungan Menjamin terselenggaranya pelayanan Kesehatan perseorangan mencapai MDGs Meningkatnya akses dan cakupan pelayanan Kesehatan perseorangan secara merata dan menyeluruh (universal coverage

Askes Jamkesmas Jamsoste k (Jan 2014) Peserta jaminan BPJS Fasyankes Membayar iuran Mengelola dan menyalurkan dana Memberikan pelayanan

Pemilik atau penyelnggaraa Fasyankes DInas Kesehatan Prop dan Kab/Kota Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal BUK BPJS Organisasi Profesi Lembaga Pendidikan Kedokteran,kepera watan, farnasi

Provinsi memetakan Wilayah dan Alur Sistem Rujukan Medis Utama Nasional dan Rujukan Medik Regional Nasional memfasilitasi Kabupaten/Kota Memetakan Wilayah Alur Sistem Rujukan Medis Utama Provinsi dan Rujukan Medik Regional Provinsi Kecamatan Memetakan Wilayah dan Alur Sistem Rujukan Medis Utama Kab/Kota dan Rujukan Medik Regional Kab/Kota memfasilitasi

Memperhatikan: Data geografis Sarana/prasarana transportasi Data fasyankes lokasi, kompetensi, SDM ketersediaan sarana/prasarana, bahan/obat, pembiayaan Teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

Pemetaan Provinsi Pemetaan Lengkap SIRS online Tanggung jawab Dinkes Provinsi Pemetaan Kab/Kota Pemetaan Kecamatan Dikomunikasikan dengan penyelenggara pelayanan kesehatan

RS Kelas A Tingkat Nasional RS Kelas B Tingkat Provinsi RS Kelas C Tingkat Kab/Kota RS Kelas A/B (+) Tingkat Regional Prov RS Kelas B/C (+) Tingkat Regional Kab/Kota RS Kelas D Pratama PKM Rawat Inap Puskesmas Tanpa Rawat Inap

Supervisor Proses rujuk A B Proses rujuk balik Supervisor

Jenjang Rujukan Pengertian Fasilitas Pelayanan Kesehatan Monitoring dan Evaluasi oleh Fasyankes tingkat pertama (primer) Pelayanan medik pertama oleh dokter umum/ dokter gigi 1. Klinik PKM 2. Klinik Pratama 3. Praktek dr./drg. 4. RS Pratama 1. Ka. Dinkes kab/kota 2. Organisasi profesi cab. kab/kota Fasyankes tingkat kedua (sekunder) Pelayanan kesehatan perorangan spesialistik 1. RS kelas D/C 2. RS kelas B nonpendidikan 1. Ka. Dinkes prov. 2. Organisasi profesi cab. prov. Fasyankes tingkat ketiga (tersier) Pelayanan kesehatan perorangan subspesialistik 1. RS kelas B pendidikan/ A tingkat provinsi 2. RS kelas A rujukan utama umum/khusus 1. Dir. BUKR 2. Dirjen BUK 3. Organisasi profesi 4. Institusi pendidikan

Alasan melakukan rujukan Fasyankes bersangkutan mengalami keterbatasan sumber daya, kompetensi, dan kewenangan untuk mengatasi suatu kondisi, baik yang sifatnya sementara ataupun menetap Pasien tertentu membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik/sub spesialistik, termasuk diantaranya kasus dengan kondisi emergensi Pasien membutuhkan pelayanan rawat inap dan penatalaksanaan selanjutnya yang tidak tersedia di fasyankes bersangkutan Untuk melayani pasien tertentu, dibutuhkan peralatan diagnostik dan atau terapetik, sementara di fasyankes bersangkutan tidak tersedia

Perujuk Rujukan Pemeriksaan Diagnosis Terujuk Penjelasan kepada keluarga Penanganan, stabilisasi Menerima informasi Antisipasi kedatangan pasien Konsultasi dg fasyankes rujukan Persiapkan dokumen Memberikan pelayanan Menerima pasien

Pemeriksaan Perujuk Follow-up: butuh rujukan Perujukan Terujuk Konsultasi dg fasyankes rujukan Penjelasan kepada keluarga, informed consent Menerima informasi Antisipasi kedatangan pasien Persiapkan dokumen Memberikan pelayanan Menerima pasien

Pembayaran prospektif Kapitasi Regulasi dengan Undang-undang INA- CBGs Rujukan Fasyankes Tersier Fasyankes Sekunder Fasyankes Primer Rujukan balik

Rawat inap Rawat jalan Rujuk balik Rujuk ke tingkat lebih tinggi

A. TATA LAKSANA SISTEM RUJUKAN PADA FASYANKES TINGKAT PERTAMA B. TATALAKSANA SISTEM RUJUKAN PADA FASYANKES TINGKAT DUA. C. TATALAKSANA SISTEM RUJUKAN PADA FASYANKES TINGKAT TIGA D. PELAYANAN PADA PASIEN MENINGGAL E. RUJUKAN PEMERIKSAAN SPESIMEN DAN PENUNJANG DIAGNOSTIK LAINNYA F. RUJUKAN PENGETAHUAN DAN TENAGA AHLI / DOKTER SPESIALIS G. RUJUKAN HORISONTAL

18

1. Rujukan Dari Fasyankes Tingkat Pertama ke Tingkat Dua 2. Tindak Lanjut Atas Rujukan- Balik dari Fasyankes Tingkat Dua Proses merujuk pasien Prosedur klinis Prosedur administratif rujukan Prosedur operasional merujuk pasien. Prosedur administratif. Prosedur operasional

Pasien membutuhkan pelayanan spesialistik dan sub spesialistik untuk penanganannya Pasien membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang lebih canggih/memadai Mendapat persetujuan dari pasien atau klg nya Keadaan pasien memungkinkan untuk dirujuk Jarak ke tempat rujukan tidak membahayakan keselamatan pasien Tenaga kesehatan dan atau tenaga ahli tidak ada di sarana perujuk Puskesmas setempat tidak mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Sarana kesehatan tidak mampu dan tidak memiliki fasilitas yang cukup Tidak ada tenaga kesehatan yang kompeten di sarana perujuk

Prosedur Klinis. Prosedur administratif Prosedur operasional merujuk pasien Menerima pasien rujukan dari fasyankes tingkat pertama dan tindak lanjutnya. Emergensi Non Emergensi Merujuk pasien ke fasyankes tingkat tiga yang lebih mampu Format informed concent telah ditandatangani Data pribadi pasien Surat rujukan pasien dari fasyankes perujuk Asuransi Sosial, ASKES, Jamkesmas, atau Jamsostek Merujuk horisontal Merujuk pasien ke fasyankes tingkat ketiga Merujuk balik pasien ke fasyankes perujuk di tingkat pertama Rujukan horisontal di fasyankes yang sama atau ke fasyankes setingkat Merujuk ke fasyankes rujukan tingkat tiga

Rumah Sakit Kelas A (fasyankes tingkat tiga), RS Swasta setingkat dan fasilitas pelayanan Kesehatan perseorangan lainnya setingkat, yang menerima rujukan pasien harus memberikan laporan informasi medis atau balasan rujukan, ketika pasien keluar dari fasilitas pelayanan Kesehatan yang menerima rujukan antara lain: proses penerimaan pasien maupun pengiriman rujukan balik pasien dilaksanakan sama dengan di fasyankes tingkat dua. Yang berbeda adalah tingkat kemampuan/kompetensi fasyankes dalam memberikan pelayanan medik subspesialistik, termasuk kemampuan fasilitas penunjang medik dan keperawatannya. fasyankes tingkat tiga juga menjadi tempat pendidikan tenagatenaga Kesehatan, khususnya calon spesialis dan sub-spesialis.

Pada kondisi pasien kritis, selain tetap mengusahakan pelayanan medis semaksimal mungkin, maka provider berwenang perlu memberikan penjelasan kepada keluarga, sehubungan dengan kondisi senyatanya pasien Setiap kejadian pasien meninggal di fasyankes, baik sebelum 48 jam ataupun sesudah 48 jam kedatangannya, tetap harus diinformasikan kepada fasyankes ataupun klinik perujuk disertai keterangan tentang: Diagnosis penyakit dan penyebab kematiannya, Saran-saran tindak-lanjut kepada fasyankes perujuk Laporan ataupun pemberitahuan khususnya kepada Dinas KesehatanKabupaten/kota dan Puskesmas dimana pasien tersebut tinggal terutama pada: Pasien meninggal karena penyakit menular yang perlu ditindak-lanjuti dengan upaya pencegahan penyebaran dan penanggulangan penyakit menular (KLB) di sekitar domisili pasien, dan kemungkinan perlunya dilakukan survailans. Kondisi-kondisi lainnya yang perlu diketahui fasyankes perujuk

Prosedur standar pengiriman rujukan pemeriksaan penunjang diagnostik/ specimen Prosedur standar menerima rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya Prosedur standar mengirim balasan rujukan hasil pemeriksaan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya Prosedur Klinis Prosedur Administratif Prosedur operasional Prosedur Klinis Prosedur Administratif Prosedur operasional Prosedur Klinis Prosedur Administratif Prosedur operasional

Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan rujukan tenaga ahli / dokter spesialis Ruang lingkup rujukan pengetahuan tenaga ahli/dokter spesialis meliputi Prosedur standar permintaan rujukan pengetahuan (tenaga ahli) Prosedur standar pengiriman tenaga ahli

Rujukan horisontal dapat terjadi intra fasyankes maupun dari fasyankes lainnya setingkat. Rujukan horisontal intra fasyankes dapat terjadi antar disiplin ilmu.

Informasi yang disampaikan sekurangkurangnya : Maksud dan tujuan dirujuk Kemana harus dirujuk Menggunakan sarana/mobil apa yang dirujuk Risiko selama diperjalanan sampai tempat rujukan Pembiayaan rujukan 27

Menentukan Kegawatdaruruatan penderita Menentukan Tempat Rujukan Memberikan Informasi kepada Keluarga pasien dan pasien Memberitahukan kepada tempat rujukan Persiapan Penderita Pengiriman Penderita Tindak Lanjut Penderita

PERUJUK Harus menghubungi fasyankes rujukan Melaporkan kondisi pasien Meminta saran untuk mempersiapkan pasien rujukan Menyertai formulir rujukan TERUJUK Memberi informasi mengenai kesiapan menerima rujukan Memberi informasi mengenai kondisi pasien pascapelayanan di fasyankes rujukan

Dari jumlah kasus yang akan dirujuk, dinilai: Tingkat keberhasilan memotivasi pasien dan keluarga untuk menyetujui pelaksanaan rujukan Persentase atas ketepatan diagnosis dari kasus yang dirujuk, dibandingkan dengan diagnosis dari fasyankes rujukan Ketepatan tindakan prarujukan Ketepatan waktu merujuk dan ketepatan tujuan rujukan Proses pendampingan rujukan dan pelayanan yang diberikan

Dari kasus yang dirujuk Berapa persen benar-benar melakukan rujukan ke lokasi yang disarankan (cek di fasilitas pelayanan rujukan) Bila tidak ke tempat pasien dikirimkan, pernahkan dicari sebabnya Dari yang melakukan rujukan, berapa persen lapor kembali membawa balasan rujukan Dari hasil evaluasi diri di fasilitas pengirim rujukan, berapa persen masih terjadi kesenjangan ketepatan diagnosis dan/atau persiapan prarujukan

Dari kasus yang perlu tindak lanjut atas saran dari fasilitas rujukan: Berapa persen datang kembali untuk dilayani di fasilitas pengirim rujukan Masalah dan hambatan apa yang dijumpai dalam menindaklanjuti saran-saran yang diberikan Konsistensi dan kepatuhan menindaklanjuti saran yang diberikan fasilitas pelayanan rujukan Kemampuan dan ketelitian mencatat dan mendokumentasikan setiap pelayanan/tindakan yang dilakukan pada pasien, baik yang dirujuk maupun yang kembali dari rujukan Kemampuan memanfaatkan data dan informasi yang ada, untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan dan rujukan

Informasi didokumentasikan selengkap mungkin berhubungan dengan proses rujukan dan penyelenggaraan pelayanan serta tindak lanjutnya Terdapat register yang terdiri dari Register pengiriman rujukan pasien Register penerimaan rujukan pasien Register pengiriman rujukan balik pasien Register penerimaan rujukan balik pasien

Dilakukan rutin triwulan ke dinkes sesuai strata fasyankes Fasyankes tingkat pertama Dinkes Kab./Kota Dinkes Provinsi Kemenkes Fasyankes tingkat kedua Dinkes Provinsi Kemenkes Fasyankes tingkat ketiga Kemenkes

Tanggung jawab 1. Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 3. Menteri Kesehatan Bahan 1. laporan triwulan dari semua fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan rujukan 2. laporan review secara acak dan kunjungan rumah untuk mengeksplorasi tingkat kepuasan pasien Parameter kualitatif 1. Efisiensi 2. Efektifitas 3. Aksesibilitas 4. Ketepatan 5. Responsivitas 6. Hubungan interpersonal yang baik Parameter kuantitatif 1. Volume atau jumlah kasus yang dirujuk 2. Outcome atau luaran dari rujukan 3. Masalah yang mendasari rujukan dan pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh fasilitas yang menerima rujukan 4. Meningkatnya pemanfaatan fasilitas kesehatan, terutama pada tingkat yang lebih rendah.

TIM PEMBINA YANKES PROV RS RING 1 RS RING 2 PUSKESMAS DTP TIM PEMBINA YANKES KAB/KOTA PUSKESMAS PONED TIM PEMBINA YANKES KECAMATAN DINKES KB/KT RS KL C/D 1 TIM PEMBINA YANKES PROV ( 5 SUBTIM) DINKES Prov RS Tipe A FK /PT ORG PROFESI 2 TIM PEMBINA YANKES KAB/KoTa (..SUBTIM) DINKES KAB/KOTA RS RING 1 / RING 2 ORG PROF PT 3 TIM PEMBINA KECAMATAN PUSKESMAS DTP/PONED RS KL C/D DAN IBI RANTING 4 TIM PEMBINA PUSKESMAS PUSKESMAS KLINIK, DR KELUARGA PELAYANAN KES PRIMER DR, BIDAN, PERAWAT DAN ASS APOTEKER PUSKESMAS PUSTU POLIN DES POSKES DES BP SWASTA BPS DR PRAKTEK 39

STRATEGI REGIONALISASI PELAYANAN KESEHATAN IMPLEMENTASI SPO/SPM PELAYANAN KESEHATAN REGULASI SISTEM RUJUKAN PENGEMBANGAN SDM KES 40

Regionalisasi Sistem Rujukan Pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan kemampuan, terkecuali dalam kondisi emergensi

Penataan Regionalisasi Sistem Rujukan yang terstruktur dan berjenjang Akses dan mutu pelayanan kesehatan terganggu Jangkauan pelayanan kesehatan belum merata Rujukan pasien belum efektif dan efisien Penumpukan pasien di RS

TUJUAN Mengembangkan Regionalisasi Sistem Rujukan berjenjang di Provinsi dan Kabupaten/Kota Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan MANFAAT Pasien tidak berkumpul dan menumpuk di RS besar tertentu Pengembangan seluruh fasyankes di Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat direncanakan secara sistematis, efisien dan efektif Mendekatkan akses pelayanan masyarakat di daerah terpencil, miskin, dan perbatasan ke pusat rujukan terdekat Pendidikan tenaga kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional

Puskesmas Puskesmas Puskesmas Pusat Rujukan Regional 3 Pusat Rujukan Regional 2 Pusat Rujukan Regional 4 Pusat Rujuka n Provinsi Pusat Rujukan Regional 1 Pusat Rujukan Regional 5 Pusat Rujukan RS di Kab/Kota, Balai Pusat Rujukan di Kab/Kota RS di Kab/Kota Pusat Rujukan Klinik Puskesmas DPM

10. Pembagian peran 1. Pemetaan sarana kesehatan 2. Menetapkan regionalisasi 9. Menyusun empat buku pedoman rujukan 8. Mengadakan pelatihan 7. Melakukan uji coba Regionalisasi Sistem Rujukan 6.Penyusunan Peraturan Gubernur 3. Penguatan fasilitas pelayanan Kesehataan 4. Penyusunan Pedoman Pelayanan Kedokteran (PPK) berdasarkan PNPK 5. Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO)

Regionalisasi sistem rujukan : 1. Kab/kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region, berdasarkan hasil mapping: a. Geografis b. Jenis pelayanan c. SDM d. Sarana dan Prasarana sarpras 2. Tingkat kabupaten/kota harus mempunyai system rujukan, dan tingkat propinsi harus mempunyai regionalisasi system rujukan. 3. Penetapan pusat rujukan regional ditetapkan dengan peraturan/sk Gubernur 4. Ujicoba Regionalisasi sistem rujukan dilakukan mulai 1 Oktober 2013 5. 1 Januari 2013, Regionalisasi sistem rujukan sudah harus berjalan di seluruh wilayah propnsi

PUSKESMAS PUSKESMAS rawat inap PUSKESMAS PONED RSU SWASTA Polides/ Wahana /Bidan di desa 47